Tuesday, February 9, 2010

Knowing God 4: The Silence of God

Denni B. Saragih, M. Div


Hari ini kita akan membahas mengenai karakter Allah yaitu The Silence God. Ada sebuah peristiwa dimana seseorang kena jambret ketika pulang bekerja. Pada saat peristiwa ini, ada beberapa orang yang sedang di kedai kopi dan melihat peristiwa ini berlangsung. Peristiwa penjambretan ini tidak sesaat, tetapi ada moment dimana korban dan si jambret tarik menarik yang akhirnya dimenangkan oleh jambret. Tetapi orang di kedai kopi tersebut tidak bernuat apa-apa. ini adalah sebuah peristiwa dimana diamnya orang-orang di kedai kopi adalah sesuatu yang menyakitkan dari kacamata korban dan meninggalkan pertanyaan ”Mengapa mereka tidak membantu?’.

Peristiwa lain, dimana banyak orang Indonesia berobat ke luar negeri ketika mereka sakit. Tetapi di sana mereka tidak diberi obat. Bandingkan dengan pengobatan di Indonesia, dimana seorang pasien diberi dengan berbagai macam obat. Bahkan menurut kedokteran di sana, yang paling baik dalam menangani pasien adalah diam (tidak memberi obat). Diam itu memberi efek terapi dan menyembuhkan. Walaupun tidak cepat tetapi menyembuhkan.

Dari dua peritiwa ini kita melihat dua wajah dari diam yaitu menyakitkan dan menyembuhkan. Demikian juga ketika Allah diam, ini adalah sebuah peristiwa yang menyakitkan, yang membuat kita berseru-seru kepada Tuhan. Tetapi kediaman Allah ini juga bisa menjadi sesuatu yang menyembuhkan.

Apa yang dimaksud denagn kediaman Allah? Kediaman Allah bukan berarti Allah tidak bertindak. Tetapi Allah bertindak dengan memilih untuk diam. Allah kadang kala memilih untuk bertindak dengan cara berdiam, baik untuk sementara, jangka waktu tertentu ataupun sampai dengan hari penghakiman berdasarkan kasih, hikmat dan rencanaNya yang mulia.

Mari melihat enam sisi dari kediaman Allah.

1. Kediaman Allah dan pertumbuhan kita.

Allah terkadang diam karena mempertimbangkan kebutuhan kita. Di dalam Rom 8:28-29 dikatakan: ”28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. 29 Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” Allah selalu bekerja. Dikatakan bahwa Allah turut bekerja dan Allah sering berkerja dengan tidak cara tidak melakukan apa-apa. Tujuan Allah bukan untuk menyelesaikan masalah kita. Tetapi tujuan Allah adalah mengubahkan anak-anakNya menjadi serupa dengan Kristus. Karena itu dalam penderitaan, pergumulan dan masalah kadang kala Allah memilih untuk membiarkan persoalan itu membentuk kita. Seperti kata pepatah mengatakan ’No Criciss, No Growth’. Jadi, ketika kita di dalam pergumulan, jangan pernah meminta agar Allah menjauhkan cawan pergumulan tersebut dari hadapan kita. Tetapi berdoa agar cawan pergumulan tersebut membuat kita semakin meyerupai Tuhan Yesus dan bahkan kita mengijinkan penderitaan itu terjadi maksimal asal penderitaan atau pergumulan tersebut membuat kita semakin serupa dengan Yesus.

Ada sebuah ilustrasi yang menggambarkan hal ini yaitu ilustrasi mengenai burung rajawali dengan anak-anaknya. Sarang burung rajawali terletak di atas tebing yang terjal dan memiliki beberapa lapisan. Lapisan yang paling luar terdiri dari ranting-ranting kayu yang kasar. Kemudian diikuti dengan lapisan duri-duri. Lapisan ketiga adalah rerumputan dan yang terakhir adalah dedaunan. Ketika baru menetas dari telur anak rajawali berada di atas dedaunan yang lebut. Ketika semakin besar, sang induk membuang lapisan dan tinggallah lapisan rerumputan. Setelah semakin besar, lapisan rumput ini dibuang sehingga si anak tinggal dalam sarang dengan lapisan duri. Seiring dengan perkembangan si anak, sang induk membuang lapisan duri dan tinggallah ranting yang kasar. Kemudian satelah semakin besar, sang indiuk akan melemparkan anaknya ke luar sarang untuk belajar terbang. Jika si anak belum bisa terbang dan terjun bebas menuju tanah, sang induk akan terbang dan menangkap anaknya dan demikan terus sampai si anak sudah bisa terbang.

Demikian juga Tuhan dalam mendidik kita. Tahap demi tahap sampai kita bisa mengembangkan dan mengepakkan sayap dan membangun otot-otot kita dan terbang mengangkasa.

2. Kediaman Allah dan waktu Allah.

Dalam Mat 7:11 dikatakan, ”Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.". Dan Pengk 3:1 berkata, ”Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.”

Ada seorang alumni yang sangat atraktif dan mengenal banyak wanita yang cantik. Kemudian ia berkenalan dengan seorang wanita yang biasa-biasa saja yang kelak menjadi isterinya. Suatu waktu dia mengalami krisis dan dalam krisis ini dia banyak didukung wanita ini. Setelah krisis selesai, ia kemudian marah kepada Tuhan dan berkata: ”Mengapa baru aku baru Engkau pertemukan dengan pacar seperti ini?” Alumni ini akhirnya merasakan bagaimana wanita ini menjadi penolong yang sepadan dengan dirinya.
Allah sering melakukan hal yang demikian, dimana ketika waktunya tiba, kita baru merasakan setiap hal yang telah Allah lakukan dalam kehidupan kita.

Ibarat minyak goreng, ada satu masa, saat minyak tersebut betul-betul panas, baru kita memasukkan makanan yang ingin kita goreng. Jika belum panas besar, maka hasil gorengan tidak maksimal. Ibarat ketika kita membuat sebuah kue maka ada tahapan-tahapan yang berurutan dalam membuat kue. Demikian juga ada tahapan-tahapan di dalam kehidupan kita. Pertanyaannya adalah berada di tahap mana sekarang?

