Tuesday, April 24, 2012

Seri Love 4: Resolving Confict in God's Way

[Kotbah ini dibawakan oleh Lenny Sitorus, MK pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat 30 Maret 2012]

Ada sebuah fakta yang harus kita ketahui bersama bahwa tidak ada satu orang pun diantara kita yang terbebas dari konflik atau tidak seorang pun diantara kita yang tidak pernah mengalami konflik. Konflik bisa terjadi karena konsep yang kita miliki tidak sama dengan keadaan yang kita alami. Dengan kata lain konflik itu terjadi karena adanya perbedaan. Tetapi walaupun demikian hal ini tidak menjadi alasan untuk menyamakan setiap perbedaan yang ada. Kita bisa berbeda dengan orang lain tetapi sepakat untuk berbeda, maka tidak akan terjadi konflik. Konflik itu akan terjadi jika perbedaan itu belum disepakati.

Konflik terjadi pada setiap orang karena kita sebagai manusia selalu berelasi dan berhubungan dengan orang lain disekitar kita, apakah di jalan, di tempat kerja, di rumah, maupun di tempat-tempat lain. Semakin banyak orang yang kita temui semakin banyak kemungkinan konflik yang akan kita alami. Apakah hal ini berarti kita tidak perlu bertemu dengan orang-orang? Tentu tidak. Kita tidak bisa menyelesaikan satu konflik jika kita tidak pernah mengalami konflik. Itulah sebabnya mengalami konflik adalah sesuatu yang harus kita syukuri. Kita bisa belajar dari satu konflik yang kita alami. Ada banyak orang yang tidak pernah bertumbuh walaupun mengalami banyak konflik. Hal ini terjadi karena mereka tidak pernah belajar dari konflik itu. Penyelesaian konfliknya bukan dalam God’s way tapi my way. Kita harus memahami bahwa ujung dari konflik adalah pembentukan karakter. Jika kita tidak mau menyelesaikan konflik dengan cara Tuhan maka kita tidak akan bisa sampai pada pembentukan karakter tersebut.

Ada dua hal yang diperhatikan dalam setiap konflik. Pertama adalah agenda yang meliputi tujuan, harapan, citat-cita, dan kerinduan. Kedua adalah manusia atau relasi. Dalam setiap konflik kedua hal ini yang akan diutamakan. Misalnya, sepasang suami isteri ingin makan malam di luar. Si isteri ingin makan sate kambing sedangkan si suami ingin makan pizza. Ada perbedaan dan ada konflik di sana. Kalau si suami adalah orang yang mengutamakan agenda (tujuan), maka si suami tidak akan mempermasalahkan mau makan apa. Tujuannya adalah makan dan kenyang. Oleh akrena itu si suami akan mengalah dan mengikuti keinginan si isteri. Atau bisa saja dengan jalan lain yaitu mereka pisah dan pergi ketempat makan masing-masing. Tetapi jika suami mengutamakan relasi (manusia), maka suami akan mengalah dan pergi ikut makan sate kambing dengan isterinya dan berpikir makan pizza bisa dilakukan lain waktu. Jadi, inilah dua hal dalam konflik, agenda dan relasi. Mana yang akan kita utamakan? Dalam setiap konflik tidak ada keharusan memilih cara-cara tertentu. Tergantung dari situasi, kondisi, maupun harapan, apa yang mau didahulukan, keterbatasan waktu, keterbatasan uang, dll.

Mari belajar dari dua tokoh alkitab mengenai konflik, yaitu konflik antara Abraham dan Lot (Kej 13:1-11) dan kedua, antara Paulus dan Barnabas (Kis 15:35-41).

Abraham dan Lot (Kej 13:1-11)
Sebenarnya Abram dan Lot tidak berkonflik secara langsung. Konflik terjadi di antara gembala mereka. Tentu saja hal ini berhubungan dengan mereka. Konflik terjadi karena mereka memiliki banyak sekali harta sehingga tanah yang ada tidak cukup bagi seluruh harta mereka ini. Terjadilah konflik diantara para gembala. Konflik ini kemudian mendorong Abraham menjumpai Lot dan berdiskusi.

Jalan keluar yang ditawarkan Abraham kepada Lot adalah berpisah. Tentu saja keputusan berpisah ini memiliki konsekuensi yaitu perpecahan dalam keluarga. Bisa saja keluar yang diambil adalah mereka mencari daerah yang lebih luas yang bisa menampung semua harta mereka. Tetapi dalam kasus mereka Abram memutuskan berpisah. Segala resiko yang akan terjadi sudah dipertimbangkan Abraham dan itulah sebabnya Abraham memberikan kesempatan bagi Lot untuk memilih duluan tanah yang diinginkannya. Kemudian kita ketahui bahwa Lot memilih daerah yang paling subur, di daerah Sodom dan Gomora.

Apa yang diutamakan Abram adalah mengutamakan agenda. Abraham tidak ingin pertengkaran itu menghalangi tujuannya yang utama yaitu menaati perintah Tuhan untuk pergi ke negeri yang Tuhan janjikan kepadanya.

Walaupun Abram dan Lot berpisah, mereka tidak kehilangan kekerabatan. Pada waktu itu, apa yang Abraham putuskan adalah yang terbaik. Karena kita tidak mengetahui dengan jelas sebenarnya bagaimana keadaan daerah dimana mereka tinggal. Sering sekali, atau banyak sekali konflik itu dapat diselesaikan dengan mengurangi kadar persahabatan. Ada hati yang sudah terluka. Namun kelanjutannya apakah semakin renggang dan semakin dekat tergantung kepada apakah kedua-duanya masih ada di dalam jalan Tuhan. Jika kita menyelesaikan sebuah konflik dan kita merasa kurang nyaman dengan dirinya, itu adalah hal yang biasa. Tetapi apakah untuk ke depannya akan tetap demikian, itu tergantung dari dalam diri kita sendiri dan orang itu.

Paulus dan Barnabas (Kis 15:35-41)
Barnabas dan Paulus adalah tim yang sangat kompak dan banyak melakukan perintisan ke banyak daerah. Konflik disini terjadi karena Barnabas ingin mengajak kembali Yohanes Markus agar bersama-sama dengan mereka mengunjungi daerah-daerah yang pernah mereka rintis. Tetapi Paulus menolak karena Yohanes Markus pernah meninggalkan mereka (Kis 13:13). Ada tafsiran yang mengatakan bahwa Yohanes Markus pulang karena rindu kampung halaman. Tafsiran yang lain mengatakan bahwa Yohanes Markus pergi karena dia melihat Paulus sudah berlagak menjadi pemimpin, padahal pemimpinnya seharusnya Barnabas. Dalam perjalanan ini Yohanes melihat Paulus sudah mulai vokal dan menjadi pengambil beberapa keputusan. Yohanes mulai tidak nyaman dengan Paulus yang berapi-api dan blak-blakan dalam bicara walaupun yang Paulus bicarakan benar adanya. Banyak orang yang tidak menerima karakter demikian, termasuk Yohanes Markus ini yang akhirnya membuat dia pulang.

Ketidak setujuan Paulus mengajak Yohanes Markus bergabung dengan mereka menyebabkan pertentangan dan konflik antara dia dan Barnabas dan akhirnya mereka sepakat untuk berpisah. Barnabas dengan Yohanes Markus dan Paulus dengan Silas.

Dari kedua konflik yang terjadi di atas, baik antara Abram dan Lot maupun Paulus dan Barnabas, kita melihat bahwa keputusan mereka adalah berpisah. Memang demikian bahwa tidak selamanya konflik itu harus diselesaikan dengan cara kita tetap bersama-sama. Jika terjadi perpisahan, itu adalah hal yang wajar. Persahabatan yang tadinya sangat dekat, kerjasama yang begitu erat dalam sebuah pelayanan akhirnya berakhir. Tetapi, jika kita cermati, misalnya dalam kasus Paulus dan Barnabas, apakah persahabatan antara dua belah pihak dalam kasus di atas berakhir? Saya kira tidak demikian. Karena setelah itu, pada bagian surat-suratnya, Paulus menyebutkan Barnabas sebagai rekan sekerja, sebagai rasul yang perlu dipertimbangkan,dan sebagai orang yang mendukung hidupnya. Bahkan yang lebih istimewa adalah rekonsiliasi antara Paulus dan Yohanes Markus terjadi. Paulus menyebutkan Yohanes Markus dalam akhir-akhir hidupnya. Dalam 2 Tim 4:11b dikatakan, “Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku”. Diakhir hidupnya Paulus banyak menyebutkan orang-orang yang dirindukan dan benda-benda yang istemewa baginya, dan Markus adalah termasuk orang yang dirindukan.
Hal yang kedua dari perpisahan dalam kasus Paulus dan Barnabas adalah jika seadainya Yohanes Markus jadi ikut bersama dengan mereka, bisa jadi Yohanes Markus tidak akan berkembang sebaik dia bersama-sama dengan Barnabas saja, karena rasa kurang nyaman terhadap Paulus akan karakternya. Perpisahan mereka akhirnya menghasilkan dua tim yang menghasilkan lebih banyak orang yang bisa mereka layani. Apakah keputusan mereka berpisah beresiko? Sangat beresiko karena mereka berdua diutus untuk bersama oleh jemaat (Kis 12-13). Kalau perpisahan mereka di dengan oleh jemaat yang mereka utus, kita bisa menebak apa yang akan menjadi respon jemaat itu.

