Tuesday, October 16, 2012

Occultism: Principalities & Power


Aswindo Sitio

[Disampaikan pada Ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat,  27 Juli 2012)


Tidak diragukan lagi bahwa salah satu salah satu sisi kehidupan Kristen yang tidak gampang adalah apa yang kita sebut dengan peperangan rohani. Tentu saja hal ini berhubungan dengan si jahat, yaitu iblis itu sendiri. Konflik antara baik dan jahat (good vs evil) sudah berdiri dalam di tengah-tengah kekristenan masa Perjanjian Baru itu sendiri, bahkan jauh sebelum itu, konflik ini sudah dimulai pada masa pemberontakan malaikat kepada Allah (lih Yeh 28:13-19)

Principalities and Powers
Dalam Perjanjian Lama, setan merupakan figure yang tidak menonjol, yang muncul dalam tiga bagian sebagai malaikat yang sedang beroperasi sebagai musuh yang melawan umat Allah (Ayub 1-2, Zakharia 3:1, 1Tawarikh 21:1). Dan figure inilah yang Paulus sebutkan dalam setiap suratnya sebagai principalities and powers.

Apa sebenarnya principalities and powers ini? Frasa ini muncul sebanyak enam kali di dalam alkitab, khususnya dalam terjemahan King James Version (KJV) dan turunannya (NKJV, MKJV). Dalam Rom 8:37-39; Kolose 1:16; Kol 2:15; Efesus 3:10-11; Efesus 6:12; Titus 3:1.

Dalam beberapa terjemahan lain, frase ini diterjemahkan dengan berbagai variasi, misal: “rules and authorities”, “forces and authorities”, “rules and powers”. Walaupun demikian, di setiap bagian frase ini muncul, konteksnya sangat jelas mengarah kepada satu kuasa jahat atau si iblis yang luas dan berbahaya yang sedang bekerja melawan umat Allah atau dengan kata lain menentang sesuatu yang berasal dari Allah. Inilah yang disebut dengan kuasa jahat atau sering menarik umat Tuhan untuk beralih kepadanya dengan menawarkan beragam hal agar kita bisa bergantung kepada iblis ini khususnya sering terjadi dalam praktek okultisme.

Setan tidak dapat menaklukkan Allah, tetapi dia, sebagai malaikat yang jatuh, memiliki pengetahuan akan Allah. Setan memiliki pikiran, emosi, dan keinginan, dan memahami bagaimana Allah Tritunggal mengubah pikiran, emosi dan keinginan manusia. Kalah dari Allah membuat setan berusaha dengan berbagai cara untuk menaklukkan dunia, khususnya melakukan segala cara untuk menaklukkan umat Allah dalam hal panggilan, sebagai manifestasi dari pribadi Allah dalam menunjukkan hidup, kasih, dan kesatuan Allah Tritunggal di tengah dunia ini.

Strategi Iblis

Iblis menyerang manusia dengan berbagai cara karena dia adalah sang penipu, sang perusak, sang penguasa, dan sang pendakwa.
Sang Penipu (Yoh 8:44; Why 12:9)
Sebagai penipu Setan bisa:
  1. Memanipulasi pikiran kita. Jika kita bepikir bahwa iblis bisa kita permainkan, maka kita salah besar. Iblis adalah biang dari segala penipu, dan dia sudah sangat berpengalaman mulai dari masa kejatuhan para malaikat dimana mereka berusaha untuk menipu para anak-anak Allah. Setan menyerang manusia dalam pikirannya. Salah satu fungsi tertinggi dan termulia dari pikiran manusia adalah mendengarkan firman Tuhan, sehingga mampu membaca pikiran Allah dan memikirkan pikiran-pikiran Allah sesuai kehendakNya. Bayangkanlah jika Iblis berhasil menyerang kita dalam hal ini? Hal ini bisa membuat kita semakin buta akan kehendak Allah dalam hidup kita. Salah satu taktik dasar dari setan untuk menggoda manusia adalah tipu muslihat, yang berarti “to give false impression” atau dengan kata lain membuat distorsi dalam hal bagaimana kita memandang realita. Bahkan kita bisa mulai meragukan system nilai yang sudah kita bangun di dalam Kristus. Setan akan memulai membuat kita mulai meragukan kebaikan Tuhan dengan menekankan bagaimana Allah membatasi kebebasan manusia. Salah satu kisah yang sering kita baca mengenai penipuan si iblis ini adalah kisah kejatuhan dalam Kej 3. Pikiran-pikiran yang diserang seperti ini bisa membuat sense kita akan dunia supranatural menjadi tumpul kita bisa menjadi tidak percaya akan ‘dunia lain’ tersebut. Bahkan bermain-main dengan hal-hal yang bersifat kuasa gelap tanpa menyadari ketika kita mencoba menjulurkan tangan dalam territorial ini, maka kita akan terperangkap tanpa pernah tahu mana jalan keluarnya. Ingat, kita mungkin hanya berniat untuk bermain-main, tetapi tidak demikian dengan Iblis. Ia tidak pernah bermain-main untuk menyesatkan umat Allah. Seangan-serangan yang dilakukan ibliis tehadap pikiran kita akan membuat kita merasa ragu dan merasa benar akan kuasa penyembuhan yang dilakukan oleh dukun (baca: Iblis). Bahkan dalam pesta adat sering kita akhirnya kompromi dengan alasan-alasan yang kiat buat sendiri menjadi masuk akal bagi kita. Ini adalah trik Iblis! Kelicikan Iblis yang lain adalah bahwa Iblis mempengaruhi pikiran agar focus kepada Allah tetapi tidak secara utuh. Iblis mempengaruhi kita untuk mengerjakan kebenaran dan transformasi, tetapi tidak secara utuh. Sebagai penipu, tujuan terakhir iblis bukanlah ketika kita akhirnya berdosa, tetapi menipu manusia agar iblis dapat membuat semacam ikatan dalam hidup kita, sehingga ia dapat mempengaruhi dan menghancurkan kita. Kita bisa diikat jika membuka diri pada kuasa kegelapan dan praktek okultisme. Tulah sebabnya kita harus menawankan pikiran kita pada Kristus (2Kor 10:5) 
  2. Pemahaman kita akan dosa. Dr. Ed. Murphy berkata, “Setan selalu terlibat dalam dosa.” Di mana ada dosa, maka setan ada di sana. (band. Efesus 4:27 dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis). Mereka menyenangi lingkungan seperti itu karena memang habitat mereka. Perbudakan kepada dosa merupakan prioritas utama iblis yang sedang dikerjakan dalam dunia ini. [contoh: Jemaat Kolose yang merasakan bahwa selain dari anugerah, masih diperlukan ritual-ritual rohani agar bisa selamat, bahkan di Indonesia ada kasus dimana anggur dan roti disimpan untuk keperluan darurat). Setan secara aktif mempromosikan dosa dan pada saat yang sama berusaha untuk menyembunyikan semua dampaknya. Sehingga secara luas dosa dipahami dengan versi masing-masing; yang keinginan daginglah, masih hidup di dunialah, tuntutan budayalah, dll. 
  3. Pemahaman akan Kristus dan Roh. Iblis memang tidak bisa meniadakan dampak akan kemenangan Kristus di Kalvari, tetapi dia dapat dan akan terus berusaha merusak atau meminimalkan dampak kematian Kristus itu dalam mentransformasi hidup kita. 
Sang Perusak 
Apakah iblis bisa memberi penderitaan badani kepada kita? Saya kira kisah Ayub (khususnya pasal 1 dan 2) menjelaskan hal ini. Jika Iblis tidak bisa menyerang kita dengan pikiran kita, maka ia akan melakukannya melalui tubuh kita. Ada banyak kasus di dalam alkitab yang menunjukkan bagaimana sifat setan si perusak ini menyerang tubuh manusia. Ia menyebabkan seorang laki-laki menjadi bisu (Mat 9:32, 33), seorang perempuan menjadi bungkuk (Luk 13:11-17). Bahkan ia menyerang seorang anak hingga anak tersebut jatuh ke air dan api (Mat 17:14-18). Tidak ada pengecualian di sini, setan ingin menyerang dan merusak tubuh kita. Setan akan senantiasa menyerang tubuh kita dengan penderitaan-penderitaan yang ada yang bisa membuat ketekunan kita untuk melakukan kehendak Allah akan semakin terkikis.

Bahkan dalam berbagai kasus yang ada, kuasa jahat bisa dipakai untuk menyerang orang lain (santet, guna-guna, begu ganjang, dll). Untuk hal ini, kita harus mengingat apa yang Tuhan katakan dalam Ulangan 18:10-11, “Di antaramu janganlah didapati seorang pun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati.”
Sang Penguasa 
Iblis bisa melakukan hal yang supranatural? Ya, sangat bisa. Iblis tidak maha kuasa, tetapi bukan berarti iblis tidak memiliki kuasa. Dalam tatanan ciptaan, posisi malaikat (termasuk iblis) lebih tinggi dari manusia (tetapi kelak manusia akan lebih dari malaikat). Ia memilikinya dan sering melakukan tanda-tanda yang supranatural. Ia bisa menyembuhkan. Ia bisa membuat fenomena-fenomena gaib. Ia adalah penguasa kerajaan angkasa bahkan penguasa dunia ini.