3. Kediaman Allah dan Kesabaran Allah.

Dalam 2 Pet 3:9 dikatakan: ”Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.”

Sering kita memiliki pemikiran agar semua orang jahat langsung dimusnahkan saja. Ketika dia melakukan kejahatan, Allah langsung mengambil nyawanya. Demikian juga bagi mereka yang membakar gereja. Mereka musnah oleh karena terbakar api mereka sendiri. Jika hal ini terjadi, maka dunia pasti aman.

Tetapi Allah tidak melakukan hal yang demikian. Ia sering menunjukkan kesabaranNya. Jika Allah tidak sabar dalam kediamanNya maka tidak ada Yusuf Roni. Ia adalah seorang yang pernah membakar gereja. Setelah gereja tersebut terbakar, ia datang untuk melihat hasil pekerjaannya. Kemudian ia melihat ada meja yang tidak terbakar dimana ada Alkitab. Dari bacaan inilah akhirnya ia bertobat. Sejak dahulu Allah selalu bersabar dalam kediamanNya. Mari melihat Paulus. Seorang penganiaya jemaat Yesus untuk menyenangkan hati Tuhan akhirnya menjadi pembela Kristus sampai akhir hidupnya.

4. Kediaman Allah dan murka Allah.

Allah juga bisa diam karena terlalu marah. Dalam Rom 1:18 dikatakan: ”Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.” Dengan jelas dikatakan bahwa Allah marah dengan kefasikan manusia khususnya di kota Roma. Pada saat itu kebenaran ditindas, orang yang rendah hati ditertawakan dan diejek, dan orang benar dianggap salah. Intinya adalah orang Roma semakin jahat. Oleh karena inilah Allah menghukum mereka dan murka Allah itu nyata. Tetapi murka Allah ini bukan seperti ketika Allah menunjukkan murkanya atas Sodom dan Gomora. Kemurkaan Allah digambarkan dalam ayat 24, 26, dan 28. dikatakan disana: ay 24, ”Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.; 26, ”Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar”.; 28, ”Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:”. Dari ketiga ayat ini kita melihat ada tiga kata yang diulang yaitu ’Karena itu Allah menyerahkan mereka’. Inilah bentuk murka Allah dimana Allah membiarkan manusia semakin jahat di dalam kejahatannya.

Murka Allah ada dua, yaitu, pertama, menghukum demi kebaikan kita dan kedua, membiarkan kejahatan sampai titik moral terendah dan perilaku manusia menjadi perilaku binatang.

Orang Roma pada masa itu sangat jahat. Banyak dari mereka memelihara remaja-remaja untuk disodomi. Bahkan tidak jarang juga mereka memberi anak remaja sebagai hadiah untuk pejabat yang berulang tahun. Bahkan kehidupan seks mereka dipertontonkan untuk dilihat orang. Sungguh kehidupan yang tidak memiliki moral sama sekali. Mengapa manusia memiliki ide sebejat ini? Karena Allah membiarkan mereka dalam murkanya untuk jatuh lebih lagi ke dalam kejahatan.

Diamnya Allah oleh karena murkaNya adalah sesuatu yang bahaya. Banyak orang yang bergelimang dosa berada dalam neraka saat ini. Mereka jatuh ke dalam dosa, menderita, kemudian mencari solusi melalui narkoba maupun kejahatan lainnya. Mereka hidup penuh penderitaan. Mengapa demikian? Karena mereka sudah berada di dalam neraka.

5. Kediaman Allah dan hari Penghakiman.

Prinsipnya adalah 2 Pet 3:3-7, ”3 Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. 4 Kata mereka: "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan." 5 Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit telah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air, 6 dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah. 7 Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik.”

Keadilan Allah tidaklah sepenuhnya bisa dijelaskan dengan hanya melihat dunia masa kini. Dunia sekarang ini penuh dengan ketidakadilan. Banyak orang jahat tidak dihukum dengan sepantasnya tetapi orang benar tidak dibela dan selalu tersudut. Inilah dunia sekarang ini. Oleh sebab itulah ada hari penghakiman. Hari ini ada untuk menegakkan keadilan di dunia ini dimana yang jahat akan dihukum dan yang benar akan dibela dan dideklarasikan. Akhir zaman mengantisipasi keadilan Tuhan dalam bentuknya yang paling sempurna. Dunia ini tidak sama dengan dunia dalam film India dimana yang benar selalu kalah di awal tetapi pada akhirnya selalu menang. Ada orang yang baru pertama sekali mencopet karena situasi yang memaksanya (anaknya sakit keras) dikeroyok pencopet lain karena dianggap mengambil daerah kekuasaan. Banyak ketidakadilan lagi yang muncul dan kita akhirnya bertanya ’Mengapa Allah tidak berbuat sesuatu?’. Allah bukannya tidak berbuat sesuatu. Allah lebih memilih untuk tidak melakukan apa-apa dan menyimpan semua untuk hari penghakiman.

6. Kediaman Allah dan Iman kita.

Beriman bukan berarti segala sesuatu menjadi lebih baik. Tetapi kita beriman kepada karakter-karakter Allah dimana Ia adalah baik dan penuh kasih karunia. Allah memilih diam bukan berarti karena Ia tidak peduli tetapi karena hikmat dan kebijaksanaanNya. Jangan takut jika ada banyak kejahatan tetapi tidak kena hukum. Alalh bertindak dalam keadilan dan kebenaranNya.

Allah tidak selalu impulsif dalam bertindak. Allah sering memilih diam dalam setiap pergumulan kita. Tetapi kita akan semakin dewasa dan bertumbuh dalam kediaman Allah.
Soli Deo Gloria!

Knowing God 3: The Goodness and Severity of God

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div

Hari ini kita berbicara mengenai pribadi Allah dari segi atribut Allah, yaitu The Goodness & Severiy of God-Kebaikan/kemurahan dan Kekerasan Allah. Satu atribut dimana kebaikan atau kemurahan yang dari Allah dipasangkan dengan kekerasan Allah sendiri.

Kedua karakter ini merupakan atribut Allah yang tidak bisa dipisahkan. Dia adalah Allah yang baik dan juga Allah yang tegas. Kesalahan kita adalah sering hanya memandang dari sisi kebaikan Allah saja dan melupakan bahwa Dia juga adalah yang keras dan tegas. Karena itu, dua karakter ini harus dilihat secara bersamaan jika kita ingin memiliki pengenalan yang benar akan karakter atau atribut Allah.