Kita belajar dalam dua kasus di atas bahwa ada kesepakatan. Mereka duduk bersama dan berbicara. Ada banyak sekali konflik yang tidak pernah duduk bersama untuk dibicarakan. Ego selalu menang untuk mendiamkan masalah atau konflik yang ada. Ego ini menempati banyak tempat, sehingga kasih hanya menempati sebagian kecil dari tempat yang ada. Ego itu manusiawi, tetapi jangan berlama-lama disitu. Mari duduk sama dan membicarakannya. Mari berdamai dulu dengan diri kita, siapkan hati untuk berbicara. Dengan duduk dan membicarakannya maka kita bisa mengetahui duduk persoalannya dengan lebih baik. Sering sekali konflik itu melebar karena tidak pernah dibicarakan. Mari melihat konflik jangan hanya dari kita. Mari melihat dari dua sisi. Jika kita hanya melihat dari sisi kita, maka keputusan yang kita ambil akan menjadi berat sebelah karena hanya akan menguntungkan pihak kita saja atau menyenangkan hati kita saja, yang lainnya sakit hati.

Ada lima gaya manajeman konflik, yaitu:

  1. Integrating atau gaya Kancil. Kita mengumpulkan ide dari beberapa orang kemudian kita integrasikan dan mencari mana yang paling tepat untuk dilakukan. Jika kita ingin mengambil penyelesaian masalah dengan gaya kancil ini, maka kita membutuhkan waktu lebih banyak. Ada konflik-konflik yang harus diselesaikan dengan cepat. Saat ini juga harus selesai, dan tidak mungkin mencari ide dari benyak orang dalam waktu yang singkat.
  2. Obliging atau gaya Burung Hantu. Ini adalah gaya dimana kita bersikap mengalah dan membiarkan pihak lain yang menang. “Udalah… biar aja!” adalah ungkapan yang sering dikatakan. Atau bisa juga dengan menyelesaikan konflik dengan gayanya dia. Biasanya gaya orang ini adalah mengutamakan agenda (tujuan).
  3. Dominating atau gaya Ikan Hiu. Jadi gaya yang berifat menguasai dan mengatur. Mirip seperti bos di kantor. Paulus adalah salah satu yang memiliki gaya yang seperti ini.
  4. Avoiding atau gaya kura-kura. Jadi, jika ada masalah maka seseorang akan bersembunyi dan berusaha menghindari konflik tersebut. Menganggap tidak ada masalah dan berpikir dengan berlalunya waktu akan selesai sendiri. Ada konflik yang bisa diselesaikan dengan cara seperti ini.
  5. Compromising atau gaya rubah. Prinsip ini menerapkan mutualisme atau win-win solution. Tidak semua konflik bisa memakai gaya ini. Tidak semua orang bisa diuntungkan dengan pemecahan konflik ini.

Ada beberapa hal yang baik yang bisa kita lakukan dalam menyelesaikan konflik.

  1. Be specific. Setiap kali kita bicara mari membicarakannya dengan spesifik. Jangan men-generalisasikan semua permasalahan. Hindari berkata “Kau selalu meninggalkan barang-barang berantakan!”. Kalimat yang paling tepat adalah “Tolonglah kembalikan gunting yang kamu pakai ke tempatnya.” Ini adalah spesifik. Kita sering berkata “Kasarkali kamu kalau bicara!” Tetapi kalimat yang lebih baik adalah “Saya kurang suka tadi dengan cara mu berbicara. Agak kasar saya dengar.” Ini adalah contoh yang pembicaraan yang spesifik. Kalau ada masalah, spesifiklah untuk masalah itu.
  2. I statement. Selalu ungkapkan sesuatu dengan ‘saya’, misal ‘saya tidak suka’ atau ‘saya kurang suka’. Kalimat yang baik adalah ‘Menurutku, kamu jarang mendengarkan aku bicara.’ , daripada kita mengatakan kepada dia tidak pernah mendengarkan orang lain berbicara.
  3. Tell what you feel. Jangan katakan kesalahan orang, tetapi katakanlah apa yang anda rasakan. Kalimat yang biasa kita pakai adalah ‘Janganlah begitu caramu memperlakukan orang’. Coba memakai kalimat yang lebih baik, ‘Aku marah kalau kau perlakukan seperti itu.’
  4. Self Control. Sampaikan emosi secara terkendali. Ketika Yesus marah karena tempat suci dijadikan ajang menjual barang. Yesus membalikkan semua dagangan. Para pedagang bisa tersinggung dengan perilaku Yesus. Tetapi, coba perhatikan kalimat yang keluar dari Tuhan Yesus. Mark 11:17, “Lalu Ia mengajar mereka, kata-Nya: "Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” Ada pengajaran yang Yesus tempatkan dalam kalimat-Nya. Yesus tidak lepas kendali ketika marah pada situasi tersebut. Oleh sebab itu, mari belajar menyampaikan emosi dengan terkendali dan dengan alasan yang jelas.
  5. State of Affirmation. Mengemukakan alasan yang spesifik dan tepat. Misal, ‘Aku marah kepadamu karena aku sayang kepadamu lho.’ Sebutkan kalimat-kalimat atau alasan-alasan yang positif sehingga orang lain memahami mengapa kita marah.
  6. Apakah kita meminta maaf ketika kita salah dan apakah kita memafkan orang yang salah kepada kita. kita bisa belajar dari apa yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Mat 5:23-25. Dikatakan di sana, “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara”. Berdamailah! Mari kita meminta maaf kepada orang lain dan kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Apakah ada kesalahan orang lain yang tidak bisa kita ampuni? Ingatlah, begitu besar kesalahan kita, tetapi Tuhan mengampuni semua kesalahan dan pelanggaran kita. Berikanlah maaf. Dalam Kol 3:13 dikatakan, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian”.
  7. Banyaklah berdoa. Berdoa menolong kita peka terhadap kehendak Tuhan. Sering sekali kita tidak bisa menyelesaikan konflik karena kita tidak tahuapa yang menjadi kehendak Tuhan. Ingat, dalam setiap konflik yang kita alami selalu berujung kepada pembentukan karakter. Ada saat kita mengalah, tetapi ada juga saatnya kita yang menang. Ada saatnya kita dirugikan, tetapi ada juga saatnya kita diuntungkan. Apapun yang kita alami, jika kita menyelesaikan konflik dengan cara Tuhan maka akan selalu berujung kepada pembentukan karakter kita, apakah dalam hal kasih, belajar mengampuni orang, dll.


Mari kita menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang Tuhan kehendaki. Kasih adalah yang terutama. Kita juga harus menyediakan pengampunan sebanyak-banyaknya. Kalau hal ini ini tidak ada maka menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang benar dan baik adalah sesuatu yang sulit. Ingat, selalu selesaikan konflik dalam cara Tuhan – resolving conflict in God’s way.
Solideo Gloria.

Seri Love 3: Preparing Godly Family

[Kotbah ini dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th, pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat 16 Maret 2012]

Mari membuka Kej 2:8-25. Hari ini kita akan membahas bagaimana mempersiapkan keluarga yang Ilahi yang sesuai dengan rancangan Allah. Dikarenakan yang yang hadir di MBA ini bervariasi (ada yang belum pacaran, ada yang pacaran, dan ada yang menikah) maka kita akan bahas juga mengenai yang sedang doa dan pacaran baru nanti kita juga akan menyinggung ke arah yang berkeluarga.

Dalam ay 8-14, kita menemukan gambaran geografis dari Taman Eden, dimana manusia pertama ditempatkan Allah di sana. Allah memberikan mandat kepada manusia yaitu untuk mengusahakan dan memelihara taman itu (ay 15). Untuk hal inilah Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."(ay 18). Pernikahan Adam bukan hanya karena dia butuh seorang perempuan, tetapi di dasarkan agar mandat Allah bisa dikerjakan. Inilah prinsip yang harus kita pegang bersama bahwa Allah memberikan seorang perempuan kepada Adam di dalam rangka menggenapi misi atau mandat Allah. Jadi pernikahan bukan sebatas pernikahan, tetapi ada mandat Allah di sana.

Godly family adalah pernikahan yang didasari atas mandate Allah. Hal ini, sekali lagi, harus menjadi perhatian kita. mari menyadari dan selalu mengevaluasi apakah kita menikah karena mandat Allah atau hanya keinginan daging. Memang dalam 1 Kor 7:9 ada dikatakan, “Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.” Tetapi sangat rendahlah kualitas rohani kita jika menikah hanya karena agar tidak jatuh ke dalam dosa perzinahan. Perlu kita ketahui bahwa apa yang diperintahkan Paulus bagi orang-orang di Korintus adalah karena situasi. Di Korintus ada ada 12 kuil dan di pusat kota Korintus ada kuil Aproditus. Di kuil Aproditus ini biasanya orang beribadah dengan menggunakan pelacur bakti. Biasa di sana melakukan hubungan badan dengan pelacur bakti baru melakukan ritual ibadah mereka. Itulah sebabnya Paulus menuliskan surat ini kepada mereka karena besarnya godaan yang mereka hadapi dalam kehidupan seks.