1Yoh 5:19 berkata, “5:19 Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat.” Itulah sebabnya ia juga memberikan kekuasaan-kekuasaan palsu bagi mereka yang menginginkannya. Ia menggunakan kesombongan manusia sebagai senjatanya agar manusia tidak selalu bergantung kepada kehendak Allah. Begitu banyak orang yang merindukan kekuasaan sampai-sampai menggunakan cara yang Tuhan benci. Mereka pergi kepada orang pintar. Menggunakan jimat-jimat, pengasih, dll.
Sang Pendakwa
Mungkin kita berpikir bahwa setelah membawa orang melakukan dosa maka setan akan membiarkan orang itu mengalami penderitaan sebagai akibat dosanya. Namun, kenyataannya tidak begitu. Setan mempunyai satu tipu daya lainnya yang akan membuat orang Kristen yang tidak taat mengalami kekalahan ganda. Ia senantiasa mendakwa kita dengan dosa yang kita lakukan sehingga kita merasa bahwa kasih karunia Tuhan tidak akan bisa menyelamatkan kita. Jika kita terus menerus mendengarkan dakwaan iblis, kita sedang membuka diri kepada keputusasaan dan kelumpuhan rohani. Ini adalah sebuah tanda di mana jika kita merasa tidak tertolong lagi dan tidak ada harapan, kita dapat memastikan bahwa setan sedang mendakwa kita. Setan ingin kita merasa bersalah, dan selain terus menerus merasa bersalah maka kita akan semakin lama semakin jauh dari Tuhan dan tidak maksimal lagi sebagai alat Tuhan dalam mengerjakan misiNya.

Senjata Rohani
Ini adalah bagian yang harus kita waspadai. Bagaimana caranya agar kita bisa melawannya? Paulus dengan jelas menuliskannya dalam Efesus 6:10-20.

Berdirilah teguh! Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan dan kenakanlah perlengkapan senjata Allah. Apa saja yang menjadi senjata bagi kita?
  1. Ikat pinggang kebenaran. Karena setan adalah pendusta, maka kita harus melawannya dengan kebenaran Allah. Pinggang adalah pusat tindakan, gerakan dan arah. Jika kita tidak diarahkan dan digerakkan oleh kebenaran, maka kita akan dikalahkan musuh. Ikat pinggang bukanlah senjata untuk menyerang, tetapi untuk perlindungan. 
  2. Bazu zirah keadilan. Perlengkapan senjata ini menutupi tubuh prajurit bagian depan, mulai dari leher sampai pinggang. Bazu zirah ini melindungi organ tubuh yang paling penting. Yang dimaksudkan Paulus di sini adalah keadilan di dalam Kristus yang kita terima saat kita percaya kepadanya. Keadilan sering diterjemahkan dengan pembenaran, yaitu satu prakarsa Allah yang penuh rahmat membenarkan manusia yang berdosa melalui Kristus. Setan adalah penuduh, dan ia akan menyerang kita dengan cara mengingatkan kita akan dosa-dosa kita. Melalui iman di dalam Kristuslah, maka kita akan memiliki keadilan yang diikatkan kepada kita. 
  3. Sepatu (kasut) damai sejahtera. Tentara Romawi mamakai sepatu berpaku agar stabil dan lincah. Seberapa teguh anda berdiri menentukan kemenangan anda. Jika seorang pejuang kehilangan tempat berpijak, dia bisa kalah dalam perang. Orang Kristen yang memiliki tempat berpijak yang kokoh akan memiliki keyakinan saat dia menghadapi musuh. Kita berdiri teguh oleh karena Injil. 1Kor 15:3-5 berkata, “3 Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, 4 bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; 5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.” Kemenangan Kristus inilah yang memberi tempat berpijak yang aman dan kokoh pada saat kita berperang melawan Iblis. 
  4. Perisai Iman. Perisai romawi berukuran sekitar 60 x 120 cm, terbuat dari kayu dan dilapisi kulit dan logam. Perisai ini berguna sebagai dinding yang bisa digerakkan di mana para prajurit bisa bersembunyi dan melindungi diri mereka sendiri dari panah-panah api yang ditembakkan oleh musuh. Iman kita kepada Kristuslah yang memadamkan panah-panah api ini. Panah-panah api seperti apa yang ditembakkan kepada kita? Warren W. Wiersbe mengatakan bahwa panah-panah api ini berupa pikiran-pikiran yang datang satu persatu – keragu-raguan, ketakutan, kekuatiran, dst. Memercayai janji-janji Allah dan memegang FirmanNya akan memadamkan panah-panah api ini. Alangkah pentingnya bagi prajurit Kristen unuk belajar Firman. 
  5. Ketopong Keselamatan. Dalam 1Tes 5:8 dikatakan, “8 Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan.” Paulus disini merujuk kepada pengharapan yang dimiliki oleh orang percaya, yaitu apabila Yesus datang kembali. Setan seringkali menggunakan keputusasaan dan ketidakberdayaan sebagai senjata untuk melawan kita. Pada saat kita sedang kecewalah, kita paling mudah diserang. Kita akan membuat keputusan-keputusan bodoh dan mudah sekali terkena pencobaan. Apabila pikiran kita dilindungi oleh “pengharapan yang mulia” bahwa Tuhan akan datang kembali, maka setan tidak akan menggunakan kekecewaan kita untuk menyerang dan mengalahkan kita. 
  6. Pedang Roh. Inilah senjata penyerang – perlengkapan senjata rohani yang lain untuk bertahan. Pedang rohani, yaitu firman Allah, berbeda dari pedang biasa yang digunakan oleh orang. Pedang materi dapat tumpul jika digunakan, namun firman Tuhan tetap tajam. Yesus sendiri menggunakan pedang Roh ketika Ia bertemu dan mengalahkan setan di padang gurun. 
Inilah semua senjata rohani yang harus kita kenakan yang akan memampukan kita berdiri teguh. Semua ini hanya menjadi lambang saja bagi orang-orang Kristen kecuali jika kita mengetahui cara menggunakannya. Dan jawabannya adalah, “dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,” (ay 18).

Mari mengenakan semua persenjataan rohani kita disertai dengan doa, agar kita siap melalui peperangan rohani kita dan senantiasa berdiri teguh dan berkemenangan setiap harinya.










Eksposisi 1 Petrus 5:1-11


Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th

 [Dibawakan pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat 13 Juli 2012]

Hari ini kita akan belajar bersama mengenai pasal terakhir dari surat 1Petrus ini. Setelah banyak berbicara tentang panggilan sebagai umat Allah (1Pet 2:9), maka penting sekali menjaga kekudusan (1Pet 1:15-16) dan penderitaan karena ketaatan pada Tuhan(pasal 3-4), maka Petrus mengakhiri surat yang pertama dengan panggilan untuk melayani khususnya para penatua di jemaat diaspora.

Pasal 1-4 ditujukan kepada semua orang percaya (jemaat), tetapi pasal 5: 1-4 khusus bagi para pekerja Tuhan (penatua). Ada beberapa hal yang mendasari Petrus menuliskan hal ini kepada penetua. Pertama, sebagai sesama hamba Tuhan (teman penatua – ay 1). Kedua, karena Petrus adalah saksi penderitaan Kristus (sebagai Rasul) di mana dia bersama orang percaya juga sedang sama-sama menderita karena Kristus (5: 1). Hal ini penting, jika tidak dorongan atau motivasi yang kita berikan kepada orang lain akan menjadi hampa jika kita tidak pernah mengalaminya (1Yoh 1:1-4). Semua yang Petrus alami bukan teori tetapi pengalaman nyata selama hidup bersama dengan Yesus dan mengalami penderitaan oleh karena iman kepada Kristus. Dasar ketiga adalah kesadaran bahwa orang yang akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak – bukan hanya sebagai orang beriman tetapi juga sebagai hamba Tuhan yang menderita demi umat karena Kristus.

Dalam bagian ini kita melihat bagaimana Petrus memberikan nasihat kepada penatua ini. Nasihatnya adalah gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri (ay 2). Satu hal yang disadarkan Petrus adalah perintah untuk menggembalakan dalam hal ini merawat atau memelihara (bandingkan dengan pengalaman pemazmur dalam Maz 23 akan gembala yang baik dan juga dalam Yeh 34:11-16 di mana konsep inilah yang dipakai Petrus dalam hal menggembalakan). Apa yang digembalakan? Yaitu kawanan domba Allah yang ada padamu. Petrus ingin menekankan bahwa jemaat itu bukan milik mereka (manusia) tetapi milik kepunyaan Allah yang dipercayakan kepada penatua untuk digembalakan dan harus bertanggung jawab kepada Allah sebagai Pemilik. Sebagai seorang pelayan (apakah pemimpin kelompok atau pengurus ikatan alumni) kita harus mengingat bahwa yang kita layani adalah kawanan domba Allah yang dipercayakan kepada kita. Penyadaran akan hal ini membuat kita bertanggungjawab dalam mengerjakan tanggungjawab kita. Penyadaran akan hal ini juga akan membuat kita tidak dalam posisi mengeksploitasi orang yang kita layani (Yeh 34:1-6 adalah kisah eksploitasi yang dilakukan gembala jahat).

Kemudian Petrus melanjutkan bahwa dalam menggembalakan kawanan domba Allah kita tidak boleh terpaksa, tetapi sukarela sesuai dengan kehendak Allah (ay 2). Ingat, sukarela berasal dari kata ‘suka’ dan ‘rela’. Jadi bukan semau kita, jika kita sempat, atau lagi mood. Tetapi dalam menggembalakan jemaat kita harus sukarela memiliki standar sesuai dengan kehendak Allah. Sedih sekali melihat banyak sekali pelayan Tuhan yang melayani berdasarkan kehendak atau mood sendiri, sehingga dengan gampang memutuskan untuk istirahat atau cuti dalam pelayanan. Sebagai seorang yang memahami kehendak Allah, kita tidak boleh terjebak dalam situasi ini karena hal ini hanyalah standar kita.