Dua karakter Allah ini selalu muncul berdampingan dan simultan. Kita juga bisa melihat kedua karakter ini dalam penerapan kasih karunia Allah dimana kebaikan dan kekerasan Allah secara simultan muncul di dalam pernyataan kasih karuniaNya. Kedua karakter ini terjadi bersamaan. Rom 11:12 berkata: “Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga.” Paulus menuliskan hal ini kepada orang Roma yang Non-Yahudi atau Non-Israel. Artinya, Paulus ingin mengatakan bahwa oleh karena kekerasan bangsa Israaellah, maka mereka (non Yahudi) di’cangkok’kan kepadaNya oleh karena kemuraha Allah sendiri. Maka jika mereka mengeraskan hati, kekerasan Allah juga akan diterapkan di dalam mereka.

Demikian juga dalam kisah perjumpaan Musa dengan Tuhan. Dalam Kel 34:5-7 dikatakan: ”Turunlah TUHAN dalam awan, lalu berdiri di sana dekat Musa serta menyerukan nama TUHAN.Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat." Artinya, ada sebuah keseimbangan dan kemunculan yang simultan antara kemurahan dan kekerasan Allah.

Kedua karakter yang tidak dilihat dengan keseimbangan akan menimbulkan sebuah pemahaman dimana kemurahan atau kebaikan Allah itu adalah sesuatu yang gampangan, enak, dan murahan. Ingat, Allah yang murah hati bukan berarti murahan. Misalnya, Allah yang murah hati dengan segala kemurahan dan kasih karunianya mengampuni segala dosa manusia adalah sesuatu yang sangat mahal (walaupun kita menerimanya dengan murah). Oleh karena pelaksanaan kasih karunia dan kemurahanNya maka Kristus, anak satu-satuNya, dikorbankan di kayu salib.

Bagi kita peristiwa ini adalah sesuatu yang murah tetapi bagi Allah ini adalah sesuatu yang mahal. Jadi, kemurahan Allah jangan diidentikkan dengan sesuatu yang murahan. Jika kita memahami hal ini maka rasa hormat kita kepada Allah akan bertumbuh dan tidak akan bermain-main dengan keselamatan yang kita alami. Mari kita melihat kehidupan kita. Adakah kita bermain-main atau kurang menghargai kemurahan Allah? Apakah kita hidup sembarangan dan tidak menjaga kekudusan dengan hidup yang penuh dengan dosa? Dengan memahami kemurahan itu bukan sesuatu yang gampangan, maka kita bisa belajar untuk hidup di dalam kekudusan dan ketaatan kepada Allah.

Kekerasan tidak sama dengan kejam atau sadis. Kekerasan juga bukan berarti tanpa kesabaran atau kelembutan. Tetapi kekerasan Allah diterapkan dalam kasihNya. Ketika Allah mengingatkan sesuatu dengan tegas dan menghukum dosa dengan adil dan keras, Allah melakukannya di dalam kasih, kelembutan, dan kesabaran. Murah hati (kebaikan) berjalan bersama/berdampingan dengan kekerasan.

The Goodness of God
Berbicara mengenai kebaikan Allah, perlu kita ketahui bahwa kasih setia Allah berlimpah-limpah (Kel 34:6, ”Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya,”). Hal ini bukanlah sesuatu yang bersifat teoritis belaka tetapi adalah pengenalan dalam perspektif pengalaman kita secara pribadi. Jika kepada kita dikatakan ’Allah itu baik!’, apa yang ada di dalam pikiran kita? Hal ini sama dengan ketika kepada kita disebut kata ’Berastagi’, maka ada satu pengalaman yang berbeda yang muncul di masing-masing benak kita. Mungkin ada yang berpikir ’dingin’, ’tempat jadian’, ’pasar buah’, ’pemandangan’, dll. Apa ’berastagi’ belum tentu mempunya makna atau kesan yang sama bagi masing-masing kita. Jadi ketika dikatakan ”Allah itu baik!’ atau ’Allah itu murah hati!’, apa yang menjadi kesan bagi masing-masing kita bisa berbeda. Inilah yang disebut selective perception. Dan seharusnyalah kemurahan dan kebaikan Allah yang menjadi kesan dalam kehidupan kita karena Allah melimpah kasih karuniaNya.

Dalam Maz 106:1; 107:1; 118:1; 136:1 2 Taw 5:13; Yer 33:11, kita menemukan kalimat ’Allah baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya’ Pengakuan ini akan memunculkan dua hal. Pertama, pengalaman akan kebaikan Allah akan melahirkan syukur yang tulus kepdanya. Kedua, pengakuan ini juga sekaligus menghasilkan pengharapan. Allah yang baik di masa lalu, maka ada keyakinan dan pengharapan bahwa kebaikan Allah tidak akan berubah di masa depan. Apakah kedua hal ini, syukur atau pujian dan iman dalam pengharapan, muncul dalam diri kita? Atau kita dalam kondisi sulit bersyukur? Mari melihat Maz 103:1-5, ”1 Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! 2 Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! 3 Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, 4 Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat, 5 Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.”

Dalam ayat 1 kita melihat ada pujian yang tulus keluar dari dalam jiwa dan batin dari pemazmur. Kita bisa saja memuji Tuhan dengan mulut kita, tetapi hati kita tidak. Tetapi Daud tidak. Ia memuji Tuhan dengan tulus dengan cara tidak melupakan semua kebaikan Tuhan. Kemurahan Allah seharusnya melahirkan pujian yang tulus dari dalam hati kita. Kebaikan dan kemurahan Allah tidak diukur dari pengalaman kita atau apa yang kita nikmati. Kebaikan dan kemurahan Allah tidak pernah berkurang atau bertambah sehingga tidak ditentukan oleh sikap atau pengalaman kita. Permasalahannya adalah bagaimana kebaikan Allah yang tetap dan tidak berubah itu bisa kita nikmati secara pribadi sehingga kita bisa berkata ’Pujilah Tuhan hai segenap jiwa dan batinku’.