Tetapi kisah dalam Kejadian pasal 2 kita melihat bahwa mandat Allah dalam pernikahan adalah agar manusia berkarya maksimal bagi Dia. Jadi berbicara soal godly family adalah berbicara soal apakah kita menikah dengan mandat Allah. Seandainya muncul keinginan dalam diri kita untuk pacaran atau menikah, mari bertanya kepada diri sendiri apakah tumbuhnya keinginan itu karena mandat Allah atau karena desakan orang tua atau keinginan diri sendiri. Jika orang menyadari bahwa keputusan untuk pacaran atau menikah adalah di dalam mandat allah, maka dia tidak akan pernah merasakan kesepian walau masih sendiri (alone but not lonely).

Dalam ay 18 dikatakan, “TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Allah melihat tidak baik manusia itu seorang diri. Itulah sebabnya Allah menjadikan seorang penolong yang sepadan bagi dia, yaitu, yaitu Hawa. Dalam hal ini juga kita harus memahami juga bahwa mandat untuk procreasi yang diberikan Tuhan kepada Adam (Kej 1:28) tidak berlaku bagi semua orang. Di dalam Mat 19:12 ada tiga alasan dimana orang tidak menikah, yaitu: karena di lahirkan demikian (cacat mental atau fisik), korban orang lain, atau demi Kerajaan Allah memilih untuk tidak menikah. Maka di dalam konteks ini, bukan seolah-olah semua orang harus menikah. Tetapi kita harus menyadari bahwa kita menikah atau tidak menikah ada di dalam mandat Allah. Pertanyaannya adalah apakah Allah memerintahkan kita untuk menikah atau Allah memerintahkan kita untuk tidak menikah demi aktualisasi mandat-Nya? Apakah hidup kita lebih maksimal bermisi bagi Allah dengan menikah atau tanpa menikah? Mari senantiasa bertanya kepada Tuhan akan hal ini. Banyak orang dengan menikah justru semakin jauh dari Tuhan dan tidak menjadi berkat dalam hidupnya karena terlalu sibuk untuk dirinya dan tidak ada lagi waktu untuk Allah.

Godly family juga bisa terjadi jika sesuai dengan kebutuhan menurut Allah. Allah melihat tidak baik manusia itu seorang diri (ay18). Perhatikan bahwa Allahlah yang melihat, bukan kita. Jika kita sampai sekarang seorang diri itu berarti bahwa Allah masih memandang baik akan hal itu. Oleh sebab itu jangan menggerutu atau senantiasa mengeluh. Godly family juga bisa terjadi jika kita menemukan penolong yang sepadan. Mari melihat apakah wanita/pria yang kita doakan atau yang dekat dengan kita adalah penolong yang sepadan atau perong-rong yang sepadan. Allah menyediakan penolong yang sepadan. Penolong yang sepadan adalah penolong yang ketika kita menikah dengan dirinya maka pernikahan itu adalah pernikahan yang sedang mengerjakan mandat Allah. Tolong mengevaluasi apakah pria/wanita yang ada dengan kita adalah seorang yang penolong yang sepadan yang membuat kita semakin bertumbuh secara rohani dan membuat kita semakin maksimal berkarya bagi-Nya. Apakah dengan keberadaan orang yang kita doakan/pacar/pasangan kita semakin banyak terlibat dalam pekerjaan Tuhan atau bahkan mungkin akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa. Bagi yang sudah menikah, pertanyaannya adllah bagaimana supaya pasangannya tetap pada jalur di mana dia menjadi penolong yang sepadan bagiku dimana aku bisa bertubuh dan dia juga bisa tetap bertumbuh. Kalau tidak penolong jangan dilanjutkan (jika masih pacaran atau doa sama).

Dalam ay 15 dikatakan, “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” Dan dalam Kej 12 :1-3, “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Bukankah Allah telah memberkati kita? Bukankah juga Allah telah memberkati pernikahan kita (bagi yang menikah)? Ketika Alah memberkati kita berdua (melalui pernikahan) bukankah seharusnya orang lain harus diberkati melalui keluarga kita? Inilah godly family. Itulah sebabnya kita harus senantiasa bertanya apa yang menjadi visi hidup dan apa visi pernikahan kita. Visi itulah yang menentukan kita menikah atau tidak, dengan siapa kita menikah sehingga hidup kita menjadi maksimal bagi Allah.

Kata penolong yang sepadan adalah sama-sama manusia yang dapat saling melengkapi – heterosexual. Penolong agar manusia itu maksimal mengerjakan mandat Allah. Penolong yang sepadan untuk interdependent, bukan dependent atau independent. Godly family adalah keluarga yang satu visi, tujuan dan panggilan hidup, bukan soal fisik, fakultas atau jurusan, profesi, status sosial, suku dll.

Apakah pasangan yang ada sekarang atau yang sedang atau akan didoakan itu akan membuat hidup kita memenuhi mandat Allah atau tidak? Ingat, “olehmu dan oleh keluargamu seluruh ‘bangsa’ diberkati!” (Kej. 12:1-3). Jika menikah apakah keluarga besar ku dan keluarga besarnya akan diiberkati melalui pernikahan kami? Apakah masyarakat dimana kita berada akan diberkati melalui pernikahan kami? Godly family adalah pernikahan yang diberkati untuk menjadi berkat. Ingat bahwa tujuan perkawinan bukan untuk seks, anak, kesepian dan status.

Ingat, dalam ay 19-22 dikatakan bahwa ‘Allah menyediakan’. Dikatakan Adam kecarian dan kesepian (ay 20b). baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Tuhan berinisiatif dan menyediakan dengan cara dan hikmat-Nya sendiri (ay. 22). Dengan kebutuhan, keinginan, keyakinan atau iman bahwa Allah menyediakan. Meski usia kita sudah di atas 30 Tuhan akan sediakan penolong yang sepadan bagi kita jika Allah melihat bahwa tidak baik bagi kita untuk seorang diri. Kalau memang Tuhan inginkan kita menikah, maka pastilah Dia akan menyediakan dan memberikan orang yang tepat. ‘Dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu’ (ay. 22b). Jadi, inisiatif dan rancangan berasal dari Allah.

Godly family adalah perkawinan itu atas prakarsa Allah dan pasangan itu pemberian Allah. Apakah kita menikah adalah rancangan Allah atau rancangan keluarga kita karena di desak-desak? Banyak orang menikah dengan alasan yang tidak sesuai dengan mandat Allah, tetapi seharusnyalah pernikahan kita adalah pernikahan yang diprakarsai oleh Allah. kita meyakini bahwa Allah akan memberikan pasangan yang tepat bagi kita untuk mengerjakan misi Allah melalui pernikahan kita.

Kemudian kita melihat respon manusia atas pemberian Allah. dia sangat sukacita. Ingat, pemberian (yang dari) Allah akan mendatangkan sukacita dan damai sejahtera. Sukacita yang beraral dari pengenalan yang dalam akan Tuhan. Ada ketundukan kepada pimpinan Tuhan dimana kita memili damai dan sukacita karena adanya keyakinan bahwa yang datang kepada kita adalah pemberian Allah walaupun secara kedagingan tidak semua kriteria idaman kita ada pada dirinya. Jadi godly family adalah kesatuan yang sempurna, harmonis, dirawat/dijaga, penuh kasih sayang dst. Kesatuan yang sempurna ini tertuang dalam adanya ada pengakuan dan penerimaan. ‘Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku’. Hal ini berarti bahwa kita tidak akan melukai, menghina, menjelekkan pasangan kita. Bukankah tidak ada orang yang melukai dirinya sendiri? Inilah artinya daging dari dagingku dan tulang dari tulangku.

Godly family akan luput dari KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), affair dan perceraian (bd. Mt. 19: 5-6). Godly family juga memiliki pengertian ada kedewasaan dalam iman dan karakter serta mandiri (menghadapi badai hidup, problem solving, finansial dll) sehingga mampu bermisi (ay. 24). Ketika ada masalah dalam pernikahan kita tidak melapor kepada orangtua kita atau kepada orang lain tetapi seharusnya membicarakan dulu kepada pasangan kita. Godly family juga berarti bebas dari intervensi orangtua dan pihak ketiga lainnya (tulang, eda, namboru, atau dari pihak manapun). Godly family juga bewasa dan mandiri untuk berkarya demi misi Allah bagi dunia. Jadi tidak ada larangan yang akhirnya membuat kita terhambat untuk mengerjakan pelayanan. Godly family juga berarti keterbukaan dan intimacy (ay 25). Tidak ada rahasia di antara keduanya, tetapi saling terbuka dan jujur.

SO! Plan and prepare your marriage to be a Godly family. Ada beberepa hal yang bisa kita lakukan untuk mempersiapkannya. Mari mendoakan secara sungguh-sungguh pria/wanita yang kita akan kita gumulkan menjadi pasangan kita supaya betul-betul memenuhi mandat Allah dan berdasarkan prakarsa dan inisiatif Allah. Jika kita sudah berpacaran, tolong diskusikan hal ini kembali dengan pacar kita, bagaimana hidup kita agar kehadiran kita maksimal dalam dirinya dan dirinya membuat kita maksimal bagi Allah. Ingat, dua-duanya harus bertumbuh, semakin mencintai Tuhan, dan terlibat dalam pelayanan. dan bahkan membuat KTB berdua dimana bisa berdiskusi akan banyak hal selain firman Tuhan, misalnya karakter. Mari juga merencanakan dimana kita akan tinggal. Hal ini bisa meliputi visi dan misi kita. akan sangat perlu dibicarakan jika satu orang visinya di kota dan satu orang visinya ke daerah-daerah kecil. Kemudian juga bisa merencanakan profesi pasangan kita (apakah profesi pasangan kita mendukung visi kita atau tidak), rencanakan di mana hidup kita maksimal, rencanakan ambil pelayanan dimana bisa maksimal (kalau di gereja bukan hanya sekedar jemaat, tetapi terlibat di dalamnya, atau di pelayanan lain). Ingat, jangan ada alumni yang menikah tanpa pelayanan. Kemudian kita juga bisa merencanakan berapa anak yang akan kita miliki. Bagi orang yang belum punya anak, mari menikmati masa berdua. Allah punya rencana yang baik mengapa Allah belum memberi anak sampai sekarang agar bebas melayani tanpa menurus anak, atau bisa juga Allah menginginkan kita mengadopsi anak. Mari tetap diskusikan bagi yang sedang berdoa, diskusikan apakah doanya lanjut atau tidak, tetapi bagi yang pacaran, diskusikan bagaimana mempesiapkan godly family, dan yang sudah menikah, mari berusaha agar bisa tetap di jalur yang Tuhan inginkan lagi.

