Thursday, June 26, 2008

[Seri Eksposisi] Matius 5:1-12

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div



Matius 5:1-2 adalah ucapan Tuhan Yesus yang dikenal sebagai kotbah di bukit. Kotbah di bukit ini merupakan bagian pertama dari lima diskursus (kotbah atau percakapan) di dalam injil Matius.
  1. Beatitudes atau satu deklarasi mengenai ucapan bahagia (Mat 5:1-12).
  2. Tuntutan etis tentang kerajaan Allah (5:13-16; 6:1-7:23)
  3. Perbedaan ajaran etis Kristus dengan tradisi legalistik Yahudi (5:21-48). Ada perbedaan dalam konsep tradisi Yahudi dengan apa yang dikatakan Yesus. Menurut Yahudi, berzinah hanya sekedar melakukan hubungan sex. Tetapi Yesus berkataka : ”Jika kamu memandang lawan jenismu dan kamu birahi, kamu berzinah”. Sama halnya dengan membunuh. Kita dikatakan membunuh kalau mengambil nyawa orang lain. Tetapi Yesus mengatakan jika kita membenci saudara kita, kita telah membunuh.
  4. Perumpamaan tentang pentingnya mengerjakan apa yang sudah diajarkan (7:24-27)
  5. Ungkapan kekaguman orang banyak tentang otoritas ucapan Tuhan Yesus (7:28-29).
Matius pasal 5-7 adalah kotbah dibukit, sebuah pengajaran yang sangat terkenal dan inilah pengajaran etis tentang Kerajaan Sorga. Pasal 5-7 ini juga berbicara tentang banyak etika. Apa yang mau disampaikan Tuhan Yesus adalah mensejajarkan bahwa status sebagai warga Kerajaan Sorga harus memiliki gaya hidup seperti warga Kerajaan Sorga. Itulah sebabnya bila kita perhatikan pasal 6, Yesus berani berkata : "Jika kehidupanmu tidak lebih baik dari ahli taurat, kamu tidak layak masuk dalam Kerajaan Allah". Jadi Yesus mau mengingatkan supaya kita tidak menganggap anugerah itu sesuatu yang murah, melainkan harus meresponinya dengan etika hidup yang benar. Menarik pernyataan F. F Bruce yang mengatakan: ”Dalam kotbah di bukit ini, jika memiliki cara/etika seperti kotbah di bukit, sepertinya kita sudah dekat ke Sorga”. Matius 5-7 merupakan gaya hidup orang yang sudah bertobat dan inilah tanda dari umat Kerajaan Allah. Artinya, umat Kerajaan Allah ditandai dengan satu kehidupan yang bertobat setiap harinya dan juga memiliki cara/etika hidup yang benar.

Bagian ini diawali dengan bentuk literatur yang biasa dipakai dalam PL. Misalnya dalam Mzm 1:1 dikatakan, ”Berbahagialah orang...”. Yesus mengutip kalimat ini dan merupakan satu tradisi atau kebudayaan dalam literatur PL. Berkat atau bahagia adalah janji Kerajaan bagi mereka yang hidup dengan repentant life. Kalimat ini bermaksud bahwa jaminan blessing atau ’berbahagia’ hanya ada bagi orang yang memiliki kehidupan yang mengalami pertobatan yang kontiniutas. Lahir baru sekali, tetapi pertobatan itu setiap hari. Selanjutnya, teks ini harus dibaca dalam terang aspek kehidupan Kerajaan Sorga masa kini (presentis) sekaligus sebagai bukti keanggotaan dalam aspek eskatologis. Artinya, jangan berpikir bahwa cara/etika hidup seperti ini (1-12) hanya sebatas perspektif Eskatologis tetapi juga watak Kristiani masa kini yang harus dimiliki selaku warga Kerajaan Sorga. Itulah sebabnya jangan berpikir hanya sebatas masuk Sorga. Maksudnya seperti ini, bila kita ragu untuk masuk Sorga tetapi kita sudah lahir baru, kita akan masuk Sorga. Bagi kita pertanyaannya kembali ke tujuan panggilan Allah. Di dalam Efesus 1:4-11, pemilihan atau panggilan Allah adalah supaya engkau dan saya hidup di dalam kesucian. Masuk sorga itu adalah akibat dari lahir baru, tetapi tujuan lahir baru (panggilan Allah) adalah hidup suci dan dalam konteks inilah kita akan berbicara watak sebagai warga Kerajaan Allah yang presence dan eskatologis.

