Sunday, October 30, 2011

Workplace 1: CONTENTMENT

Indrawaty Sitepu, MA


Topik kita pada hari ini adalah contentment. Saya akan mengajak kita untuk melihat apa sebenarnya pengertian dari contentment.

Secara singkat contentment itu bisa diartikan sebagai kepuasan hidup atau sikap/kecondongan hati yang menerima hidup ini dengan puas, bahagia. Jika sudah menikah, kita menerima pernikahan kita. Belum menikah, kita juga menerimanya. Kita menerima bukan karena tidak ada pilihan lain. Kita menerima karena kita tahu bahwa itu adalah bagian yang Tuhan berikan dan karuniakan dan kita bahagia dan puas dengan bagian itu. Contentment di sini bukan sekedar penampilan luar. Jika orang tidak pernah mengeluh dan selalu tertawa belum tentu dia sedang contentment atau bahkan dia menutupi ketidak-contentment-annya dengan tawanya tersebut. Contentment juga bisa didefinisikan sebagai situasi atau fakta yang memang membuat kita bahagia apa ada nya [The state or fact of being happy with one’s lot] atau the state or fact of being satisfied. Kita puas dan bahagia dengan situasi dan fakta yang Tuhan berikan dan ijinkan. Dalam setiap situasi pasti ada enak atau tidak enaknya. Poinnya adalah apakah kita contentment dalam bagian kita itu. Apakah kita puas dan bahagia dengan bagian kita itu masing-masing. Contentment juga bisa didefinisikan sebagai rasa senang dan puas dengan apa yang menjadi bagian kita/yang kita miliki. Kita puas dengan pekerjaan, pasangan hidup, atau pasangan hidup yang jelas. Tetapi hal ini tidak sama dengan sikap cepat puas diri. Sikap cepat puas diri berarti tidak berjuang dengan maksimal.

Ada beberapa alasan mengapa topik mengenai contentment penting untuk kita pelajari. Pertama adalah arus materialisme, konsumerisme, dan hedonisme yang semakin kuat apalagi setelah alumni. Sebenarnya dari dulu sudah ada sikap seperti ini tetapi tidak mampu karena belum ada uang. Kedua adalah sikap kecondongan hati akan mempengaruhi cara hidup. Ketiga, kecondongan hati yang salah akan membelokkan tujuan hidup yang benar dan mengaburkan panggilan hidup. Sewaktu mahasiswa kita sudah mantap akan visi maupun misi kita, tetapi kalau kita mempunyai kecondongan hati yang salah, semua itu bisa dibelokkan. Keempat, mengapa kita mempelajari mengenai contentment adalah karena sudah diperingatkan oleh kebenaran firman Tuhan. Dalam 2 Tim 3:1-5 kita bisa melihat bahwa ada tritungal palsu. Ada berhala diakhir zaman yaitu pemberhalaan diri, uang dan hawa nafsu (ayat 2-4). Sering sekali ketiga hal ini bersumber dari discontentment. Orang-orang yang beragama tapi mencintai hal-hal tersebut lebih daripada Tuhan. Bahkan ada kecenderungan menceraikan ibadah dan kehidupan sehari-hari (ayat 5). Di sisi lain ada ibadah di sisi lain ada kehidupan sehari-hari. Dunia kerja dan MBA (Mimbar Bina Alumni) terpisah. Dunia kerja (Senin- Sabtu) berbeda dengan dunia Gereja (hari Minggu).

Ada konteks di mana ketiga hal ini (diri, uang , dan hawa nafsu) selalu menjadi musuh dari pertumbuhan rohani dan kekristenan karena menjadi tritunggal palsu pada akhir zaman ini. Dan ketiga hal ini sering dekat dengan alumni. Firman Tuhan berkata, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat.6:21). Sering sekali apa yang menjadi pusat kita, sadar atau tidak sadar, adalah harta. Keinginan akan banyak hal bisa menghambat pertumbuhan rohani dan karakter kita (Mar 4:19). Kita ingin memiliki banyak hal, padahal seharusnya keinginan kita hanya satu yaitu ‘menyenangkan Tuhan’. Jika memiliki banyak keinginan, maka kita akan menjadi orang bingung dan kelelahan dan pasti tidak akan bertumbuh. Mari memiliki hanya satu keinginan dan fokus pada satu hal, yaitu menyenangkan Tuhan. Kegiatan boleh banyak, tetapi mari berfokus pada satu hal, yaitu menyenangkan Tuhan. Sering sekali kita tidak mengarahkan kepada kebutuhan kita dan keinginan kitalah yang menguasai kita (Luk 10:4).
Memiliki contentment itu sangatlah penting. Contentment akan membantu kita supaya tidak tejebak dalam ketidaktamakan/rakus. Contentment juga adalah rahasia kepuasan hidup (dalam rangka pernikahan, keluarga, pekerjaan, dan pelayanan). Contentment juga akan membantu kitab untuk tidak mudah jatuh dalam dosa lainnya (perzinahan, mencuci, korupsi, berhutang, dll). Contentment juga adalh kunci hidup bahagia (dengan istri/ suami, anak, pekerjaan, rumah, dll). Dengan contentment juga kita bisa menikmati berkat Tuhan dan jerih payah kita. dengan contentment juga kita bisa setia dalam panggilan Tuhan (panggilan melayani full time, pegawai negeri/swasta).

Bagaimana agar kita bisa contentment? Pertama, kita harus menyadari bahwa hanya Allah yang bisa memuaskan hidup kita (bukan pekerjaan, harta, jabatan, atau pasangan hidup). Yang bisa memuaskan kita hanya Dia yang adalah Air dan Roti Hidup. Blaise Pascal pernah berkata bahwa ‘Nothing could satisfy our heart except the Creator’. Kita sering mendengar kalimat ini pastinya, bahwa uang bisa membeli kasur, makanan, entertainment, wanita/pria tapi tidak bisa membeli tidur nyenyak, kenikmatan makan, kebahagiaan, cinta. Uang bisa membeli banyak hal tetapi tidak akan pernah bisa membuat kita contentment, hanya Allah yang bisa. Kedua, kita perlu belajar mencukupkan diri (Learn to be content). Jadi contentment tidak datang dengan sendirinya. Kita perlu belajar mensyukuri apa yang menajdi bagian kita. Hal ini akan membantu kita untuk tidak sombong ataupun minder dengan apa yang menjadi bagian kita. Mari belajar contentment dengan terus mengingat dan mensyukuri berkat-berkatNya. Sekali lagi, ingat untuk membedakan antara apa yang kita butuhkan dan kita inginkan.

Kita bisa content jika kita bisa menerima apa yang tidak bisa kita ubah. Ada sebuah doa yang terkenal dengan serenity prayer yang mengatakan “God, grant me the serenity to accept the things I cannot change, the courage to change the things I can, and the wisdom to know the difference”. Jangan dibalik, kita mengubah yang tidak perlu diubah dan tidak mengubah apa yang perlu diubah. Mari kita menjadi realis dengan harapan-harapan kita. ketidakbahagiaan kita sebenarnya bukan karena pengalaman kita tetapi kepada apa yang kita harapkan. Misalnya harapan ketika sudah tamat langsung dapat kerja dengan gaji besar. Tetapi ketika alumni, kita tidak mendapatlan seperti yang kita harapkan. Dan tentu saja hal ini akan membuat kita tidak contentment dan tidak bahagia. Jadi kita tidak bahagia bukan karena pengalaman kita, tetapi karena harapan kita. Dan tentu saja harapan kita itu tidaklah menjadi bagian kita. Jika kita memiliki Tuhan dan Tuhan menjadi bagian kita, maka sebenarnya kita memiliki segalanya karena Tuhanlah yang bisa memuaskan dan memberikan kebahagiaan yang sejati bagi kita.

Tetapi ingat juga, bahwa ada pencuri contentment dalam hidup ini. Bisa saja awalnya kita contentment tetapi sering sekali contentment kita itu dicuri oleh iklan-iklan yang ada di Televisi atau koran. Bisa juga dialihkan karena kita jalan di Mall dan ada pameran-pameran produk baru. Sebelum ke mall kita harus mencatat apa yang menjadi kebutuhan kita agar tidak terjebak dengan tawaran-tawaran yang ingin memuaskan keinginan kita yang bisa saja banyak terdapat di mall tersebut. Bahkan majalah-majalah yang menawarkan sesuatu yang membuat penampilan kita jauh lebih bagus. Apa lagi yang bisa mencuri contentment kita adalah kerakusan dan semua yang berhubungan dengan keinginan daging kita, sikap perfeksionis, pergaulan/lingkungan, penggunaan watu, bacaan, tontonan, percakapan, dan fasilitas kredit.
Pengertian contentment adalah kecondongan hati. Hal ini penting sekali. Kecondongan hati seperti apa? Hati yang telah dipuaskan oleh Tuhan, hati yang akan penuh dengan kemurahan, hati yang tahu bahwa semua yang ada padanya adalah titipan Tuhan untuk dikelola, dan dia sadar bukan pemilik tapi pengelola atau rekan sekerja Tuhan untuk mengelola.

Ingat, kecondongan hati yang mempengaruhi hidup itu bisa kita lihat dari hidup Paulus. Dia pernah berkata bahwa “bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Fil 1:21). Dia hanya memiliki satu keinginan. Banyak keinginan akan membuat kita tidak contentment dan tidak bertumbuh. Hanyasatu keinginan Paulus, yaitu Tuhan. Tidak ada agenda yang lain dalam kehidupan Paulus selain mewujudkan apa yang Tuhan inginkan (entahkan karena itu dia menikah atau menikah, di kota atau tidak di kota, dikelilingi oleh sahabat-sahabat atau hidup sendiri). Ungkapan lain Paulus yang mengatakan bahwa ‘yang lain adalah sampah karena Kristus’ (Fil 3:7-8). Jangan dibalik menjadi yang lain menjadi utama sedangkan Kristus dinomorduakan. Kalau kita lihat ungkapan berikutnya adalah “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitannya dan persekutuan di dalam penderitaannya dimana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematiannya” (Fil 3:10). Ambisinya adalah mengenal Tuhan bukan jabatan posisi, atau uang. bukankah kadang-kadang spirit yang ada kita menghindari penderitaan? Yang Paulus kejar bukanlah apa yang dikejar oleh dunia ini. Semua yang dikejar oleh orang-orang kejar pada zaman ini adalah hal-hal yang dahulu Paulus sudah dapatkan tetapi dia tinggalkan dan menganggap hal-hal tersebut adalah sampah. Tetapi ironinya apa yang dikatakan Paulus sampah dan telah dibuang Paulus banyak dikejar-kejar orang-orang bahkan alumni Kristen sekalipun. Kita perlu sekali diingatkan sekali akan hal ini yaitu untuk tidak mengejar sampah yang telah ditinggalkan dan dibuang oleh Paulus.

Ketika mendekati ambang kematiannya dia berkata “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik,aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, hakim yang adil, pada harinya,tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatanganNya” (2 Tim 4:6-8 ). Hal ini penting. Salah satu pertandungan kita adalah pertandingan contentment, kecondongan hati. Kemana kita condongkan hati kita. Begitu banyak pencuri yang akan mencondongkan hati kita pada yang lain tetapi Paulus telah berhasil. Kecondongan hatinya adalah Kristus dan dia mengakhiri pertandingan dengan baik.
Oleh sebab itu jangan salah bertanding. Ada banyak pertandingan di dunia ini, pertandingan nama baik, jabatan, materi, kenikmatan, dll. Kita harus memastikan terlebih dahulu pertandingan apa yang kita ikuti. Mari memilih pertandingan sama seperti pertandingan Paulus. Dia adalah orang yang contentment menjalani hidupnya.

Refleksi

Mari memeriksa barang-brang milik kita (baju, tas, sepatu, HP, computer, dll). Apakah ketika kita membelinya karena fungsi atau karena prestise? Apa akhir-akhir ini yang menjadi target kerin duak kita. memiliki sesuatu, seseorang, jabatan uang, atau yang lain? Tidak salah, tetapi mari kita periksa apa yang menjadi tujuannya, kemuliaan Tuhan atau kepuasan pribadi? Coba hitung berapa persen dari penghasilan saudara untuk diri dan untuk pekerjaan Tuhan? Pikirkan dan diskusikan bagaimana supaya fungsi sebagai garam dan terang(visi alumni) makin nyata, sehubungan dengan potensi/talenta/kesempatan/penghasilan saudara. Ini bukan soal jumlah, tetapi bagaimana kita mengalokasikannya.

Langkah konkrit

Mari kita persilahkan Tuhan memuaskan hidup anda setiap hari (pentingnya HPDT) sehingga apaun yang terjadi di dalam hidup kita, kita tetap bisa berfokus pada Tuhan. Kita juga perlu untuk menjaga persekutuan sesama untuk saling menguatkan (sebagai budaya tandingan dunia ini dimana kita berani tampil beda dan menciptakan budaya melalui KTB). Mari membangun Intrest Group untuk memelihara dan meningkatkan peran sebagai garam dan terang (tidak fokus pada diri sendiri). Ingat panggilan kita sebagai muridNya (Luk 9:23) yaitu sangkal diri, pikul salib, ikut Dia setiap hari (apapun profesi kita).

