Tuesday, July 23, 2013

Perumpamaan Dua Macam Dasar



(Wise & Foolish Builder)

Mat 7:24-27

Otto Mart Andres

Perumpamaan tentang dua macam dasar ini tentu tidak asing bagi kita bahkan sudah kita kenal sejak sekolah minggu. Jadi dalam perumpamaan ini ada dua jenis orang, yang bijaksana dan yang bodoh. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, bijaksana memiliki pengertian selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), arif dan tajam pikiran. Bijaksana juga dapat diartikan pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dsb) apabila menghadapi kesulitan. Sedangkan bodoh memiliki pengertian tidak lekas mengerti, tidak mudah tahu atau tidak cermat dan teliti dalam menghadapi kesulitan. 

Perumpamaan ini mengisahkan dimana kedua orang ini ingin membangun rumah. Orang yang bijaksana membangun rumah di atas batu karang sementara orang yang bodoh membangun rumahnya di atas pasir. Perlu kita ketahui bahwa pasir disini bukan seperti yang kita pahami. Jika kita melihat kontes pada saat itu, daerah Timur Tengah (Israel dan sekitarnya) biasanya menghadapi cuaca panas yang berkepanjangan, bahkan bisa sampai bertahun-tahun. Musim panas yang panjang ini akhirnya membuat sungai-sungai bisa mengering dan pasir-pasir disekitar sungai itu bisa mengeras. Nah, di atas pasir yang sudah mengeras inilah orang banyak membangun rumah pada masa itu. hal ini adalah sesuatu yang sangat lazim.  Ada beberapa kemungkinan yang menjadi alasan mereka membangun didaerah ini. Pertama, karena lebih gampang dan biayanya lebih murah. Kedua, agar lebih dekat dengan sumber-sumber air yang  ada  dekat dengan sungai-sungai mengering itu.

Setelah mereka membangun, terjadi masalah yang sama. Penduduk timur tengah biasa mendapat musim kering yang panjang. Cuaca ekstrem tiba-tiba muncul, hujan deras serta angin yang keras. Tanpa terduga daerah aliran sungai yang selama bertahu-tahun mengering bisa mengalami kebanjiran. Hal ini merupakan pemandangan yang lazim di Israel. Apa yang terjadi? Pertama, rumah yang dibangun di atas batu tetap kokoh. Kedua, rumah yang di bawah pasir hancur berantakan. Inilah kisah dalam perumpamaan ini.

Tuhan Yesus menjelaskan langsung arti perumpamaan ini. Yesus menjelaskan bahwa orang yang membangun rumah di atas batu ialah orang yang mendengarkan Firman Tuhan dan melakukannya juga didalam seluruh kehidupannya, sedangkan orang yang membangun rumah di atas pasir ialah orang yang mendengarkan Firman Tuhan, tetapi tidak melakukannya di dalam seluruh kehidupannya. Artinya adalah kebijaksanaan seseorang diukur bukan dari seberapa banyaknya pengetahuannya tentang Firman Tuhan atau seberapa banyaknya dia mengajarkan atau mengkotbahkan tentang  Firman Tuhan tetapi dari seberapa sungguhnya dia melakukan Firman Tuhan dalam seluruh kehidupannya. Memang kita sering terjebak suatu ilusi. Ilusi itu adalah kita merasa sudah melakukan Firman Tuhan kalau kita sudah mengetahui Firman Tuhan, padahal mengetahui dan melakukan Firman Tuhan adalah dua hal yang berbeda. Mungkin bagi para PKK, pembicara atau pengkhotbah ilusi ini lebih parah, kita merasa melakukan Firman Tuhan kalau kita sudah mengajarkan atau mengkotbahkan Firman Tuhan itu, padahal mengkhotbahkan atau mengajarkan Firman Tuhan dan melakukan Firman Tuhan adalah dua hal yang berbeda. 

Betapa bijaksannya orang yang mendengar dan melakukan Firman Tuhan di dalam hidupnya. Hidup kita adalah sebuah perjalanan dan kita akan menghadapi berbagai macam musim, bahkan terkadang cuaca ekstrem akan melanda kehidupan kita. Mendengar dan kemudian melakukan Firman Tuhan seperti mendirikan rumah di atas batu sehingga akan memberi perlindungan bagi kehidupan kita dari setiap hal yang kita hadapi dalam hidup ini, bahkan ketika badai dahsyat melanda, kita akan tetap mampu berdiri kokoh. Badai dahsyat itu bisa berupa kematian orang terkasih, krisis finansial, harapan yang tak kunjung tercapai (pekerjaan, TH) atau bisa berupa godaan atau penganiayaan dari orang sekitar kita yang berpotensi menghancurkan hidup kita. rumah yang kuat bagi kita adalah mendnegarkan Firman Tuhan dan melakukannya dalam kehidupan kita.