Jika kita tidak bisa melihat lagi kebaikan dan kemurahan Tuhan, maka akan ada ketakutan bagi kita dalam menyongsong kehidupan kita. Apakah kita bisa berkata ’Tuhan itu baik!’ walau di umur 35 kita belum punya pasangan hidup? Apakah kita bisa berkata ’Tuhan itu baik!’ walau keuangan kita sangat terbatas? Ingat, Tuhan tetap baik walau apapun yang kita alami. Sekali lagi, kebaikan Allah bukan didasarkan pengalaman kita. Pemahaman ini bukanlah teologia Kristen. Apapun pengalaman dan yang terjadi di dalam hidup kita, kebaikan dan kemurahan Allah tidak pernah berubah. Jadi, sekarang adalah bagaimana kita bisa menikmati kenyataan ini. Semakin kita menghitung kebaikan dan kemurahan Allah di dalam hidup kita, semakin kita bisa bersyukur dan memuji Dia di dalam hidiup kita. Sebaliknya, semakin kita menghitung apa yang kurang dalam hidup kita, semakin tambahlah ketakutan dan kakuatiran kita. Karena itu, jangan lebih banyak berfokus kepada apa yang belum kita peroleh, tetapi fokuslah kepada apa yang telah kita peroleh supaya kita bisa menikmati kebaikan Allah dan mengucapkan syukur padaNya.

Apa kebaikan dan kemurahan Allah? Di dalam Maz 107:4-9 dikatakan: ”4 Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan; 5 mereka lapar dan haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka. 6 Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dilepaskan-Nya mereka dari kecemasan mereka. 7 Dibawa-Nya mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota tempat kediaman orang. 8 Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, 9 sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan.” Ada banyak kebaikan dalam bagian ini yaitu tuntunan, kepuasan, dan kenikmatan. Inilah kebaikan Allah (band. Maz 107:10-16, 17-22, 23-43). Rasakan dan nikmatilah kebaikan Allah.

The Severity of God
Allah yang baik dan murah hati juga adalah Allah yang tegas dan keras. Tetapi Allah bukan tidak sabar dalam kekerasanNya. Tetapi Ia lambat marah dan panjang sabar (Maz 103:8-14; 145:8-9; Kel 34:6, dll). Jika kita evaluasi, pasti kita menemukan bahwa selama tahun 2009 kita banyak melakukan dosa. Mari membayangkan jika Allah tidak panjang sabar dan tidak lambat untuk marah, bukankah kita semua tidak ada di tempat ini? Kesabaran Allah adalah demi pertobatan manusia, tetapi ketika kemarahan Allah diterapkan, kekerasan Allah juga muncul (Rom 2:1-5; 11:22; 2 Pet 3:9; Why 2:5). Orang yang mengeraskan hati akan mendapatkan keadilan dari Allah. Allah selalu memberi kesempatan untuk bertobat karena Ia lambat marah.

Allah yang penuh kasih karunia juga adalah Allah yang keras di dalam mendisiplinkan umatNya. Ibrani 12::7b dikatakan: ”Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?” (Ibrani 12:5-10). Mari menyadari hal ini dimana Allah yang penuh kemurahan juga adalah Allah yang keras dalam mendidik kita. Tuhan sering menegur orang dengan berbagai cara dari yang lembut sampai yang keras. Maz 119:71 berkata: ”Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu.” Pengakuan yang sangat luar biasa. Pemazmur bisa menikmati kekerasan Allah demi pertobatannya.

Mari belajar dari hamba-hamba Tuhan dari catatan Alkitab.

Musa. Apa kesalahan Musa adalah ketika ia marah dalam peristiwa di Meriba. Akibatnya, ia tidak dapat masuk ke tanah perjanjian dan hanya bisa melihat dari kejauhan. Allah sangat keras kepada Musa karena tidak menghormatiNya. Jika kita taat kepada Allah, mungkin kita bisa dipakai untuk satu perbuatan yang lebih besar. Tetapi karena ketidaktaan Tuhan berkata ’Cukup! Sampai di sini saja.” Ini adalah peringatan bagi kita. Bari belajar dari Musa yang tidak diijinkan Tuhan masuk ke dalam tanah Kanaan karena Tuhan marah kepadanya akibat kemarahan Musa kepada umat Allah. Jangan sampai kekerasan Allah kita alami yang membuat kita tidak bisa berkarya lebih besar lagi kepada Allah.

Israel. Allah berkali-kali menunjukkan kekerasannya kepada bangsa Israel. Ketika mereka tidak taat kepada Allah dalam perjalanan Mesir ke Kanaan, Allah marah dan mengatakan bahwa tidak ada dari mereka (orang Israel) yang keluar dari Mesir yang akan sampai ke tanah Kanaan kecuali Kaleb dan Yosua.
Saul. Roh Allah meninggalkan Dia (dalam PL, Roh Kudus adalah tanda pengurapan Allah yang hanya ada pada imam dan raja). Semua disebabkan ketidaktaatan Saul kepada Allah. Allah bisa mencabut talenta, karunia dan potensi kita sehingga kita tidak berkembanag. Jangan sampai Allah menarik semua potensi kita karena ketidaktaatan kita. Allah tidak bisa dipermainkan.

Daud. Daud tidak setia sehingga anak hasil perzinahannya dengan Batsyeba harus mati. Lalu Daud dikudeta oleh anaknya, Absalom. Kemudian Absalom juga mengambil semua gundik Daud dan memperkosanya secara terbuka. Yang terakhir Daud di usir dari Istana. Sangat keras bukan?

Para Murid. Ketika Petrus oleh karena kasihnya kepada Yesus melarang Yesus ke Yerusalem, Yesus menyebutnya dengan ’Iblis’karena hanya memikirkan apa yang dipikirkan manusia bukan memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah.
Ananias dan Safira. Hanya karena bohong ketika ditanya oleh Petrus, mereka langsung mati. Seandainya kasus Annaias dan Safira masih berlaku, mungkin banyak manusia yang akan mati.

Ini adalah kekerasan Allah. Ada banyak kasus dalam PL dan PB. Bukankah Allah ikut mengeraskan hati Firaun? Ketika Firaun mengeraskan hatinya, Allah pun turut mengeraskan hatinya sehingga tidak bisa ditegor dan bencana menimpa. Jangan ada diantara kita yang mengalami kekerasan Allah.