Kita harus menjadikan 3D (Doa, Daya, dan Dana) menjadi style kita. Ingat, visi dan hasrat yang benar lahir dan terpelihara di dalam doa. Oleh mari menjadwalkan doa kita agar tetap setia dalam disiplin doa kita. dalam hal daya, kita harus mensyukuri bahwa saudara adalah sekelompok terbaik dari anak bangsa Indonesia. Mari menyadari tanggungjawab kita (perumpamaan talenta). Dan persembahan kita sangat berguna (kepada orang yang banyak diberi daripadanya akan banyak dituntut).

Saran Praktis untuk Contentment

  • Belilah barang-barang yang tujuannya untuk digunakan bukan untuk prestise.
  • Tolak segala hal yang mendatangkan keterikatan/kecanduan.
  • Bangunlah kebiasaan memberi.
  • Jangan percaya bahwa jika memiliki banyak barang, maka kita akan lebih bahagia.
  • Jangan langsung mempercayai apa yang diiklankan /kritis.
  • Belajar menikmati tanpa harus memilikinya.
  • Hati-hati dengan propaganda credit card: "Beli sekarang bayar kemudian," karena kita akan terjebak pada hutang.
  • Dan yang terpenting, hindari segala hal yang bisa menyimpangkan kita dari tujuan atau panggilan hidup kita (entah itu seseorang atau sesuatu).
Hidup kita adalah hidup yang telah diselkamatkan oleh Tuhan. Dari total depravity ke total renewal. Dari serupa dengan dunia menjadi serupa dengan Kristus (not to conform but to transform) (Rom.12:1-2).

Soli Deo Gloria!

Communication & Relationship 2

Kita Diantara Lembaga Pelayanan Lain


Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th



Jika minggu lalu kita bicara mengenai komunikasi dan relasi kita dengan saudara seiman, sebagai saudara yang tidak bisa dipisahkan oleh apapaun, maka hari ini kita akan membahas relasi dan komunikasi kita dengan orang seiman yang sama-sama melayani Tuhan tetapi beda gereja atau lembaga.

Satu hal yang harus kita sadari bahwa ada sebuah dunia yang harus dijangkau, dan tidak seorangpun atau sekelompokpun yang mampu mengerjakannya. Tidak ada satu gereja atau lembaga apapun yang bisa menjangkau dunia yang semakin luas karena terbatas oleh waktu dan kemampuan. Tetapi setiap orang percaya dan lembaga Kristen termasuk gereja dipanggil untuk mengerjakan dua hal, yaitu mandat budaya (Kej. 1: 28), sebuah mandat untuk mengeksplorasi dunia yang membawa kebaikan kepada manusia dibumi, dan kedua adalah mandat Injil (Mt. 28: 19-20).

Kedua mandat ini berjalan bersama dengan adanya kesalehan vertikal (individu) dan kesalehan horizontal (sosial). Sering sekali orang terjebak dalam dikotomi, mana yang harus didahulukan dan paling penting antara dua kesalehan ini. Kesalehan ini tidak berjalan sendiri-sendiri. Kesalehan yang vertikal akan terpancar dari kesalehan horizontal. Tidak akan mungkin ada orang yang saleh secara vertikal tetapi tidak memiliki kesalehan horizontal (band dengan Mat 25:31-46 yang berbicara soal kesalehan vertikal). Kedua mandat ini juga untuk menghadirkan keselamatan eskatologis dan presentis. Melalui mandat budaya dan mandat Injil orang percaya menghadirkan shalom Allah di bumi yang luas ini.

Di dalam dunia yang luas ini visi umum harus dimiliki semua orang yang percaya atau lembaga atau gereja, dan terlibat dalam visi umum. Menghadirkan shalom Allah dengan mandat budaya wajib dikerjakan. Visi umum yang kedua adalah amanat agung. Tetapi selain soal visi umum ada sesuatu yang harus kita sadari yaitu visi khusus. Artinya, dunia ini memiliki banyak jenis pelayanan (kepada anak jalanan, kepada anak kecil, ke penjara, profesi, dll) dan semua jenis pelayanan ini didasarkan atas mandat bahwa visi khusus dalam rangka menggenapi amanat agung (visi umum). Misalnya, Perkantas mendapatkan visi khusus untuk melakukan pelayanan kepada kaum intelektual, tetapi ini dalam rangka penggenapan mandat umum yaitu amanat agung itu. Jadi visi umum dikerjakan melalui visi khusus berdasarkan panggilan Allah sesuai potensi, talenta, dan karunia serta geografisnya.

Misi (mandat budaya dan mandat Injil) berbicara mengenai satu hal yaitu apa peperangan sebenarnya yang kita hadapi masa kini. Hal ini tentu saja berbicara mengenai tantangan dan peluang dan sebagai orang Kristen kita harus menjadikan tantangan menjadi peluang. Dalam kondisi ini bagaimana anak-anak Tuhan berkarya sesuai dengan profesi, keluarga, gereja dan masyarakat/negara yang sesuai visi. Kalaupun ada teman-teman mendirikan lembaga baru bukan karena sakit hati tetapi oleh karena visi dan untuk menjawab kebutuhan yang dibutuhkan masa kini yang didasarkan kepada mandat budaya dan mandat Injil.

Penjangkauan dunia tidak diartikan harus menjadi satu lembaga/organisasi atau gereja. Hal ini ahrus kita pahami dengan baik agar kita tidak alergi jika ada persekutuan atau lembaga yang lain muncul. Ingat, kita tidak bisa mengerjakan semua hal karena keterbatasan kita. Visi umum (mandat budaya dan mandat Injil) direalisasikan berdasarkan visi khusus yang diberikan Tuhan kepada seseorang atau organisasi tertentu. Karena itu, dengan kosep ini, maka dalam kacamata Allah kita harus menyadari bahwa semua kita (lembaga pelayanan) adalah alat-Nya. Jadi tidak ada pemikiran bahwa lembaga lain adalah saingan. Ada sinergisme atau mitra untuk pencapaian visi dan misi Allah. Jadi ada sinergisme yaitu antara kerjasama dan sama-sama kerja. Ketika kita bisa bekerja sama atau ada kondisi dimana kita hanya sebatas sama-sama kerja, ingatlah bahwa kita adalah mitra Allah.

Dalam Kis 1:8;2:414-41 kita menemukan janji dan kuasa Roh Kudus di dalam misi yang bermula dari Yerusalem ke ujung dunia. Demikian juga dengan apa yang mungkin terjadi sekarang ini. Munculnya lembaga-lembaga pelayanan untuk menjangkau dunia digerakkan oleh kuasa Roh Kudus. Dan melalui Kis 8 kita menemukan bahwa penyebaran firman Allah terjadi juga karena penganiayaan paska kematian Stefanus. Kemudian di dalam Kis 15:35-41; 16:1-3, kita menemukan kisah mengenai konflik dan misi. Kisah dimulai ketika Markus (Yohanes Markus) diminta melakukan pelayanan tetapi ia tidak setia. Hal ini menimbulkan konflik antara Barnabas dan Paulus dalam sebuah perjalanan pelayanan. Paulus berpendapat bahwa orang seperti Markus tidak layak lagi untuk melayani dan tidak boleh ikut dnegan mereka, tetapi Barnabas tidak setuju. Ketika terjadi perbedaan pendapat maka diputuskan bahwa Paulus dan Barnabas akhirnya berpisah. Tidak berarti konflik diharapkan, tetapi meskipun dalam konflik bisa dipakai Tuhan untuk pelayanan. Tuhan tidak menginginkan perpecahan, jika Tuhan mengizinkan konflik itu terjadi adalah karena kedegilan manusia. Tetapi itupun bisa dipakai oleh Allah dalam rangka menggenapi misiNya. Akhirnya perpecahan antara Paulus dan Barnabas membuat mereka berpisah dimana Barnabas dengan Markus dan Paulus dengan Timotius (Dan dalam 2 Tim 4 ada perdamaian antara Paulus dan Markus).

Berdasarkan visi dan panggilan dasar kita melakukan pelayanan. Dalam Rom 11:13 Paulus mengatakan, “Aku berkata kepada kamu, hai bangsa-bangsa bukan Yahudi. Justru karena aku adalah rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi (gentiles), aku menganggap hal itu kemuliaan pelayananku”. Petrus ditetapkan oleh Tuhan melayani orang-orang Yahudi dan Yohanes juga ke pulau Patmos (meskipun karena pembuangan). Berbeda tidak harus berpisah dan serupa tidak harus bersama.

Mari melihat 1 Kor 1:10-17. Dari bagian ini kita melihat dasar kesatuan hanya satu yaitu Yesus Kristus (ay 10). Dan bentuk kesatuan adalah seia sekata (agree with one another) dan erat dan sehati sepikir (perfectly united in mind and thought). Maka terjadinya separasi (perpecahan) adalah karena isme (ay. 12-13). Kelompokisme tanda ketidakdewasaan dan tabiat manusia duniawi. Dalam 1 Kor 3: 1-4 dikatakan, “Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?”. Semua melayani menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya (1 Kor.3: 5). Paulus dan Apolos mengerjakan pelayanan Tuhan yang diberikan kepada mereka. Melayani sesuai karunia adalah hal yang penting. Ada orang yang ‘Menanam dan ada yang menyiram’, tetapi Tuhan yang memberi pertumbuhan. 1 Kor. 3: 6-8 berkata, “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri”. Penanam dan penyiram, statusnya sama-sama hamba yang akan menerima upah sesuai tugas dan tanggungjawabnya (pekerjaannya) (1 Kor. 3: 8). Sesama hamba dan pekerja tidak seharusnya cekcok! Ingat, Semua pelayan adalah kawan sekerja Allah (1 Kor. 3: 9, “Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah”). Ingat sinergis antara bekerja sama dan sama-sama bekerja. Jika program kerja kita saling mendukung sesuai visi yang Tuhan berikan maka kita bisa bekerja sama. Tetapi jika visi khusus yang Tuhan berikan berbeda, maka kita sama-sama kerja. Tetapi mari menyadari bahwa kita sama-sama alat Tuhan, mitra Allah menjangkau dunia bagi Kristus.

SoliDeo Gloria!

Communication & Relationship 1

[Kita & Komunitas Iman Kita]

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th


Dalam 1 Kor 12:12-31 kita menemukan lanjutan pemamaparan Paulus di Jemaat Korintus atas perpecahan yang terjadi dimana ada sebagian jemaat yang merasa superior dan ada yang merasa inferior. Yang merasa superior adalah jemaat yang memiliki banyak karunia. Perlu kita ketahui bahwa jemaat Korintus adalah satu-satunya jemaat dalam alkitab yang memiliki karunia yang lengkap (1 Kor 1:7). Maka dalam rangka menciptakan persatuan umat Allah dalam relasi sebagai orang percaya maka Paulus memaparkan tubuh Kristus dengan ilustrasi tubuh jasmani (12).

Setelah memaparkan ilustrasi mengenai tubuh jasmani sebagai metafora dari tubuh Kristus, ia melanjutkan dengan menyatakan syarat untuk menjadi anggota adalah kelahiran kembali di dalam Kristus. “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” (ay 13). Jadi syarat untuk menjadi bagian dari tubuh kristus bukanlah tercatat sebagai anggota gereja atau sudah melakukan sakramen, atau mendapatkan jabatan posisi gerejawi. Dengan jelas Paulus berkata bahwa syarat satu-satunya adalah bahwa kita menjadi satu dalam bagian tubuh Kristus oleh karena iman kepada Kristus. Kita menjadi satu dengan orang lain bukan karena kita satu gereja, tetapi karena kita sama-sama dilahirkan kembali oleh Allah dalam Kristus. Atas dasar inilah Paulus menuliskan, “Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota. Andaikata kaki berkata: "Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh", jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Dan andaikata telinga berkata: "Karena aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh", jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, di manakah pendengaran? Andaikata seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman.” (ay 14-17). Maksudnya adalah untuk menjadi anggota dalam tubuh Kristus tidak terjadi karena adanya pengakuan dan pembatalan sebagai anggota pun terjadi terjadi karena pernyataan. Menjadi anggota tubuh Kristus terjadi karena kita telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Dengan kata lain sebagai saudara di dalam Kristus kita harus meyakini bahwa tidak akan ada kuasa yang dapat memisahkan kita. Saudara kita yang belum lahir baru hanyalah saudara sebatas daging, tetapi kita dengan orang yang seiman (beriman kepada Kristus) akan tetap menjadi saudara sampai kepada kekekalan. Inilah persaudaraan yang sejati. Jika konsep ini jelas, semarah apapun kita kepada anak Tuhan, hal itu tidak serta merta membuat kita terpisah dan menciptakan gap antara kita dengan dia.

