Friday, December 3, 2010

Christology of Mission 3: THE SPIRIT OF MISSION

(The Power of Mission)
Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div

Mari melihat 1 Kor 2:1-5. Dikatakan di sana, “1 Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudaraku, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. 2 Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. 3 Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. 4 Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, 5 supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah”. Dalam 1 Korintus 1:18-21 banyak bicara mengnai apakah Yesus adalah Mesias. Oleh sebab itulah Paulus berkata bahwa kami tidak mencari hikmat dan tidak menuntut tanda, tetapi kami hanya memberitakan Kristus yang tersalib sebab Kristus itu adalah hikmat Allah dan Kristus itu adalah pernyataan rencana Allah’. setelah ini, Paulus kemudian berbicara dalam 1 Kor 2 tadi.

Dalam ayat 1 dikatakan, “Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudaraku, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu”. Berbicara mengenai tema kita, Spirit gift of Christ, ada pertanyaan yang timbul. Dengan kuasa apa kita melakukan pelayanan sehingga pelayanan kita berkenan kepada Allah? Jika orang Yahudi meminta ‘tanda’ untuk membuktikan apakah Yesus itu betul-betul mesias, dan orang Yahudi meminta dengan hikmat yaitu filsafat-filsafat manusia, maka Paulus mengatakan bahwa fokusnya adalah injil salib Kristus. Paulus datang bukan dengan kata-kata manusia. Artinya adalah bahwa pelayanan pemberitaan Injil bukan soal indahnya kata-kata, permainan kalimat, ataupun filosofi, melainkan soal kuasa Roh Kudus. Oleh sebab itu, jangan pernah berpikir ketika kita melakukan pelayanan - apakah di tempat kerja, gereja, atau di mana saja - jangan pernah berpikir bahwa orang akan berespon dan tertarik kepada Injil jika kita menyampaikan dengan kata-kata yang indah. Ingat, pemberitaan Injil tidak sama dengan membaca puisi atau karya sastra lain. Pemberitaan salib Kristus bukan di dasarkan pada kata-kata yang indah, walaupun dalam menyampaikannya kita perlu sistematis dan terarah, tetapi ingat bahwa kuasanya bukan di dasarkan pada kalimat tetapi Roh Kudus. Jika ada kesemp[atan membawa firman di mana saja, jangan berpikir dengan membuat kata-kata yang indah agar orang tertarik. Ingat kata-kata yang indah tidak akan pernah membawa orang datang kepada Allah. Jadi, kuasa dari misi Allah bukan dari kata-kata yang indah meskipun kalimat yang indah itu baik. Ingat, pemberitaan salib kristus bukanlah entertainment.
Dalam ayat 1 juga kita melihat bahwa pemberitaan Injil salib Kristus bukanlah dengan hikmat manusia (superior wisdom). Artinya, kita tidak lebih berkuasa dalam pelayanan jika menggunakan kalimat-kalimat yang hebat, hikmat duniawi, atau pernyataan-pernyataan yang luar biasa. Kuasa dalam kotbah atau misi bukan dengan hal ini. Mungkin kita akan dikagumi pendengar kita, tetapi mereka tidak mengagumi Kristus yang kita beritakan. Jangan pernah mencoba melayani dengan hikmat manusia yang seakan-akan membuat orang tertarik kepada Tuhan, tetapi justru orang kagum dan tertarik kepada si pemberita, bukan kepada Allah.
Di dalam ayat 2, dikatakan, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” Kita melihat bahwa isi pemberitaan dalam misi Allah adalah mengenai Yesus yang disalibkan, bukan pengalaman atau lembaga di mana kita berada (band 1 Kor 15:3-4). Hati-hati jika dalam melakukan sebuah pelayanan atau misi kita tidak membawa inti berita yang benar. Misi pemberitaan salib Kristus tidak boleh bergeser dari esensinya dan inilah yang menjadi fokus dalam pelayanan misi kita. Bedakan kotbah dengan menasihati. Banyak orang ketika melakukan pelayanan mkimbar mereka tidak kotbah, tetapi menasihati. Kotbah harus menyatakan kebenaran firman dengan pemberitaan injil salib Kristus sebagai intinya.