Allah itu keras sekaligus murah hati di dalam hidup kita. Karena itu mari melihatnya secara objektif di dalam hidup kita. Oleh sebab itu jangan mempermainkan kemurahan Allah karena selain murah hati, Allah juga keras dan tegas. Mari seimbangkan kekerasan Allah dan kemurahanNya di dalam diri kita.
Soli Deo Gloria!

[Knowing God 2009-02]: Kasih Karunia Allah

Prasasti Perangin-angin

Mari mebuka Alkitab dari Titus 2:11-15. Tema kita hari ini adalah Kasih Karunia Allah, dimana kia akan mengenal Allah dalam hal kasih karuniaNya. Dunia ini sedang kekosongan kasih karunia Allah. Gereja, sebuah tempat dimana seharusnya kasih karunia dapat ditemukan, tidak memiliki kasih karunia tersebut. Philip Yancey memberikan contoh di dalam bukunya dimana seseorang dokter bernama Tpurnier menceritakan tentang pasien-pasien yang datang kepadanya. Seorang pria yang memendam rasa bersalah karena dosa lama. Seorang wanita yang tidak bisa melupakan aborsi yang ia lakukan sepuluh tahun yang lalu. Dokter ini menemukan bahwa passien-pasiennya ini merindukan kasih karunia. Dan ketika mereka datang ke Gereja, mereka tidak menemukan kasih karunia, tetapi rasa malu dan sebuah penghakiman. Mereka mencari kasih karunia di gereja tetapi mereka tidak menemukanya.

Contoh lain mengisahkan seorang wanita yang sudah bercerai dengan suaminya dimana sebenarnya mereka aberdua adalah nak Tuhan. Suatu hari si perempuan pergi ke gereja bersama dengan putrinya yang berumur 15 tahun. Selesai ibadah, istri pendeta gereja menjumpai perempuan ini dan berkata: ”Saya dengar anda bercerai? Apa yang tidak saya pahami adalah kalau anda mengasihi Yesus dan ia mengasihi Yesus mengapa itu kalian lakukan?” Padahal isteri pendeta ini belum pernah berbicara dengan perempuan ini mengenai permasalahannya yang menyebabkan ia bercerai. Perempuan ini mendapatkan penghakiman dari isteri pendeta bukan sebuah pelukan hangat yang mengandung empati. Inilah yang terjadi di dalam dunia ini. Tidak ada tempat bagi orang-orang yang jatuh di dalam dunia ini.

Ada empat konsep kebenaran yang akan menghantar kita memahami kasih karunia.

1. Hilangnya nilai moral seseorang

Dunia melihat prestasi ilmiah mereka yang luarbiasa dan cenderung meninggikan diri sendiri. Kekayaan materi jauh lebih penting ketimbang karakter moral. Secara tegas bersikap terhadap diri sendiri, melakukan sedikit kebaikan sebagai pengganti kejahatan yang besar dan menolak pemikiran bahwa secara moral ada sesuatu yang salah dengan mereka. Hari nurani yang buruk mereka abaikan dan menganggap hanyalah gangguan psikologis yang tidak sehat, suatu tanda penyakit atau penyimpangan mental, bukan sebagai indeks realitas moral manusia. Mereka memandang dosa kecil tidaklah mengambarkan diri mereka sebenarnya karena mereka pada dasarnya adalah baik di dalam hati mereka. Gagasan bahwa mereka adalah ciptaan yang jatuh dari gambar Allah yang telah rusak, pemberontakan terhadap Allah, berdosa dan najis dalam pandangan Allah, dan hanya pantas mendapat murka Allah tidak pernah masuk di dalam pikiran mereka. Gagasan seperti ini tidak akan bisa membawa kita mengerti apa arti kasih karunia Allah.

2. Keadilan retributif Allah

Allah adalah hakim atas seluruh bumi dan Ia akan melakukan penghakiman-Nya dengan benar. Keadilan adalah yang bersifat penghukuman Allah terhadap dosa. PenghakimaNya benar “Ia membela orang yang tidak bersalah”. Allah akan menghukum dengan adil para pelanggar (Kej 18:25, ”Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?"). Allah tidak benar terhadap diri-Nya sendiri jika Ia tidak menghukum dosa. Tetapi jika orang yang berbuat salah tidak dapat mengharapkan apapun dari Allah kecuali hukuman yang setimpal maka kita tidak bisa mengerti apa arti kasih karunia Allah.

Keadilan mengharuskan adanya hukuman. Tetapi dalam hal ini keagungan kasih karunia Allah bekerja. Serring sekali dalam pemahaman kita konsep ’keadilan yang mengharuskan adanya penghukuman’ sangat melekat dengan baik. Dan konsep inilah yang kita pegang sehingga pelayanan kita dipenuhi dengan hukum-hukum ‘taurat’ yang baru dimana orang yang bersalah harus dihukum dan orang yang baik akan dipuji. Tidak ada tempat bagi orang ‘tidak baik’ atau memiliki aib di dalam pelayanan.

3. Ketidakberdayaan Rohani Manusia

Toplady berkata: “Bukan perbuatan tanganku yang dapat memenuhi tuntutan hukumMu, sekalipun semangatku tidak berhenti mengerti, sekalipun airmataku mengalir tanpa henti semua itu tidak dapat menebus dosa”. ita akan bisa mengerti kasih karunia Allah ketika kita menyadari bahwa tidak ada yang berdaya. Pernyataan ini menuntun pada pengakuan tentang ketidakberdayaan manusia. Untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah dan untuk mendapatkan kembali perkenaan Allah setelah kita terhilang adalah diluar kekuatan kita. Orang harus menerima kenyataan ini sebelum ia dapat mengerti apa arti kasih karunia. Mari merenungkan hidup kita, nafas yang setiap hari kita hirup bisa kah kita pahami semuanya. Dimana awal dan akhir dari hidup kita, apakah kita sanggup membawa apa yang kita miliki sampai akhir hidup ini? Bukankah semua hal ini bisa terjadi karena karya dari Allah. Kasih Karunia Allah nyata bagi kita.