Karena itu di dalam konsep kita menjadi satu tubuh dalam Kristus ada persaudaraan yang tanpa tembok suku dan status sosial. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh (ay 13; band Kol 3:11). Sesama orang Kristen seharusnya tidak ada lagi sukuisme atau pembatas-pembatas lainnya diantara kita. Jangan sampai kita lebih kuat diikat oleh ikatan jurusan atau ikatan-ikatan lain lebih daripada ikatan oleh Kristus. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua (Ef 4:3-6).

Satu iman bukan berarti harus satu denominasi dan cara beribadah. Sebagai sesama orang percaya (satu tubuh) bukan berarti satu jenis (15-17). Mari kita bayangkan jika tubuh kita semuanya mata? Apa yang akan terjadi? Aneh bukan? Dalam prinsip ini kita harus berkata bahwa kita tidak pandang dari gereja mana asalkan berdasarkan Kristus. Kita harus bersatu dealam kepelbagaian. Unity not uniformity-unity in diversity (ay 18). John Wesley pernah berkata bahwa in essential is unity, in non essential is liberty and in all things is charity.

Dalam hal kepelbagaian jangan sampai sesama orang Kristen juga akhirnya dependent atau tergantung terus dan juga independent sehingga senantiasa berpisah. Ingat mata bekerja dengan cara interdependent atau untuk seluruh tubuh, demikian juga telinga bekerja untuk kebutuhan semua tubuh. Semuanya saling interdependent dan saling membutuhkan. Oleh sebab itu jangan pernah berkata sebagai anak Tuhan kita tidak membutuhkan orang lain di dalam hidup kita atau dalam pelayanan kita. Ini adalah cara iblis untuk memecah kita. Mata pastilah membutuhkan anggota tubuh yang lain agar berfungsi dengan maksimal. Demikian juga halnya kita, dimana kita saling membutuhkan dengan anggota tubuh Kristus lainnya. Harus kita sadari juga bahwa setiap orang mempunyai kekhususan yang dari dan atas kehendak Allah. Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya. Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh? Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh (18-20). Allah menempatkan semua bagian anggota tubuh secara proporsional. Oleh sebab itu mari menerima dan mensyukuri apa adanya. Hidup ini adalah anugerah. Kita harus mensyukuri apa adanya kita.

Kita harus menyadari bahwa ada ketergantungan mutualis dengan melakukan fungsi yang berbeda. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: "Aku tidak membutuhkan engkau." Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: "Aku tidak membutuhkan engkau." Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan” (21-22). Dalam pengkotbah 4:9-12 dikatakan, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas”. Karena itu mari belajar untuk mematikan sikap yangbepusat kepada diri sendiri tetapi mari mendekatkan hati kita dengan belas kasihan kepada orang lain (Fil 2:1-5).
Sebagai bagian dalam tubuh Kristus penting perhatian dan penghargaan khusus bagi mereka yang kelihatannya lemah (ay 23 band Yak 2:1-9). Jika ada jemaat yang merasa inferior dan merasa tidak terlalu berguna yang bisa mengarahkan hidupnya menjadi minder, kepada merekalah kita seharusnya, sebagai orang beriman, memberikan perhatian khusus. Harus kita sadari bahwa hal inilah yang menjadi kelemahan kita dalam persekutuan. Sering sekali kita lebih ingat dan lebih gampang menawarkan bantuan kepada mereka yang cantik dari panda yang kurang cantik. Bagi mereka yang presentable parts hal itu tidak perlu (ay 24) supaya ada kesatuan dan equal concern (ay 25).

Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita (ay 26). Inilah yang disebut dengan partisipasi dan solidaritas anak Tuhan dengan empati. Jika ada anak Tuhan, yang bukan anggota KTB kita, mengalami kegagalan, kita juga melihat hal itu sebagai kegagalan kita. jika ada anak Tuhan yang mengalami penganiayaan, itu juga merupakan penderitaan kita. pertanyaan yang harus kita munculkan adalah apakah aku peduli dengan sesamaku? Jangan seperti Kain yang tidak peduli dengan adiknya, Habel (Kej 4:9). Siapakah kita bagi sesama? (Luk 10:25-27, band Gal 6:9-10).

Perbedaan adalah kekayaan atau potensi untuk sebuah harmoni (27-30). Perbedaan bukan pemisaah tapi kekayaan yang menjadi potensi untuk membuat kita bisa lebih berkembang lagi. Jangan melihat perbedaan sebagai sumber permusuhan tapi melihat sebagai sebuah kekuatan dan kesempatan yang akan membuat kita jauh lebih kaya. Hal ini dapat diibaratkan dengan sebuah konser dimana berbagai alat musik di mainkan secara bersama yang menghasilkan sebuah harmoni dnegan kekayaan suara yang demikian indah.
Di atas semuanya ini Paulus menekankan sesuatu tentang kasih. Jika kita perhatikan dalam surat 1 Korintus ini, pasal 12 adalah tentang karunia dan demikian juga pasal 14 (kembali lagi) mengenai Karunia, tetapi pada pasal 13 adalah mengenai Kasih. Jadi kasih adalah hal terutama yang mengikat (ay 31; band 1 Kor 13). Kasih yang tanpa batas yang menembus tembok, kasih yang bukan ‘karena’ atau ‘supaya’ (sejujurnya hal ini bukanlah kasih) tetapi kasih yang ‘meskipun’. Inilah relasi kita sebagai sesama anak Tuhan. Sesama anak Tuhan beda gereja silahkan, tetapi kasih yang kita miliki haruslah kasih ‘meskipun’. Mungkin banyak yang menyakiti kita, tetapi mari membangun relasi dengan tetap memiliki kasih ‘meskipun’ (Mat 18:21-22).

Pentingnya teladan dalam hidup kita. Yesus berkata, “sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:15). Paulus berkata dalam 1 Kor 4:6, “Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain” . Kemudian dalam Fil 3:17, Paulus berkata, “Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.“ Dan juga dalam 1 Tim 4:12 Paulus kembali mengatakan, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” Menjadi teladan bagi orang yang tidak percaya itu gampang, tetapi menjadi teladan bagi orang seiman itu susah tetapi hal ini yang diminta oleh Tuhan agar kita dapat membangun relasi dan komunikasi dengan sesama anak Tuhan.
Solideo Gloria!

Friday, October 28, 2011

Kebaktian Penyegaran Iman I (2011): Galatia 5:16-26

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th



Kitab Galatia adalah surat Paulus satu-satunya yang tidak dimulai dengan pujian dan ucapan syukur. Ada dua teori mengenai dimana Paulus menuliskan surat ini, yaitu Teori Galatian bagian Selatan dan Teori Galatia bagian Utara. Dari sumber-sumber yang ada teori Galatia bagian Selatan lebih biblikal daripada Teori bagian Utara.

Berdasarkan teori Galatia bagian Selatan, surat ini ditulis Paulus sekitar tahun 31-33 M. Ada dua pemahaman mengenai dimana Paulus menuliskan surat ini, pertama di Antiokhia dan kedua, di Korintus. Surat ini dialamatkan kepada jemaat di propinsi Romawi bagian Asia, Galatia. Galatia bukan satu jemaat tetapi terdiri dari Listra, Ikonium, dan Derbi (atau Derbe). Inilah jemaat yang menerima surat ini dan semua jemaat ada di sebelah bagian selatan Galatia.

Ada dua alasan mengapa Paulus menuliskan surat ini. Pertama adalah mengenai perkembangan Judaisme. Judaisme mengatakan orang-orang yang sudah mengenal Kristus dan telah dilahirkan kembali tidak sah jika mereka tidak disunat (band. Gal 3:20-28; Rom 2:28-29). Paulus menentang sebuah pemahaman Judaisme yang dicampurkan dengan kekristenan. Pengajar palsu yang ada di Galatia mengatakan bahwa orang yang menerima Kristus tidak cukup untuk keselamatannya kecuali disunat lagi. Ketika Paulus tidak mewajibkan orang yang beriman kepada Kristus tidak disunat, maka pengajar palsu dan beberapa orang jemaat yang ada di daerah Galatia meragukan kerasulan Paulus dan mengatakan Paulus tidak sah sebagai rasul karena mengurangi apa yang diperintahkan dalam PL, dimana Paulus menghapuskan apa yang namanya sunat.

Hal kedua yang terjadi di jemaat Galatia adalah adanya libertinisme, yaitu orang yang sudah beriman kepada Kristus oleh anugerah Allah adalah orang yang merdeka. Sebagai orang yang merdeka di dalam Kristus mereka menganggap bebas melakukan apa saja termasuk dosa asalkan hidup tetap rohani. Ini adalah pemahaman yang salah. Dan itulah sebabnya Paulus menuliskan dalam Gal 5:13 demikian, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”.

Penerima surat ini mengalami konflik karena ada sekelompok orang yang merasa superior, merasa lebih rohani yaitu orang Yahudi. Dalam satu jemaat didaerah itu biasa dalam jemaat itu bergabung orang Yahudi dan Yunani. Jadi orang Yahudi merasa lebih superior karena menganggap kepada merekalah wahyu yang pertama sekali dturunkan oleh Allah (Perjanjian Lama dan Hukum Taurat) dan merekalah yang melakukan kegenapan hukum Taurat dengan tetap melakukan sunat (orang Yahudi disunat pada hari kedelapan). Karena itu, orang Yunani yang masuk dalam jemaat itu merasa inferior dan itulah sebabnya ada konflik. Dalam ay 14-15 dikatakan, ”Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan”. Inilah kondisi orang Yahudi dan Yunani dalam jemaat. Itulah sebabnya Paulus berkata, “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.” Solusi yang ditawarkan oleh Paulus adalah menghancurkan Juadisme, libertinisma, dan perpecahan dalam jemaat adalah dengan mengingatkan mereka untuk hidup oleh Roh.

Ini adalah titik awal dari satu kehidupan rohani, bahwa orang memulai kehidupan rohani harus hidup oleh Roh. Kata yang dipakai untuk hidup oleh Roh memiliki bentuk present yang memiliki arti hidup secara berkelanjutan, pertama dihidupkan kembali oleh Roh (lahir baru) dan sekaligus hidup dalam tuntunan Roh. Di dalam Yoh 3:2-3 kita melihat jawaban Yesus ketika Nikodemus bertanya kepadaNya. “Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya." Yesus menjawab, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” (Yoh 3:2-3). Kata dilahirkan kembali dalam Yoh 3 yang memiliki arti yang sama dengan lahir dari Roh, dalam bahasa aslinya disebut genete anoten. Genete anoten dibuat dalam bentuk auris pasif, yang berarti menunjukkan bahwa genete anoten mutlak karya Allah dan bukan tindakan manusia dan hanya sekali untuk selamanya. Maka lahir baru tidak pernah dua kali.

Jika orang dilahirkan oleh Roh maka kita tidak akan menuruti keinginan daging. Mengapa orang diperbudak kedagingan adalah karena belum dilahirkan oleh Roh. Dalam ay 17 dikatakan, “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging -- karena keduanya bertentangan -- sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.” (band Rom 7:18-20). Inilah pergulatan orang yang belum mengenal Tuhan. Itulah sebabnya dikatakan hiduplah oleh Roh supaya kita tidak menuruti keinginan daging. Karena keinginan daging bertentangan dengan keinginan Roh sehingga orang setiap kali tidak melakukan apa yang dia kehendaki melainkan apa yang tidak dia kehendaki. Di dalam diri seseorang ada perjuangan/peperangan rohani. Jika kita bergulat dalam pergumulan ini, pertanyaan kepada kita ada dua, pertama, sungguhkah kita sudah dilahirkan kembali?, dan kedua, jika kita sudah dilahirkan kembali sejauh mana kita punya penyerahan kepada Allah. Kedua hal ini adalah pergulatan. Bapa Gereja Agustinus berkata bahwa orang yang belum lahir baru tidak mampu untuk tidak berdosa. Tetapi orang yang sudah dihidupkan kembali oleh Roh dimampukan untuk tidak berdosa. Jika kita berjuang dalam kondisi ini, mari mengevaluasi diri dengan kedua pertanyaan tadi. Tidak heran kita menemukan seseorang ketika mahasiswa adalah seorang yang sangat militant dan berdedikasi di dalam pelayanan tetapi ketika alumni memliki kesaksian hidup yang tidak jelas dan tidak benar. Pertanyaannya adalah sungguhkan dia sudah dilahirkan oleh Roh? Memberikan diri dipimpin oleh Roh merupakan rahasia kemenangan bagi kita untuk hidup benar dihadapan Allah.