Dalam ayat 3 dikatakan, “Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.” Paulus mengatakan bahwa kedatangannya bukan di dalam kekuatan dan keberanian tetapi di dalam kelemahan, takut dan gentar. Hal inilah yang membuat Paulus senantiasa bergantung kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh. Justru akan menjadi sesuatu yang aneh jika kita merasa cukup berani. Jika kita tidak merasa takut dalam melakukan pelayanan atau bermisi, justru berbahaya. Sering sekali dalam melakukan pelayanan pertama kali, apakah sebagai petugas acara, koita banyak berdoa dan bergantung kepada Tuhan. Tetapi ketika kita sudah sering melakukan pelanan ini dan kita diminta untuk melayani, kita bisa merasa percaya diri dan tidak taku, sehingga hal ini akan membuat kebergantungan kita kepada Tuhan semakin berkurang. Jika kita dalam kondisi seperti ini, maka pelayanan kita akan kehilangan kuasanya. Kuasa Tuhan akan bekerja bagi kita di dalam pelayanan kita jika kita bbergantung penuh kepada Allah karena kita datang dalam kelemahan, takut dan gentar.
Dalam ayat 4 Paulus berkata, “Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh,”. Dalam NIV ‘kata-kata hikmat yang meyakinkan’ diterjemahkan dengan ‘Not with wise and persuasive words’. Artinya, kuasa Roh Kudus sangat penting untuk membawa orang kepada Allah bukan dengan kata-kata rayuan atau menakut-nakuti orang agar mereka datang kepada Kristus. Persuasive memiliki makna bahwa kita membujuk orang datang kepada Tuhan. Dia mungkin datang tetapi bukan karena iman. Kuasa Roh Kuduslah yang membuat orang datang kepada Kristus. Orang datang justru dengan keyakinan akan kekuatan Roh (with a demonstration of the Spirit’s Power, band 1 Tes 1:5). Dalam Rom 1:14-15 kita melihat ada perpaduan yang kokoh antara Roh Kudus dengan keyakinan yang kokoh akan Injil. Perpaduan ini membuat kita diberi kuasa dalam pelayanan dan hal ini akan membuat iman pendengar tidak bergantung pada hikmat manusia, tetapi kepada Allah (ay 5).

Dalam pelayanan (dalam hal ini misi) kita melihat ada pertentangan antara teknik retorika yang tinggi dengan kuasa daripada Roh Kudus. Teknik retorika yang hebat bisa membuat kita melepaskan kebergantungan kepada Tuhan dan kita merasa bahwa kita dipakai dengan hebat oleh Tuhan. Perpaduan kedua hal ini bisa benar tetapi ingat akan menjadi salah jika kebergantungan kepada Allah menjadi hilang. Sangat baik jika kita memiliki wibawa dari kuasa Roh Kudus. Bandingkan dengan kebanyakan murid (yang banyak kelas bawah, kecuali Lukas) dimana ketika mereka menerima Roh Kudus mereka memiliki kuasa dan wibawa Roh Kudus yang luar biasa.

Dalam melihat The Power of Mission, kita harus menyadari beberapa hal, yaitu:

1. Allah sendiri adalah penginjil yang sejati dan utama. Oleh sebab itulah kita yang melayaniNya haruslah dengan kuasa sang penginjil sejati itu sendiri.

2. Roh Kudus adalah Roh Kebenaran, Kasih, Kesucian, dan Kuasa. Karena itu PI/misi tidak akan mungkin tanpa Roh Kudus. Berbicara mengenai Kisah Para Rasul, orang bisa mengatakan bahwa kitab itu adalah sejarah gereja mula-mula, tetapi kitab ini juga merupakan kisah bagaimana Roh Kudus bekerja di dalam misi (band Yoh 16:8-11). Dalam Yoh 16:8-11 ada tiga pekerjaan Roh Kudus, yaitu akan dosa, kebenaran, dan penghakiman. Artinya adalah tidak akan ada seorang manusia yang menyadari dan menyesali dosanya kalau bukan pekerjaan Roh Kudus. Tidak aka nada seorangpun yang mengerti, menginsafi, dan memahami kebenaran tanpa pekerjaan Roh Kudus. Tidak aka nada seorangpun yang akan mempertimbangankan penghakiman tanpa pekerjaan Roh Kudus. Itu sebabnya betapa penting kuasa Roh Kudus dalam pelayanan. Tanpa Roh Kudus kita tidak memiliki kuasa, tetapi dengan Roh Kudus kita memiliki kuasa di dalam pelayanan (band 1 Kor 12:3). Roh Kudus mengurapi si pembawa berita, mempersiapkan pendengar, menyadarkan pendosa, menerangi orang buta, memberi hidup kepada orang mati (Yoh 6:63), memampukan orang untuk bertobat dan percaya, meyakinkan kita sebagai anak-anak Allah (Rom 8:15-16), memimpin pada keserupaan dengan karakter Kristus (1 Pet 4:6), dst (band Yoh 16:8-11).