Teks ini memaparkan delapan kualitas watak orang Kristen yang harus dimiliki. Artinya tidak boleh satu atau dua saja. Tetapi semuanya harus menjadi milik orang Kristen. Bila terjadi ketimpangan, berarti terjadi kegagalan. Sebelum memulai pengajaranNya tentang etika Kerajaan Sorga, Yesus mengawali dengan satu ringkasan isi beritanya. Artinya di dalam pasal 4:17, ada satu seruan (panggilan) untuk bertobat karena Kerajaan Allah sudah dekat. Dengan dasar inilah berita inilah Yesus memulai pengajaranNya. Mari kita lihat bagian ini.

Bila kita lihat ayat satu, ” Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya." Sebagian besar para ahli sepakat bahwa ”orang banyak di sini” menunjuk kepada para murid dalam arti yang luas. ’Naik ke bukit’ menurut penafsir dan cara penulisan Matius menunjuk Yesus adalah Mesias (ingat, Matius mau menyampaikan pesan kepada pembacanya bahwa Yesus adalah Tuhan). Itulah sebabnya Matius mengawalinya dengan menulis ’naik ke atas bukit’, yang mau mensejajarkan Yesus dengan Musa yang naik ke atas gunung Sinai. Hal ini dilakukan supaya pembaca injil Matius menyadari bila mereka kagum kepada Musa dan percaya kepada YHWH, sekarang sang YHWH- Yesus Kristus berada pada posisi dan otoritas yang sama. Kemudian kata ’duduk’ merupakan satu tradisi. Artinya, pada masa itu ketika guru mengajar dia duduk sedangkan para murid mendengarnya dengan berdiri.

Kita akan masuk kepada delapan hal yang ada di dalam ucapan berbahagia.

1. Mari kita lihat ayat 3 : Miskin -­­--- empunya Kerajaan Sorga.
”Berbahagia” dalam bahasa Inggris disebut dengan ”blessed be the man”. Ada satu kesejajaran kata yang dipakai dalam hal ini yaitu, Makarios (yunani : diberkatilah, berbahagialah). Tetapi, bila dilihat dari akar katanya, lebih tepat bila dipakai arti ”diberkati” karena orang yang bahagia belum tentu diberkati, tetapi orang yang diberkati pasti merasa bahagia. Kebahagian yang sejati disebut juga dengan the spiritual joy and peace. Ada satu berkat (sukacita), damai, kesenangan rohani yang sejati. Maka kata “blessed be” di sini jangan diukur dari material, tetapi diukur dari adanya satu permanensi damai dan sukacita yang tidak bisa direbut oleh siapapun. Itulah sebabnya sukacita dari Allah tidak bisa digantikan oleh siapapun.

Siapakah yang mengalami the real spiritual joy? Orang yang mengalaminya adalah orang yang miskin dihadapan Allah. Dalam hal ini ada perubahan konsep material kepada konsep spritual. Karena di dalam PL, orang yang sengsara dan miskin adalah orang yang tidak bisa bergantung dan berharap kepada siapapun, akhirnya mereka berharap kepada Allah (Zef 3:12; bd Mzm 34:7). Yesus memutarkan konsep ini (memandang material jadi spritual) dimana Yesus menyatakan bahwa kemiskinan rohani jauh lebih berguna. Kemiskinan yang dimaksud adalah orang yang remuk, hancur hatinya, rendah diri di hadapan Allah dan Allah mau bersama dengan orang seperti ini. Itulah sebabnya dikatakan disini betapa pentingnya pengakuan kemiskinan spritual sehingga kita membutuhkan Allah. Menganggap diri tidak berarti sama sekali dihadapan Allah membuat kita bergantung pada anugerahNya. Di sinilah kita penting menyadari konsep arti miskin. Yang menjadi contoh orang ’miskin’ di Alkitab adalah pemungut cukai dan pelacur. Mereka berkata sambil memukul dada ” Aku tidak layak”. Dan contoh orang yang merasa kaya adalah apara orang Farisi yang bangga dengan kefarisiannya. Mungkin kita akan berkata kita tidak mengalami hal ini. Ingat, ayat ini bukan kepada mereka yang belum bertobat, tetapi kepada murid. Apa yang mau diajarkan Tuhan Yesus adalah pentingnya menyadari kerapuhan, kemiskinan, ketidaklayakan dihadapan Allah setiap hari sehingga kita bergantung kepada Allah. Apakah kita merasa puas dengan kerohanian kita? Bila iya, berarti kita mengalami stagnasi rohani. Tetapi bila kita terus merasa miskin dan tidak layak dihadapan Allah, di sanalah kita akan membutuhkan Allah. Mari melatih hidup yang miskin dihadapan sehingga kita membutuhkan Dia setiap hari. Bagi orang yang seperti inilah ada jaminan ”blessed be the man” dan “spiritual Joy”.