4. Kasih Karunia adalah Kebebasaan Allah yang berdaulat

Agama orang kafir memandang semua ilah terikat pada para penyembahnya dengan ikatan kepentingan pribadi, sebab ia tergantung pada pelayanan dan pemberian mereka untuk kesejahteranya. Orang modern juga berpikir demikian oleh karena satu alasan tertentu Allah wajib mengasihi dan menolong kita meskipun kita tidak berhak mendapatkanya. Allah menyelamatkan manusia untuk kepentingan Allah sendiri. Allah menyelamatkan manusia karena ketergantungan Allah terhadap manusia. Allah berharap sesuatu dengan menolong kita. Seorang pemikir prancis berkata “Allah akan mengampuni karena itulah pekerjaanya” sampai meninggal dunia ia berkata berulang-ulang demikian.

Pandangan diatas tidak memiliki dasar yang kuat. Karena Allah Alkitab tidak pernah tergantung kepada ciptaaNya untuk kesejahteranNya ( Maz 50:8-13, Kis 17:25). Dan karena kita telah berdosa Ia tidak terikat untuk menujukan kemurahaNya kepada kita. Allah tidak berhutang sehingga harus menghentikan proses keadilaNya. Ia tidak wajib memberi belas kasihNya atau memberi ampun. Kalaupun semuanya itu dilakukan, semua itu sesuai dengan kehendak bebas-Nya dan tidak ada sesorang pun yang memaksa Dia untuk melakukanNya (Rom 9:16). AnugrahNya bersifat sukarela dan keputusan ini merupakan keputusan yang tidak perlu dibuat Allah dalam kasus apapun. Di sinilah sesorang bisa memulai memahami padangan Alkitab tentang kasih karunia. Dalam kebebasan dan sukarela, Allah memilih mengasihi kita dan menyelamatkan kita.

Jadi, kasih karunia Allah merupakan kasih yang secara sukarela ditunjukan kepada orang yang berdosa dan yang bersalah, sesuatu yang berlawanan dengan apa yang pantas orang berdosa terima dan sesungguhnya bertentangan dengan keburukan orang berdosa. Allahlah yang menunjukan kebaikanNya kepada orang-orang yang hanya pantas mendapatkan hukuman yang berat dan mereka tidak memiliki alasan untuk mengharapkan apa pun kecuali hukuman yang berat.

Kasih keagungan Allah dapat dilihat dari tiga hal.

1. Kasih karunia adalah sumber pengampunan dosa

Injil berpusat pada pembenaran. Penghapusan dosa dan penerimaan diri kita oleh Allah. Pembenaran dari status sebagai penjahat terkutuk yang menantikan hukuman mengerikan menjadi ahli waris yang menantikan warisan yang menakjubkan. Pembenaran terjadi karena iman. Menaruh percaya kepada Tuhan Yesus sebagai juruselamat. Pembenaran ini adalah cuma-cuma bagi kita tetapi sangat berharga bagi Allah yakni dibayar dengan kematian anak Allah sebagai penebusan dosa. (bd Roma 8:32) Mengapa Allah tidak menyayangkan anakNya itu adalah karena kasih karuniaNya yang secara sukareal menyelamatkan dan menebus manusia. Kasih karunia seperti kita menikmati danau toba, kita duduk dipinggir penginapan menikmati pegunungan, menikmati udara yang sejuk menikmati danau yang mengagungkan. Kita tidak diwajibkan untuk melakukan atau membayar apapun untuk menikmati keindahan tersebut.

2. Kasih karunia sebagai motif dari rencana keselamatan

Jadi seharusnya ada sukacita karena tahu bahwa pertobatan kita tidak terjadi secara kebetulan tetapi merupakan tindakan Allah yang telah direncananNya dari kekekalan untuk keselamatan manusia.

Bintang-bintang bisa jatuh tetapi janji Allah akan tetap teguh dan digenapi. Rencana keselamatan dituntaskan dengan penuh kemenangan. Jadi, kasih karunia akan terbukti sebagai sesuatu yang penuh kuasa. Itu sebabnya, orang akan mengalami sukacita dalam menikmati kasih karunia Allah.

Kasih karunia adalah sebab dan keselamatan adalah akibat (band. Efesus 2:8, Titus 2:11, Yoh 3:16, Roma 5;8, Zak 13:2). Jaminan keselamatn ini lah yang memberi kekuatan kepada kita untuk bisa hidup dengan jujur di temat dimana kita berada, termasuk di dalam dunia kerja kita. Apa yang kita kuatirkan ketika Allah telah menjaminkan kesematan dalam kasih karuniaNya kepada kita?

3. Kasih karunia sebagai jaminan perlindungan terhadap orang percaya.

Jika rencana keselamatan pasti digenapi, maka masa depan orang Kristen terjamin. Saya saat ini dan selamanya akan terpelihara dalam kekuatan Allah karena iman, sementara menantikan keselamatan (1 Petrus 1:5, ”Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.”).

Doddridge mengatakan ”kasih karunia pertama-tama mengoreskan namaku, dalam buku kekal Allah. Waktu itulah kasih karunia membawaku kepada Anak Domba yang mengangkat semua dukacitaku. Kasih karunia mengajar jiwaku untuk berdoa dan mengenalkan kasih yang mendatakankan pengampunan, waktu itulah kasih karunia memelihara aku sampai hari ini dan tidak akan membiarkan aku pergi”.

Apa tanggapan kita akan kasih akrunia Allah? Seharusnyalah kita tidak bisa bersikap lain selain, menyenangkan hati-Nya dengan perasaan heran dan sukacita. Sebab injil menceritakan kepada kita bagaimana Sang Hakim itu telah menjadi Juru Selamat kita. Kita yang seharusnya mendapatkan hukuman, beroleh kasih karunia di dalam Dia. Cinta Romantis adalah pengalaman yang paling mirip dengan kasih karunia murni. Seorang akhirnya merasa bahwa saya adalah makhluk yang paling dirindukan, paling menarik, paling diinginkan di seluruh planet. Seseorang tidak bisa tidak pada malam hari unutk memikirkan saya. Seseorang memaafkan saya sebelum saya mememintanya, memikirkan saya ketika ia berdandan, menyesuaikan hidupnya dengan hidup saya. Seorang yang mencintai saya apa adanya. Itulah kasih karunia. Jadi, mari hidup di dalam kasih karunia itu.