Bagaimana agar kuasa Roh Kudus itu bekerja dalam misi yang sedang kita kerjakan?

1. Dalam Ef 6:17 dikatakan bahwa senjata kita dalam peperangan rohani adalah Firman dan Roh Kudus dengan doa. Perjuangan kita bukan melawan darah dan daging tetapi penguasa-penguasa angkasa dan roh-roh jahat (Ef 6:12). Jadi,kalau berperang secara rohani kita harus melaean dengan rohani, dan Firman dan Rohlah senjata kita. Prayerless will be powerless, but prayerful will be powerful. Doa dalam pelayanan bukan formalitas atau mekanis. Semakin kita bergantung kepada Allah di dalam doa, maka kuasa Roh Kudus akan semakin nyata dalam hidup kita.

2. Hidup suci dengan ketaatan adalah dasar untuk kuasa Roh Kudus. Penghalang doa adalah dosa dan penghalang dosa adalah doa. Bukan soal kepintaran kita atau gelar teologia kita, tetapi kuasa hanya ddapat dengan hidup yang suci. Kita pasti akan merasa terdakwa jika kita jatuh ke dalam dosa. Mari belajar untuk hidup suci dalam semua aspek hidup kita.

3. Lepaskan sel - confidence. Semua keyakinan pribadi kita yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan kita harus di hancurkan dan kita harus bergantung penuh kepada kuasa Allah.

4. Dalam Efesus 5:18 dikatakan, ”Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh”. Jadi kita harus penuh Roh dan memaksimalkan karunia Roh kita (1 Kor 12). Penuh Roh artinya seluruh aspek dari hidup kita (pikiran, perasaan, ucapan, tingkah laku) tunduk kepada Roh. Oleh sebab itu jangan biarkan diri kita berdosa, karena tidak mungkin orang berdosa penuh Roh.

5. Taat dan tunduk kepada pimpinan Roh Kudus (Kis 20:22-23). Paulus memperlihatkan bagaimana dia tunduk kepada Roh walaupun ada ancaman atau bahaya yang akan menimpanya. Kuasa di dalam misi adalah kemutlakan untuk tunduk kepada Roh bukan kenyamanan kita.

Thursday, December 2, 2010

Christology of Mission 1: THE CROSS OF CHRIST

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div

Berbicara mengenai the cross of Christ berarti kita berbicara mengenai harga dari sebuah misi dan dalam hal ini adalah Salib Kristus.

Mari membuka Yoh 12:20-26. Dalam bagian ini kita melihat bahwa Yerusalem didatangi banyak orang dan beberapa diantara mereka adalah Yunani. Tujuan mereka adalah untuk beribadah pada hari raya (20). Pada saat mereka datang, mereka mengatakan kepada Filipus bahwa mereka ingin bertemu dengan Tuhan Yesus. Jadi Filipus besama dengan Andreas datang menemui Tuhan Yesus untuk menyampaikan hal ini kepada Tuhan Yesus. Sedikit menarik karena Yesus meresponinya dengan berkata, “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan”. Jika kita melihat peristiwa dalam Yoh 2:4 saat dimana Maria meminta agar Yesus memperhatikan kekurangan anggur disebuah pesta pernikahan di Kana, Yesus berkata bahwa ‘belum tiba waktuku’ (band Yoh 7:30). Berkali-kali Yesus mengajar para murid dan kemudian mengakhirinya dengan pesan agar para pendengarNya tidak mengatakan kepada siapapun tentang diriNya karena waktuNya belum tiba. Tetapi dalam bagian ini Yesus langsung berkata “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan”. Artinya, ini adalah masa bagi Kristus untuk dimuliakan. Melalui apa Kristus dimuliakan. Di dalam perjalannya kita akan menemukan bahwa Yesus dimuliakan melalui penangkapan, penyesahan, penyaliban bahkan kematiannya di kayu salib. Tetapi Ia kemudian bangkit dari kematian pada hari yang ketiga.