2. Mari kita lihat ayat empat : berduka ---- akan dihiburkan.
Duka cita karena penyesalan akan dosa sangat dibutuhkan seperti pada zama Ezra (Ezra 10:1). Miskin itu pengakuan, duka cita itu penyesalan.. tidak pernah ada orang berdukacita karena dosa kalau dia tidak pernah mengalami miskin di hadapan Allah. Oleh sebab itu dikatakan setelah miskin ada dukacita. Hanya orang yang miskin dan mengakui ketidaklayakan dihadapan Allahlah yang bisa berduka karena dosa. Karena itu, duka cita karena dosa itu sangat penting. Kita harus hati-hati akan hal ini. Sesuatu yang sebenarnya dosa tidak kita anggap lagi dosa karena kita sudah biasa melakukannya. Kita menolelir hal-hal itu karena itu adalah tradisi dan mata kita tidak lagi tajam melihat dosa. Itulah sebabnya kita tidak pernah bangkit dan bertumbuh secara rohani. Diberkatilah orang berduka karena dosanya. Ada pengakuan bahwa dia miskin dihadapan Allah, tetapi ada juga penyesalan, dukacita yang dalam akan dosanya. Ingat 1 Yoh 1:9? Ayat ini tidak berlaku bagi setiap orang yang mengakui dosanya, tetapi hanya kepada orang yang betul-betul berduka. Kalau bukan dengan penyesalan yang dalam, pengakuan dosa yang keluar dari mulut kita adalah sesuatu yang hampa dan tidak mengakibatkan pengampunan yang sejati. Tidak seorang pun bisa menang dari dosa yang lama kalau bukan dengan pertobatan yang dalam karena dukacita akan dosa identik dengan kebencian dengan dosa. Jika kita melakukan dosa yang sama berarti kita belum membenci dosa tersebut. Jadi, mereka yang memiliki penyesalan yang dalam akan dosa adalah orang yang berbahagia. Mereka bahagia karena dosa mereka telah diampuni dan dilupakan oleh Tuhan. Ingat Mzm 22:1-4 tentang bagaimana manusia berbahagia karena dosanya sudah diampuni. Sukacita akan terjadi bila ada dukacita yang dalam akan dosa. Bila kita mengevaluasi diri kita, apakah tidak ada duka cita akan dosa atau justru kita takut untuk minta ampun kepada Tuhan karena kita tidak bisa menjamin untuk ke depannya kita menjadi setia? Sukacita atau pengampunan akan mendorong kita untuk taat sebagai ucapan syukur. Kalau ada diantara kita yang merasa terpaksa untuk taat, itu adalah sesuatu yang salah. Penghiburan yang sempurna akan kita dapatkan ketika kita bersama dengan Dia. Allah akan menghapus segala air mata orang percaya di akhir zaman (Wahyu 7:17).