Seri Love 2: Growing in Intimacy

[Kotbah ini dibawakan oleh Juppa Haloho, SH, pada Ibadah Mimbar Bina ALumni, Jumat, 9 Maret 2012]

Pengantar
Banyak alasan pria dan wanita memutuskan pacaran. Beberapa memutuskan pacaran karena cinta. Ada juga dikarenakan usia yang semakin tua, bahkan ada karena pengaruh sosial dimana orang disekelilingnya sudah pacaran. Karena status dan usia yang semakin matang. Ingin menyenangkan orang tua (kalau ditanya, ada yang mau dikatakan). Karena terpaksa (segan menolak setelah termakan budi pria/wanita). Karena ingin menggantikan peran salah seorang keluarga (kakak, abang, ibu, bapak) bahkan yang lebih parah karena sakit hati kepada wanita/pria sehingga pacaran untuk mematahkan hati para pria/wanita.

Semua alasan pacaran akan teruji oleh waktu. Tiga bulan pertama, semua alasan pacaran – baik/tidak – masih mengatasnamakan cinta. Setelah tiga bulan, perbedaan semakin muncul, konflik bertumbuh, cinta pun disalahkan. Hal itu terjadi karena salah mengartikan apa itu cinta. Cinta bukanlah infatuation (tergila-gila) yang membuat mata kita berbinar-binar, senyum-senyum gak jelas, melamun lamunan yang mustahil, dll. Cinta juga bukanlah romance (keromantisan). Candle light di tempat romantis, mengunjungi tempat-tempat yang romantis, panggilan sayang belum tentu menunjukkan cinta. Cinta bukanlah nafsu. Sebab cinta memberi, nafsu menerima. Cinta menjaga, nafsu menggunakan. Dan cinta bukanlah seks. Sebab cinta adalah proses, sedangkan seks adalah aktivitas. Cinta perlu belajar sedangkan seks naluriah. Cinta butuh perhatian tetap, seks tidak butuh usaha. Cinta butuh waktu untuk bertumbuh, seks tidak butuh. Cinta melibatkan emosi dan spiritual sedangkan seks hanya melibatkan fisik semata. Cinta memperdalam hubungan, dan seks menghancurkan hubungan.

The Most Excellence Way
Tapi cinta adalah the most excellence way. Dalam menasehati jemaat Korintus, Paulus mengingatkan kepada mereka bahwa yang terutama bukanlah karunia, jabatan rohani, ataupun hikmat. Tapi yang paling penting dan utama adalah cinta. Cinta bukanlah karunia yang lebih tinggi melainkan jalan lebih utama; kasih yang mendorong penggunaan karunia.

Dalam I Kor 13: 1-3, Paulus menunjukkan keutamaan kasih itu. Bahwa ucapan tanpa kasih hanyalah sebuah kebisingan. Tanpa kasih, iman hanyalah sebuah pertunjukan. Tanpa kasih, pengorbanan hanya menimbulkan kesombongan. Demikian halnya dalam hubungan berpacaran, tanpa kasih ucapan hanyalah sebuah rayuan tak bermakna. Tanpa kasih, kesanggupan melakukan sesuatu bak pertunjukan sirkus yang jenaka namun tak berarti. Tanpa kasih, pengorbanan sang kekasih hanyalah menimbulkan kesombongan.

Kemudian dalam I Kor 13:8-13 keutamaan kasih karena ia tidak berkesudahan. Dikala semua karunia akan berhenti, kasih tetap ada. Di kala nubuatan berakhir (berita kehilangan urgensinya), kasih tetap ada. Dikala pengetahuan akan lenyap (terbatas dan sementara), kasih tetap ada. Bahkan diantara ketiga hal yang tetap ada - Iman kepada Kristus, pengharapan akan restorasi dunia yang rusak, dan cinta yang melekatkan kita dengan Allah dan sesama akan tinggal – kasih yang paling besar.

Kemudian dalam I Kor 13:4-7 Paulus menegaskan bahwa cinta tidak sekadar ucapan melainkan sebuah tindakan nyata, tidak hanya sebuah karakter (harapan) melainkan kenyataan. Love is a verb, kata Gary Chapman.

Bukankah dengan cinta, seorang kekasih akan sabar menghadapi pasangannya. Sabar menunggu dan sabar berkorban. Sabar menghadapi kelemahan dan kekurangan pasangannya. Dengan cinta, seorang kekasih akan tulus memberikan pertolongan kepada pasangannya. Berusaha memenuhi kebutuhan pasangannya tanpa menuntut pamrih. Dengan hati tulus, berjuang memberikan yang terbaik kepada pasangannya. Dengan cinta, kecemburuan seorang kekasih tidaklah buta, melainkan mempercayai. Dengan cinta, seorang kekasih tidak akan memegahkan diri, tidak akan menyombongkan segala kelebihannya dihadapan kekasihnya/pasangannya. Dengan cinta, kesabaran seorang kekasih akan tampak dalam hal mengampuni, tidak menyimpan kesalahan pasangannya. Dengan cinta, seorang kekasih akan berjuang bahkan berkorban untuk menutup aib kekasihnya, berharap akan perubahan hidup kekasihnya, sabar menanggung sakit selama menyesuaikan diri. Dengan cinta, seorang kekasih tidak akan melakukan yang tidak sopan untuk keuntungannya, tidak akan mengecewakan pasangannya hanya untuk kepentingannya melainkan akan menjaga batasan diri supaya tidak melanggar batas/norma kesopanan. Dengan cinta, kekasih akan sabar menunggu untuk waktu yang tepat melampiaskan hasrat seksualnya.

Semua kualitas cinta ini menunjukkan other centered not self centered; you oriented, not me oriented. Inilah cinta yang dinyatakan Allah kepada manusia. Bukan karena apa yang dilakukan manusia, melainkan karena Allah sendiri. Bukan dengan cinta karena/jika melainkan cinta walaupun. Tidak sekadar menggunakan – bahasa Yunani - kasih philea melainkan agape. Inilah cinta yang Kristus ajarkan kepada kita. Dan Cinta yang seperti inilah yang menjadi dasar bertumbuh dalam keintiman.

Growing Intimacy Vs Grow in Intimacy
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta – agape. Kalaupun ada, keintiman tidak akan membawa pertumbuhan tiap pribadi.

Intimacy is the process of giving yourself completely in honest transparent self-revelation. Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.

Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh; (2) kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan; (3) kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia; (4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup; (5) kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus (agape). Dalam hal inilah keutamaan cinta dibutuhkan.

Aspects of Intimacy
Dengan keutamaan cinta didalam kedua individu, maka keintiman pun siap dimulai. Sering sekali orang menganggap keintiman hanya dilihat kepada keintiman fisik. Hal ini tidak salah hanya saja tidak lengkap. Beberapa ahli menyebutkan aspek-aspek yang harus dibangun ialah keintiman spiritual, emosi, intelektual, sosial, rekreasional, estetik, dan fisik. Sebagian merangkumkan dengan aspek spiritual, psikologis, dan fisik. Hubungan diantara ketiganya ialah keintiman spiritual sebagai inti/pusat, keintiman psikis sebagai pembungkus, dan keintiman fisik sebagai kulitnya.

Keintiman Spiritualitas
Keintiman spiritualitas dikatakan sebagai inti dari semua aspek keintiman karena letak kepuasan diri hanya ditemukan di dalam hubungan yang intim dengan Allah. Dan keintiman inilah keintiman yang paling penting dibangun oleh pasangan. Tanpa keintiman spiritualitas, keintiman lainnya akan menjadi premature. Keintiman dengan Allah akan berdampak bagi keintiman sesama pasangan.


  • Keintiman dengan Allah menyegarkan cinta. Ketika pasangan tidak lagi memiliki relasi yang baik dengan Allah maka keduanya akan mengalami kekeringan kasih, ketumpulan kasih, dan keduanya tidak mampu mengatasi konflik yang muncul.
  • Keintiman dengan Allah mendorong pertumbuhan bersama. Dengan tunduk kepada kedaulatan Kristus, keduanya akan bertujuan untuk memaksimalkan hidup dihadapan Tuhan satu sama lain. Keduanya akan menjaga batas-batas yang menyenangkan Tuhan. Sebaliknya, ketika pasangan ini tidak tunduk kepada Kristus maka pembenaran akan dilakukan oleh diri sendiri.
  • Keintiman dengan Allah memuaskan hidup. “Sekalipun hati manusia kecil, seisi dunia tidak dapat memuaskannya, yang dapat hanyalah Tuhan, Pencipta.” (Blaise Pascal) Selama keduanya berserah kepada Tuhan, maka keduanya akan merasa cukup atas semua yang ada pada pasangannya. Keduanya akan menerima pasangannya, saling mengucapkan berkat dengan kasih Allah.
  • Keintiman dengan Allah menjaga prioritas hidup. Pasangan Kristen hidup di dunia yang semakin buruk, standar hidup semakin buruk, standar nilai semakin rendah. Dengan keintiman dengan Tuhan, keduanya akan tetap berjuang mempertahankan hidup.