Mungkin kita bisa berpikir ketika mendengar respon Yesus bagi mereka yang ingin bertemu dengan Dia bahwa Yesus adalah seorang yang egois. Ketika ada tamu dan orang banyak ingin bertemu dengan Dia sepertinya tidak diladeni. Sangat wajarlah seharusnya bagi Yesus untuk terlebih dahulu melayani orang yang datang kepada diriNya baru melakukan hal yang lain. Tetapi Yesus melakukan dengan cara yang lain. Ia pergi dan tidak memberi jawaban dan langsung memberikan pernyataan tentang benih dan tanaman, hidup dan kematian, dan tentang hamba dan tuan (24-26).

Jika kita perhatikan ayat 23, Yesus berkata demikian, “Tetapi Yesus menjawab mereka, katanya: “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan”. Teologia Yohanes mengatakan bahwa penyaliban bukanlah tanda kemalangan, kegagalan, kelemahan, atau kehancuran. Tetapi salib adalah tanda atau simbol dari kemuliaan, kemenangan dan kebanggaan. Tetapi tidak berhenti di salib, tetapi harus ada kebangkitan Yesus dari kematian. Jadi dalam teologia Yohanes, sentralitas salib itu sangat menonjol sebagai sebuah simbol kemuliaan, kemenangan, dan kesuksesan Kristus di dalam menapaki jalan yang ditetapkan Bapa kepadaNya untuk misi Allah bagi dunia ini.

Sering kali orang berkata bahwa salib itu adalah sebuah tanda malapetaka atau kemalangan dan memiliki konotasi negatif. Tetapi di dalam minggu-minggu passion ini, mari kita berpikir, menghayati dan mengarah kepada kebenaran bahwa salib adalah tanda kemenangan dan kemuliaan. Ini menjadi sebuah refleksi bagi kita bahwa alumni yang menderita karena kebenaran bukanlah sebuah kegagalan. Alumni yang harus mungkin miskin atau dipecat karena ingin setia kepada Kristus bukalah kegagalan. Penderitaan karena kesetiaan kita kepada Yesus bukanlah kegagalan melainkan sebuah kemuliaan, kebanggaan, dan kemenangan. Ketika kita ditolak dan dihina orangpun karena misi dari Allah, mari berbangga diri. Adalah sebuah kehormatan bagi kita karena demi Kristus kita menderita dan aniaya. Mari mengubah paradigma berpikir kita agar kita tidak pernah berpikir dan merasa gagal karena mengalami berbagai hal di hidup kita oleh karena cinta kita kepada Allah.

Mengapa respon Kristus demikian? Bukankah sebaiknya Yesus menyambut orang yang ingin datang kepadaNya? Apakah Yesus egois? Jawabannya adalah TIDAK! Di dalam ayat 32 ada respon Yesus. Dikatakan di sana, “dan Aku, apabila aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku”. Yesus mengambil sebuah kesimpulan di mana ketika waktunya tiba, orang akan ditarik untuk datang kepada Dia. Tetapi hal ini tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam ayat 23-24. Tetapi waktunya akan datang dimana Yesus disalibkan dan ketika Yesus mati dan dimuliakan dan dibangkitkan dari kematian, maka ia akan menarik semua orang untuk datang kepadanya. Jadi, Yesus bukannya menolak atau tidak peduli kepada orang banyak. Melainkan Yesus sangat peduli dan dalam rangka menarik orang kepadaNyalah maka Yesus harus menapaki jalan salib.