Ay 18 berkata, “Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat.” Orang bisa tetap diperbudak oleh dosa dan tidak mampu melakukan kebenaran karena belum dilahirkan kembali. Tetapi yang kedua juga menunjukkan keadaan seseorang yang sudah lahir baru tetapi tidak memberikan diri untuk dipimpin oleh Roh, maka dia tetap dia diperhamba. Meskipun dia selamat tetapi dia tidak bisa berkemenangan secara rohani dan selalu jatuh bangun. Agar kita bisa bertahan dan bisa berkemenangan atas dosa adalah dengan memberikan hidup kita dipimpin oleh Roh. Kata memberi diri memiliki arti bahwa ada kerelaan dan ada penyerahan. Tidak mungkin Roh Kudus memimpin kita jika kita tidak rela menyerahkan diri untuk dipimpin. Jadi bukan paksaan. Inilah yang perlu kita miliki sebagai orang Kristen agar bisa berkemenangan dari kedagingan. Sejauh mana kita menyerah diri dikendalikan atau dipimpin oleh Roh maka itulah yang membuat hidup kita mengalami pembaharuan. Rom 8:2-4 berkata, “2 Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. 3 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, 4 supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh”. Memberikan hidup dipimpin dan dikendalikan oleh Roh adalah rahasia hidup berkemenangan dari dosa.

Dalam ay 24-25 dikatakan, “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh”. Semua orang yang sudah dilahirkan kembali dan beriman kepada Kristus adalah orang yang sudah hidup oleh Roh. Pertanyaannya adalah sejauh mau kita mau menyerahkan diri untuk dipimpin oleh Roh? Hidup oleh Roh hanya sekali, tetapi hidup dipimpin oleh Roh kita butuhkan setiap saat, situasi , atau setiap keadaan. Tidak ada satu segment hidup kita yang tidak dikendalikan oleh Roh. Dipimpin Roh berarti menyerahkan diri dikuasai, dikendalikan dan diarahkan oleh Roh Kudus.Yang dipimpin Roh berarti dia menyerahkan emosinya, perasaannya, pikirannya dan seluruh hidupnya, dikuasi, dikendalikan, dan diarahkan oleh Roh. Jadi tidak mungkin orang yang dipimpin Roh tetap nyaman di dalam dosa atau melakukan dosa. Orang yang hidup dipimpin Roh memiliki hidup yang tertib.
Mengapa kita sebagai seorang alumni seringkali jatuh kedalam dosa dan memiliki hidup yang tidak benar adalah karena kurang menyerahkan diri untuk dipimpin oleh Roh. Bagaimana caranya untuk bisa hidup dipimpin oleh Roh? Ay 24 mengatakan, “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.” Hidup yang dipimpin oleh Roh adalah hidup yang menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Kata menyalibkan memiliki pengertian yang sama dengan mematikan. Hanya dengan menyalibkan hawa nafsu daging dan segala keinginnyalah kita bisa hidup dipimpin oleh Roh. Kata salibkan atau matikan memberikan arti jangan berikan kesempatan untuk hidup atau berkembang. Jadi mari belajar untuk mematikan dan menyalibkan segala keinginan daging kita yaitu: : percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (ay 19-21). Hanya dengan cara mematikan keinginan daging kita bisa dipimpin oleh Roh. Apa dosa yang tetap kita lakukan hari ini? Jangan kita tetap ibadah setiap minggu, tetapi tetap hidup dalam dosa. Segera matikan! Kegagalan anak-anak Tuhan bukan tidak lahir baru tetapi hidup yang tidak dipimpin oleh Roh.

Ay 25 berkata, “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,”. Orang yang dipimpin oleh Roh Kudus akan menghasilkan buah Roh (ay 22-23). Inilah cara hidup yang dipimpin Roh, hidup yang otomatis menghasilkan buah Roh. Ay 26 berkata, “dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki.” Jika orang menyalibkan kedagingan dengan segala hawa nafsu, muncul buah Roh, maka gereja akan rukun, persekutuan akan damai, dan apa yang dikatakan dalam ayat 26 akan terjadi. Itulah sebabnya penyerahan dan ketundukan kepada Roh Kudus itu penting. Mari menyalibkan/mematikan hal-hal dosa tertentu yang kita biarkan hidup dalam diri kita yang menghalangi kita untuk bertumbuh.
Solideo Gloria!

Shalom

Esni Naibaho, M. Div

Kita sudah sering mendengar kata ‘shalom’. Kata ini juga digunakan dalam berbagai situasi. Shalom dipakai sebagai salam pembuka atau penutup dari sebuah ibadah yang berarti menyatakan dan mendoakan damai sejahtera untuk hadirin. Kemudian, tanpa kita sadari, posisi kata ini menjadi ucapan pembuka atau aba-aba sebagai sebuah penanda bahwa ibadah akan dimulai. Penggunaan kata ini seolah-olah sejajar dengan ‘selamat siang’, ‘semoga beruntung’, dll. Ada juga yang menggunaan kata shalom (peace) sebagai nama pribadi maupun perusahaan. Walaupun hal ini tidak sedang menunjukkan bahwa perusahan tersebut memproduksi damai. Kata shalom mempunyai konsep yang berbeda-beda, misalnya untuk menunjukkan damai yang dipersiapkan untuk perang, juga kepada ketiadaan kejahatan dan perlakuan kasar. Shalom (peace) didapatkan melalui pertarungan, di mana biasanya memenangkan pertarungan dianggap membawa damai kepada suku (pihak) yang menang. Dalam konteks sekuler, peace berarti absennya kejahatan atau kekerasan.

Apa sebenarnya shalom yang ingin kita lihat sebenarnya. Kata “shalom” adalah bahasa Ibrani yang berarti “peace” digunakan dalam PL. Kata ini memiliki arti yang sama dengan “Eirene” yang digunakan dalam PB. Arti dasar dari “shalom” adalah completeness (lengkap, sempurna), wholeness (keseluruhan, secara utuh): to be faultless (tak bercacat), healty (sehat), complete (komplit). Dapat dikatakan bahwa shalom secara sederhana diartikan sebagai “an expression of the well being that comes from God” (sebuah ekspresi dari keberadaan yang baik yang meliputi sehat, nyaman, makmur, umur panjang yang datangnya dari Allah) yang meliputi seluruh area kehidupan. Membawa shalom berarti membawa kesejahteraan yang meliputi seluruh aspek hidup yang sehat secara jasmani, jiwa, dan rohani.

Di dalam Alkitab, kata ‘shalom’ sering menunjukkan kepada bangsa Israel. Bagi Israel, shalom digunakan sebagai salam ketika akan memasuki rumah seseorang. Sekarang pun masih berlaku. Juga ungkapan harapan dan doa bagi orang lain (Kej 15:15, Kej 37:14, Mark 5:34 ). Shalom juga dipahami sebagai lawan dari perang (Maz 120) atau ketiadaan perang (Hak 21:13). Shalom sebagai keadaan yang harus diwujudkan dan dihadirkan di tengah-tengah Bangsa Israel dan bangsa sekitarnya (PL&PB). Hal ini bisa kita lihat dalam kisah 1 Tawarikh 22:9. Dikatakan di sana, “Sesungguhnya, seorang anak laki-laki akan lahir bagimu; ia akan menjadi seorang yang dikaruniai keamanan. Aku akan mengaruniakan keamanan kepadanya dari segala musuhnya di sekeliling. Ia akan bernama Salomo; sejahtera dan sentosa akan Kuberikan atas Israel pada zamannya”.

Dalam PL, konteks shalom dimulai dalam penciptaan (Kel 1-2:7); Maz 104). Allah menciptakan segala isi dunia di dalam keharmonisan, diciptakan dalam keteraturan yang sungguh amat baik (created all things in order). Bumi yang tadinya kosong dan tak berbentuk menjadi bumi yang dipenuhi ciptaan dan hidup dalam keharmonisan. Allah telah membawa kondisi yang tidak teratur tadi menjadi teratur. Dalam Maz 104 juga kita menemukan bagaimana ada gambaran penciptaan yang demikian harmonis, antara ciptaan dengan Pencipta, ciptaan dengan sesama (antara Adam dengan Hawa), dan antara manusia dengan ciptaan yang lain. Inilah shalom yang diawali sejak penciptaan.

Lawan kata dari shalom adalah kelemahan dan kejahatan (Maz 34:15, Yes 48:22). Karena itu, shalom yang kita hadirkan adalah shalom sebagai perlawanan terhadap musuh kemanusiaan yaitu ketidakadilan, penindasan, eksploitasi, penyakit, kelaparan, pertikaian antar suku, agama, dll. Contohnya adalah shalom Allah bagi Israel. Allah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Suara mereka didengar oleh Allah. Dia melihat dan turun untuk menolong mereka melalui Musa (Kel 3:7-8).

Shalom tidak hanya untuk pribadi melainkan untuk seluruh ciptaan. Dalam Maz 122:6-8, “Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem: "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada di lingkungan tembokmu, dan sentosa di dalam purimu!" Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!”. ‘Ada didalammu’ menunuk kepada Yerusalem. Dan bukan sedang menggambarkan secara personal tetapi kepada keseluruhan yang ada di Yerusalem (band Yes 11:1-9).

Damai yang sejati adalah ketika kasih dan pengampunan bertemu dan kebenaran dan damai berciuman satu dengan yang lain (Maz 85:11); hidup dalam kebenaran (Mal 2:6, Yes 32:17); to be at peace is to practice justice (Yes 59:8). Ketika kejujuran sudah dianggap menjadi kejahatan, hal ini menggambarkan sebuah sikap permisif terhadap ketidakjujuran. Itulah kondisi yang terjadi sekarang ini. Bangsa kita berada di dalam ketidakdamaian. Hal ini terjadi ketika kebenaran tidak lagi dibela. Banyak sekali kita melihat ketidakadilan terjadi di sekeliling kita bahkan di tempat kerja kita sendiri. Sebagai umat Allah, apa yang sudah kita lakukan di tengah-tengah kondisi seperti ini? Ketika kebenaran diwujudkan, kita sedang menghadirkan shalom.
Shalom berarti ada damai dengan Allah, dengan sesama atau dengan ciptaan. Jadi, seseorang harus menanyakan apakah rancangan semula Allah atas hubungan kita dengan Allah, orang lain, ciptaan lainnya. Sebagai umat Tuhan tidaklah benar jika kita masih menjadi orang-orang yang mengekploitasi sekeliling kita atau bekerja di tempat yang tidak mensejahterakan orang banyak. Hal ini sama dengan perintah Tuhan kepada bangsa Israel “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” (Yer 29:7).

Tetapi dosa menghancurkan keharmonisan hubungan dan keteraturan yang Tuhan ciptakan (from order to chaos). Dan Allah terus bekerja mengembalikan hubungan dan keteraturan itu dari zaman ke zaman sampai sekarang (put order to chaos). Orang banyak putus asa karena menganggap kodisi yang terjadi sekarang tidak mungkin berubah. Tetapi Allah sendiri terus bekerja. Tujuan utama Allah adalah menghadirkan shalom atas dunia ciptaanNya. Ketika manusia sedang pasif, Allah terus bekerja. Jangan membiarkan fakta dosa menutupi mata kita bahwa Allah sedang bekerja di tengah kondisi yang sangat chaos ini. Jika Tuhan terus bekerja, mengapa kita berhenti?

Karena itu mari melihat shalom Allah, bagaimana Allah bekerja menghasilkan shalom. Allah bekerja menghadirkan shalom di bumi. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa manusia diusir dan dosa semakin bertambah. Kemudian ada penghukuman dan ada harapan muncul dnegan adanya air bah. Kemudian ada generasi yang ditinggalkna oleh Tuhan dan generasi ini bisa menghasilkan generasi yang lebih baik dari sebelumnya. Kita melihat bahwa dalam kondisi ini Allah tetap bekerja. Tuhan yang meyakinkan Nuh di tengah-tengah manusia yang sudah semakin berdosa (Kej 8, 12, Kel 3, dst).

Allah menjanjikan dan menghadirkan shalom bagi Israel yang terbuang (Yeh 34:25-31 dan Yeh 47:1-12). Israel karena kejahatannya mengalami pembuangan. Tetapi, Allah memilih nabi-nabiNya untuk tetap berbicara kepada bangsa Israel, bahwa Allah tetap memperdulikan mereka dan akan membawa mereka pulang serta menghadirkan shalom bagi mereka di tanah perjanjian. Allah mengikat perjanjian “shalom” dengan umatNya (Yeh 34:25-31) bahkan perjanjian damai yang kekal (Yeh 37:26…lih. Im 26:1-13). Perhatikan janji damai yang Allah nyatakan.

Yesus sediri, pembawa shalom, datang ke dunia. Jika dalam PL, Allah melalui perantaranya datang, teapi dalam PB, Allah sendiri turun melalui Yesus Kristus. Yesus datang memproklamasikan dan mendemonstrasikan shalom Kerajaan Allah kepada setiap orang: yang sakit, cacat, tertindas, termarjinalkan, dll. Yesus mempersembahkan diriNya menjadi pendamai antara manusia dan seluruh ciptaan dengan Allah. (Ef 2:11-22, Kol 1:19-23). Dalam rangka menghadirkan shalom kita harus berani berinkarnasi dan mempersembahkan diri kita.