Kita juga tidak boleh mencari keuntungan, tetapi pengabdian (ay 2). Melayani itu adalah memberi dan mengorbankan yang kita punya. Seorang pelayan tidak menghitung apa yang sudah ia serahkan (waktu, tenaga, atau uang) tetapi menghitung apa lagi yang masih bisa ia persembahkan. jika kita melakungan hitung-hitungan maka kita bisa mengharapkan balas jasa dan terjebak dalam dosa kesombongan.

Dalam melakukan tugas penggembalaan tidak boleh ngebos, melainkan menjadi teladan (ay 3, band 2Tim 3:10). Pemimpin duniawi memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, sedangkan pemimpin rohani menunjukkan kepada orang lain bagaimana melakukan sesuatu. Yang ditekankan oleh Petrus adalah betapa besarnya pengaruh teadan kepada orang lain (khususnya yang kita layani). Apa yang kita lakukan berbicara lebih keras dari apa yang kita ucapkan. Mari kita senantiasa membenahi diri agar menjadi pemimpin yang baik bagi mereka yang kita layani. Sama seperti Paulus yang berkata kepada Timotius, “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku” (2Tim 3:10). Inilah teladan!

Jikla semua hal ini dilakukan kepada jemaat maka akan menghasilkan dampak dimana saat Gembala Agung datang (2nd coming of Christ) kita akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu (ay 4, band 2Tim 4:7-8).
Setelah memberikan nasihat kepada penatua, pada bagian selanjutnya Petrus memberikan nasihat kepada orang muda. Pertama, tunduklah kepada orang-orang tua (dalam terjemahan lain orang yang lebih tua) (ay 5a). Ingat, soal ketundukan disini adalah dalam prinsip kebenaran. Jika yang diperintahkan senior itu sesuai dengan firman Tuhan kita harus taat. Tetapi jika yang diperintahkan senior itu bertentangan dengan firman Tuhan kita harus menolaknya. Tetapi tetap menghormati dirinya. Menghormati wajib, tetapi menaati tidak. Selama yang diperintahkan sesuai dengan firman Tuhan kita harus taat, tetapi jika tidak sesuai dengan firman Tuhan kita harus tolak.

Nasihat kedua adalah merendahkan diri seorang terhadap yang lain (5b) sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (5c). Prinsip yang perlu dibangun adalah aktif merendahkan diri di bawah tangan Tuhan yang kuat dan pasif akan ditinggikan oleh Allah (ay 6). Kristus aktif berinkarnasi tetapi Allah meninggikan Dia (Fil 2:5-11).

Ketiga, tidak perlu kuatir (NIV – cast all your anxiety) baik penatua maupun kaum muda, karena Allah memelihara (ay 7). Banyak orang Kristen sudah berdoa menyerahkan kekuatirannya kepada Allah tetapi masih tetap menanggung semua bebannya sendiri dan membuat mereka masih tetap dalam pergumulan. Mari menyerahkan semua kekuatiran kita kepada Tuhan dan hal ini butuh latihan (lih Mat 6:25-33). Dan Petrus menasehatkan hal ini dalam konteks menderita sebagai orang percaya dan dalam menggembalakan kawanan domba Allah serta kaum muda dalam menjalani kehidupannya (hari esok).

Nasihat berikutnya adalah sadar dan berjaga (be self-controlled and alert – ay 8) sebab iblis, lawan kita (bukan kawan) bagaikan singa yang siap menerkam (band Mat 26:41). Hal ini juga perlu latihan. “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Fil 4:8). Mari kita belajar untuk melatih diri untuk waspada dan berjaga-jaga dari stimulus yang selalu datang melalui panca indera kita. Iblis itu dilawan dengan iman yang teguh dan sadarlah bahwa bukan hanya kamu yang mengalami hal yang sama, tetapi seluruh orang percaya di dunia (5: 9). Pertahanan yang terbaik adalah menyerang. Itulah sebabnya jangan ada alumni yang tidak melayani. Ketika kita melayani kita sedang berperang melawan iblis. Tidak akan ada alumni yang bisa bertumbu secara rohani tanpa melayani. Tidak ada alumni yang mampu berdiri dalam kebenaran jika tidak terlibat dalam pekerjaan Allah (apakah memimpin kelompok, pengurus di ikatan alumni atau gereja, dll).

Ingatlah bahwa Allah (sumber segala kasih karunia dan yang telah memanggil dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal) akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kita dengan doa dan firman (will restore you and make you strong, firm and steadfast -5: 10, bd. Yos. 1: 6-9). Penderitaan yang kamu alami itu tidaklah lama (5: 10b) jika dibandingkan dengan kenikmatan kemuliaan dalam kekekalan bersama dengan Allah di Sorga. Jangan ada yang mengeluh karena penderitaan yang dialaminya terasa sangat lama. Saya tidak tahu apa yang menjadi pergumulan kita tetapi dari kacamata kekekalan penderitaan yang kita alami adalah seketika lamanya.

Dasar jaminan ayat 10 adalah bahwa Allah pemilik kuasa selama-lamanya (bukan hanya maha kuasa) (5: 11). Kekuatan Iblis dan juga mereka yang dipakai Iblis sebagai alatnya untuk membuat umat Allah menderita, sangatlah terbatas. Mereka hanya dapat membunuh tubuh tetapi Allah berkuasa membunuh jiwa. Masihkan kita yakin bahwa Allah berkuasa menolong kita dalam pergumulan dan penderitaan kita? Masihkan kita yakin bahwa Allah berkuasa memberikan yang terbaik kepada kita? Masihkan kita yakin bahwa Allah berkuasa menyembuhkan kita dari pergumulan penyakit? Ingat, ada jaminan bahwa Allah yang berkuasa untuk menolong kita, memelihara dan menjaga kita karena Allah adalah pemilik kuasa selama-lamanya. Jangan seorangpun kita yang meragukan kemahakuasaan dan kebaikan Allah. Tetapi yakinilah bahwa Allah berkuasa dan sanggup untuk menolong kita.

Solideo Gloria!

Eksposisi 1Petrus 4


Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th

[Dibawakan di ibadah Mimbar Bina Alumni pada hari Jumat, 6 Juli 2012]

1Pet 4:1 “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, -- karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa --,”

Hari ini kita akan masuk pada 1Petrus 4. Dalam terjemahan NIV kata yang dipakai untuk mengawali ay 1 adalah therefore (karena itu). Kata ini mengacu pada 1Petrus 3:19-22 yang merupakan sisipan yang dibuat Petrus sebagai interval dari pasal 3 ke pasal 4. Hal ini terkait dengan pasal 3:17-18 mengenai penderitaan karena melakukan perbuatan yang baik atau benar atau karena ketaatan kepada Allah, bukan karena dosa.
Yang menjadi dasar kita sehingga bisa memiliki hidup demikian adalah:
  1. Kristus yang dengan rela (willingness) menderita badani karena ketidakadilan, maka orang percaya harus mempersenjatai diri dengan pemikiran yang sama. Jadi murid yang mengikuti teladan dan pengalaman sang guru. Sang Guru dan Tuhan saja mengalami hal yang sedemikian, apalagi kita. Hal ini penting untuk kita pamahi. Jika kita menghadapi tantangan karena Kristus, ingatlah bahwa Yesus sendiri, Sang Tuhan, telah mengalaminya lebih dahulu.
  2. Sikap dan pengalaman seperti di atas (menderita badani karena ketidakadilan) memampukan seseorang untuk mengarahkan prioritas hidupnya (4: 1b). Justru ketika kita menghadapi kesulitan dalam hidup karena ketaatan kepada Allah akan membuat kita memilah apa sebenarnya prioritas dalam hidup kita. Jika kita ingin mencemplungkan diri dalam dunia yang jahat maka kita tidak akan perlu mengalami berbagai penderitaan. Satu hal yang membuat kita mampu bertahan dalam kebenaran ketika mendapat tekanan atau penderitaan adalah jika kita memiliki nilai hidup dan prioritas yang jelas. Ketika menghadapinya kita tidak pernah menyesal atau menggerutu bahkan menyesal telah menjadi orang Kristen. Keinginan dan tindakan dosa yang sebelumnya kelihatan penting, sekarang tidak signifikan lagi ketika kehidupan seseorang dalam keadaan bahaya (jeopardy). 
  3. Menderita karena ketaatan kepada Kristus bermuara pada penyucian. Penyucian dalam kekristenan itu ada dua. Pertama adalah justification atau pembenaran. Orang yang beriman kepada Kristus adalah orang-orang yang dibenarkan dan benar di hadapan Allah. Ada relasi antara hidup benar dengan kekudusan. Kedua, sanctification atau proses penyucian yang terus berkembang (progresif). Jika pembenaran adalah sekali untuk selamanya maka penyucian terjadi setiap hari ketika kita jatuh ke dalam dosa (band 1Petr 1:15-16). Dalam kerangka inilah orang-orang yang percaya, meski mengalami penderitaan, dipanggil oleh Allah untuk masuk dalam kehidupan yang suci. 
  4. Dalam ay 2 dikatakan, “supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.” Yang dikatakan Petrus adalah apapun yang terjadi di dalam hidup kita, termasuk mengalami ketidakadilan karena ketaatan kepada Allah, ingatlah bahwa hal yang paling penting di dalam menentukan hidupmu adalah kehendak Allah di dalam hidupmu. Jadi bukan kenyamanan (comfort zone), bukan materi, bukan promosi, tetapi kehendak Allahlah yang menjadi dasar utaman dalam hidup kita. Apapun yang kita pilih dan lakukan dasar utama adalah kehendak Allah. Dengan kata lain kehendak Allah faktor penentu dalam kehidupan.