Semua itu akan dialami ketika kedua orang sama-sama menyerahkan hidup dan hubungan keduanya dibawah kedaulatan Kristus. Ketika keduanya bertujuan hidup untuk menyenangkan Tuhan. Pertumbuhan iman memang milik pria dan wanita secara individu namun keintiman spiritualitas akan tercapai ketika keduanya mengalami Tuhan bersama-sama dan membagikan apa yang telah dipelajari dalam perjalanan iman kepada Tuhan. Termasuk membagikan pergumulan dan perjuangan atas dosa-dosa pribadi. Di dalam hal inilah, cinta menjadi terutama. Dengan cinta, kejatuhan dan keberhasilan mengalahkan dosa seksual menjadi kejatuhan dan keberhasilan bersama. Dengan cinta, perjuangan hidup kudus menjadi topik doa bersama.


Beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam menumbuhkan keintiman spiritualitas, adalah:

  1. Share firman (apa yang Allah ajarkan bagi kita). Setiap orang punya cara masing-masing untuk hal ini.
  2. Baca firman bersama
  3. PA bersama
  4. Kontak doa
  5. Jam doa bersama (berdoa bersuara bersama, sambil pegangan tangan)
  6. Berpuasa bersama
  7. Melayani bersama
  8. Hitung berkat bersama
  9. Beribadah bersama yang dilanjutkan dengan menikmati hari minggu bersama, apakah dengan makan siang atau kegiatan lainnya (relaxed Sunday)
  10. Jujur dan terbuka satu sama lain

Jangan pernah berhenti menumbuhkembangkan spiritualitas sebab hadiah terbesar bagi pasangan kita ialah bertumbuh dalam keintiman dengan Tuhan.

Keintiman Psikologis
Sebagai seorang pribadi, kita memiliki perasaan, pikiran, dan keinginan. Sebagai sepasang kekasih, maka ada dua perasaan, dua pikiran, dan dua keinginan. Keintiman psikologis adalah keintiman dimana pria dan wanita mengekspresikan perasaan, pikiran, dan keinginan masing-masing dengan gamblang.

Dinamakan keintiman apabila pria dan wanita belajar mengekspresikan perasaan mereka. Mengekspresikan kemarahan, kesedihan, kekecewaan, ketidaksetujuan, atau ketidaksukaan. Dengan demikian, sikap diam dan bahasa tubuh seorang pasangan dapat dipahami oleh sang kekasih. Kita harus merasa sebebas mungkin dalam mengutarakan keinginan dan pikiran. Keintiman adalah kebebasan. Kebebasan untuk mengekspresikan perasaan, mengutarakan pikiran dan keinginan.

Membangun keintiman psikis ini adalah hal yang sangat sulit karena muncul pertarungan ego, temperamen dan keinginan untuk dimengerti. Karena sulitnya, tangisan dan air mata memenuhi proses ini; muncul penghakiman antar pribadi; pertarungan ego; putusnya komunikasi – untuk beberapa saat, bahkan putusnya hubungan. Disinilah keutamaan cinta dan keintiman spiritualitas dibutuhkan. Tanpa kebiasaan membangun keintiman spiritualitas maka keintiman psikis akan menjadi sesuatu yang rapuh. Tanpa mendasarkan hubungan kepada cinta yang disegarkan maka kebencian pun akan berakar.

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membangun keintiman psikis ini:

  1. Menjalin komunikasi yang aman. Kita mengungkapan-ungkapan yang sederhana dan tidak menyangkut perasaan, pikiran, dan tendensius pribadi.
  2. Mengutarakan pendapat dan keyakinan orang lain. Dalam hal ini kita menceritakan kepada pasangan kita apa yang menjadi pendapat orang lain. Misalnya ‘Kata mamaku, aku’ atau ‘Kata adik-adik kelompok, aku’. Dengan cara begini, kita bisa melihat reaksi pasangan.
  3. Mengutarakan pendapat dan keyakinan pribadi.
  4. Menyampaikan perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman kita. Kita mengungkapkan hal-hal yang membuat sukacita, marah, kesukaan dan ketidaksukaan, kepahitan masa lalu, mimpi dan harapan hidup.
  5. Menyampaikan kebutuhan, emosi, dan keinginan kita. kita menunjukkan ekspresi oleh apa yang dilakukan oleh pasangan “aku tidak suka kamu tidak membalas smsku,…”

Dengan keintiman psikis ini, tidak hanya tatap muka kita akan mengetahui perasaan, pikiran, dan kehendak, melainkan melalui komunikasi tidak langsung pun akan kelihatan bahkan dengan sms sekalipun akan bisa kita rasakan. Keintiman psikis hanya akan terjadi apabila ada kepercayaan diantara keduanya.

Keintiman Fisik
Keintiman fisik berbeda dengan keintiman spiritual dan keintiman psikis. Dalam hubungan pacaran, keintiman psikis dan spiritualitas butuh usaha ekstra sedangkan keintiman fisik tidak membutuhkan usaha ekstra. Karena keintiman fisik akan datang dengan sendirinya. Oleh karena itu keintiman fisik perlu dibangun dalam pernikahan.

Keintiman fisik berarti kebebasan mengekspresikan fisik kepada lawan jenis. Kebebasan ini hanya akan terjadi dalam pernikahan. Ketika memaksakan diri untuk intim secara fisik sebelum pernikahan biasanya akan menghasilkan dampak yang buruk terhadap keduanya. Dari perasaan bersalah sampai perasaan jijik terhadap diri sendiri dan pasangan akan muncul. Hal ini akan berdampak bagi keintiman spiritual dan psikis.

Tidak ada orang yang kuat terhadap dorongan seks. Sekalipun kita bertumbuh dalam spiritual dan psikis, tidak serta merta menjamin kita akan bebas dari kejatuhan akan dosa seksual. Pria lemah dalam penglihatan. Wanita lemah dalam sentuhan. Pria lemah dalam otak, wanita lemah dalam keengganan. Pria kuat dalam segala bujuk rayu, wanita lemah dalam bujuk rayu. Karena itu, kita yang menentukan batas-batas keintiman kita. Disinilah letak keutamaan cinta.

Cinta agave dan cinta eros haruslah berjalan beriring yang akan bermuara kepada seks yang sehat. Tetapi jika cinta eros mengalahkan cinta agave maka akan terjadi seks yang tidak sehat. Cinta agave yang akan menuntun pasangan untuk sabar menantikan masa-masa yang baik.

Bagaimanakah kita menjaga keintiman fisik supaya bertumbuh dengan baik?

  • Memperdalam keintiman spiritual, tunduk kepada kedaulatan Kristus.
  • Memperdalam keintiman psikis, jujur akan perasaan dan pikiran yang sedang dialami.
  • Menantikan kesempurnaan keintiman fisik sebagai hadiah Allah melalui pernikahan (sekalipun begitu mencintai dan tidak sabar menikmati sang pujaan hati, sang kekasih mengatakan pulanglah sebelum tiba waktunya. Dia membatasi diri sampai masa kenikmatan sempurna tiba dalam pernikahan)


Penutup
Kita perlu bertumbuh dalam intimasi. Intimasi dalam spiritual, psikis, dan fisik. Tiap pertumbuhan membutuhkan kerja keras. Kerja keras untuk menumbuhkembangkan, kerja keras untuk mengontrol perkembangan. Karena itu, keutamaan cinta adalah yang terpenting. Milikilah cinta, maka keintiman akan bertumbuh dan pertumbuhannya pun terjaga. Selamat mendasarkan pertumbuhan keintiman dalam cinta.

Seri Love 1: Alone But Not Lonely

[Kotbah ini dibawakan oleh Iventura Tamba, ST, pada Mimbar Bina Alumni, Jumat 2 Maret 2012]

1 Kor 7:1-16

Berbicara tentang hidup sendiri, sangat sedikit orang untuk memilih hidup sendiri karena berbagai alasan dan pada umumnya adalah alasan sosial. Secara sosial ada begitu banyak pandangan negatif yang terdapat dalam masyarakat mengenai hisdup sendiri. Beberapa diantaranya adalah:

Pertama, hidup sendiri itu berarti tidak sempurna. Masyarakat melihat kesempurnaan hidup jika sudah menikah (apalagi dalam budaya batak plus punya anak, apalagi anak laki-laki). Setinggi apapun karir, kita akan tetap dianggap belum sempurna dan tidak berhak berbicara dalam komunitas (karena dianggap belum dewasa) jika belum menikah.

Kedua, orang yang hidup sendiri adalah orang yang aneh. Masyarakat menganggap bahwa orang yang sendiri itu adalah orang yang ‘tidak lulus seleksi’ dan orang yang tidak baik dalam menjalin relasi sehingga tidak menikah.