3. Ayat 5 : lemah lembut ---- memiliki bumi.
Dalam bahasa Yunani, lemah lembut disebut dengan praus, yaitu sikap rendah hati, lemah lembut terhadap yang lain karena ada sikap tau diri. Artinya, kalau kita orang berdosa yang mengalami kemiskinan di hadapan Allah dan sangat berduka karena dosa, sangat wajar untuk rendah diri dan lemah lembut. Sadar sebagai orang yang miskin (tidak layak) menyebabkan kita membutuhkan Allah dan punya penyesalan akan dosa dan mengalami pengampunan yang indah dari Allah, dan mendorong kita untuk lemah lembut/ rendah hati di hadapan Allah dan sesama. Akar dari kelemah lembutan adalah pendapat yang jujur dan iklas dari seseorang mengenai dirinya (Lyio-Jones). Watak kelemahlembutan membuat kita terhindar dari sikap menghakimi orang lain dan gampang mengampuni orang lain. Bagaimana kita mewarisi bumi dengan sikap ini? Ingat, Yesus menaklukkan bumi dengan kematian jalan salib, kasih, penderitaan, dengan ”ditampar pipi kiri, kasi pipi kanan”. Dan inilah juga cara kita mewarisi bumi, dengan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (Mzm 37:1,11, 22, 34; Yes 57:13; 60:12). Langit dan bumi yang baru pun akan menjadi milik kita sebagai umat Allah (Mat 19:28; 2 Pet 3:23; Why 21:1).

4. Ayat 6 : lapar dan haus kebenaran ---- dipuaskan
Bila kita perhatikan dari awal, ucapan berbahagia ini diawali dari miskin, duka cita, dan lemah lembut, baru di tengahnya muncul haus dan lapar akan kebenaran. Artinya ada bebrapa hal, pertama adala sikap miskin, berduka, dan lemah lembut tidak akan pernah terjadi jika orang tersebut tidak lapar dan haus akan kebenaran. Inilah intinya. Bila kita perhatikan bagaimana Yesus menempatkan hal ini dimana haus dan lapar kebenaran merupakan dasar dari tiga sikap sebelumnya dan menjadi dasar juga untuk sikap berikutnya.

Oleh sebab itu diberkatilah orang yang haus dan lapar akan kebenaran. Jadi miskin dan berduka atas dosa harus disertai dengan haus dan lapar akan kebenaran. Rasa lapar dan haus yang spiritual adalah ciri khas umat Allah. Ambisi utamanya bersifat spiritual, bukan material ( Mat 6:33). Tanpa kebenaran Allah tidak mungkin orang bisa merasa miskin, berduka, ataupun lemah lembut. Hal ini harus kita latih setiap hari. Jika kita melakukan hal ini kita akan merasa puas. Kepuasan bukan dalam artian sukacita semu, tetapi ada kenikmatan, kelegaan bersama dengan Allah. Apakah kita selesai berdoa, saat teduh, maupun membaca Alkitab merasa puas dan kenyang rasanya? Bila tidak, ada sesuatu yang salah yang harus segera kita bereskan. Inilah watak dari anak Allah.

Menurut Alkitab, ada tiga segi kebenaran, yaitu: Pertama, Kebenaran legal yaitu sebuah pembenaran oleh Allah yang terjadi di dalam Kristus (Rm 3:21-24); kedua, Kebenaran moral (etis) sebagai buah dari pembenaran legal di mana dalam hal ini seringkali kita gagal; ketiga, Kebenaran Sosial yaitu keprihatinan dan pembebasan manusia dari segala penindasan dan marginalisasi.

Ada rasa dan haus akan spritual dan di situla kita akan dipuaskan oleh Allah dengan kehadiranNya dan di situlah kita menjadi saleh dan jujur.

5. Ayat 7 : murah hati ---- beroleh kemurahan.
Murah hati berarti mengasihi, gampang memberi, gampang mengampuni orang yang berbuat jahat kepada kita (rom 16:17-21). Orang yang lemah lembut adalah mereka yang tidak menghakimi, yang murah hatinya adalah mereka yang mengampuni. Kebenaran sebagi dasar lemah lembut dan murah hati membuat orang gampang mengampuni. Hanya orang yang murah hati yang dapat mengasihi dan mengampuni tanpa batas dan bukti bahwa kita sudah diampuni oleh Allah adalah kita gampang mengampuni orang lain (Mat 6:14). Kalau kita tidak mengampuni seseorang berarti kita kurang merasakan pengampunan dari Allah. Jaminan pengampunan dan kemurahan hanya ada bagi orang yang mau murah hati.