Mengapa kita harus memiliki sikap seperti ini adalah sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang (ay 3). Inilah juga yang menjadi sebab mengapa jemaat difitnah. Dalam ay 4 dikatakan, “Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu. Ada perubahan yang radikal dalam diri mereka yang membuat orang-orang di sekitar mereka menfitnah bahwa mereka tetap melakukan yang jahat. Hal inilah yang membuat mereka menderita dalam ketidakadilan. Itulah sebabnya dalam 1Pet 2:12 Petrus berkata, “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.” (band 3:15-17).

Dalam ay 5 dikatakan, “Tetapi mereka harus memberii pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.” Apa yang hendak dikatakan Petrus adalah agar jemaat bertahan meski dalam ketidakadilan dengan sebuah kesadaran bahwa penghakiman menantikan mereka yang jahat (5). Pembalasan bukan hak kita tetapi milik Allah. Mari bediri teguh di dalam kebenaran (lihat Rom 12:19). Ada Allah yang akan menjadi Hakim yang adil. Jangan benci mereka yang melakukan ketidakadilan terhadap diri kita sebab mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Mengapa demikian? Dalam ay 6 dikatakan, “Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.” Injil telah diberitakan pada orang-orang mati (dulu ketika mereka masih hidup Injil diberitakan kepada merekal, dan sekarang mereka telah mati - 4: 6). Bagian ini berbeda dengan 1Petrus 3: 19-20 di mana Yesus memang pergi ke dunia maut (band. pengakuan iman rasuli kita “yang turun dalam kerajaan maut”) dan Ia pergi ke sana dalam Roh dengan alasan bukan untuk sebuah pertobatan tetapi memberitakan sebuah deklarasi bahwa Ia adalah Tuhan yang mengalahkan dosa dan maut. Tidak ada kesempatan bagi orang mati (mati dalam keberdosaan) untuk diselamatkan (lihat Ibr. 9: 27).

Dalam ay 6b dikatakan ada dua frasa yang menarik yaitu ‘dihakimi secara badani’ dan ‘tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah’. Dihakimi secara badani’ maksudnya adalah bahwa semua manusia tunduk kepada penghakiman baik dalam kekinian (Yoh 5:24) dan kehidupan kelak (4:5). Sedangkan ‘oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah’ (4: 6c) adalah alasan kedua kenapa Injil telah diberitakan dahulu (sebelumnya) kepada mereka yang telah mati di mana orang yang mendengar dan percaya kepada Injil akan hidup sebagaimana Allah hidup, yaitu hidup yang diberikan oleh Roh. Arti yang lain adalah bahwa alasan pemberitaan Injil supaya umat Allah meskipun mereka diperlakukan jahat dan dibunuh oleh karena hidup benar, akan memiliki hidup kekal yang diberikan oleh Roh.

Mari melihat bagian berikutnya (ay 7-11). Setelah memaparkan sikap terhadap orang yang berbuat jahat, Petrus masuk pada sikap positif lainnya yang perlu dibangun di dalam diri orang percaya. Hal ini diawali dengan keyakinan akan kedatangan Kristus yang kedua. Ay 7 dikatakan, “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.” Petrus berkata ‘kesudahan segala sesuatu sudah dekat’ itu ada masa eskatologis, yaitu kedatangan Kristus kedua kali (mengacu pada ay 5 dan 6, band Yak 5:9; 2Pet 3:3-10). Di dalam ini ada dua hal, di mana dalam konteksnya Petrus berkata dalam general eschatology, tetapi hal ini juga tidak luput dari personal eschatology.

Kesadaran eskatologi mendasari Petrus menasehatkan Jemaat akan beberapa hal, yaitu: 
  1. ‘Kuasai diri’ (be clear minded), jadilah tenang (self-controlled) supaya dapat berdoa (4:7a). Mengapa? Ada ketakutan, kegelisahan dan kebisingan dapat membuat orang sulit berdoa (Lih. 3: 13-17; 4: 1-6). Pasti kita pernah mengalami situasi dimana kita sulit untuk berdoa. Hal ini bisa terjadi karena stress dan kebisingan hati. Itulah sebabnya Petrus berkata “kuasailah dirimu”. Hal ini bisa membuat kita berdoa. 
  2. Mengasihi dengan sungguh (deeply) karena kasih menutupi banyak dosa (4: 8). Ini bukanlah  ‘kasih yang karena dan supaya’ tetapi ‘kasih meskipun’ ( bd. Mt. 18: 21-22). Bagaimana bisa memaafkan dan memberi kasih kepada seseorang adalah dengan menghitung kebaikan yang pernah kita terima dari dirinya. Jangan hanya mengingat kejahatan yang pernah dilakukannya. 
  3. Murah hati (offer hospitality - 4:9, bd. Rom. 12: 13). Kita dapat memberi tanpa kasih, tetapi kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi. 
  4. Melayani sesuai karunia/talenta (4: 10, lih. Rom. 12: 4-8).

Nasihat dalam Ay 8-10 ini berlaku untuk internal (sesama orang beriman) dan juga eksternal (orang yang berbuat jahat bagi mereka). Jadi ada pelayanan sesuai dengan karunia yang akan memberi dampak seperti pada ay 11, dikatakan disana, “Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.”

Dalam bagian selanjutnya (12-19) kita menemukan beberapa nasihat (ulangan) dan dorongan. 
  1. Tidak perlu heran jika harus mengalami penderitaan (4: 12) [terj NIV ‘do not surprised at the painful trials you are suffering’]. Mengapa tidak perlu heran adalalah karena penderitaan yang kita alami adalah hal yang biasa (1Ptr. 3: 13-4:6). Pertanyaan refleksi bagi kita adalah apakah penderitaan yang kita alami oleh karena ketaatan kita pada Kristus kita rasa terlalu berat atau sesuatu yang biasa? Mengapa Petrus berani berkata bahwa penderitaan karena ketaatan kepada Kristus merupakan sesuatu yang biasa adalah karena kehendak Allah yang menjadi faktor penentu dalam hidup. Apapun yang terjadi dalam hidup, jika kita pandang dengan kacamata kehendak Allah, dengan sebuah target kesucian hidup membuat kita melihat apapun yang terjadi dalam hidup ini adalah hal yang biasa. Jadi dasarnya kehendak Allah dan targetnya penyucian. 
  2. Selain tidak perlu heran, malah harus bersukacita karena mengambil bagian dalam penderitaan dan sukacita dalam Kristus (4: 13-14, bd. Kol. 1: 24). Jemaat diaspora itu pada awalnya mengeluh. Dan Petrus mengatakan agar mereka jangan mengeluh dan melihatnya sebagai kehendak Allah untuk penyucian mereka. Kemudian Petrus mengatakan agar mereka jangan heran, kemudian naik lagi menjadi melihatnya sebagai sesuatu yang biasa, dan kemudian naik lagi menjadi bersukacita. 
  3. Jangan ada yang menderita karena berbuat jahat (4: 15) dan jangan malu kalau menderita sebagai orang Kristen (karena iman dan ketaatan) bahkan harus memuliakan Allah di dalam hal tersebut (4: 16).

Apa alasannya? Dalam ay 17-18 dikatakan, “Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?”
Petrus mengatakan bahwa ‘For it is time for judgement to begin with the family of God’ (4: 17). Jangan pernah menganggap penghakiman hanya pada masa kekekalan ketika Yesus datang kedua kalinya Pada saat ini juga ada walau belum bermuara kepada kematian kekal. Petrus melihat bahwa penderitaan dan penganiayaan yang dialami umat Allah merupakan penghakiman yang bertujuan untuk menyucikan orang beriman (3:15a).

Arti lain dari ayat ini bisa dilihat dengan mengacu pada 4:7a. Penghakiman sebagai bentuk pertanggungjawaban hidup bagi orang percaya (bukan soal keselamatan, tetapi tentang mahkota atau upah). Itulah sebabnya maka betapa mengerikan penghakiman bagi mereka yang tidak beriman (4:17b-18). Karena penghakiman bagi mereka berarti kematian yang kekal. Bagi kita pun yang sudah pasti selamat penghakiman itu mengerikan walaupun tidak berbicara soal keselamatan tetapi soal mahkota (2Tim 4:7) apalagi bagi mereka yang tanpa Kristus karena berarti kematian yang kekal. Mari perhatikan ay 18 ‘jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan’ artinya adalah bahwa orang yang lahir baru tidak bisa tidak pasti akan diselamatkan. Mengacu kepada 1Kor 3:10-15 kita melihat bahwa dasar adalah Kristus dimana ada orang membangun dengan emas, perak, kayu, jerami, atau rumput kering. Pada suatu saat akan ada penghakiman. Dalam 1Kor 3:15 dikatakan, “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” Setiap orang akan memberikan pertanggungkawaban kepada Allah pada hari penghakiman dan orang yang kahir baru akan selamat tetapi lebih baik jika selamat seperti contoh metafora emas, perak atau batu permata dibandingkan dengan kayu, rumput kering atau jerami yang juga selamat tetapi seperti diambil dari dalam api.