Betapa bodohnya kita jika mendengarkan Firman Tuhan tetapi tidak memberlakukannya dalam seluruh hidup kita, rumah perlindungan kita mempunyai dasar yang semu, kelihatannya kokoh tapi sebenarnya sangat rapuh. Ketika badai persoalan melanda hidup kita, robohlah kita bahkan kita akan mengalami kerusakan parah. Kita bisa kehilangan arah, kita bisa terbawa arus kejahatan dan kegelapan dunia ini, bahkan kita bisa kehilangan pengharapan atas hidup kita.

Seharusnya sikap kita terhadap Firman Tuhan adalah 6 M (Mendengar, Mengerti, Mengingat, Memutuskan untuk melakukan, Melakukan dan tekun melakukan). Sikap terhadap FIRMAN TUHAN yang kita dengar harus di akhiri dengan tekun melakukan. Ketika mendengarkan Firman Tuhan, harusnya kita mengakhirinya dengan melakukannya dan tekun melakukannya. Berkomitmen melakukannya tidak cukup, tetapi sampai kepada tekun melakukannya. 

Rumah seperti apa yang saat ini kita bangun di dalam hidup pribadi atau pelayanan kita? Apakah kita melakukan Firman Tuhan? Atau hanya membacanya, mendengarnya, dan berpikir betapa indahnya Firman Tuhan itu tanpa melakukannya dalam kehidupan kita?

Tuhan Yesus sering menceritakan perumpamaan-perumpamaan dengan membandingkan dua hal yang kontras berbeda: seperti lalang dengan gandum, hamba yang setia dan hamba yang jahat, gadis bijaksana dan gadis yang bodoh dll. Dan kali ini kita membahas tentang pembangun rumah yang bijaksana dan yang bodoh. Tujuannya jelas sekali supaya ada garis batas yang jelas antara yang benar dan salah, orang percaya yang sejati dengan orang percaya yang palsu, pengikut Yesus atau hanya penggemar Yesus. Tuhan Yesus membuat batasan yang jelas. 

Mari melihat Mat 7:21-23. Dalam bagian ini Yesus menunjukkan ada dua macam orang. Pertama pengikut yang sesungguhnya, kedua adalah penggemar. Apakah kita pengikut Yesus atau hanya penggermarNya? Apa beda pengikut dengan penggemar? Pengikut Yesus yang sejati melakukan kehendak Tuhan sedangkan penggemar Yesus sering menyebut nama Tuhan tapi tidak melakukan perintah Tuhan. Pengikut Yesus yang sejati memiliki hubungan yang pribadi dengan Tuhan, sedangkan penggemar Yesus hanya aktif dalam pelayanan tapi tidak memiliki hubungan yang pribadi dengan Tuhan. Penggemar aktif dalam pelayanan, selalu nampak dalam kegiatan rohani, tetapi kehilangan hubungan pribadi dnegan Tuhan. Hubungan pribadi disini bukan sekedar saat teduh, tetapi ada saling kenal dengan Tuhan, kita mengenal Tuhan dan Tuhan mengenal kita. Inilah yang tidak dimiliki penggemar. Apakah kita pengikut Yesus yang sejati atau hanya sekedar penggemar. Penggemar hanya menyebut nama Tuhan tetapi tidak melakukan Firman Tuhan.

Dari perumpamaan yang kita pelajari kita menemukan bahwa pengikut yang sejati terwujud bukan sekedar penampilan luar, bukan sekedar mulut yang mengaku ‘Tuhan… Tuhan…’, tetapi hidup yang sungguh-sungguh  memiliki hubungan yang pribadi dengan Tuhan dan melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Jika kita menelurusi bagian ini kebelakang lagi, kita akan menemukan kisah mengenai dua jalan, yang lebar dan sempit (7:12-14). Yang lebar itu banyak memilih karena lebih gampang dilalui, sedangkan yang sempit sedikit pemilihnya karena sukar dilalui. Apa hubungannya dengan kisah dua macam dasar? Mengapa orang lebih banyak membangun di atas pasir? Jawabannya adalah karena lebih gampang dan tidak capek dibandingkan dengan membangun di atas batu.