Ketiga, orang yang hidup sendiri adalah orang yang tidak kompeten. Masyarakat menganggap pernikahan adalah permainan yang membutuhkan ‘keahlian’. Yaitu permainan untuk memikat dan menaklukkan hati seseorang.

Keempat, orang yang masih sendiri adalah orang yang sulit menjalin keintiman. Pernikahan dianggap sebagai perjumpaan dua insan yang memiliki kedekatan emosi. Masyarakat menganggap bahwa orang yang masih sendiri adalah orang yang takut menjalin kedekatan secara emosi dengan lawan jenisnya.

Kelima, orang yang hidup sendiri adalah orang yang egois. Cukup banyak orang di sekeliling kita yang menganggap orang yang hidup sendiri adalah orang yang tidak mau berbagi hidup dengan orang lain. Ia tidak mau direpotkan dengan urusan suami atau isteri apalagi anak. Lebih baik sendiri untuk memikirkan karier.

Keenam, orang yang hidup sendiri adalah orang yang kesepian karena dianggap tidak memiliki tempat untuk cerita. Masyarakat menganggap bahwa pasangan adalah orang yang bertugas untuk mendengarkan kita.
Pandangan-pandangan ini seringkali membuat orang yang masih sendiri akhirnya mengalami sebuah pergulatan hidup. Pandangan-pandangan ini juga sering membuat orang menyerah dan menurunkan standar yang berhubungan dengan pasangan hidup karena tekanan dari orang-orang (teman, masyarakat atau keluarga) yang dipengaruhi oleh pandangan-pandangan di atas.

Pandangan-pandangan di atas juga membuat orang yang masih sendiri bertanya-tanya mengenai apakah ada yang salah pada diri mereka.

Dalam surat 2 Kor 7 tadi kita melihat bahwa Paulus sedang membahas mengenai perkawinan, hidup sendiri, dan perceraian. Teks ini adalah jawaban Paulus kepada jemaat Korintus sehubungan dnegan pertanyaan-pertanyaan mereka sehubungan perkawinan, hidup melajang dan perceraian. Jika kita perhatikan dalam ay 1 dikatakan bahwa ‘adalah baik bagi kalau tidak kawin’. Mengapa Paulus mengatakan demikian? Apakah Paulus sedang menentang perkawinan? Mengapa Paulus dengan beraninya mengatakan hal ini. Jika kita perhatikan 1 Kor 7:32-35 Paulus mengungkapkan ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa Paulus mengatakan ‘adalah baik jika orang itu tidak kawin’. Dikatakan disana, “32 Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. 33 Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, 34 dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya. 35 Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan”.


Paulus mengatakan bahwa lebih baik jika orang hidup seperti dia, yaitu hidup sendiri, adalah karena Paulus melihat sebuah perkawinan bukan hanya sebatas mencari kesenangan atau kebahagiaan. Seorang penulis pernah mengatakan untuk tidak pernah mencari kebahagiaan dalam perkawinan karena perkawinan adalah menciptakan kebahagiaan. Jadi ketika Paulus mengatakan lebih baik jika orang hidup sendiri adalah agar pusat perhatiannya adalah Tuhan. Tidak mungkin orang yang sudah menikah tidak memikirkan pasangan atau keluarganya. Semua waktu dan usaha kita digunakan untuk menyenangkan Tuhan. Paulus melihat ada ‘gangguan-gangguan’ dalam pernikahan sehingga ketika kita memilih tidak menikah kita terbebas dari gangguan tersebut.

Dalam ay 2 Paulus juga mengatakan, “tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.” Di sini kita melihat bahwa hidup yang tidak menikah juga memiliki tantangan, yaitu bahaya percabulan. Jemaat Korintus adalah jemaat yang tinggal di sebuah kota yang masih dikelilingi praktek-praktek penyembahan berhala yang berhubungan dengan perzinahan. Dari pemaparan Paulus di sini kita melihat bahwa menikah atau tidak menikah punya tantangan dan pergumulan masing-masing. Secara pribadi hal ini menolong saya, ketika melihat orang yang punya pasangan, tidak terjebak dalam kecemburuan.

Dalam ay 7 Paulus mengatakan, “Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu” (ay 5-6 Paulus juga mengingatkan tentang bertarak dan kita tidak membahas bagian ini). Persoalannya bukan melajang atau tidak melajang tetapi alasan mengapa kita memilih untuk melajang. Jika kita nanti baca dalam Mat 19:11-12 dikatakan, “Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.” Ketika Paulus menyarankan orang hidup sendiri itu ada alasan yang jelas. Jika sampai hari ini saya memilih untuk hidup sediri itu karena ketaatan, penyerahan diri, dan Kerajaan Allah dan akhirnya saya bisa bebas mengerjakan banyak hal di tengah-tengah pelayanan.

Paulus melihat bahwa hidup sendiri adalah bagian hidup yang sama normalnya dnegan hidup menikah. Hidup sendiri bukanlah keganjilan. Jika sampai hari ini kita masih hidup sendiri biarlah itu karena ketaatan kita kepada Tuhan. Kita tidak akan menurunkan standar mengenai teman hidup hanya karena pandangan-pandangan orang atau keinginan-keinginan daging yang akhirnya membuat kita memilih siapa saja yang penting mau sama kita untuk menjadi teman hidup kita.

Ada banyak hal yang dirasakan oleh orang yang masih sendiri, yaitu :

  1. Orang yang hidup sendiri adalah orang yang sering sekali menolak diri sendiri karena dia merasa ditolak lawan jenis karena kurang menarik.
  2. Orang yang sendiri adalah orang yang merasa bersalah. Dia menganggap melakukan kesalahan sehingga tidak ada yang mau mendekatinya.
  3. Kerapuhan. Untuk berapa kasus orang yang hidup sendiri lebih rapuh dan sensitif.
  4. Mementingkan diri sendiri.
  5. Merasa kesepian.
  6. Pergumulan sehubungan dengan masalah sex.
  7. Kekuatiran akan hari depan, apalagi berbicara mengenai masa tua.
  8. Gelisah ketika menghadapi lawan jenis. Mereka yang melihat kehidupannya yang sendiri adalah karena kegagalan mereka menjalin relasi emosi dengan lawan jenisnya.


Bagaimana sikap kita seharusnya?

Pertama, berdoa (Mat 7:7-11). Sikap yang baik yang harus kita lakukan dalam masa-masa kesendirian kita adalah berdoa dan meyakini serta beriman bahwa Allah akan memberikan yang terbaik kepada kita.

Kedua, tujuan seorang anak Tuhan adalah supaya serupa dnegan Kristus, dimana seluruh sisa hidupnya adalah sebuah proses untuk belajar serupa dengan Kristus. Menikah dan tidak menikah adalah satu bagian untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak ada di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa pernikahan adalah tujuan Allah. Tetapi pernikahan adalah lembaga yang menolong kita untuk mencapai tujuan Allah.

Ketiga, mari mematangkan diri dengan pernikahan yang sesuai dengan rancangan Allah. Satu hal yang menghibur saya secara pribadi ketika belum menikah adalah saya melihat bahwa Tuhan sedang mendidik saya agar siap memasuki fase pernikahan dan di sisi yang lain Allah juga sedang mempesiapkan seseorang penolong di dalam kehidpan saya kelak dan akan bersama saya menghadapi pernikahan tersebut. Oleh sebab itu mari menggunakan masa-masa kesendiriran kita untuk terus belajar mematangkan diri dan pemahaman kita akan apa itu pernikahan, sehingga ketika nanti ketika kita menikah, itu adalah waktu terbaik yang Tuhan sediakan. Pasti akan beda menikmati buah yang matang di pohon dengan buah yang matang dikarbit.

Keempat, mari mengisi waktu kita dengan menjalin persahabatan, mengenal keunikan, dan bergaul dengan pria/wanita atau orang-orang di sekitar kita. Pernikahan itu adalah sebuah relasi yang sangat intim tau dalam alkitab disebut dengan satu daging. Satu daging adalah ekpresi dari relasi yang paling dalam yang dimiliki manusia dengan sesamanya. Sebelum akhirnya kita bisa menjalin relasi itu mari mengisi waktu-waktu kita dengan terus belajar menjalin relasi dengan orang-orang seiman sebagai satu tubuh kristus. Bagaimana mungkin kita bisa menjalin relasi yang lebih intim di dalam sebuah pernikahan jika relasi kita sesama tubuh Kristus saja kita belum mampu kita kerjakan.

Kelima, mari terus belajar peka akan kehendak Tuhan melalui firman dan doa. Mari peka untuk mencaritahu apakah Tuhan menghendaki kita menyerahkan hidup kita untuk sendiri agar pelayanan bisa maksimal dikerjakan, atau Tuhan menginginkan kita menikah tetapi saat ini bukan waktu yang tepat bagi kita. Daripada kita mencari pelampiasan untuk menghilangkan kesepian, alangkah lebih baik jika kita mengisinya dengan menjalin relasi yang lebih intim lagi dengan Tuhan. Salah satu keunikan relasi manusia dengan Tuhan adalah bahwa Tuhan menciptakan satu relasi yang sempurna antara manusia dengan diriNya, tetapi Tuhan mengijinkan dalam relasi itu ada relasi lawan jenis. Artinya, ketika Tuhan melihat bahwa Adam tidak baik manusia seorang diri saja, bukan berbarti relasi antara manusia dengan Tuhan tidak sempurna karena ketiadaan pasangan hidup. Jadi, pilihan kita di dalam menjalani kesendirian adalah terus menjalani relasi yang intim dengan Tuhan dan dipuaskan oleh Tuhan.