Keadaan bangsa yang chaos akibat dosa. Bangsa kita mengalami krisis multidimensi yang melputi krisis moral atau etika, krisis hukum dan keadilan, krisis ekonomi, krisis kepercayaan dan kepemimpinan, krisis nilai budaya, krisis sosial, krisis ekologis, krisis politik, masalah kesehatan, keadilan, keamanan (terorisme), bencana alam: ancaman gempa bumi, gunung meletus, banjir,dll. Gambaran pemimpin dan rakyat: haus kekuasaan dan membuat dinasti, permisif terhadap kecurangan, pudarnya jiwa nasionalisme, mental instant, gampang terprovokasi, gap kaya dan miskin semakin lebar dll. Bagamana kita membawa shalom di tengah-tengah kondisi demikian?

Pertama, mari mengingat perintah Allah agar kita menghadirkan shalom (Rom 12:14-21). Hal praktis yang bisa kita lakukan secara pribadi adalah memberkati ornag yang menindas kita dan jangan mengutuk. Orang lain mungkin tidak menjadikan hal ini sebagai kamus mereka, tetapi sebagai bagian dari umat Tuhan, ini adalah bagian kita dalam rangka menghadirkan shalom di tengah-tengah kota di mana kita berada. Kemudian mari mengembangkan sikap empati terhadap orang lain.

Kedua, panggilan untuk mengusahakan kesejahteraan kota (bangsa) (Yer 29:4-14). Kesejahteraan kota berarti jelas bukan kesejahteraan pribadi atau keluarga melainkan seluruh warga kota. Mengusahakan kesejahteraan kota berarti menciptakan keharmonisan hubungan juga mengusahakan penghidupan yang layak dan baik serta menciptakan kehidupan yang tanpa penyakit dan masalah di kota tersebut. Mengusahakan kesejahteraan kota tidak menunggu sampai kita hidup mapan, mempunyai posisi yang tinggi, dan telah siap dari segi dukungan, melainkan sekarang waktunya yaitu melalui kapasistas dan peran yang kita perankan sekarang ini sebagai alumni kristen di kantor/tempat bekerja, di masyarakat, di organisasi, di gereja, dan kota.

Ketiga, panggilan menjadi dan kebahagiaan dari pembuat damai. Sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk membawa kesembuhan dan kepenuhan shalom disekilingnya (Mat 5:9).

Keempat, harga seorang pembawa damai (Yer 38:1-13). Yeremia diminta oleh Tuhan untuk menuruh bangsa Israel menyerah kepada Babel. Sebuah pesan yang sangat ditentang masyarakat karena menubuatkan yang tidak masyarakat harapkan. Hal ini akhirnya mengakibatkan Yeremia mengalami hal-hal yang menyakitkan. Apa yang menjadi harga yang harus kita bayar ketika kita memberitakan tentang shalom di tengah-tengah komunitas kita? Ketika kita mengutarakan ide terbaik dsn kesejahteraan untuk orang banyak, perusahaan justru terancam dengan sikap kita dan berkomplot ingin menyingkirkan kita? Mendatangkan kesejahteraan kota bukanlah pilihan yang mudah tetapi harus diemban oleh setiap orang percaya dimanapun, kapanpun, bagaimanapun (Sebagai buangan, Israel tetap dipanggil untuk mengusahakan kesejahteraan Babel---Yer 29:7).

Kelima, shalom pasti akan terjadi. Apakah dengan kita atau tanpa kita. Allah senantiasa memanggil orang-orang untuk mengadirkan shalom di tengah-tengah dunia ini. Alangkah merupakan satu kebahagiaan jika kita merupakan alat Tuhan yang mendengar panggilanNya untuk menghadirkan shalom di tengah-tengah dunia ini. Allah tidak akan bisa dihalangi. Shalom pasti terjadi. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:1-4).

Sebagai anak-anak Tuhan biarlah kita memliki pemahaman yang semakin dalam bahwa kehadiran kita di tengah-tengah bangsa ini adalah untuk bangsa ini. Bukan untuk membangun diri sendiri atau kemapanan diri sendiri, yang terutama yang menjadi panggilan kita adalah bersama-sama dengan Allah dan kekuatan yang berasal dari Allah menghadirkan shalom di tengah-tengah di mana kita berada.

Transformation

Esni Naibaho, M. Div


Minggu lalu kita telah belajar mengenai misi integral. Ada dua hal yang perlu digaris bawahi ketika kita berbicara mengenai misi integral. Pertama adalah bahwa misi integral adalah misi Allah untuk kita kerjakan adalah memproklamasikan sekaligus mendemonstrasikan kerajaan Allah ke tengah dunia. Dan kedua, penginjilan dan aksi sosial memang berbeda tetapi keduanya merupakan tugas dan tanggung jawab misi orang Kristen dan dikerjakan secara terintegrasi. Kedua hal ini harus kita pahami agar kita tidak terjebak kepada penyimpangan/kesalahpahaman yang sering terjadi. Ada kelompok yang menekankan keterppisahan akan kedua hal ini. Ada kelompok yang menekankan bahwa penginjilan adalah aksi sosial. Kelompok ini menganggap bahwa jalan yang sesungguhnya untuk merubah sosial adalah dengan merubah manusia yang ada di dalamnya melalui kuasa transfromasi Injil. Kelompok yang lain menekankan bahwa aksi sosial adalah penginjilan. Kelompok ini menganggap bahwa perjuangan tentang ketidakadilan dan martabat manusia adalah penginjilan itu sendiri. Kelompok ini menganggap perjuangan terhadap ketidak adilan adalah penginjilan itu sendiri. Tetapi sebenarnya kelompok ini menghapuskan aspek proklamasi dan pentingnya penginjilan pribadi. Maka kedua-duanya harus kita lihat secara keseluruhan.

Kesalahan berikutnya adalah adanya dikotomi, yaitu perbedaan yang sekuler dan yang kudus. Aksi sosial dianggap sebagai bagian bersifat jasmani dan temporer sedangkan penginjilan adalah bersifat rohani dan kekal. Hal ini mengakibatkan anggapan bahwa penginjilan lebih prioritas atas aksi sosial. Kemudian ada pemenuhan kebutuhan fisik dapat dilakukan oleh semua orang sedangkan penginjilan hanya dilakukan oleh Kristen saja. Aksi sosial itu baik hanya untuk dunia sekarang sedangkan penginjilan berdampak significant terhadap dunia yang akan datang. Ini terjadi karena kurang memahami akan misi integral.

Transformasi

Transformasi berasal dari bahasa Yunani “metamorphoo”. Metamorfosis (perubahan tingkatan atau fase bentuk, sifat, fungsi) yang dipahami sebagai proses ulat masuk kedalam gelapnya kepompong untuk kemudian muncul kelak dengan perubahan yang baru dengan bentuk yang berbeda total dari yang sebelumnya. Transformasi adalah perubahan total dan biasanya kedalam bentuk atau kondisi yang lebih berguna dan baik.

Transformasi sosial diartikan sebagai perubahan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti tata nilai, pranata sosial, wawasan, cara berpikir atau kebiasaan yang telah lama terjadi di masyarakat dan sebagainya” (Dahlan, 1994,1). Perubahan tersebut ada kalanya sangat mendasar tetapi bisa juga bersifat umum; transformasi sosial juga mencakup perubahan mutu kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi masyarakat.

Dari sudut teologisnya transformasi berarti perubahan dari suatu kondisi keberadaan manusia yang bertolakbelakang dengan tujuan Allah ke arah atau menjadi manusia yang dapat menikmati kepenuhan hidup dalam hubungan yang harmonis dengan Allah.
Berbicara mengenai transformasi tidak lepas dari latar belakang persoalan bangsa kita. Transformasi yang dimaksud di sini bukan ke arah transformasi spiritual, tetapi lebih kepada bagaimana kita hadir bagi bangsa dan melakukan transformasi. Ada sepuluh krisis multidimensi yang saya rangkumkan, yaitu: Krisis multidimensi, Krisis moral atau etika, Krisis hukum dan keadilan, Krisis ekonomi, Krisis kepercayaan dan kepemimpinan, Krisis nilai budaya, Krisis social, Krisis ekologis, Kesehatan, keadilan, keamanan (terorisme), Bencana alam: ancaman gempa bumi, gunung meletus, banjir,dll, dan Krisis politik. Persoalan bangsa kita sangat rumit dan mengarahkan kita ke kondisi yang apatis terhadap bangsa ini.

Pertanyaannya adalah Masih mungkinkah terjadi transformasi di Indonesia?

Mari belajar dari kitab Yeheskiel 37:1-14.
Pada bagian ini kita melihat bagaimana Yehezkiel dibawa Allah ke tengah-tengah yang penuh dengan tulang-tulang yang kering (ay 1-2). Kemudian Allah bertanya kepada Yeheskiel: “Dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali?” (ay 3). Secara akal sehat, tulang-tulang kering ini tidak memiliki kehidupan lagi dan tidak mungkin hidup lagi. Apa yang Allah tanyakan adalah sesuatu yang mustahil. Tetapi jawaban Yehezkiel sangat menarik. Ia menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, Engkaulah yang mengetahui!" Ini adalah jawaban yang sangat menarik. Jika kita bandingkan dengan kondisi bangsa kita, ditengah-tengah krisis multidimensial yang terjadi, masih mungkinkah ‘tulang-tulang’ yang menjadi masalah diubahkan menjadi ‘tulang-tulang’yang hidup? Apa yang menjadi jawaban kita? Waktu Yehezkiel ditanya, dan sekalipun Yeheskiel memercayai bahwa tulang-tulang tersebut bisa dihidupkan dalam kuasa Tuhan, namun pemandangan itu tentu membuatnya kewalahan dan tak percaya. Kita tahu bangsa ini bisa berubah. Tapi sampai sekarang kita belum menemukan bagaimana cara Tuhan mengubah bangsa ini. Kita mungkin berpikir bahwa Allah akan menempatkan orang-orang benar dalam posisi yang bagus. Tetapi apa yang kita dengar adalah orang tersebut ikut arus. Kita percaya Allah bisa mengubah bangsa ini, tetapi kita bertanya-tanya bagaimana Allah memulihkan bangsa ini.

Tetapi kita akan melihat bagaimana Allah menolong Yehezkiel untuk menemukan jawaban bahwa Allah mampu menghidupkan tulang-tulang itu. Ada dua perintah yang diberikan Allah kepada Yehezkiel yaitu bernubuat kepada tulang-tulang yang berserakan tersebut dan bernubuat kepada angin. Sesuatu hal yang mustahil dan aneh dilakukan namun demikianlah Yeheskiel diperintahkan dan dia pun bernubuat dihadapan serakan tulang-tulang tersebut.

Kemudian Allah berfirman kepada Yeheskiel: "Bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepadanya: Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN! Beginilah firman Tuhan ALLAH kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali. Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu, Aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberikan kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN." Sesuatu yang tidak masuk akal. Allah menyuruh Yeheskiel berkata-kata kepada tulang-tulang. Tetapi Yeheskiel melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan (ay 7-9).

Yehezkiel hanya berkata-kata tetapi yang mengerjakan semuanya adalah Allah. Dalam ay 14b dikatakan, “Dan kamu akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan membuatnya, demikianlah firman TUHAN." (band 5b, 13, 16). Pekerjaan yang tidak mendatangkan harapan, sesuatu yang tidak mungkin menjadi sesuatu yang mengkin karena Allahlah yang berkerja. Yeheskiel dituntun untuk memahami dan melihat sendiri bagaimana Allah berkerja. Allah menuntun Yeheskiel untuk melihat bagaimana tulang itu dipulihkan satu persatu, bagaimana Allah melakukan sesuatu yang tidak mungkin dan menjadi mungkin dan melihat cara-cara tuhan bekerja.

Allah kemudian berkata bahwa tulang-tulang tersebut adalah keseluruhan kaum Israel (ay 11). Kitab Yeheskiel dilatarbelakangi pembuangan bangsa Israel. Bangsa tersebut sedang putus asa dan kehilangan pengharapan membangun kembali tanah kebanggaan mereka pasca pembuangan. Keputusasaan Israel ini mirip dengan kepustusasaan kita sekarang ini menghadapi persoalan bangsa kita. Orang miskin di negara kita tidak lagi percaya bahwa di hari esok sesuatu akan bisa lebih baik. Jika kitaketemu dengan orang miskin mereka menganggap itu adalah nasib dan takdir mereka. Sama seperti para buangan itu berkata “our bones is dried up, and our hope is lost”.