Sulit memang jadi orang yang bijaksana tetapi Tuhan, melalui perumpamaan hari ini, ingin menyampakan kepada kita bahwa dia tidak menginginkan kita membangun rumah di atas pasir tetapi di atas batu yang kokoh, yaitu mendengar Firman Tuhan dan melakukannya dalam kehidupan kita. Jika Tuhan bertanya mau dibawa kemana hubungan kita ini?, apa yang menjadi jawaban kita? pertanyaan ini bukanlah pertanyaan seorang wanita kepada pria yang sudah lama dipacarinya. Tetapi pertanyaan Yesus kepada kita. Dia menginginkan hubungan yang lebih serius dengan kita. Dia tak ingin kita hanya menjadi penggemar-penggemarNya. Tetapi yang Dia rindukan adalah kita menjadi pengikut-pengikutNya yang taat, menjadi murid-murid Yesus yang lebih sungguh. 

Solideo Gloria!

Perumpamaan Tentang Biji Sesawi


Danny Bukidz
 
Markus 4:30-34


Perumpamaan dalam masa-masa gereja, perumpamaan itu sering ditafsirkan secara alegoris. Misalnya, salah satu tafsiran yang terkenal yang dibuat Agustinus adalah menafsirkan perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati itu dengan menggambarkan bahwa perumpamaan ini sedang menceritakan dimana Tuhan sedang menjangkau/mengasihi orang-orang yang terhilang. Orang dari Samaria itu diibaratkan seperti dari neraka yang berjalan berjalan kemudian dirampok. Perampok adalah gambaran si Iblis. Ini adalah penafsiran alegoris.

Ada satu hal yang perlu kita ingat ketika bicara soal perumpamaan. Reiner, dalam bukunya, mengatakan bahwa perumpamaan itu memiliki maksud dan tujuan. Perumpamaan adalah sebuah cerita di dalam dunia tetapi mengandung kebenaran spiritualitas. Perumpamaan itu seperti peribahasa atau pepatah. 
Yesus pada zaman itu menggunakan illustrasi atau perumpamaan untuk menjelaskan pengajarannya. Perumpaamaan ini juga bertujuan untuk menyampaikan akan pengajaran yang Yesus ingin berikan di zaman itu. Jika kita lihat Mark 4:33-34 ada sebuah pernyataan bahwa Yesus berbicara perumpaan itu kepada orang-orang yang bukan muridnya agar mereka lebih mudah mengerti. Mengapa bukan kepada murid-muridnya karena murid-muridnya sudah mengerti apa yang menjadi idenya, pengajarannya, karena mereka terus berjalan bersama Yesus selama tiga tahun. Jadi, ketika menghayati perumpamaan, kita harus menyadari bahwa perumpamaan itu merupakan cerita yang mungkin pada waktu itu Yesus ambil dari cerita yang sudah ada atau pengamatan Yesus dari lingkungan.

John Drane mengatakan bahwa ada empat hal perumpamaan. Pertama, perumpamaan diberikan Yesus dan digunakan sebagai ilustrasi ajarannya. Kedua, kita harus mengerti konteks historis karena Yesus ingin bicara kepada orang dalam kontes zaman itu. Markus mencatat ulang pengalaman Petrus agar bisa mengajarkan sesuatu kepada jemaat mula-mula. Ketika kita masuk menggali perumpamaan kita harus masuk ke konteks historisnya. Ketiga, perumpamaan bukanlah karya teologia. Berbeda dengan surat-surat Paulus yang memiliki pemahaman teologi, perumpamaan berisi cerita. Itulah sebabnya dalam menyampaikannya harus disertai dengan seni bercerita yang baik. seorang yang menceritakan perumpamaan harus mengetahui pemikiran pendengarnya dan kemudian menyampaikan sebuah ide pengajaran dengan mudah. 

Seluruh perumpamaan yang Yesus sampaikan kalau klimaksnya adalah satu pesan, yaitu Kerajaan Allah. Dalam sejarahnya, Israel mengalami masa-masa kejayaan yang luar biasa dalam kepemimpinan raja Daud. Tetapi kemudian, karena dosa mereka, Allah menghukum mereka ke dalam pembuangan. Ada 1000 tahun mereka mengalami pembuangan ini, mulai dari kerajaan Babel, kerajaan Asyur atau Persia, kerajaan Yunani, dan Romawi. Itulah sebabnya harapana mereka akan lahirnya seorang Raja yang akan menyelamatkan mereka, yang disebut Mesias, sangat tertanam dalam pikiran mereka. inilah yang menjadi pengharapan bangsa Israel, yaiatu munculnya raja yang berasal dari Allah, yaitu Mesias. Dan hal yang mereka nantikan itulah yang disampaikan Yesus dalam pengajaranNya.Yesus menyampaikan bahwa raja yang sesungguhnya adalah Allah sendiri.