“Oh bertapa besar aku berhutang terhadap kasih karunia,
Setiap hari aku didesak untuk bersyukur,
Biarlah kasih karunia itu sekarang seperti belenggu
Mengikat hatiku yang senang mengembara kepada-MU,"

Ada orang yang berpendapat bahwa doktrin tentang kasih karunia Allah cenderung mendorong pangabaian moral (‘bagaimanapun kita akan selamat, tidak peduli apa pun yang kita lakukan karena tindakan kita tidak akan berpengaruh apa-apa’). Tetapi J.I Packer mengatakan bahwa orang yang memiliki pikiran seperti ini adalah orang yang tidak tahu apa yang sedang ia bicarakan. Karena pada giliranya kasih akan membangkitkan kasih. (Efesus 2:10, ”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”; Titus 2:11-12, “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini”). Anugrah itu berujung kepada “melakukan perbuatan baik’. Kasih karunia itu mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan, keinginan-keinginan duniawi, dan supaya kita hidup bijaksana dan adil (2 Tim 2:12). Orang yang mengalami kasih karunia akan semakin berubah menjadi lebih baik.

Sebuah kisah lain menceritakan bahwa ada seorang ayah di Spanyol memutuskan untuk berdamai dengan putranya yang melarikan diri ke Madrid. Dengan penuh rasa sesal, sang ayah memasang iklan di surat kabar El Libral yang berbunyi demikian: “Paco, temui saya di Hotel Montana hari Selasa tengah hari. Semua sudah dimaafkan. Papa.” Ternyata Paco adalah anma yang umum di Spanyol. Ketika Selasa tengah hari tiba, dan sang ayah datang ke hotel, ada sekitar 800 pemuda yang bernama Paco yang datang dan menungguh ayah mereka untuk memperoleh pengampunan. Dunia ini membutuhkan kasih karunia, Allah merindukan pelayanan kita dan setiap kita akan membagaikan kasih karunia itu kepada mereka”
Soli Deo Gloria!

[Knowing God 2009-01]: The Love of Our Father

[Kotbah yang dibawakan oleh Denni B. Saragih dan merupakan seri Knowing God dari MBA untuk 2010]



Mari membaca Mark 1:11, “Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." Kita pasti memiliki pengalaman ditolak, apakah penolakan kecil atau penolakan besar amat dalam dan menyakitkan. Bahkan penolakan yang amat dalam ini bisa menyebabkan seorang alumni meninggalkan komunitas di mana ia berada. Penolakan adalah sesuatu yang amat menyakitkan bagi manusia di mana ada perasaan tidak dicintai dan dikasihi. Tetapi pada sore hari ini saya ingin menyampaikan satu kebenaran yang dinyatakan Alkitab bahwa Allah sangat mencintai kita. Tuhan berkata kepada Yesus: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." Kalimat ini dikatakan Bapa kepada Yesus sebelum Yesus berkorban, melayani, menang melawan pencobaan, atau sebelum Yesus setia di dalam hidupNya. Bapa mengasihi Yesus adalah karena Yesus adalah anakNya. Kita harus yakin bahwa kita memiliki Bapa di Sorga yang sangat mengasihi kita. Bapa mengasihi kita bukan karena apa yang kita lakukan, apapun yang akan kita lakukan, tetapi Bapa mengasihi kita dan berkenan kepada kita karena kita adalah anak-anakNya.

Fakta bahwa kita memiliki Bapa yang mengasihi kita mungkin hal yang biasa bagi kita. Tetapi kita perlu menyadari bahwa sebenarnya fakta ini adalah sesuatu yang luar biasa. Seorang perempuan Pakistan yang bertobat menajdi Kristen menuliskan di dalam bukunya, ”I dare to call Him, Father [Saya berani memanggiNya Bapa]. Kita sering ’take it for granted’ bahwa Tuhan itu Bapa. Kita kurang sadar betapa istimewanya menjadi anak dari Tuhan. Dalam semua agama di dunia ini (selain agama Kristen), tidak ada yang menyebut Tuhan sebagai ’Bapa’. Karena dalam banyak agama-agama (khususnya yang bersifat animisme) Tuhan dianggap sebagai bentuk manifestasi dari devine/demonic power, sehingga identik dengan kekuatan daripada kasih.

Kita harus kembali menghayati bahwa Alkitab berbeda. Dalam banyak agama hubungan manusia dengan Allah digambarkan sebagai hamba yang takut kepada Tuhan agar tidak disakiti. Jadi, kita memanipulasi reaksi Tuhan atau menggunakan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Misalnya, memberikan persembahan, korban bakaran agar kita bisa mengambil hati Tuhan. Tidak ada hubungan yang personal apalagi hubungan Bapa-Anak. Agama Kristen adalah satu-satunya agama di mana kita memanggil Tuhan Bapa.

Bukan hanya agama-agama di dunia ini yang terkejut jika ada manusia yang memanggil Tuhan dengan Bapa, tetapi dalam Perjenjian Lama pun hal ini juga adalah sesuatu yang mnengejutkan. Dalam PL, memang ada konsep tentang Bapa, dan menyebut Tuhan dengan sebutan Bapa hanya muncul 14 kali dari 39 kitab dalam PL. Walaupun digunakan kata Bapa untuk Tuhan, tetapi penggunaan ini tidak digunakan sebagai panggilan. Tidak ada orang Israel yang berani memanggil Tuhan dengan sebutan ’Bapa’. Penggunaan kata ’Bapa’ menggambarkan hubungan yang sangat spesial antara Israel dan Tuhan, memanggil Nenek Moyang Abraham, menyelamatkan dari perbudakan Mesir. Ada privilege sebagai umat Tuhan. Bagaimana Tuhan memelihara dan melakukan hal-hal yang khusus mulai dari nenek moyang sampai keturunannya itulah yang digambarkan ’seperti Bapa yang memelihara anakNya’. Tetapi tidak pernah ada yang pernah memanggil Tuhan dengan sebutan Bapa. Yang ada hanya sebuah bentuk perumpamaan ’seperti Bapa sayang pada anak, demikianlah Tuhan sayang kepada bangsa Israel’.