Keenam, mari bertumbuh dan melayani tanpa gangguan. Jika Tuhan menghendaki saat ini masih sendiri, saya percaya bahwa Tuhan ingin segenap waktu dan tenaga kita kita pergunakan untuk melayani Tuhan.
Ketujuh, atasilah dorongan seksual dengan datang kepadaNya karena Dialah yang mengaruniakan seksualitas kepada kita. Dorongan seksual adalah norma, tetapi kita harus mengendalikan dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.

Kedelapan, hadapi tekanan keluarga dengan menunjukkan teladan. Jangan menghindar! Semakin kita menghindar semakin besar tuntutan itu. Kita menghindar dengan menghindari acara-acara keluarga atau tidak mau pulang kampung dimoment tahun baru. Menghindar bukan pilihan yang tepat tetapi menghadapinya dengan tekanan. Tunjukkan kepada keluarga bahwa kita bahagia. Apa gunanya kita menikah jika akhirnya menjadi teladan yang buruk bagi orang disekitar kita.

Kesembilan, trust and obey. Percaya dan lakukan bagian kita dan Allah sudah, dan sedang melakukan bagianNya. Bukan karena hebatnya strategi kita kita menemukan teman hidup yang tepat yang sesuai dengan kehendak Tuhan, tetapi juga kita tidak berdiam diri seperti menunggu durian runtuh. Tetapi mari mengerjakan bagian kita dan serahkan yang menjadi bagian Tuhan.

Kita setuju bahwa menjalani kesendirian dan tetap hidup setia memberikan pelayanan, mempersembahkan hidup kita bukan sesuatu yang gampang. Ada banyak tantangan! Tetapi saya melihat bahwa kunci keberhasilan adalah keyakinan kepada Tuhan akan apa yang Tuhan akan sediakan kepada anakNya. Jika Tuhan saat ini memandang tepat untuk menjalani hidup sendiri itu adalah karena Tuhan melihat kita mampu mengerjakannya dan Tuhan pun akan terus menguatkan kita. Mari menikmati masa-masa kesendirian kita dengan terus belajar mengenali Tuhan, memberikan yang terbaik kepada Tuhan sehingga kalaupun nanti sisa hidup kita kita jalani didalam kesendirian, kita kembali memberikan segala ucapan syukur dan kehormatan kita kepada Tuhan yang terus menyertai kita di dalam pilihan tersebut. Ataupun kalau suatu hari kelak kita mendapat kesempatan untuk berumah tangga, kita menjalaninya dengan kematangan karena kita sudah mengenal apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita sehingga seluruh bahagian hidup kita adalah sebuah persembahan hidup kepada Tuhan yang sudah menciptakan, menebus, dan memelihatra hidup kita.

The Mission of God's People 6: New Creation

Tiopan Manihuruk

Hari ini kita bicara soal new creation, yang merupakan bagian akhir dari kisah penebusan. Dalam Kej pasal 1 Allah menciptakan langit dan bumi dan semua indah dan baik (Kej 1:30-31). Tetapi dalam perjalanannya, kehidupan yang harmonis ini terdistorsi ternoda oleh dosa (Kej 3). Peristiwa ini merupakan titik awal terjadinya kejahatan dan akhirnya manusia semakin jahat dan Tuhan melakukan pembersihan dengan memberikan air bah. Hanya Nuh dan keluarganyalah yang selamat. Ada pemulihan ada sebuah kehidupan yang baru melalui keluarga Nuh. Tetapi manusia tidak berhenti berbuat jahat. Ada kisah mengenai kejatuhan manusia dalam peristiwa pembangunan menara Babel yang membuat manusia akhirnya tersebar (Kej 11).
Kemudian Allah memanggil Abraham dari Urkasdim untuk pergi ke daerah yang masih asing baginya (yang adalah tanah Kanaan) dan menetap disana. Kemudian pada masa Yusuf terjadilah kelapaparan (Kej 37-39), dan kisah ini berlanjut ketika keluarga Israel kelaparan dan pindah ke Mesir. Begitu sampai di Mesir, Israel yang telah menjadi bangsa mengalami penindasan. Itulah sebabnya Allah memanggil Musa (Kel 2). Inilah juga penebusan bangsa Israel, dimana peristiwa ini membawa Israel keluar dari perbudakan politis, sosial, spiritual.
Setelah mereka tiba di Kanaan terjadilah pembagian tanah yang dilakukan Yosua dan setelah itu mereka hidup dengan rukun. Tetapi mereka akhirnya menyembah berhala lagi dan meminta seorang raja untuk memimpin mereka. Di sinilah titik lahirnya kerajaan Israel yang dipimpin oleh raja-raja. Pada masa raja Salomo terjadi perpecahan kerajaan Utara dan Selatan. Setelah itu, pada masa Yoyakim terjadilah pembuangan ke Babel. Selama 70 tahun mereka dibuang ke Babel. Allah kemudian menebus mereka kembali melalui raja Koresh dan mereka diijinkan keluar bersama dengan Nehemia dan Esra. Kemudian nabi-nabi memimpin umat Allah sampai pada kitab Maleakhi.

Mulai dari kitab Maleakhi sampai kepada Kristus ada masa 400 tahun dimana tidak ada nabi yang memberitakan kebenaran di Israel. Itulah sebabnya mengapa orang Yahudi sulit menerima Yesus sebagai Mesias karena 400 tahun tidak ada nabi yang bersuara di Israel. Kedatangan Yesus membawa penebusan yang mengarah kepada new creation. Jadi langit dan bumi yang indah dalam Kej pasal 1 akan bermuara kepada langit dan bumi yang baru yang merupakan hasil dari misi Allah melalui Kristus dan umatNya.
Kita akan melihat ciptaan yang baru ini dari dua bagian Alkitab yaitu 2 Pet 3:1-16 dan Wahyu 21:1-8. Dalam 2 Pet 3:1-16 ini kita melihat bahwa yang menjadi tujuan surat ini adalah mengingatakan Jemaat diaspora akan tiga hal, yaitu: pertama, Firman kebenaran yang telah diucapkan para nabi adalah sebuah fakta kebenaran yang harus diimani oleh setiap orang percaya (ay. 2a); kedua, ada perintah Tuhan Yesus yang disampaikan oleh para rasul mengenai posisi nabi-nabi dan para rasul yang adalah sama (ay. 2b); ketiga, para pengejek (scoffers) akan muncul di zaman akhir di mana mereka hidup menuruti hawa nafsu (ay. 3). Pengejek ini disebut juga gnostik yang mula-mula karena mereka menolak ide akan adanya masa penghakiman dan pertanggungjawaban moralitas hidup. Dan ‘zaman akhir’ yang dimaksud di sini adalah mengacu kepada kedatangan Kristus yang kedua kali.

Para pengajar palsu ini mengatakan bahwa tidak ada 2nd coming, tidak ada parousia. Kalau hingga saat ini belum juga datang, maka hal itu tidak akan pernah terjadi sama sekali (ay 4). Mereka mengatakan bahwa sejak penciptaan hingga kini semuanya tetap sama tanpa adanya perubahan. Mereka tidak mau tahu tentang kuasa atau kedaulatan Allah yang bekerja dalam penciptaan yang juga bisa melakukan perubahan (ay 5a).
Petrus mengoreksi pandangan ini. Dalam ay 7 dia berkata, “Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik”. Dengan berfirman Allah bisa mencipta dan menghanguskan segala sesuatu. Kemudian dalam ay 8 dikatakan, “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.” Allah tidak memandang waktu seperti cara manusia melihatnya (menghitungnya). Ini bukanlah angka matematis. Allah berada di luar waktu dan jika waktu dilihat dari sudut kekekalan maka masa itu tidak lebih dari satu hari, dan satu hari juga tidak lebih singkat dari sebuah masa yang begitu panjang dalam ukuran Allah. Karena bagi Allah waktu itu adalah relatif, maka Allah menanti dengan segala kesabaran-Nya di mana manusia tidak sabar akan hal itu. Ingat, Tuhan tidak pernah lalai akan janji-Nya (ay. 9a). Allah sabar dan menghendaki agar tidak ada manusia yang binasa, melainkan agar semua orang berbalik dan bertobat (ay. 9b).

2nd coming atau harinya Tuhan tidak dapat diprediksi oleh siapapun, seperti pencuri (ay.10a). Mark 13:32 berkata, “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja." Jadi, jika ada orang yang memperidiksi tanggal kedatangan esus kedua kali, itu bukanlah kebenaran.

Dalam kedatangan Yesus kedua kali memunculkan perdebatan, khususnya masalah Kerajaan 1000 tahun (Wahyu 20:1-6). Yang pertama adalah premilenium, yang mengatakan bahwa Kristus akan datang sebelum kerajaan 1000 tahun. Yesus datang dulu memerintah 1000 tahun di dunia (ingat, bukan hitungan matematis), kemudian setelah itu ada pengangkatan (rapture), dan kemudian Dia datang kembali. Kedua adalah postmillenium, di mana Kristus datang setelah Kerajaan 1000 tahun. Jadi Kerajaan 1000 tahun yang tidak pasti kapan mulainya, baru Yesus datang kedua kali. Ketiga adalah amillenium, yaitu pandangan yang mengatakan bahwa Kerajaan 1000 tahun telah dimulai ketika Yesus pertama kali datang ke dunia sampai kepada Kristus datang kedua kali yang kita tidak tahu kapan (pandangan ketika ini menurut kebanyakan teologia adalah pandangan yang lebih biblika). Kita tidak mempersoalkan akan ketiga pandaagan ini, apakah premillenium, postmillenium, atau amillenium, karena yang terpenting adalah Yeus pasti datang kedua kali. Kedatangan Kristus yang kedua kali berarti kebangkitan dan penghakiman bagi seluruh manusia, yang hidup maupun yang telah mati.