John Stott menyatakan ketika berbicara soal kerajaan Allah orang Israel harus merajakan Allah dalam hidupnya. Pada zaman itu banyak sekali raja-raja kecil yang membuat mereka dengan gampanganya serong ke kiri atau ke kanan. Mereka lupa bahwa rajamereka  yang sesungguhnya adalah Allah. Inilah yang Yesus sampaikan kepada orang Israel. ay 30, “Kata-Nya lagi: "Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya”

Ada orang yang bertanya kepada Yesus, dan Yesus ditanya bagaimana memahami realitas Kerajaan Allah dengan mudah. John Drane menyatakan bahwa kabar baik dari Yesus Kristus itu dibagi empat yang dinyatakan dalam perumpamaan-perumpamaan. 1) Umat Baru dan rajanya. Yesus menceritakan tentang Kerajaan Allah untuk membangun satu umat yang baru dan siapa rajanya. Kerajaan Allah campur tangan Allah dalam kehidupan manusia secara spektakuler. 2) Umat baru dan anggotanya. Perumpamaan-perumpamaan Yesus bukan berbicara soal pribadi saja, tetapi ketika kita melihat tentang perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus berbicara mengenai anggotanya yang bukan hanya menerima secara pasif tetapi harus menyatakan bahwa mereka adalah anggota kerajaan Allah. Jika kita melihat perumpamaan mengenai biji yang disebar yang jatuh ke berbagai kondisi tanah menunjukkan kita juga harus aktif, menjadi anggorta kerajaan Allah, tidak menerima sebagai status semata, tetapi ada peran aktif. 3) Umat Baru dan dunia luarnya. Berbicara mengenai umat baru dan dunia luarnya tujuannya melallui perumpamaan kita melihat realitas bahwa Tuhan Yesus ingin mengajarkan bahwa dunia disekitar harus kita jangkau. Sebagian besar ajaranNya menyangkut hubungan umat Allah dengan dunia luar hubungan satu sama lain dalam perumpamaan tentang hamba yang tidak berbelas kasihan. Kita harus mengasihi orang lain. Kita harus melakukan satu peran kepada orang-orang yang belum percaya. 4) Umat Baru dan masa depannya. Hal ini tentu saja bicara soal eskatologi. Inilah gambaran ketika kita membaca perumpamaan. Ada empat pesan besar yang Tuhan ingin sampaikan.

Mari melihat Perumpamaan Tentang Biji Sesawi. Di dalam kerangka pengajaran akan Kerajaan Allah ini, banyak orang bertanya mengenai realitas Kerajaan Allah. ada keraguan mereka akan kapan realitas Kerajaan Allah ini datang. Dalam konteks dimana perumpamaan Biji Sesawi muncul, orang-orang bertanya kapan Kerajaan Allah itu akan datang. Mereka melihat Yesus dan apa yang Yesus lakukan.  Mereka, di satu sisi, percaya bahwa Yesus adalah Mesias itu. Tetapi melihat apa yang dilakukanNya tidak ada tanda-tanda bahwa Yesus akan melakukan revolusi atau perlawanan terhadap bangsa Romawi. Bahkan kesannya adalah bahwa apa yang dikerjakan oleh Yesus adalah sesuatu yang kecil dan tidak ada sesuatu yang signifikan bagi Kerajaan Allah. Jadi ada keraguan apakah Yesus benar-benar membawa Kerajaan Allah ke tengah-tengah dunia. Inilah yang menjadi keraguan mereka dalam koteks zaman itu yang dicatat oleh Markus dan akan disampaikan ekpada jemaat mula-mula yang juga sedang menantikan kedatanagn Kerajaan Allah itu. orang-orang bertanya mengapa revolusi yang Yesus lakukan sangat kecil. Merka pastilah membandingkan apa yang Yesus lakukkan dengan apa yang para pemborontak lakukan (kaum Zelot) yang zaman itu banyak melakukan pemberontakan melawan kerajaan Romawi agar bangsa Israel bisa menjadi Negara yang merdeka. Yesus tidak melakukan perlawanan pemberontakan. Yang Yesus lakukan adalah mengasihi, menyembuhkan orang sakit, melayani orang-orang terhilang. Orang banyak memiliki keraguan melihat apa yang Yesus lakukan. Benarkah orang ini adalah Mesias? Mengapa revolusinya sedemikian kecil bahkan tidak ada dampaknya kepada bangsa ini? Hal inilah yang membuat mereka bertanya mengenai Kerajaan Allah kepada Yesus.