Karena itu dalam ay 19 dikatakan, “Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia.” Petrus menasihatkan agar mereka (dan juga kita) yang harus menderita karena kehendak Allah menyerahkan jiwanya kepada Pencipta yang setia dan selalu berbuat baik (continue to do good). Ada sikap yang meningkat lagi. Sikap awal jemaat diaspora adalah mengeluh. Tetapi Petrus menyatakan jangan mengeluh karena penderitaan itu biasa, oleh sebab itu jangan heran dan bersukacitalah bahkan menebarkan kasih dan menyerahkan jiwa kepada pencipta dan selalu berbuat baik.

Mulai hari ini apapun yang terjadi kepada kita karena ketaatan kepada Kristus, mari menikmati hidup sebagai orang Kristen.

Solideo Gloria!

Eksposisi 1Petrus 3


Untung Suseno, M. Th


Minggu lalu kita telah belajar 1Petrus 2 dan jika kita pelajari secara keseluruhan kitab 1Petrus maka kita akan menemukan garis besar yang sangat sederhana.  Pada pasal 1 ay 1-2 kita akan menemukan salam pembukaan dari surat Petrus ini, kemudian dalam 1:3-2:10 kita akan emnemukan mengenai kelahiran kembali, dan dalam 2:11-3:7 kita menemukan mengenai tantangan untuk memiliki perilaku yang baru di dalam Kristus.

Mari melihat 1Petrus pasal 3 ini. Ay 1-7 masih berbicara mengenai masalah tantangan untuk memiliki dan perilaku hidup yang baru setelah kelahiran yang baru. Ada beberapa nasihat yang diberikan Petrus disini. Dalam ay 1 dikatakan, “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya,”. Ini adalah nasihat Petrus kepada para isteri yang memiliki suami belum percaya (dalam kasus surat Petrus ini mereka menikah ketika belum mengenal Tuhan, jadi ketika sudah menikah, sang isteri bertobat). Ketundukan ini harus dipahami dalam konteks yang benar. Ketundukan isteri di sini bukanlah sebuah ketundukan yang buta. Ketundukan dalam ayat ini adalah bicara soal submission. Submission disini dalam pengertian fungsional. Artinya adalah bahwa fungsi wanita itu berbeda dengan laki-laki di mana laki-laki adalah kepala atas keluarga dan perempuan memerankan peran taat pada kepemimpinan kepala. Jadi bukan pengertian subordinasi, bahwa laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Laki-laki dan perempuan sejajar dalam pemahaman alkitab. Jadi ada nasihat kepada para isteri bahwa siapapun suami mereka, meskipun ia tidak mengenal Tuhan maka peran isteri, dalam pengertian tertentu, haruslah tunduk kepada suami. Ingat, pengertian tunduk disini harus dipahami sebagai sesuatu yang fungsional. Mengapa hal ini perlu? Supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, karena mereka melihat bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.

Nasihat berikutnya ada di dalam ay 3, dikatakan disana, “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah,”. Perhiasan seorang isteri bukanlah perhiasan lahiriah atau sesuatu yang tampak dari luar. Tetapi perhiasan seorang isteri ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah (ay 4).
Dapat disimpulkan bahwa hal terpenting dari seorang isteri adalah memerankan peran submission (ketundukan) kepada suami. Lalu yang berikutnya adalah inner beauty atau karakter seorang isteri yang sudah lahir baru di dalam Tuhan. Ketekunan seorang isteri akan bisa mengubah suami. Hal ini adalah sesuatu yang berat tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Tetapi dalam kisah PB ada kisah dimana akhirnya seorang wanita bisa mengubah keluarganya (misalnya Lidia). Petrus kemudian menggambarkan bagaimana ketundukan ini seperti yang ketundukan Sarah kepada Abraham (ay 6).

Nasihat berikutnya adalah nasihat kepada para suami. Dalam ay 7 dikatakan, “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.” Berbeda dengan para isteri, nasihat ini diberikan kepada suami yang memiliki isteri yang sudah mengenal Tuhan. Ada dua hal yang penting yang dinasihatkan Petrus kepada suami-suami. Pertama, hiduplah bijaksana dengan isterimu. Ini adalah nasihat yang penting. Dalam terjemahan lain kata ‘bijaksana’ memiliki pengertian ‘harus paham’ terhadap siapa isterinya. Ini adalah tugas yang berat. Tugas suami adalah memahami siapa yang dipimpinnya, sampai ia betul-betul mengenal dengan baik siapa yang menjadi isterinya. Suami-suami harus kenal betul siapa pasangannya. Mengapa harus lebih kenal? Karena isteri adalah kaum yang lebih lemah. ‘Lebih lemah’ disini bukanlah dalam pengertian intelektual, bukan juga laki-laki memiliki otoritas lebih besar daripada perempuan. Tetapi ‘lebih lemah’ disini berbicara soal keterbatasan perempuan. Perempuan lebih terbatas dari laki-laki. Itulah sebabnya laki-laki harus lebih mengenal pasangannya lalu melayani pasangannya sebagai isteri yang dicintainya dalam setiap keterbatasannya.

Hal penting kedua adalah hormatilah mereka. Hormati artinya menghargai isteri dengan sukarela. Jadi seorang suami harus mengenal pasangannya dengan setiap keterbatasan isterinya dan para suami juga harus menghargai keterbatasannya itu sebab perempuan juga adalah pewaris Kerajaan Allah sama dengan laki-laki. Tidak ada yang lebih tinggi! Tidak ada subordinasi! Hanya fungsinya yang berbeda. Laki-laki sebagai kepala yang tugasnya adalah mengenal dan hidup dengan bijaksana dengan isterinya, menghargai dan menerima pasangannya bahkan dalam setiap keterbatasan pasangannya. Sedangkan peran seorang isteri adalah tunduk kepada suami. Inilah tantangan orang Kristen yang harus hidup dalam perilaku yang baru di dalam Tuhan termasuk ketika berkeluarga.

Setelah Petrus menjelaskan pasal 3:1-7 sebagai penutup dari tantangan untuk hidup dalam perilaku Kristen yang baru, maka dalam ay 8 dia mulai beralih.

Dalam ay 8-12 dikatakan, Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab: "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu. Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat. Kata ‘Dan akhirnya’ bukan sedang menjelaskan bahwa ini adalah pernyataan terakhir. Tetapi kata ini dipergunakan untuk mengawali sebuah pernyataan baru. Jika dalam ay 1-7 nasihat diperuntukkan bagi pasangan suami-isteri, maka mulai ay 8 nasihat yang diberikan adalah untuk jemaat secara umum. Nasihat yang diberikan adalah agar mereka (jemaat)  seia sekata, seperasaan, emngasihi saudara-saudara, penyayang, dan rendah hati. Ingat, jemaat pada masa ini hidup dalam tekanan penderitaaan oleh karena prajurit Romawi. Itulah sebabnya mulai ay 8 sampai pasal 4:19 Petrus sedang mengajarkan tentang panggilan hidup menderita.

Dalam ay 8-12 Petrus memberikan nasihat agar sesama jemaat hidup di dalam kasih. Sebagai sesama orang percaya mereka harus hidup di dalam perilaku yang baru yaitu seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati. Keseluruhan hal ini ingin berbicara bahwa sebagai orang percaya dalam menghadapi penderitaan harus tetap memiliki sikap kerendahan hati dan kasih. Dengan demikian maka mereka akan dimampukan untuk  TIDAK membalas kejahatan dengan kejahatan. Ingat, Jemaat pada waktu itu dalam kesusahan yang besar karena tentara Romawi.

Dalam ay 13 dikatakan, “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?” Kata ‘rajin’ disini sama dengan kata ‘tekun’. Jika kita tetap melakukan perbuatan baik terhadap orang yang menyakiti kita maka siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar (ay 14). Susah dicari orang Kristen yang hidup benar pada masa kini. Tetapi jika kita menderita di tempat kerja kita karena mempertahankan hidup yang benar, berbahagialah. Sebuah penghormatan jika kita bisa menderita karena kebenaran. Tetapi jika kita menderita oleh bukan karena kebenaran atau perbuatan baik itu adalah kecerobohan dan kebodohan.

Kemudian dalam ay 15 Petrus kembali memberikan perintah , “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!” Jika kita mengalami aniaya dan ketiakadilan dimanapun kita berada, mari  tetap menyediakan tempat untuk Kristus di dalam penderitaan kita agar Kristus tetap dimuliakan. Ini adalah tugas yang berat bagi orang percaya. Dalam ay 15b dikatakan, Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” Kita harus siap sedia. Ingat, kita hidup di dalam ketegangan antara sudah dan belum (already but not yet). Kita sudah menerima keselamatan tetapi belum. Sudah pasti kita pewaris kerajaan Allah tetapi belum. Dalam ketegangan already but not yet ini,  maka semua ornag percaya diberi tanggungjawab untuk bersiap-siap. Kita harus siap sedia pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab. Ini adalah dalam hal apologetic, yaitu pembelaan iman dimana kita memberi penjelasan-penjelasan kepada orang yang tidak mengenal Tuhan dan senantiasa mempertanyakan kita. Kita harus memberi penjelasan kepada mereka betapa kayanya pengharapan dalam Kristus sebab di dalam Kristus jauh lebih kaya dari sesuatu yang bisa kita dapat dari dunia ini. Bagaimana kita melakukannya? Mari melakukannya  dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu (ay 16). Mari membenahi dan memiliki hidup benar dimana saja kita ditempatkan Tuhan. Jika kita difitnah, mari tetap member ruang kepada Yesus agar ia tetap dimuliakan dalam hidup kita. Ia akan mengangkat kita. Mari hidup dalam kebenaran dan kekudusan maka Tuhan akan membela hak-hak kita.

Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat (ay 17). Ini adalah penderitaan karena kehendak Allah. Mari berani hidup benar dalam Kristus. Mengapa demikian? “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,” (ay 18). Kita harus berani menderita karena Yesus telah menderita karena menggantikan tempat kita. Ia tidak seharusnya dihukum dan mati, tetapi karena menggantikan kita Ia menerima itu semua.
Dalam ayat 19 kita menemukan hal yang sulit. Dikatakan disana mengenai pemberitaan injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara. Kata ‘injil’ yang dipakai dalam kalimat ini bukan euangelion tetapi kabar baik. Tidak ada penjelasan yang jelas apa yang Yesus lakukan disini. Tetapi satu hal yang pasti bagian ini tidak sedang berbicara tentang api penyucian (purification = dimana roh orang mati tertawan dan kemudian mengalami pemurnian karena dosa-dosanya). Dan ay 20 menjelaskan siapa roh-roh yang tertawan ini yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.

Kemudian dalam ay 21-22 dikatakan, “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah -- oleh kebangkitan Yesus Kristus, yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya.” Jadi, orang yang percaya kepada Kristus itu sudah diselamatkan. Kiasannya adalah baptisan. Petrus tidak sedang berkata bahwa baptisan itu menyelamatkan, tetapi baptisan itu adalah kiasan. Baptisan itu menjadi break event, momentum terpisahnya seseorang dengan hidup yang lama. Pada waktu kita dibaptis maka kehidupan lama sudah ikut tenggelam, dan yang bangkit sekarang adalah kehidupan yang baru (band Rom 6). Baptisan itu menjadi momentum bagi kita untuk berpisah dengan dosa kita. Kelahiran baru terjadi pada waktu kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Baptisan menjadi kiasan dimana kita berpisah dnegan dosa kita. Ingat, baptisan tidak menyelamatkan tetapi hanya kiasan. Itulah sebabnya, memahami bahwa kita sudah diselamatkan, kita sudah memiliki Kristus di dalam hidup kita, kita seharusnya tidak perlu takut terhadap penderitaan karena semua penderitaan itu tidak akan pernah sebanding dengan apa yang tuhan Allah janjikan kepada kita.
Solideo Gloria!

Eksposisi 1Petrus 2:1-7



Untung Suseno, M. Th


Seperti yang telah kita ketahui bahwa surat Petrus ini diberikan kepada orang-orang Kristen yang tersebar di Asia Kecil. Pada waktu surat ini ditulis, orang-orang Kristen masih dalam aniaya besar dan Roma belum menjadi negara Kristen. Pada pasal satu Petrus menekankan bahwa orang-orang percaya dimana surat ini ditujukan adalah orang-orang yang sudah ditebus (1:17) dan semuanya sudah menyucikan diri (1:22), semua sudah dibayar dan harganya amat mahal, bukan dengan emas dan perak, tetapi dengan darah domba Allah, dan sudah lahir kembali (1:23). Jelaslah surat ini ditujukan kepada mereka yang sudah lahir kembali dan sudah mengecap kasih karunia Allah yang sekarang hidup dalam pergumulan karena penganiayaan. Surat ini tepatnya seperti untuk kita semua, yang sudah menikmati kasih karunia Allah itu.

Sebagai kesimpulan pada pasal 1  Petrus menyimpulkan bahwa sebagai orang yang sudah ditebus dan sudah menyucikan diri, sudah dibayar dengan darah Yesus, dan sudah dilahirkan kembali, maka ada nasihat agar pembacanya melanjutkan hidup dalam kekudusan agar bertumbuh di dalam Kristus sekalipun dalam kesukaran yang besar. Pasal 2 melanjutkan apa yang ada di pasal 1. Dalam ay 1 dikatakan, “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah.” (2:1). Ayat ini diawali dengan kata ‘karena itu’. Apa yang dimaksudkan dengan kata ‘karena itu’  adalah apa yang dipaparkan dalam pasal 1 yaitu status  sebagai umat yang sudah ditebus. Itulah sebabnya Petrus berkata sebagai umat tebusan pembaca (termasuk kita) harus membuang segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. Dalam terjemahan lain kata yang dipakai untuk ‘buanglah’adalah ‘put off’. Istilah ini sering kita temukan dalam surat-surat Paulus dimana ia sering memakai istilah ‘put off’ (tanggalkan) dan ‘put on’ (kenakan). Jadi, ketika Petrus menulis ‘buanglah’, yang dimaksud disini adalah ‘tanggalkanlah’.

Jika kita sudah ditebus dan lahir baru dan dibayar mahal, maka kita harus melanjutkan hidup yang kudus dimanapun berada saat ini. Bagaimana caranya? Tanggalkanlah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. Sederhananya bisa dikatakan bawa kita harus meninggalkan kehidupan kita yang lama. Cara pertama untuk melanjutkan hidup dengan kekudusan adalah tanggalkan hidup kita yang lama.

Perhatikan apa yang diajarkan oleh Petrus. Tidak secara otomatis kehidupan orang yang lahir baru itu menjadi baik. Ketika kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, maka tidak otomatis kehidupan lama kita rontok, apalagi kita sudah keluar dari komunitas kampus atau pembinaan dan masuk ke dalam dunia kerja. Kita akan mudah kembali ke kehidupan yang lama. Sebab seperti yang sudah kita ketahui bahwa kelahiran baru itu adalah momentum, tetapi berjalan dalam pimpinan Roh Kudus itu adalah keseharian dan keseharian itu yang membuat kita dimerdekakan. Kelahiran baru hanya menjadi titik permulaan atau awal dan langkah pertama. Tapi langkah demi langkah selanjutnya kehidupan kita haruslah dituntun dan dipimpin dan dipenuhi Roh Kudus Tuhan agar memiliki kahidupan yang kudus dan benar. tanpa pimpinan Roh Kudus, kita tidak akan sanggup. Caranya bagaimana, lepaskan kehidupan kita yang lama (jika kita bandingkan dengan surat Paulus, dia menyatakan yang mencuri jangan mencuri lagi, yang berzinah jangan berzinah lagi, yang berdusta jangan berdusta, dll). Segala sesuatu yang lama harus ditanggalkan. Berbeda dengan Paulus, konteks dari penulisan surat Petrus ini lebih ke arah kehidupan Kristen yang dalam penganiayaan. Jadi lebih kepada nasihat untuk membuang segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. Ingat, pada masa sengsara, orang mudah sekali beralih dari kesetiaannya. Maka diantara beberapa orang Yahudi ada yang menjadi antek-anteknya Roma, melaporkan kelompok Yahudi yang sudah bertobat dan kemudian ditangkap. Dalam dalam konteks inilah Petrus menasehatkan agar jangan ada lagi segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah.

Kata kemunafikan dalam KJV memakai istilah hypocrisie, yang artinya bertopeng, sebuah istilah yang diambil dari teater-teater kuno Romawi, dimana para pemain dalam teater tersebut mengenakan topeng, tidak kelihatan aslinya tetapi memerankan sebuah peran. Orang Kristen tidak boleh seperti ini, tidak boleh bertopeng. Tidak boleh ada yang bertopeng dengan sesamanya apalagi dengan Tuhan. Jangan memakai topeng dimana kita rajin mengikuti pertemuan-pertemuan ibadah atau rajin ke persekutuan tetapi dalam dunia kerja kita menjadi seseorang yang jauh dari Tuhan. Yang menipu menipu terus, dan senantiasa kompromi dengan dosa. Ini harus ditanggalkan! Ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tetapi dalam hal inilah Tuhan memerintahkan kita untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan dimanapun kita berada. Kita harus memunculkan siapa Kristus dalam hidup kita dimanapun kita bekerja.

Ada satu penyakit yang berbahaya dalam kekristenan, namanya humanism religious. Humanism religious itu memiliki arti dimana seseorang itu kelihatan rohani. Seseorang aktif dalam kelopok kecil maupun persekutuan bahkan dalam kepengurusan, tetapi melakukannya tanpa pengenalan pribadi dengan Tuhan.
Setelah menanggalkan kehidupan yang lama, kemudian Petrus melanjutkan pada ayat 2, “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan.“ Jika kita mengamat-amati bayi, kita akan menemukan bahwa jika seorang bayi minta ASI, maka ASI harus segera diberikan, tidak peduli dimana tempatnya atau kapan, karena jika tidak deberikan ASI maka bayi itu akan menangis. Artinya, tanda dari seseorang yang sudah menanggalkan kehidupannya yang lama adalah haus terus akan Tuhan. Dia akan mencari terus tidak peduli sang atau malam. Kapanpun dan dimanapun dia akan senantiasa merindukan firman Tuhan. Apakah kita senantiasa rindu dan haus terus-menerus akan firman Tuhan? Jika ya lanjutkan,  Roh Kudus ada di dalam diri kita.