Negara kita sedang frustrasi dengan segala persoalan yang melilitnya. Kita mungkin hanya akan berkata mungkinkah tulang-tulang ini hidup kembali? Maka sebagai anak bangsa dan anak Allah kita harus memiliki keyakinan yang teguh bahwa perubahan/ transformasi mungkin terjadi. Ketika proses transformasi terjadi, sebagaimana Yeheskiel dituntun melihat bagaimana tulang-tulang itu dihidupkan, kita juga akan dituntun untuk melihat proses tranformasi terjadi. Kisah Yeheskiel seharusnya meneguhkan dan menguatkan kita untuk melakukan dengan tanpa mundur. Proses metamorphosis ke arah Indonesia baru sesuai dengan yang Tuhan inginkan sesungguhnya dalam kendali dan penyertaan Tuhan. Inilah yang seharusnya menjadi doa dan keyakinan kita. ada satu harapan bahwa ditengah-tengah kemungkinan, Allah bisa berkarya menjadikan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Mari mencoba berandai-andai sebentar. Bagaimana kira-kira respon dan tindakan Yesus di tengah kondisi bangsa dan kota kita yang demikian? Pastilah bahwa apa yang Yesus lakukan akan sama dengan apa yang telah pernah Yesus lakukan di tengah-tengah orang Yahudi yang juga sedang terpuruk (sedang dijajah bangsa Romawi). Kitab Injil menyingkapkan tindakan dan respon Yesus ketika Dia berada ditengah kondisi bangsa yang sedang menderita karena penindasan Bangsa Romawi dan sedang chaos baik pemerintahannya maupun kerohaniannya. Dalam Luk 4:16-21 kita melihat bagaimana Yesus membaca kitab nabi di Sinagoge. Di tengah-tengah kondisi yang terpuruk, Yesus mengabarkan kabar baik kepada orang miskin (bukan semata-mata mati masuk Surga), tetapi bagaimana Yesus meladeni mereka dan mengembalikan secara social hidup mereka. Kabar baik bukan hanya berita verbal tetapi memenuhi apa yang menjadi kebutuhan mereka. Yesus juga membebaskan orang-orang tahanan, penglihatan bagi orang-orang buta. Dalam Mat 10:7-8 dikatakan, “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma”.

Apa yang seharusnya menjadi respon transformatif orang Kristen. Yang selama ini terjadi adalah Gereja tertentu membentuk dan menciptakan komunitas yang membiara dan mencoba untuk tampil beda dengan lingkungan sekitar. Gereja di negara maju menekankan hidup sederhana sebagai respon terhadap kelaparan di dunia. Gereja di dunia ketiga menekankan pada suara kenabian kepada para pemegang kekuasaan dan otoritas.

Bagaimana seharusnya gereja dan orang percaya meresponi kondisi bangsa kita dalam melakukan transformasi? Pertama, orang Kristen harus menunjukkan dan mewujudkan identitasnya kepada dunia (Yer 29:7, Mat 5:13-16). Jadi jangan terlalu perduli dengan diri sendiri. Sudah waktunya untuk memberikan dampak dan melakukan transformasi dalam lingkungan di mana kita berada. Kedua orang Kristen harus terlibat secara langsung dan melakukan tindakan yang transformatif. Dengan cara Membawa Firman Allah kedalam dunia (peran nabi), Membawa pergumulan dan kebutuhan dunia kepada Allah dan kuasa Allah ke dalam dunia (peran imam), dan Mengelola dunia dalam pimpinan Allah (peran raja). Apa yang dimaksud dengan peran sebagai nabi adalah bagaimana kita bisa menyuarakan suara kenabian di tengah-tengah bangsa ini. Hal ini bisa kita lakukan dengan membuat tulisan-tulisan dalam media yang akan dibaca banyak orang. Suara kenabian ini akan menajdi kumulatif jika kita bergabung dalam kelompok yang secara rutin berdiskusi dan mengeluarkan ide-ide yang membangun. Peran iman bisa kita lakukan dengan membawa kondisi bangsa ini di dalam doa kita. berdoa syafaat bangsa ini. Peran raja adalah mengelola dunia dengan kapasitas yang kita miliki. Apa yang dipercayakan kepada kita, kita kelola dengan pemikiran bagaimana apa yang kita kerjaakan mensejahterakan orang banyak.

Transformasi memiliki harga. Kita dipanggil untuk mengerjakan pekerjaan transformasi yang Allah sedang kerjakan. Melakukan transformasi bukanlah pekerjaan yang singkat dan gampang melainkan menuntut kerja keras sepanjang hidup serta membutuhkan kesabaran serta ketekunan bahkan kesediaan untuk berkorban dan kehilangan apa yang patut bagi kita. Pekerjaan yang kita lakukan ini tidak akan sia-sia karena Allah terlibat dan menghendaki kita mengerjakannya. Oleh karena itu mari merenungkan dengan baik bahwa dalam melakukan transformasi kita harus menghayati bahwa kita harus melakukan transformasi dengan berinkarnasi. Kita juga harus berjuang untuk taat walaupun dibayang-bayangi kematian. Ketaatan sampai mati merupakan jalan yang menghasilkan buah. Aksi sosial merupakan perlawanan terhadap kekuasaan yang sedang merantai dunia dan dimensi social. Kita berada dalm peprangan, tetapi kita akan menang karena Allah dipihak kita.

Transformasi adalah kehendak dan bisnis Allah dan kita sebagai umat tebusannya tidak seharusnya mengabaikannya. Allah secara aktif memanggil kita untuk terlibat dan berkolaborasi dengan Dia untuk mentransformasi dunia dan manusia bagi Dia. Sebagai alumni Kristen dan kaum intelektual bangsa, kita dipanggil untuk masuk dan turut serta dalam barisan yaitu untuk mentransformasi bangsa dan kota bagi Tuhan. Sudah terlibatkah saudara?

Integral Mission

Esni Naibaho, M. Div

Ada dua dua sikap (orang Kristen) yang mungkin muncul bila berhadapan dengan dunia: pertama, sikap melarikan diri atau menarik diri dari dunia (escape), dan kedua adalah terlibat di dalamnya. Apa yang dimaksud dengan menarik diri (escape) adalah membelakangi persoalan dan mengabaikan apa yang terjadi di dunia serta mencuci tangan dari tanggung jawab untuk membenahinya. Kita menjadi orang yang tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di sekeliling kita. Hal ini bisa terjadi karena kita merasa bahwa kita tidak mungkin melakukannya. Orang yang melarikan diri menganggap bahwa persoalan yang terjadi di tengah-tengah bangsa adalah urusan mereka yang ‘di atas sana’, bukan urusan mereka. Orang yang melarikan diri adalah orang yang self centre dan merasa tidak punya kewajiban akan apa yang terjadi. Sedangkan orang yang terlibat mengarahkan perhatian terhadap persoalan dunia dan merelakan tangan kita kotor dan terluka karena menolong.

Mengapa orang Kristen harus terlibat dalam social involvement? Hal yang harus kita pahami adalah siapa Allah kita. Karakter pribadi Allah kita adalah Allah atas dunia ciptaan dan seluruh umat manusia. Allah juga Allah adalah Tuhan atas segala bangsa dan atas umat pilihanNya. Allah juga adalah Tuhan atas keadilan dan yang bertindak untuk keadilan (Maz 146:7-9). Allah yang sedemikian aktif dengan memperhatikan apa yang terjadi di tengah-tengah dunia ini. Allah juga adalah Allah yang memperhatikan orang miskin dan terlantar yang di mana manusia luput untuk memperhatikannya.

Selain dari alasan karakter Allah, alasan kedua mengapa kita harus terlibat dalam persoalan sosial adalah karena kita adalah manusia (manusia diciptakan segambar dengan Allah). Semua manusia sama dihadapan Allah dan membutuhkan kasih Allah. Alasan ketiga adalah karena teladan Kristus (Yesus menunjukkan kepedulianNya kepada orang-orang miskin dan tertindas). Bagaimana Yesus hidup dan melakukan sesuatu merupakan model bagi gereja untuk melakukan misi yang sama pentingnya dengan kotbah yang gereja lakukan. Teladan Kristus mebuktikan bahwa apa yang terjadi di dunia ini (persoalan dunia) masuk dalam kepedulian Allah kita. Alasan keempat adalah karena dunia dicemari oleh dosa (bukan sebatas personal tetapi meliputi personal, komunitas, dan sistem). Dosa membawa dampak personal juga komunitas dan sistem yaitu timbulnya persoalan kemiskinan, kejahatan, korupsi, terorisme, dan kejahatan sosial-ekonomi lainnya.

Integral Mission

Integral mission dianggap sebagai istilah dan konsep yang baru muncul padahal sebenarnya tidak demikian. Dengan kata lain, misi yang integral ini bukanlah temuan yang baru melainkan merupakan konsep yang tertuang dalam alkitab sendiri. Integral mission mengacu kepada apa yang dipraktekkan oleh Yesus Kristus dan gereja abad pertama. Banyak gereja yang bertumbuh telah melakukan misi ini sekalipun belum mengenal dan menggunakan istilah tersebut.

Apa arti misi sebenarnya? Bicara tentang misi maka kita harus memahami “Mission Dei” (God’s mission), yang berarti Allah yang bermisi untuk mengembalikan dunia ciptaanNya yang telah jatuh ke dalam dosa kepada rancanganNya semula sewaktu diciptakan melalui pemulihan transformasi dan pemulihan di dunia ini. Dalam pengerjaannya, Allah mengundang kita untuk terlibat didalam misiNya. Jadi misi yang kita lakukan bukanlah misi gereja atau organisasi melainkan misi Allah. semua gerakan misi yang kita lakukan adalah misi Allah. Misi bukanlah sekedar program atau proyek serta kegiatan tambahan pertanda gereja atau persekutuan itu bertumbuh dan berkembang. Juga bukan sekedar dilakukan menunggu sampai Tuhan datang kedua kalinya dan tidak merasa terlibat dalam menghadirkan kerajaan Allah di tengah dunia. Lesslie Newbigin menyatakan: “the mission Dei is the ongoing work of God in the world in which we are invited to participate” [Misi Allah adalah pekerjaan Allah yang sedang berlangsung di dalam dunia ini di mana kita diundang untuk berpartisipasi di dalamnya]. Allah sekarang sedang dan terus bekerja melalui kita untuk menghadirkan kerajaanNya ditengah-tengah dunia.

Pemahaman yang berbeda disebabkan karena pengaruh pendekatan yang dianut. Pertama pendekatan tradisional tentang misi. Pada akhir abad ke 18, misi dipahami sebagai misi ke luar (dari dunia barat ke dunia yang non Kristen). Jadi pergi mengirim misionaris ke suatu daerah dan melayani di sana dan bertujuan menyelamatkan jiwa dan mendirikan gereja lokal. Misi bersifat lintas budaya dan geografi. Agen misinya adalah orang yang menerima panggilan khusus dikenal dengan nama misionaris. Setelah selesai masa melayani para misionaris kembali ke negara asalnya. Kedua pendekatan modern tentang misi. Misi integral bisa dilakukan melalui dan tanpa lintas budaya. Sama dengan pendekatan tradisional, misi integral bertujuan untuk menembus batas yaitu antara yang beriman dengan yang tidak beriman. Tujuan misi yang integral adalah bukan untuk menambah jumlah anggota, bertambah kaya secara financial, dan bertambah dari segi kuasa melainkan menginkarnasikan nilai kerajaan Allah ke tengah dunia, dan menyaksikan kasih dan keadilan yang diwujudkan dalam Yesus Kristus oleh kuasa Roh Kudus bagi pembaharuan hidup manusia dalam seluruh aspek baik secara individu maupun komunitas. Jadi dalam pendekatan modern, misi bukan hanya dilakukan misionaris tetapi oleh semua orang yang telah mengenal Kristus. Misi adalah bagaimana kita sebagai umat kerjaan Allah menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini.

Dapat disimpulkan bahwa misi tidak hanya berfokus kepada lintas geografi (daerah non Kristen dan penyembah berhala) melainkan mencakup sosial, budaya, ekonomi, politik, dan aspek hidup lainnya. Seluruh dunia adalah ladang misi dan seluruh kebutuhan manusia merupakan kesempatan bagi pelayanan misi. Misi dalam alkitab tidak pernah memisahkan antara pekabaran injil dengan aksi sosial. Misi bukanlah keistimewaan dan tanggung jawab dari segelintir orang yang merasa terpanggil melainkan tanggung jawab seluruh umat kerajaan Allah yang telah dipanggil untuk membawa terang (I Pet 1:9). Jika kita merasa bahwa misi adalah masalah tawaran, berarti kita kehilangan makna panggilan Allah kepada manusia. Pelayanan misi bukan tawaran tetapi panggilan. Lesslie Newbigin menyimpulkan bahwa “mission is as broad as human life-all of life is mission-because the church is sent to make known the good news that God is restoring the whole creation. Sending, however, is not the sending of some people to other parts of the world but the sending of the whole community to make known the good news (John 20:21).” [Misi sama luasnya dengan kehidupan manusia-semua kehidupan adalah misi-karena gereja diutus untuk mengabarkan kabar baik bahwa Allah memulihkan semua ciptaan. Mengutus bukanlah mengirim sebagian orang ke salah satu bagian di bumi ini tetapi mengutus semua komunitas untuk mengabarkan kabar baik (Yoh 20:21)]. Mengutus kita sebagai alumni, menutus kita sebagai guru, PNS, birokrasi, banking, dll.