Nabi-nabi mengeluhkan Israel yang tidak menghormati Allah sebagai Bapa (Mal 1:6, ”Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?"), dalam kesulitan mereka memanggil Tuhan sebagai Bapa (Yes 63:16, ”Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala.; 64:7-8, ”Tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu; sebab Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami. Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.”) dan Tuhan sering menjawab mereka sebagai Bapa yang penuh Kasih (Jer 31:20, ”Anak kesayangankah gerangan Efraim bagi-Ku atau anak kesukaan? Sebab setiap kali Aku menghardik dia, tak putus-putusnya Aku terkenang kepadanya; sebab itu hati-Ku terharu terhadap dia; tak dapat tidak Aku akan menyayanginya, demikianlah firman TUHAN.”). Ada ilustrasi yang menggambarkan seperti hubungan Bapa dengan anak, tetapi tidak ada sebutan Bapa sama sekali. Jadi, dalam PL hanya ada gambaran-gambaran bahwa Tuhan adalah Bapa dari umatnya dan digambarkan sebagai Bapa yang penuh kasih karunia. Tetapi ini semua adalah metafora untuk kasih dan perhatian Tuhan, tidak pernah dalam PL Tuhan dipanggil sebagai Bapa.

Dalam Perjanjian Baru , Yesus memperkenalkan sesuatu yang baru, memanggil Tuhan dengan sebutan Abba, Bapa (Luk 11: 1-4; Mrk 14:36; band. Roma 8:15; Gal 4:6). Mari melihat Luk 11:2, ”Jawab Yesus kepada mereka: "Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu.” Yesus mengambil sesuatu yang sangat berani dibanding dengan zaman itu untuk mulai memanggil Tuhan dengan Bapa. Dalam bahasa Aramaik, kata ’Bapa’ disebut dengan ’Abba’. Dan menariknya dalam berbagai terjemahan, kata ’Abba’ dipertahankan (Rom 8:15, ”Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"). Bahkan dalam bahasa Indonesia pun kata ‘Abba’ tetap dipertahankan. Paulus yang menulis suratnya dalam bahasa Yunani pun tetap mempertahankan kata ‘Abba’ ini dalam bahasa Aramaik. Jadi dengan mempertahankan kata ini, Allah di dalam Roh Kudus mendorong kita untuk memanggil Dia ‘Abba’.

Apa yang istimewa dengan ‘Abba’? ‘Abba’ adalah bahasa sehari-hari (Aramaik) yang adalah bahasa informal, bukan formal. Para rasul mempertahankan bahasa Asli ini, dan tidak ada orang Jahudi dan literature jahudi sebelum Yesus yang berani melakukan hal seperti itu. Ibaratnya dalam bahasa Indonesia kita tidak memanggil Ayah kita dengan Bapak (karena kata Bapak memiliki sifat formal), tetapi dengan Papa, Papi, atau panggilan sayang yang lain. Demikian jugalah seharusnya kita memanggil Tuhan yang adalah Bapa kita. Hal ini harus kita pahami karena ada kekuatiran kata ’Bapa’ yang kita gunakan kepada Tuhan sudah berubah menjadi satu pola dan kehilangan makna yang sebenarnya. Yesus memanggil Tuhan sebagai anak kepada Bapanya, didalam kalimat yang sederhana dan penuh rasa percaya yang mesra, yakin bahwa Dia didengar. “Abba” menggambarkan kedekatannya kepada Tuhan, keanakan dari Tuhan Yesus. Dan Yesus berkata kepada kita: "Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu.” Mungkin kita harus membiasakan untuk mulai memanggil Tuhan ’Abba’. Kita mungkin sering memanggil Tuhan dengan ’Ya Allah’, ’Tuhan Yesus’, dll, tetapi mari mulai belajar untuk memanggil Tuhan dengan mesra, bukan karena sesuatu yang sudah terpola atau mekanis.

Rom 8:14-16 berkata: ”14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. 15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" 16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Bagian ini dikatakan bahwa Roh Kudus menciptakan dan mendorong hubungan yang intim dengan Bapa. Kedekatan dengan Bapa bukanlah sesuatu yang bisa dibuat-buat, tetapi merupakan pekerjaan Roh Kudus, karena itu kedekatan ini seperti Kedekatan Yesus (Gal 4:6, ”Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!"). Seseorang tidak bisa dipaksa bahwa dia adalah seorang Anak Tuhan, tetapi sesuatu yang menjadi respons berdasarkan pekerjaan Roh Kudus.

Roh Kudus juga membantu kita berdoa dengan cara berdoa buat kita dan mengajarkan kita tentang berdoa (Roma 8:26-27, ”26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. 27 Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.”). Tetapi sebagai anak Tuhan kita juga perlu mengembangkan kehidupan Doa kita sebagai orang yang dikasihi dengan Tuhan. Fil 4:6 (”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”) mengajar agar tidak kuatir apapun juga, tetapi nyatakan segala hal didalam doa kepada Allah. Keyakinan seperti inilah yang harus dimiliki oleh orang sebagai orang yang dicintai oleh Allah.

Kita harus membalas kasih Allah dengan terus mengembangkan hubungan pribadi dan ketaatan kepada Tuhan. Dalam I Pet 2:1-5 dikatakan ada dua tugas orang yang sudah dalam Tuhan menurut Rasul Petrus. Pertama adalah penyucian hidup, dan tugas kedua adalah pertumbuhan dalam Firman Tuhan. Kedua adalah menjadi seperti Bayi Yang Rindu akan Firman, dengan menyadari bahwa manusia tidak hidup dari roti saja (Mat 4:4, band Maz 42:2-3; 62:2-5; 84:2-3).

Mari hidup dalam bayangan kasih Bapa. Bapa berkata kepada Yesus, anakNya; ”Kau adalah anakku yang kukasihi kepadamulah aku berkenan.” Sekarang, mari mengganti kata ’kau’ menjadi nama kita, dan ucapkanlah pernyataan Bapa ini, maka kita akan merasakan bagaimana Tuhan mencintai dan mengasihi kita. ”[nama kita] adalah anakku yang kukasihi, kepada [nama kita] aku berkenan.”
Soli Deo Gloria!