Mari kita perhatikan ay 4. Dikatakan disana, “Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah.” Kita akan melihat arti dari batu hidup dalam pengertian historis sebagai sebuah pengharapan mesianis dalam dunia orang Yahudi. Jika kita membaca Yes 8:14 (“Ia akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu, serta menjadi jerat dan perangkap bagi penduduk Yerusalem”) atau Yes 28:16 (“sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!”), kita akan menemukan nubuatan Allah mengenai batu penjuru. Batu itu adalah simbol atau gambaran mesianis. Bahwa kelak di Sion, Tuhan akan meletakkan batu milikNya dan batu itu akan menjadi batu penjuru. Batu itu adalah sang Mesias. Dengan kata lain batu penjuru itu adalah Mesias sendiri. Hal inilah yang dijelaskan Petrus kepada pendengarnya yang adalah orang Yahudi bahwa Batu itu sekarang disebut sebagai Batu yang hidup. Batu itu oleh manusia tidak dianggap, dan dibuang , disepelekan dan tidak memiliki arti. Tetapi dihadapan Allah, Batu itu mendapat penghormatan. Batu itu bicara tentang Mesias sebagai sebuah simbol.
Dan kemudian dalam ay 5 dikatakan, “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.” Jika kita sudah mengenal dan hidup di dalam Batu itu, maka kita akan dipergunakan untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.

Petrus sudah menjelaskan cara untuk melanjutkan kehidupan yang kudus setelah kelahiran baru adalah dengan menanggalkan kehidupannya yang lama. Itu adalah langkah yang pertama. Langkah berikutnya adalah dengan mendekatkan diri dengan batu yang hidup itu karena batu itu adalah simbol dari Mesias. Hal ini membuat batu itu juga disebut sebagai invisible strength. Batu itu juga adalah tempat berlindung yang kekal dan abadi. Batu itu juga bisa disebutkan sebagai sumber dari perlindungan dan keamanan. Petrus menuliskan kepada orang Yahudi ketika mereka dalam aniaya dan terpisah dalam 12 tempat, tetapi sekalipun terpecah maupun aniaya dan permasalahan yang besar. Apapun pergumulan hidup, mereka bisa mempertahankan hidup yang benar jika mereka terus dekat dengan batu yang hidup dan hidup di dalam batu yang hidup. Mengapa demikian? Karena Mesias adalah sumber. Dari Dialah berasal perlindungan dan keamananan. Dialah sumber kekuatan yang baru. Dia adalah batu dimana Dia menjadi perlindungan abadi dari tiap-tiap orang yang mencari-cari kenyamanan dan ketenangan, dan satu-satunya adalah Yesus yang adalah sumber dalam hidup saudara.

Simbol batu ini menjelaskan Yesus sebagai batu karang yang teguh. Symbol kekokohan yang tidak pernah berubah, simbol kesetiaan yang tidak pernah berakhir. Petrus berkata, hiduplah di dalam Yesus batu yang hidup itu dari hari ke hari agar engkau beroleh kekuatan terhadap segala macam pergumulan hidupmu, di tempat kerja, rumah atau pergumulan pribadi kita.

Kita mungkin sering terjebak dalam situasi dimana sepertinya tidak ada harapan. Ada kalanya kita dibawa masuk dimana tidak apa-apanya lagi dan kita harus menyerah dan berkorban. Dalam situasi seperti ini kita harus mengingat bahwa Yesus adalah batu penjuru dalam hidup kita. Apapun situasi hidup yang kita hadapi, segala macam pergumulan ada di depan kita mari emmandang kepada Yesus dan mengingat bahwa Ia adalah batu karang tempat perlindungan dan disana kita akan menemukan rasa nyaman dan aman yang sejati. Bahkan kita akan dimampukan berdoa, melepaskan berkat kepada orang yang menyakiti kita. Hidup kudus kita akan terpelihara. Sekalipun kehidupan kita dibawa oleh Tuhan ketempat-tempat yang sulit, Yesus adalah batu karang kita yang memampukan kita hidup dalam kekudusan.
Solideo Gloria!

Eksposisi 1Petrus 1:1-25

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th
[dibawakan dalam kotbah Mimbar Bina Alumni, Jumat 15 Juni 2012]

Surat 1Petrus ini ditulis oleh Petrus (1:1 band 1: 12; 4: 13; 5: 1-2, 5, 13) di Babilonia, sebuah kota kecil di Efrat (5:13). Penanggalan surat ini agak tua dari zaman PB yaitu antara tahun 62-64 AD sebab Petrus mati martir pada masa pemerintahan Nero (65 atau 66 AD). Penerima surat adalah jemaat diaspora (orang Yahudi beriman yang berbahasa Yunani di luar daerah Yudea, atau sering disebut helenisme). Tujuan penulisan adalah untuk menguatkan jemaat dan menyaksikan bahwa apa yang dialami mereka, yaitu penderitaan karena ketaatan, merupakan kasih karunia Allah (5: 12). Petrus berani menyatakan hal ini karena Petrus telah mengalami semua hal yang dialamin jemaat ini.

Petrus memulai surat ini dengan menyatakan dirinya sebagai rasul Yesus Kristus (1:1). Ada dua hal alasan mengapa Petrus menegaskan hal ini. Pertama, mengingat betapa pentingnya seorang yang melayani sadar akan statusnya yaitu seorang hamba Allah. Kedua, Petrus menyatakan kerasulannya bukan untuk dibanggakan tetapi hal ini untuk menunjukkan otoritasnya sebagai hamba Allah yang menyatakan bahwa surat yang dia kirimkan bukanlah surat yang biasa. Alamat penerima surat jelas yaitu orang-orang pendatang – stranger in the world (1:1, band ay 17). Petrus ingin mengatakan bahwa hidup selama di dunia ini adalah hidup yang menumpang dan hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Paulus dalam Fil 3:20-21 (band 1 Taw 29:15; Maz 39:12; Ibr 13:14).

Surat ini diterima oleh jemaat diaspora (yang ada di Pontus, Galatia, Kappadokia, Asia dan Bitinia) yang ada di Asia kecil dan biasanya datang ke Yerusalem pada hari raya Pentakosta (Kis. 2: 9-11). Dalam awal suratnya ini Petrus dengan jelas menyatakan bahwa jemaat ini (penerima suratnya) adalah orang-orang yang dipilih sesuai rencara Allah (1: 2 band Ef 1:4) dimana pemilihan itu terjadi melalui karya penyucian Roh Kudus yang bertujuan agar mereka menjadi jemaat yang taat pada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya dengan justification (penyucian sekali untuk selamanya) dan sanctification (penyucian yang terjadi setiap harinya).

Pujian Pada Allah atas Anugerah Keselamatan (1:3-12)
Setelah memberikan salam (ay 2) Petrus melanjutkan kepada sebuah pujian kepada Allah yang melahirkan kembali kepada suatu hidup yang penuh pengharapan (3). Siapakah Allah itu? Dialah Allah yang telah melahirkan kita kembali (3). Artinya tidak ada satu pun kehidupan rohani yang baru tanpa dilahirkan kembali oleh Allah. itulah sebabnya agama, teologia, gereja, dan kegiatan atau jabatan rohani tidak akan pernah melahirkan orang secara rohani kembali kecuali oleh Allah. Arah dari kelahiran kembali itu jelas yaitu hidup yang penuh pengharapan. Pengharapan yang pasti akan keselamatan. Dasar dari tindakan Allah melahirkan orang kembali jelas adalah karena anguerah Allah. Jadi, orang lahir baru adalah tindakan Allah dan tujuan lahir baru adalah kehidupan yang penuh harapan dan dasar kelahiran baru adalah kasihnya. Disinilah pemilihan itu terjadi. Pemilihan Allah (ay 1) di dasarkan pada tindakan Allah yang bertujuan pada sebuah pengharapan yang hidup, yang dilakukan atas rahmatNya.

Kelahiran kembali oleh Allah terjadi melalui Yesus Kristus yang bangkit dari kematian (1: 3b). Hal ini penting. Kematian Yesus Kristus adalah untuk menebus kita dari dosa tetapi kebangkitanNya membenarkan kita dihadapan Allah. Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa sia-sialah iman kita jika tidak ada kebangkitan (1 Kor 15:12-20). Tetapi karena Kristus bangkit dari kematian maka ada jaminan kebangkitan orang. Kebangkitan Yesus menjamin kebangkitan bagi orang percaya. Itulah sebabnya dikatakan sebagai kehidupan yang penuh harapan (living hope, a firm conviction not wishful thinking). Pengharapan yang hidup adalah satu keyakinan yang teguh bukan harapan yang mudah-mudahan. Kelahiran kembali adalah untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, tidak dapat cemar dan tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga (1: 4).

Jemaat bukan hanya dilahirkan kembali, tetapi juga dipelihara dalam kekuatan Allah karena iman (1: 5a).  Ada dua sisi ketekunan orang percaya, yaitu dipelihara oleh kekuatan Allah (monergis – mtlak karya Allah dan tidak ada bagian kita) dan iman orang tersebut (sinergisme – ada  kuasa dari Allah dan dipadukan dengan iman kita, band Fil 2:12). Pemeliharaan dalam kekuatan Allah itu dalam menantikan keselamatan yang telah tersedia yang akan dinyatakan pada zaman akhir (1: 5b, dalam terj NIV dikatakan ‘until the coming of the salvation’). Jadi ada ketegangan di sini dimana keselamatan itu bersifat ‘already but not yet’. Kita telah menerima keselamatan ketika kita percaya kepada Yesus Kristus (dilahirkan kembali) dan kegenapan keselamatan akan kita terima ketika Yesus datang kedua kali. Jadi, konsep keselamatan orang Kristen mengacu kepada tiga hal yaitu justification (pembenaran – terjadi ketika kita lahir baru), sanctification (pengudusan – terjadi setiap hari dimana hidup kita makin lama makin suci dan terjadi sampai mati) and glorification (pemuliaan – terjadi ketika kita bertemu dengan Kristus) (lih. Rom. 8: 23, 30; 13: 11). Inilah sumber atau dasar sukacita Kristiani (greatly rejoice, terj NIV) (1: 6a). bisa dikatakan bahwa sukacita kita sebagai orang Kristen yang paling besar adalah apa yang Petrus paparkan dalam ay 1-5. Itulah sebabnya, ketika hal ini (ay 1-5) menjadi sukacita kita, kita tidak akan kecewa ketika tidak mendapatkan hal-hal lain. Misalnya, belum promosi jabatan tidak mengurangi sukacita atau dalam hal-hal yang lain.