Berdasarkan Micah Declaration (2001) dinyatakan bahwa “Integral Mission is the proclamation and demonstration of the gospel. It is not simply that evangelism and sosial involvement are to be done alongside each other. Rather, in integral mission our proclamation has sosial consequences as we call people to love and repentance in all areas of life. And our sosial involvement has evangelistic consequences as we bear witness to the transforming grace of Jesus Christ. If we ignore the world, we betray the word of God which sends us out to serve the world. If we ignore the word of God, we have nothing to bring to the world.” Ketika kita melayani orang untuk bertobat kita tidak hanya menekankan bahwa dia menerima keselamatan saja. Bukan hanya itu. Dia juga harus menyadari bahwa seluruh totalitas hidupnya sekarang menjadi alat Tuhan untuk memberikan dampak dengan lingkungan sekelilingnya. Proklamasi memiliki konsekuensi sosial. Keterlibatan kita secara sosial juga memiliki konsekuensi penginjilan. Dengan kata lain jika kita mengabaikan dunia berarti kita mengkhianatai Injil Allah sendiri. Jika kita juga mengabaikan Injil kita sebenarnya tidak membawa apapun untuk mengubah dunia ini. Bukan sekedar melakukan penginjilan dan melakukan aksi sosial. Bukan masalah dilakukan terpisah. Tetapi misi integral melihat kedua hal ini sebagai satu kesatuan yang harus dikerjakan sebagaimana dua sisi koin yang tidak bisa dipisahkan.

Proklamasi adalah menceritakan injil kepada orang lain. Biasanya disebut penginjilan. Demontrasi adalah menunjukkan kepada orang bagaimana artinya menjadi bagian dari kerajaan Allah melalui berbagai usaha misalnya mengurangi kemiskinan (kemiskinan fisik maupun politik); Demonstrasi ini dikenal juga dengan istilah aksi sosial karena ditujukan untuk memenuhi kebutuhan society (masyarakat). Fakta yang ada menunjukkan bahwa gereja menginterpretasikan misi secara tidak utuh (catt: gereja di sini maksudnya adalah kita, sebagai orang percaya, bukan gedung atau instansinya). Beberapa gereja memfokuskan misi mereka pada segi kemiskinan kerohanian. Mereka melihat orang miskin dari sudut spiritualitasnya saja. Di sisi yang lain ada juga gereja yang lebih berfokus kepada memperhatikan kebutuhan fisik manusia dan mengabaikan sisi kebutuhan rohani manusia. Dan ada juga sebagian gereja melakukan penginjilan dan aksi sosial secara terpisah dengan alasan jika bisa, mampu, dan ada orang yang mengerjakannya.

Hubungan demonstrasi dengan proklamasi

Proklamasi memimpin seseorang kepada pertobatan dan pembaharuan bukan hanya dari segi rohani melainkan dari seluruh aspek hidup termasuk kepedulian sosialnya. Jika ada orang yang bertobat tetapi dia tidak memiliki aspek sosial yang semakin dibaharui maka kita harus berjuang untuk membenahi ini. Proklamasi seharusnya memimpin sesorang kepada keterlibatan sosial. Demikian juga dengan demonstrasi memiliki konsekuensi untuk memproklamasikan injil Kristus. Demonstrasi dan proklamasi keduanya harus dilakukan tanpa berusaha untuk memisahkan dan mendahulukan yang satu karena menganggap yang satu lebih penting dari yang lain. Ini harus menjadi pemahaman kita. Jika ada alumni yang berjuang dikantor sampai-sampai tidak banyak terlibat dalam pelayanan di PAK, kita harus melihat bahwa dia juga sedang melayani Tuhan dan mengerjakan misi dari Allah. Allah menghendaki dia disitu untuk melakukan perubahan. Demonstrasi dan proklamasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Proklamasi diperkuat oleh sosial involvement kita. Injil diinterpretasikan dalam konteks kehidupan dan tindakan manusia. Jika kekristenan menceritakan Injil tanpa menunjukkan bukti melalui kepedulian terhadap sesama maka akan memperlemah nilai dari Injil itu sendiri. Sosial involvement merupakan papan penunjuk jalan bagi proklamsi Injil kita. Kegiatan sosial tanpa proklamasi akan memimpin ke arah yang salah. Biasanya akan mengarah ke diri bukan lagi keTuhan dan ada pergeseran makna bahwa keselamatan juga harus melalui perbuatan baik bukan sekedar iman dan akan menghilangkan pentingnya perdamaian pribadi kepada Allah karena menganggap Injil sekedar perubahan sosial semata.

Berdasarkan kesepakatan The Cape Town Commitment menyatakan bahwa misi integral ada memproklamasikan dan menghidupi bahwa Injil adalah berita sukacita dari Allah melalui Yesus Kristus kepada individu, masyarakat, dan seluruh ciptaan. Karena ketiga bagian ini telah jatuh dan rusak oleh karena dosa dan ketiga-tiganya membutuhkan penebusan. Maka ketiganya harus menjadi misi yang menyeluruh dari umat Allah.

Apa peran kita sebagai umat Tuhan dalam misi ini? Kita seharusnya memperlengkapi dan menggerakkan pria dan wanita bagi misi Allah bukan secara eksklusif di dalam gereja melainkan dalam seluruh aspek kehidupan: di rumah, di tempat kerja, di rumah sakit, di kampus, di kantor, di setiap tempat sebab tidak ada tempat yang bebas dari mempertuhankan Tuhan (Brian D. McLaren). Kita juga seharusnya tidak hadir hanya untuk memuaskan permintaan jemaatnya melainkan hadir untuk memperlengkapi dan memobilisasi umatnya bagi misi Allah di dunia (Rene Padilla). Misi integral sesungguhnya ada hubungannya dengan integritas gereja yaitu konsistensi antara apa itu gereja dan apa yang diproklamirkannya. Gereja dipanggil untuk menyatukan baik dalam teologinya maupun dalam prakteknya, apa yang selalu dipersatukan Allah Tritunggal dalam penuturan alkitab: being dan doing; rohani dan jasmani; individual dan sosial; kudus dan sekuler; keadilan dan kemurahan hati; kesaksian dan kesatuan; mengkotbahkan kebenaran dan mempraktekkan kebenaran, dst. (Vinoth Ramachandra). Hal-hal inilah yang seharusnya menjadi perjuangan kita sebagai umat Tuhan.
Mari melihat Mat 5:1-16. Pasal sebelumnya berkisah mengenai Yesus memilih murid-muridNya. Dan ketika Yohanes Pembaptis ditangkap, saat itulah Yesus mengajar dan mengatakan: ”Bertobatkah sebab Kerajaan Allah sudah dekat!” Yesus memproklamirkan kerajaan Allah yang datang melalui diriNya. Dia telah memproklamasikan Kerajaan Allah sekaligus menunjukkan bahkan menampilkan Kerajaan Allah melalui hidupnya. Kemudian Dia memilih murid-muridNya. Dia menghendaki muridnya ini kelak memprolamasikan Kejaan Allah ini. Maka dalam pasal 5 inilah kalimat Yesus kepada murid-muridNya ini. 35 10. Yesus sedang mengingatkan bahwa apa yang ditulis dalam Mat 5:1-16 adalah hidup sebagai umat kerajaan Allah. Ketika hal ini terjadi kepada para murid, berbahagialah. Inilah kebahagiaan umat Kerajaan Allah yaitu ketika kita dianiaya oleh karena kebenaran. Apa yang tertulis dalam Mat 5:1-16 adalah kebahagiaan kita sebagai umat Kerajaan Allah. Misi integral adalah bagian yang akan kita kerjakan dan kita akan berbahagia jika dalam melakukan integral misi ini kita mendapat banyak tantangan.

Seri tokoh: YUSUF

(MARKETPLACE)

Simon Delta Tarigan


Apa yang dimaksud dengan Marketplace? Marketplace adalah tempat yang terbuka di mana pasar dan perdagangan masyarakat terbentuk, atau, situasi tempat dimana opini, ide, dan nilai-nilai dikemukakan dan diperdebatkan untuk mendapatkan pengakuan. Bisa dikatakan bahwa marketplace adalah tempat di mana ide-ide, opini-opini, dan pendapat-pendapat saling berinteraksi. Biasanya akan terjadi konflik diantara ide-ide ini untuk membawa kepada kebenaran.

Bagaimana dengan marketplace dalam pelayanan dan kehidupan kita? Marketplace itu adalah tempat dimana kita berinteraksi dengan banyak nilai-nilai atau orang-orang di mana kita mencoba meyakinkan orang lain akan nilai-nilai yang akan kita sampaikan pada orang lain. Kita harus siap bertarung. Bebicara tentang pasar akan terjadi persaingan atau kompetensi. Pasar tanpa kompetensi bulanlah pasar sebanrnya. Jadi di dalam pasar (marketplace) ada pertarungan-pertarungan yang berusaha meyakinkan orang lain bahwa kepentingan yang dia usung dan perjuangkan itu adalah kepentingan yang terbaik agar orang mau mengikut kepada dia. Dalam konteks orang percaya marketplace adalah area peperangan rohani, tempat dimana kita bertarung tentang ide-ide dan nilai-nilai yang kita yakini dan miliki. Oleh karena itu sangat naïf jika kita masuk dalam marketplace tanpa meyakini nilai-nilai yang kita miliki. Ini adalah persoalan yang penting. Kenapa kita seringkali tidak terlalu gigih mempertahankan nilai-nilai kita adalah karena kita tidak merasa bahwa nilai yang kita miliki, nilai yang diajarkan Kristus kepada kita untuk menjadi karakter kita, tidak menjadi kebanggaan bagi kita. Hal ini menjadikan nilai-nilai kita gampang luntur dan akhirnya kita gampang kompromi. Di dalam marketplace sebagai area peperangan rohani biasanya memang ada konflik-konflik yang tajam dimana kita harus berdebat meyakinkan orang lain melalui segenap aspek kehidupan kita bahwa apa yang kita miliki, nilai-nilai yang kita perkenalkan adalah yang terbaik yang bisa memberikan jalan keluar dan menjawab persoalan orang lain. Ada kompetisi yang tinggi yaitu keinginan untuk mempengaruhi orang lain bahwa apa yang kita perkenalkan adalah sesuatu yang sangat baik.

Persoalannya sebenarnya adalah ada gap dalam kehidupan orang percaya. Ada gap antara kehidupan di hari minggu dengan kehidupan di hari Senin-Sabtu. Sehingga ada ungkapan mengatakan bahwa Mr. Bisnis akan pergi ke gereja pada hari minggu, dan pada hari Senin-Sabtu dia pergi ke neraka. Ada perbedaan. Sehingga seringsekali kehidupan alumni itu adalah kehidupan yang disassociated personality. Ada beda antara kehidupannya ketika di gereja dengan kehidupannya di tempat kerja. Dalam gereja atau persekutuan kita sering menunjukkan cara hidup yang sangat rohani, yang menunjukkan nilai-nilai yang diajarkan firman Tuhan. Tetapi ketika kita di luar pesekutuan atau gereja kita masuk dalam lingkungan yang lain kita bisa berubah. Yang paling berbahaya adalah kita tidak menyadari bahwa hal ni adalah sesuatu yang menakutkan dan menganggap hal ini adalah hal yang biasa. Ini adalah perjuangan dan persoalan kita para alumni yaitu mengkotak-kotakkan hidup kita. dalam persekutuan atau gereja kita dengan mantap memegang nilai-nilai kekristenan. Tetapi di dunia kerja kita seperti hidup dalam dunia yang berbeda. Ada sikap kompromi dan membenarkan diri sendiri.

Mengapa kita penting memahami marketplace adaah karena sebagian besar hidup kita tidak kita habiskan dengan keluarga tetapi waktu kita paling banyak beinteraksi dengan rekan-rekan di tempat kita bekerja. Jadi sangat sayang sekali jika kita memisahkan dunia kerja dengan dunia spiritualitas kita. Berapa lama waktu yang kita habiskan di gereja, persekutuan, atau KTB? Ingat, sebagian besar dari waktu yang kita miliki kita pergunakan dengan rekan sekerja kita.

Siapakah yang mengakibatkan bangsa ini mengalami kemunduran yang luar biasa ini?. Sering sekali kita mengatakan hal ini disebabkan oleh kebobrokan moralitas para pemimpin. Permasalahannya bukanlah ‘mereka’ , tetapi kita sendiri. Orang-orang yang tidak mengenal Allah tidak bisa dan tidak mungkin diharapkan untuk melakukan sesuatu yang baik dalam dunia ini. Dalam Matius 5, ketika Yesus mengatakan “kamu adalah garam dan terang dunia’ , kata yang dipakai dalam terjemahan aslinya adlah ‘you and you alone- kamu dan hanya kamu saja’. Jadi, hanya kita yang bisa menjadi garam dan terang dalam dunia ini. Oleh sebab itu dalam dunia tempat kita bekerja kita tidak bisa mengharapkan orang lain untuk mencerahkan atau menerangi kondisi yang sangat carut marut. Kita dan hanya kita saja yang sanggup. Kita tidak perlu mengutuki presiden, jajaran menterti atau pihak-pihak lain, tetapi kitalah yang dituntut oleh Allah untuk menjadi garam dan terang. Dunia ini berkata ingin menggarami dunia ini, tetapi hal ini sama seperti garam yang telah kehilangan keasinannya. Dunia ini berkata ingin menjadi terang, tetapi hanya akan menjadi lentera di bawah kolong. Firman Tuhan berkata kita dan hanya kitalah yang bisa menjadi garam dan terang. Ketika Allah memberikan perintah ini dalam Mat 5, hal ini berbicara tentang marketplace yang totalitas yaitu dunia. Kita tidak boleh memilah-milah dengan mengatakan ada dunia kerja, gereja, persekutuan sehingga cara hidup kita bisa berbeda-beda. Hidup dengan cara memilah-milah seperti ini adalah sebuah penderitaan dan penuh dengan bahaya apalagi kita tidak menyadari dan tidak menganggap hal ini menjadi masalah.