Dalam ayat 24 Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jtuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”. Ketika Yesus berbicara mengenai hal ini Ia sedang berbicara tentang diriNya. Apa yang ingin dikatakan Yesus adalah tentang penderitaan dan kematian diriNya yang akan memberikan dampak yang besar. Yesus harus mati di salib, tetapi apa yang dilakukan Yesus ini dalam rangka membawa orang kepada Allah agar mereka diselamatkan. The cost of mission berbicara mengenai harga dengan penyerahan nyawa. Jika Kristus tidak mati di kayu salib maka keselamatan tidak akan pernah tercipta dan tidak akan tergenapi misi Allah untuk menyelamatkan kita yang percaya kepadaNya. ‘Benih yang jatuh ke tanah dan mati’ merupakan permulaan jawabannya bagaimana Allah menyelamatkan dunia melalui kematian Yesus.

Dalam bagian ini kita melihat bahwa prinsip kehidupan melalui kematian tergambar di dalam dunia tumbuhan yang dijadikan Yesus sebagai ilustrasi. Biji harus mati jika mau menjadi tumbuhan yang menghasilkan biji yang lebih banyak lagi. Inilah harga dalam sebuah pelayanan. Artinya, jika tidak ada kerelaan untuk berkorban maka tidak ada perjuangan atau pelayanan yang bisa dikerjakan dengan baik. Misi Allah harus mengorbankan anak satu-satunya. Dan inilah benih di dalam metafora tersebut. Kristus harus mati dan kematiannya menarik orang yang percaya datang kepada Bapa. Bukankah seharusnya kita anak-anak Tuhan adalah orang yang menikmati anugerah melalui karya Kristus yang telah berinkarnasi seharusnya menjadi orang yang rela berkorban demi orang lain? Melayani artinya belajar mengabaikan diri sendiri demi orang lain. Oleh sebab itu, dalam melayani, kita harus dicabut dari zona nyaman, ikatan keluarga, kenikmatan hidup, dan dari semua hal yang menghambat diri kita berkarya bagi Allah (band Luk 14:25-27). Ini jugalah yang dilakukan para murid Tuhan Yesus, di mana mereka mau jadi martir demi pelayanan mereka kepada Yesus.

Dalam perjalanan Yesus akan disalibkan, Ia mengalami penghinaan. Ia diejek sedemikian rupa, diludahi bahkan mengalami pukulan. Tetapi penderitaan yang Ia alami dalam perjalan menuju salib hanyalah ‘sekedar’ pengantar. Yang menjadi puncak dan klimaks dari penderitaannya adalah ketika Yesus. Jadi, ketika kita dihina atau mengalami penderitaan saat ini oleh karena iman kita, kepada Kristus, ingatlah hinaan ini masih pengantar. Puncaknya adalah salib. Inilah misi yang kita pelajari hari ini. Jadi, jika hanya mengalami penderitaan ini jangan pernah mundur dari pelayanan. Jika kita jatuh cinta kepada Tuhan, tidak ada pengorbanan yang terlalu berat. Inilah self giving love. Ketika kita memiliki cinta seperti ini, maka kita tidak pernah menghitung apa yang telah kita berikan, tetapi mencari peluang apa lagi yang bisa kita persembahkan jika kita jatuh cinta. Inilah cinta seperti yang Allah miliki dan lakukan. Denagn cinta seperti ini, Ia tidak menyayangkan anakNya demi cintanya kepada kita supaya kita tidak binasa,. Oleh sebab itulah kita, sebagai ornag yang percaya, harus memiliki cinta yang sama, yaitu self giving love. Jika kita memiliki cinta seperti ini maka kita tidak akan pernah bersungut-sungut. Misi tidak akan pernah tercipta tanpa ada orang yang mau mati seperti benih tadi atau mau membayar harga demi cinta. Bukankah Newman harus meninggalkan Belanda untuk datang ke tanah Karo? Bukankan Nomensen harus tingalkan Jerman untuk datang ke tanah Batak? Bukankah Agustheis meninggalkan Jerman untuk datang ke tanah Simalungun? Mereka putuskan akar keluarga, memutuskan kesenangan dan meninggalkan semuanya demi self giving love. Mari merenungkan apa harga yang pantas kita bayar demi bermisi.