Dalam ay 6 dikatakan, “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.” Kata ‘sekalipun’ dalam kalimat ini menunjukkan bahwa meskipun mengalami berbagai penderitaan selama hidup ini seharusnya kita tetap bersukacita karena semuanya just for a little while. Kalaupun atau meskipun mungkin mengalami penderitaan sepanjang hidup, hal itu diperhitungkan ‘seketika’. Hal ini tidak berarti kita tidak bedukacita. Alangkah wajarnya jika kita berduka ketika kita mengalami PHK, atau pergumulan lain. Berduka karena pergumulan adalah wajar. tetapi yakinilah bahwa penderitaan kita adalah penderitaan yang seketika (for a little while). Petrus memiliki pemahaman bahwa kita adalah orang yang menumpang di dunia dan rumah kita adalah ada  di dalam kekekalan bersama dengan Allah, maka ketika kita menderita karena berbagai dukan karena pencobaan ingat semua just for a little while.

Penderitaan yang kita alami bukan tanpa tujuan. Dalam ay 7 dikatakan, “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” Jelas, tujuannya adalah demi kemurnian iman. Iman yang murni itu jauh lebih tinggi nilainya daripada emas murni (1: 7). Untuk mendapatkan emas yang murni harus dipanaskan pada titik leburnya  dan itu sifatnya fana. Jika untuk memurnikan emas harus dipanaskan sedemikian rupa, bukankah untuk memurnikan iman kita juga seharusnya mengalami hal yang sama (bahkan mungkin lebih dari apa yang emas alami). Kita dimurnikan dalam berbagai macam pencobaan (all kind of trials). Ketika menghadapi kesulitan mari meyadari bahwa itu adalah untuk kemurnian iman kita. itulah sebabnya anak-anak Tuhan tidak bisa mengeluh ketika menghadapi banyak trials. Hal ini kita lakukan dengan pemahaman bahwa dengan  iman yang murni maka kita akan memperoleh puji-pujian, kemuliaan dan kehormatan pada kedatangan Yesus keduakali (1: 7b). Dalam iman yang murni (1: 8), maka sekalipun belum pernah melihat tetapi mengasihi Yesus, sekalipun sekarang tidak melihat Yesus, namun mengasihi Dia serta bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan karena telah mencapai tujuan iman, yaitu keselamatan jiwa (1: 9).

Dalam ay 10-12 dijelaskan akan keselamatan jiwa yang diselidiki dan diteliti oleh para nabi dan telah bernubuat tentang kasih karunia yang diuntukkan bagi orang percaya. Maksudnya adalah bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Allah di dalam dan melalui Kristus yang oleh nabi diselidiki, diteliti dan dinubuatkan. Dalam penelitian, penyelidikan dan penubuatan oleh nabi mereka dipimpin oleh Roh Kudus. Oleh Roh Kudus jugalah para nabi menyampaikan Injil. Akan hal ini semua, para malaikat juga rindu mengetahuinya (1: 12b).

Dalam ay 13 dikatakan “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.” Setelah kita memahami apa yang dipaparkan pada ay 1-12 kita harus:
  1. Siapkanlah akal budi – ‘prepare your minds for action’.
  2. Waspadalah – ‘be self-controlled
  3. Letakkan pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang akan dianugerahkan pada waktu penyataan Yesus Kristus (1: 13 bd. 5: 12). Tidak ada sebuah pengharapan parsial yang vertikalistik, tetapi seluruh hidup kita pengharapan itu harus diarahkan kepada Allah.
  4. Hiduplah sebagai anak-anak yang taat (1: 14).
  5. Jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohan (1: 14).
  6. Hiduplah kudus karena Allah yang memanggil itu kudus adanya (1: 15-16). Istilah yang dipakai untuk kudus ada dua yaitu set apart from sin and impurity, dan set apart to God.
  7. Kekudusan itu bersifat menyeluruh (1: 15) – ‘be holy in all you do
  8. Standard kekudusan orang percaya adalah seperti Allah (bukan orang tertentu) (1: 15-16). Oleh sebab itu jangan senantiasa mencemplungkan diri kita ke dalam dosa. Jangan kita tetap mengikuti ibadah, tetapi di kantor kita senantiasa berbuat dosa. Mari berambisi untuk hidup suci.
Kemudian dalam ay 17-25 kita menemukan perintah selanjutnya yang menjadi dasar untuk hidup dengan kesucian dari Petrus untuk jemaat diaspora.
  1. Status dan relasi anak dengan Bapa (1: 17).  Sadarilah status sebagai anak. Ketika kita menyadari status kita maka akan berpengaruh kepada tindakan kita.
  2. Adanya penghakiman di masa mendatang (1: 17b). ingat, keselamatan kita tidak hilang jika sudah beriman kepada Kristus. Tetapi setiap kita mempertanggungjawabkan setiap apa yang kita lakukan. Karena ada penghakiman itulah kita harus hidup suci
  3. Orang percaya adalah penumpang (strangers) di dunia (1: 17c).
  4. Sudah ditebus dengan harga yang mahal, yaitu darah Kristus yang suci (1: 18-21 band 1Kor 6:20). Perlu kita ketahui bahwa  ‘domba’ (ay. 19) dalam PL adalah bayangan Kristus sebagai korban sempurna ‘domba Paskah’ ( 1 Kor. 5: 7), tanpa noda (Ibr. 9: 14), yang menghapus dosa dunia (Yoh. 1: 29). Kita ditebus mahal, oleh sebab itu jangan pernah menjual iman kita karena sesuatu yang fana. Harga kita seharga darah Kristus dan lunas.
Pada bagian selanjutnya kita akan menemukan pemaparan Petrus yang singkat mengenai Kristologi. Kata ‘ditebus’ (redeemed) (ay 8), memiliki arti membebaskan seseorang dari sesuatu yang buruk dengan membayarkan sesuatu sebagai pengganti (Kel. 21: 30; 13: 13). Yesus menebus orang percaya dari kutuk dosa (Gal. 3: 13) dan semua kefasikan (Tit. 2: 14). Yesus adalah kurban penebus dosa (1: 19). Ef. 1: 7; Why. 5: 9; Mrk. 10: 45; Ibr. 9: 15. Akibat penebusan adalah pengampunan dosa (Kol. 1: 14) dan pembenaran (Rom. 3: 24). Yesus dipilih Allah sebelum dunia dijadikan dan pada zaman akhir (sekitar 4-6 BC) baru datang ke dunia dalam daging (Yoh. 1: 1-9, 14). Orang Yunani memahami kata ‘dipilih’ dengan pengertian ‘foreknown’. Artinya Allah tahu sebelum penciptaan bahwa penting bagi Kristus untuk menebus manusia (Why. 13: 8) tetapi Dia baru menyatakan/mengutus Kristus pada zaman akhir (Ibr. 1: 1; 1 Tim. 4: 1; 2 Tim. 3: 1; 1 Yoh. 2: 18). Allah dalam kekekalan di masa lampau memilih Kristus sebagai penebus.
Manusia mengenal dan percaya kepada Allah melalui Yesus (1: 21) dan Allah membangkitkan Yesus dari kematian dan memuliakan Dia (1: 21) sebagai cara pembuktian bahwa karya Kristus diterima oleh Bapa dan karya Kristus sempurna untuk penebusan. Kebangkitan dan pemuliaan Kristus membuat iman dan pengharapan tertuju kepada Allah (1: 21).

Setelah pemaparan karya Kristus, dilanjutkan ajaran praktis lainnya. Penyucian (sanctification) adalah produk ketaatan pada kebenaran (firman Tuhan) (1: 22). Tidak ada penyucian tanpa ketaatan kepada Firman. Semakin kita taat semakin hidup suci. Hidup suci karena ketaatan pada firman membuat seseorang mampu mengasihi saudaranya (1: 22).  Kualitas kasih persaudaraan itu adalah tulus dan sungguh-sungguh dengan segenap hati (1: 22, band Rom. 9: 12; 1 Tes. 4: 9-10 -  ‘love one another deeply (fervently) from the heart’).  Dasar perintah ini (1: 22) karena sudah dilahirkan kembali oleh Kristus (1: 23). Kelahiran baru adalah karya langsung Roh Kudus (Tit. 3: 5)  di mana FT berperan besar yang menyampaikan Injil pada orang berdosa dan memanggil mereka pada pertobatan dan beriman kepada Kristus (1: 25). Firman Tuhan yang di sampaikan kepada kita adlaah kekal. ‘Benih yang fana’ yang adalah jasmani sifatnya sementara, tetapi benih firman Allah itu kekal (1: 24-25).
Solideo Gloria!