Pada masa kedatangan Yesus kedua kali akan terjadilah new creation. Dalam ay 10 dikatakan, “Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.”, dan ay 12b dikatakan, “Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya”. New creation adalah seluruh karya penebusan Allah atas manusia, seluruh tatanan sosial, aspek kehidupan manusia, dan seluruh alam ciptaan.

Dalam hal ini juga terjadi perdebatan antara pandangan nihilism dan annihilisme. Mari melihat 2 Pet 3:12b dikatakan, “Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya”, dan mengacu kepada Wahyu 12:1, “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi.” Kaum Lutheran lebih berfokus kepada nihilism dan mereka berkata bahwa langit dan bumi yang lama berlalu digantikan dengan langit dan bumi yang baru, bahkan laut pun tidak ada lagi. Tetapi Kalivinis memandang bahwa ini adalah sebuah pembaharuan (restorasi). Sampai sekarang pandangan ini masih bertahan dan belum ada titik temu. Tetapi, baik nihilism ataupun annihilisme, yang pasti akan ada new creation.

Jika kita perhatikan dari langit dan bumi yang Tuhan ciptakan dalam Kej 1 dengan segala pergolakan karena dosa dan dilanjutkan dengan penebusan yang dilakukan oleh Allah melalui hamba-hambanya, semua akan bemuara kepada karya Kristus di Kalvari dan berujung kepada langit dan bumi yang baru, sebuah tempat yang kita nantikan yaitu new creation. Akan ada langit dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran (ay. 13). Parousia (2nd coming) meresmikan penggenapan terakhir dari keseluruhan maksud sejarah, yaitu penebusan dan pembaharuan keseluruhan ciptaan Allah. Second coming juga adalah berlangsungnya realita penghakiman Allah yang adil, hancurnya kejahatan oleh Allah.

Apa yang terjadi dalam new creation itu? Dalam Wahyu 21:2-4 dikatakan, “Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.  Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” Melalui bagian ini juga ada muncul pandangan atau perdebatan para teolog akan Sorga. Melalui bagian firman yang di atas, sebagaian teolog yang mengatakan bahwa Sorga bukanlah selama-lamanya, tetapi Sorga adalah tempat sementara. Tempat selama-lamanya adalah langit dan bumi yang baru. Berbeda dengan pemahaman teologia tradisional, yang mengatakan bahwa Sorga adalah tempat selama-lamanya bagi manusia.

Ada orang berkata bahwa Sorga itu adalah tempat hadirat Allah, sebuah tempat dimana manusia tidak tahu, tetapi ketika seseorang mati dia bukan ke Sorga, tetapi ke sebuah tempat bersama dengan Allah, dan inilah yang disebut dengan intermediate state (1 Tes 4:16-18). Ada kebangkitan dimana orang yang banar pertama-tama dibangkitkan untuk memperoleh hidup yang kekal, kemudian orang yang tidak beriman dibangkitkan untuk mendapatkan hukuman yang kekal. Ketika kebangkitan tubuh yang baru terjadi (1 Kor 15) maka tubuh yang baru menyatu dengan roh kita. Pengkotbah pasal 2 berkata ketika orang mati maka tubuh menjadi tanah tetapi rohnya kembali kepada pencipta. Bagi pemahaman tradisional, tempat kembalinya roh inilah yang disebut Sorga. Tetapi, ada juga pandangan yang lain yang mengatakan bahwa ada juga sebuah tempat yang disebut intermediate state, dengan sebuah pemahaman bahwa orang beriman with the presence of God tetapi yang tidak beriman without the presence of God. Ketika Kristus datang kedua kali, tubuh yang baru menyatu kedalam roh kita dan masuk dalam masa penghakiman. Itulah sebabnya dipahami, ketika parousia, Yerusalem yang baru akan turun dari Sorga dan tahta Allah ada di sana dan masuklah pada langit dan bumi yang baru, dan disitulah kekalan.

Jika diambil garis linier, Kedatangan Kristus kedua kali adalah awal dari kekekalan. Ketika kita meninggal pada saat Kristus belum datang untuk kedua kali, maka roh kita ada pada satu tempat yang disebut intermediate state (sekali lagi, bagi pemahaman tradisional menganggap tempat ini adalah Sorga). Sorga kekal, ya, tetapi tempat kita selama-lamanya adalah langit dan bumi yang baru. (yang juga bagi pemahaman tradisonal menganggap itu adalah sorga kekal, itu juga bisa). Hal inilah yang memunculkan perdebatan dimana ada orang juga berkata Sorga itu tidak kekal, tetapi yang kekal adalah langit dan bumi yang baru, dengan pandangan bahwa Sorga itu kekal. Perdebatan ini juga masih berkembang sampai saat ini. Tetapi suatu hal yang pasti bahwa kekekalan adalah langit dan bumi yang baru.

Dalam new creation akan ada kemah Allah di tengah-tengah manusia dan Dia akan diam bersama umat tebusan-Nya dan Allahlah yang menjadi Allahnya mereka (Why. 21: 3). Kemudian dalam ciptaan yang baru ini Allah akan menghapus segala air mata, maut tidak akan ada lagi (1 Kor 15:54), dan tidak ada lagi perkabungan dan tangisan atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama telah berlalu (Why.21: 4). Meskipun penderitaan yang kita alami dari berbagai aspek bahkan penderitaan karena iman kepada Kristus selama di dunia, pada saatnya dalan new creation Allah akan menghapus air mata.

Dengan memahami kondisi seperti ini di dalam Wah 21:5 dikatakan, “Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" Dan firman-Nya: "Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar.” Dengan pemahaman bahwa Allah adalah Alfa dan Omega dan Kristus yang Alfa dan Ome itu adalah pribadi yang bertahta bersama-sama dan hidup mendampingi dan tinggal bersama dengan kita dan Dia adalah pemerintah atau Allah bagi kita bersama-sama dalam new creation. Dalam ay 6-7 dikatakan, “Firman-Nya lagi kepadaku: "Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan. Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku”. Ini adalah sebuah relasi yang indah antara Allah dengan kita, umat tebusannya.

Dalam new creation ada sebuah pembaharuan dimana yang lama berlalu dan muncul langit dan bumi yang baru yang penuh dengan keindahan. Kita tidak bisa membayangkannya. Jika kita mengacu kepada Yes 64, 62, 65 semuanya hidup penuh dengan kerukunan seperti pasal Kejadian pasal 1. Dengan pemikiran seperti ini, bagi mereka yang tidak beriman kepada Yahwe (ay 8) akan mendapat bagian mereka dalam kematian yang kedua yang adalah kematian kekal.

Bagaimana seharusnya yang menjadi sikap kita. Mari kembali 2 Pet 3 tadi. Dalam ay 11-12a dikatakan, “Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah.” Dalam menantikan dan menyongsong new creation kita harus hidup suci dan saleh (holy and godly lives). Kesalehan yang dimaksud bukan hanya kesalehan spiritual, tetapi kesalehan sosial. Peristiwa kejatuhan bukan hanya berdampak kepada manusia secara pribadi, tetapi juga menimbulkan dosa sosial. Jadi tidak cukup hanya ketika kita tidak berdosa, tidak korupsi, rajin saat teduh, dll, tetapi bagaimana hidup kita membawa dampak kepada tempat dimana kita berada, dimana kedaulatan Allah ditunjukkan dan shalom Allah hadir melalui hidup kita. Sikap kita berikutnya dalam menantikan kedatangan Kristus kedua kalinya adalah dengan berusaha supaya kedapatan tidak bercacat dan tak bernoda dihadapan-Nya dan berdamai dengan Dia (ay. 14). Ketika kita gagal mengerjakan mandat dan misi dari Allah, itu adalah bagian dari kecacatan dan hidup yang tercela. Bukankah dunia (dan seluruh aspeknya) ini membutuhkan penebusan Kristus?

Kesabaran Allah berarti kesempatan untuk beroleh selamat (ay.15). Lahir baru memang sekali, tetapi bertobat harus setiap saat. Jadi bagi jemaat diaspora ini adlah pesan agar mereka bertobat dan sadar dari dosanya agar mereka kedapatan jika Yesus datang kedua kali mereka tidak bercela. Tetapi ini juga sekaligus bagi kita menjadi sebuah peringatan bagi kita dimana jika akan ada new creation yang begitu indah itu, seharusnya kita lebih giat bermisi secara integral kepada Allah.

Tidak ada keselamatan kecuali dalam kristus. Roma 1:16 berkata, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.” Kemudian dalam Rom 10:13-15 juga dikatakan, “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” Mari bermisi, yang vertikalistik dengan beritakan kabar baik (injil) dan yang horizontal dimana kita menyelesaikan dosa sosial dan menegakkan kedaulatan Allah dimanapun kita berada.
Solideo Gloria!