Mari melihat bayat 25, “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”. Dalam ayat ini Yesus secara langsung mengatakan kepada muridnya bagaimana harusnya murid – termasuk kita - miliki di dalam pelayanan. Jika ada orang yang mencintai hidupnya sekarang dan di sini (maksudnya di dunia ini) maka dia kehilangan investasi di dalam kekekalan. Tetapi bagi mereka yang kehilangan sesuatu karena pelayanan mereka kepada orang lain, maka mereka berinvistasi di dalam kekekalan. Silahkan mencari uang banyak dan meraih jabatan yang tinggi, tetapi ingat semua demi misi kepada Allah. Jangan hanya fokus kepada kesuksesan dan kebanggaan kita sendiri dan mengabaikan misi Allah. Sesuatu yang disayangkan jika ada alumni yang tidak terlibat di dalam pelayanan atau misi Allah dimanapun profesi kita. Mari bertanya kepada diri kita, apakah kita sekedar menyalahkan pemerintah dengan segaala kebobrokannya? Apakah kita sekedar menyalahkan gereja dengan segala kegagalannya? Apakah kita diam melihat segala ketidakadilan yang terjadi? Mari bermisi untuk hal ini. Misi kita adalah misi yang integral yang mencakup seluruhnya. Kristus tidak hanya datang untuk menyelamatkan jiwa manusia secara vertikalistik, tetapi juga soal misi agung dalam arti holistik.

Dalam ayat 26 Yesus mengatakan bahwa salib bukan saja lambang kesetiaan dan pengorbanan, tetapi juga lambang kasih. Oleh sebab itu Yesus, “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayanKu akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”. Hal ini bukan berbicara soal Sorga. Tetapi jika anak manusia yang kita ikuti mengalami penderitaan dan mengalami kematian yang menghinakan maka kita juga akan dan harus menjalani cara yang sama. Harga sebuah misi adalah jalan Salib. Memang sangat sulit untuk percaya karena sangat sulit untuk melayani dia. Tetapi sebagai pengikut, kita harus taat dan menapaki jalan yang seperti Kristus tapaki. Tempat Yesus akan menjadi tempat orang yang melayani Dia. Masihkah kita masih berada di jalan salib atau orang yang lari dalam jalan salib.? Ingat, Bapa menghormati orang yang berjalan sama seperti Kristus berjalan.

Mari belajar beberapa hal dari Paulus. Apa yang diambisikan Paulus? Dalam Rom 6:4-6 Paulus mengatakan agar kita menjadi satu di dalam Kristus dalam kematian atau kebangkitanNya. Apa yang menjadi ambisi kita sekarang? Apakah hidup tanpa penderitaan? Ingat Paulus menghadapi setiap konsekuensi untuk menjadi sama dengan Kristus. Demikian juga kita. Kita harus siap menghadapi setiap konsekuensi jika kita ingin menjadi seperti Kristus. Kemudian apa yang kita pelajari dari Paulus adalah kerelaan (2 Kor 4:7-12). Dalam bagian ini Paulus mengatakan bahka dari diri kita tidak ada kekuatan dari diri kita dalam pemberitaan injil tetapi kekuatan yang berasal dari Allah. Paulus dan kawan-kawan siap menderita dan mati demi mengabarkan Injil Kristus (band 2 Kor 11).

Penderitaan dalam misi adalah sebuah sukacita. Kol 1:24 dikatakan, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang dalam pada penderitaan Kristus, untuk tubuhNya, yaitu jemaat.” Apa yang dimaksudkan Paulus di sini adalah jika Kristus sudah menggenapi segala sesuatunya di Salib, maka sekarang penggenapan itu sampai melalui diri Paulus. Ingat, penderitaan yang kita alami sekarang adalah pengantar. Kristus sudah memberikan contoh bagaimana ia memebrikan harga untuk sebuah misi yang berasal dari Allah dan melalui Paulus kita juga melihat bagaimana cinta yang sama juga melingkupi hidupnya sehingga apa yang enurutnya dahulu berharga sekarang tidak lebih dari sampah demi cintanya kepada Kristus.

Mari hidup belajar untuk bermisi dan mari bersukacita jika kita bisa berkorban atau membayar harga demi sebuah pelayanan. Oleh sebab itu, jikalau ada yang hari ini belum terlibat dalam pelayanan, marilah segera terlibat di dalam pelayanan. Mari bersyukur jika kita bisa menderita demi orang lain, kebenaran, atau misi amanat agung, itu adalah simbol kemuliaan.
SoliDeo Gloria!