Sebagai alumni kita diingatkan untuk tidak melakukan pengkotak-kotakan dengan mengatakan ini rohani dan itu sekuler dan dalam dunia sekuler tidak perlu dipaksakan nilai-nilai rohani, beda halnya jika kita berada di gereja, maka kita harus ketat dengan nilai-nilai rohani. Oleh sebab itu tidak jarang kita mendengar alumni berkata “Ah, sistemnya kan sudah seperti itu.” Kita sering mereduksi nilai-nilai itu sendiri. Kita kompromi agar cocok dan match dengan dunia ini. Inilah gap antara kehidupan minggu dengan kehidupan Senin-Sabtu.

Kita seharusnya tidak perlu membedakan cara hidup kita. Sering sekali para profesionalitas tidak benar-benar mengikuti ibadah karena cara hidup yang membeda-benadakan ini. Hidup alumni menjadi lesu dan lelah. Lesu dan lelah adalah gambaran hidup yang mengkotak-kotakkan. Kenapa kita kurang bersukacita dalam dunia profesi? Jangan-jangan ada pertentangan dalam batin kita, ada konflik, karena kita melakukan apa yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai yang kita pelajari ketika kita mahasiswa. Orang yang lelah secara professional tetapi dalam rangka menerapkan nilai-nilai yang ia miliki, memiliki ungkapan atau ekspresi yang sama seperti Paulus ketika menuliskan surat kepada jemaat Filipi. Pada waktu itu Paulus berada dalam penjara, tekanan dan mengalami keterikatan secara fisik, tetapi tidak ada yang bisa menghambat sukacitanya (band Fil 4:14).

Bagaimana caranya kita mengatasi gap ini? Bagaimana caranya tidak mengkotak-kotakkan hidup ini? Jika kita mengkotak-kotakkan hidup kita maka aka nada benturan yang menghasilkan perasaan tidak damai dan tidak bahagia. Persekutuan yang tidak disertai sukacita mungkin merupakan indikasi bahwa hidup kita adala dalam benturan yang terjadi akibat pengkotak-kotakan yang kita lakukan. Alkitab tidak pernah membeda-bedakan sesuatu, bahkan Allah sendiri sangat menghargai keberagaman. Allah mencintai dunia pekerjaan termasuk dunia profesi di mana kita mengaktualisasikan diri kita. Allah sering menggunakan profesi untuk menggambarkan karakternya yang menunjukkan bagaimana Allah menghargai profesi itu. Dalam Maz 23 Allah mengatakan dirinya adalah gembala. Sebuah profesi yang pada masa itu adalah pekerjaan yang paling rendah. Oleh sebab itu, seorang yang bekerja sebagai OB pun bukan berarti dia memliki pekerjan yang rendah. Inilah yang dimaksud Paulus ketika berbicara soal tuan dan hamba. Tuan tidak lebih besar dari hamba, dan hamba tidak lebih kecil dari tuan. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana mereka melakukan tugas dan tanggungjawab mereka dengan baik.

Dalam Kel 15:3 juga Allah menggambarkan dirnya sebagai pahlawan. Dan hal ini berarti Allah menghargai profesi ini. Dalam Maz 143:10 Allah menggambarkan dirinya sebagai guru atau pengajar. Bahkan dalam Yer 18:6 Allah juga menghargai pekerjaan Pembuat Periuk. Semua profesi di mata Tuhan adalah berharga asalkan profesi ini dipergunakan bagi kemuliaan nama Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa satu-satunya pekerjaan yang paling menyenangkan Tuhan adalah menyerahkan hidup untuk semumur hidup melayaninya. Hal in tidak benar. Alkitab mengingatkan dimanapun kita bekerja itu adalah marketplace kita, tempat kita berinteraksi dengan orang lain, berargumen tentang nilai-nilai yang kita yakini. Oleh sebab itu penting sekali bagi kita untuk bangga dengan nilai-nilai yang kita miliki dan tawarkan dalam hidup kita. jika tidak, maka kita akan gampang menyerah dan melarikan diri dari marketplace kita. Dengan meyakini nilai yang kita miliki maka hal itu bukan hanya baik bagi kita secara pribadi, tetapi juga baik bagi komunitas di mana kita berada di mana kita bisa menolong mereka ke arah yang lebih baik.

Kita tidak boleh menjadi alumni yang pasif. Tujuan kita bukan sekedar hidup yang sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini tanpa peduli dengan sekeliling kita. tetapi ada penetrasi dalam marketplace di mana kita berada agar mereka bisa melihat ada nilai yang berbeda dari hidup kita yang mempengaruhi mereka menjadi lebih baik. Tuhan akan kecewa jika kita tidak menghargai apa yang sedang kita kerjakan dalam pekerjaan kita. Apakah kita bangga dengan profesi kita atau sebaliknya kita setiap hari mengeluh dalam profesi kita? Bagaimana kita bisa meyakinkan orang akan nilai yang kita anut jika kita senantiasa mengeluh?

Sesuatu yang menyedihkan juga jika ada orang yang belajar bertahun-tahun dalam satu bidang ilmu tetapi mencari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan bidang yang telah dipelajarinya. Hal ini sering terjadi dan sebenarnya kondisi yang sangat mengecewakan. Kecuali seseorang menerima dan meyakini Allah memanggil dia untuk hal yang lain.

Mari melihat Yusuf. Dari segi keilmuan dalam marketplace, Yusuf dalam kategori biasa-biasa saja. Tetapi apa yang berbeda dari Yusuf? Kehidupannya tetap konsisten dengan nilai-nilai yang ia yakini dimanapun ia berada (ditempatkan). Kisah hidup Yusuf sangat luar biasa dimana kita bisa melihat pada bagian akhir ketergantungannya kepada Allah. Hal ini terungkap ketika dia berkata kepada saudara-saudaranya, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” (Kej 50:20). Sebuah gambaran keyakinan Yusuf akan penyertaan Allah.

Ada tiga tempat (marketplace) dalam kehidupan Yususf.

  • Marketplace di tengah-tengah keluarganya
Keluarga sangat penting untuk menjadi marketplace kita di mana nilai-nilai kita menjadi nilai dalam keluarga kita. Seringsekali kita menjadikan persekutuan sebagai marketplace kita, tetapi tidak dengan keluarga. Kita sering menghindar dan tidak menjadi berkat bagi keluarga. Hal ini sering menjadi pergumulan orang-orang dlam persekutuan. Tetapi Yusuf berbeda. Ia konsisten menyampaikan nilai-nilai yang ia miliki dan yakini benar. Dari mana kita mengetahuinya? Yusuf tidak mau terlibat dalam tindakan-tindakan jahat yang dilakukan saudara-saudaranya. Ada perbedaan nilai antara Yusuf dan suadara-saudaranya. Tetapi Yusuf tidak pasif. Ia tidak terlibat dengan saudara-saudaranya tetapi ia tidak diam melihat apa yang saudara-saudaranya lakukan. Ia secara aktif melaporkan kepada bapanya, Yakub. Melaporkan bukan berarti Yusuf tukang adu, tetapi ia secara aktif menerapkan nilai-nilai yang ia miliki. Karakter yang lujar biasa. Dalam menawarkan nilai, ada tantangan dan konflik dan hal ini juga dihadapi Yusuf. Saudara-saudaranya menjadi tidak suka kepada Yusuf.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita siap dengan konflik dalam marketplace kita, atau apakah kita menghindar, atau kompromi atau negosiasi? Yusuf tidak demikian. Ia konsisten, walaupun akhirnya saudara-saudaranya merancangkan kecelakaan kepada dirinya.

Kita menghadapi hal yang sama dengan apa yang Yusuf hadapi. Pertentangan ketika kita menjadikan keluarga menjadi marketplace kita. yusuf menyadari resikonya tetapi ia percaya kepada Allah yang memegang kendali hidupnya. Hal ini menjadikan Yusuf tidak pernah mengeluh dalam menerapkan nilai-nilai dalam keluarganya. Dunia mungkin tidak menerima, apakah kita tetap berjalan?

  • Menjadi budak (dalam rumah Potifar)
Paulus berkata bahwa tidakakan ada yang memisahkan kita dari kasih Allah, apakah penderitaan atau apapun itu. Hal ini nyata dalam kehidupan Yusuf. Saudara-saudaranya memisahkan Yusuf dari orangtuanya dan dari lingkungannya. Ia akhirnya berada di rumah Potifar menjadi hamba. Allah tetap menyayangi dia. Allah tidak bisa dibatasi. Dan akhirnya Yusuf menjadi orang kepercayaan Potifar. Jika kita ingin berjuang dalam marketplace kita, maka sikap seperti ini penting kita miliki. Sampai sejauh mana kita dipercaya pimpinan kita? yusuf dipercaya. Hal in bukan berbicara semata-mata soal kejujuran tetapi juga kemampuan untuk mengelola. Banyak orang yang mampu mengelolal tetapi tidak jujur bukan? Jadi, transparansi dalam dunia kerja sangat penting. Orang-orang yang mencintai Tuhan sangat dibutuhkan dalam dunia kerja. Kehadiran Yusuf mendatangkan berkat juga kepada keluarga Potifar. Kehadiran kita di tengah-tengah dunia pekerjaan seharusnya memberikan dampak kepada sekeliling kita. orang merasa tenang jika kita ada bukan ketika kita tidak ada. Yusuf tetap konsisten kepada nilainya, bahkan ketika isteri Potifar menggoda dirinya. Ia tetap dengan kuat memegang nilai-nilainya yang akhirnya membuat ia terlempar ke dalam penjara.
Mengelola dengan baik, bertanggungjawab adalah karakter orang-orang yang bisa menang dalam marketplace. Ketika kita melakukannya, kekuatan kita bukan hanya berasal dari kita tetapi Allah berperan. Allah mengintervensi peristiwa-peristiwa yang kita hadapi. Bagaimana hal ini bisa terjadi. Dengan hidup sesuai dengan firman Tuhan. Sejauh mana kita hidup benar dalam marketplace kita? Tuhan akan memberikan semua keperluan kita untuk hidup dalam marketplace yang keras ini. Marketplace adalah area peperangan dan Allahlah yang berperang bagi kita. Jadi, apa yang kita kuatirkan?

  • Penjara
Karena konsistensinya, di dalam penjara Yusuf menjadi kesayangan kepala penjara. Kita sebagai alumni bisa dihambat, dibatasi, tetapi kita tidak akan pernah terbuang dari Allah. Di manapun kita berada Allah beserta dengan kita. betapa berharganya kita bagi Allah. Kita melihat bagaimana di dalam penjara Allah memakai cara sehingga akhirnya Yusuf menjelaskan mimpi Firaun dan menjadi orang nomor dua di Mesir.

Jangan kuatir sebagai alumni jika karir kita diperlambat. Mari belajar menerapkan apa yang Tuhan inginkan. Tuhan akan hadir dalam segala situasi yang kita hadapi. Marketplace dimana kita berada adalah dunia yang tidak gampang, penuh persoalan, nilai-nilai yang berbeda, kepentingan yang berbeda. Tetapi ketika kita konsisten denagn sitem nilai yang kita miliki, maka akan ada intervensi dari Tuhan. seperti Yusuf yang akhirnya menjadi berkat bagi bangsa Mesir bahkan lebih lagi menjadi berkat untuk kelangsungan hidup bangsa Israel.

Kesetiaan kita akan nilai-nilai dalam marketplace akan memiliki dampak yang besar. Hal ini bukan ilusi. Yesus telah membuktikannya melalui hidup keduabelas muridnya yang mempengaruhi dunia secara luar biasa. Kita bisa melihat bagaimana latar belakang ke dua belas muridnya bukanlah sesuatu yang luar bisa. Tetapi melalui mereka Allah bekerja dengan cara luar biasa. Allah menjadikan mereka besar. Kita sering mengatakan bahwa Allah besar tetapi kita memiliki cara pikir yang kecil. Kita mengatakan Allah berkuasa atas segala sesuatu tetapi kita senantiasa mengeluh.

Mengapa Yusuf total dalam marketplacenya? Karena dia menyadari intervensi Allah dalam hidupnya (Kej 50:20). Kita tidak perlu mengeluh ketika kita mendapat tantangan dalam marketplace kita. jangan membatasi kuasa Allah. Tetapi mari berjuang melakukan apa yang tuhan inginkan. Mari menyaksikan bagaimana Allah akan menolong kita. Menjadikan kita berkat bagi orang di dalam marketplace kita.