6. Ayat 8 : yang suci hatinya ---- melihat Allah
Apa hubungan murah hati, lemah lembut, kebenaran dengan suci? Hanya orang hidup dalam kebenaran, murah hati, lemah lembut yang bisa memiliki hati yang suci. Murni artinya jauh dari kepalsuan/kemunafikan, dan di sinilah lahir integritas yang sejati. Kesucian batiniah bukan kesucian ritual karena Allah sangat menentang kesucian ritual. Maka Yesus dalam Mat 23:25-28 mengatakan soal orang Farisi yang seperti kuburan, indah di luar tetapi di dalamnya busuk. Kualitas yang telah disucikan dari kotoran dan kenajisan moral. Orang-orang yang memiliki hal inilah yang bisa melihat Allah, dan mampu melihat kemuliaan dan keagungan Allah yang dasyat itu kelak.

7. Ayat 9 : membawa damai ---- anak-anak Allah
Sangat wajar bila hati yang suci, lembut, dan murah hati membawa damai. Ada satu kalimat yang mengatakan ”bring /created the peace where ever you go, not when ever you go. Inilah anak-anak Tuhan. Allah pencipa damai maka anak-anakNya adalah pembawa damai. Kita adalah peace maker. Setelah kita berdamai dengan Allah di dalam Kristus, kita berdamai dengan diri kita di dalam Kristus. Setelah itu kita berdamai dengan orang lain di dalam Kristus. Oleh sebab itulah kita bisa mendamaikan orang lain dengan oranag lain di dalam Kristus dan kita bisa memperdamaikan orang lain dengan Allah di dalam Kristus. Damai terjadi karena ada pengampunan dan hati yang suci. Jadi kita harus membawa damai, bukan diam demi ’damai’.

8. Ayat 10-12 : dianiaya karena kebenaran ---- empunya Kerajaan Sorga
Membawa damai tidak sama dengan dimusuhi dan dianiyaya. Artinya, di satu sisi kita menciptakan/membawa damai, tetapi pada saat kita membawa damai, mungkin kita akan dimusuhi, dianiaya, difitnah karena mau hidup benar. Aniaya sampai pada luka fisik bahkan kematian bisa dialami oranng percaya yang mau hidup dalam kebenaran. Orang percaya dan haus akan kebenaran akan diperhadapkan dengan mereka yang membenci kebenaraan.

Apa reaksi kita sebagai orang percaya yang dianiaya oleh sebab kebenaran? Ayat ini mengatakan bersukacita dan bergembiralah, karena menderita oleh karena nama Yesus atau kebenaran adalah satu kehormatan (Kol 1:24; 1 Pet 4:13; Yoh 15:18-25).

Kita mungkin hidup miskin, di PHK, tetapi bila kita mengalaminya oleh sebab Kebenran kita harus berani berkata: ” Terpujilah Tuhan!” Bila kita memiliki banyak harta tetapi didapat dengan cara yang tidak benar, tidak ada nilainya dihadapan Allah. Penderitaan karena kebenaran adalah lencana kehidupan yang sejati. Tidak ada satu tanda pemuridan kecuali salib, menderita aniaya oleh sebab kebenaran. Kita bukan hanya dipanggil untuk percaya, melainkan untuk menderita bahkan mati bagi Dia (bila dibutuhkan). Inilah simbol dari murid Kristus yang sejati. Apakah kita menyesal menyuarakan kebenaran dan akhirnya dihukum atau di PHK? Jika anda menyesal, anda kehilangan sukacita/berkat anda.

Ucapan berbahagia ini diawali dengan kemiskinan rohani (ay 3) sebagai tanda pewaris Kerajaan Sorga, dan diakhiri dengan hidup yang dianiaya oleh sebab kebenaran (ayat 10) sebagai syarat warga Kerajaan Sorga. Ketika kita membutuhkan Allah karena kita miskin, itu belum cukup. Tahap demi tahap akan kita lalui sampai pada titik kulminasi, hidup yang menderita karena kebenaran. Itulah watak Kristen. Oleh sebab itu menarik penempatan yang dilakukan Matius akan apa yang dikatakan Yesus. Miskin menyebabkan kita datang kepada Allah kemudian dianiaya oleh karena nama Kristus. Itulah syarat agar kita layak menjadi warga Kerajaan Sorga. Kita akan masuk Sorga ketika kita lahir baru. Pertanyaannya adalah, apakah kita layak untuk hal itu. Yesus meminta ada kesejajaran dari hidup kita sebagai Warga Kerajaan Sorga dengan hidup yang suci dan benar.

Soli Deo Gloria!