Yesus kemudian menjawab pertanyaan mereka dengan perumpamaan yang sederhana yanitu mengenai biji sesawi. Dalam ay 31 dikatakan, “Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi.” Biji sesawi termasuk biji yang terkecil dari semua biji yang ada di muka bumi. Sepertinya tidak akan ada dampaknya. Jika kita berada dalam konteks pendengar Yesus pada waktu itu, apakah kita makin bingung atau makin dicerahkan? Dalam bagian ini Yesus ingin membukakan bahwa Kerajaan Allah yang Ia sampaikan mungkin dianggap orang-orang sebagai sesuatu yang kecil. Yesus membalikkan cara pandang orang pada zaman itu. Yesus ingin mengajarkan bahwa walaupun apa yang Ia lakukan dalam membangun Kerajaan Allah seperti sesuatu yang kecil dalam pandangan mereka akan memiliki dampak yang besar. Yesus melanjutkan perumpamannya dengan menunjukkan bagaimana biji sesawi yang kecil itu jika di tanam akan tumbuh lebih besar dari segala sayuran yang lain. Kemudian bertumbuh semakin besar dan mengeluarkan cabang-cabang sehingga burung dapat bersarang di cabangnya. Perlu kita ketahui bahwa pertumbuhan biji sesawi itu paling tinggi hanya empat meter. Mengapa Yesus menggunakan biji sesawi yang tingginya hanya empat meter bukan pohon yang lain yang dapat tumbuh sampai puluhan meter. Yesus sedang mengajarkan bahwa Kerajaan Allah itu  bukan sedang berbicara mengenai kuantitas. Yesus tidak sedang membukakan perkembangan atau pertumbuhan Kerajaan Allah. Yang Yesus ingin sampaikan adalah permulaan dan hasil akhir dari Kerajaan Allah. Apa yang Yesus lakukan kelihatannya kecil dan tidak berarti bagi mereka, tetapi ada satu iman yang mereka harus miliki bahwa Kerajaan Allah akan semakin besar. Kerajaan Allah bukan dalam hal fisik tetapi dalam hal nilai-nilai dan pengaruh. Dan hal inilah yang Yesus ingin sampaikan kepada orang-orang pada zaman itu, bahwa kerajaan Allah adalah ketika kita melakukan sesuatu yang benar, kecil dan mungkin tidak berarti dihadapan orang-orang. Tetapi ketika kita melakukannya di dalam iman bahwa Tuhan akan memberkati apa yang kita lakukan. Tuhan akan menyempurnakan dan menyelesaikan semuanya pada akhirnya.  Inilah tujuan perumpamaan ini. Meskipun kecil tetapi memiliki pengaruh yang besar di dalam nilai-nilai kehidupan.

Sebagai alumni, mungkin orang-orang melihat bahwa apa yang kita lakukan dalam pelayanan atau ketaatan kita adalah sesuatu yang kecil dan sepertinya tidak berharga. Apalagi ditambah dengan kondisi Indonesia yang tidak semakin baik dengan hadirnya kita sebagai seorang pelayan Tuhan. sepertinya perubahan total untul Indonesia adalah mimpi belaka. Merenungkan bagian perumpamaan mengenai biji sesawi ini kita dikuatkan bahwa sekecil pun yang kita lakukan bisa berdampak besar. Tuhan melihat bahwa apa yang kita lakukan memiliki dampak dan pengaruh yang besar bagi umat manusia, bukan hanya di kota kita, tetapi seluruh hidup umat manusia. Inilah pesan perumpamaan ini.

Di dalam bagian ini yang menjadi refleksi kita. Mungkin ada hal-hal yang sedang kita lakukan. Mari mengevaluasinya. Masihkan Tuhan sebagai raja dalam seluruh hidup kita? Ketika kita mengikut Tuhan, kita harus menjadikannya dia sebagai satu-satunya Raja dalam hidup kita dan kita harus taat kepadaNya. Mungkin apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang kecil dan tidak dianggap oleh orang lain. Yakinlah bahwa apa yang kita kerjakan itu memiliki dampak yang besar bagi umat manusia. Apa yang kita lakukan selama ini dalam pelayanan, saat teduh kita, mengikuti pesekutuan ibadah mungkin kecil dan orang menganggap hal itu hanya buang-buang waktu. Tetapi, ketika kita melakukannya kita sedang memberikan dampak yang besar akan kerajaan Allah sehingga kita menjadi orang yang terus menerus merajakan Tuhan Yesus sebagai Raja kita. Apakah kita sebagai alumni masih terus menyatakan kerajaan Alah di dalam seluruh hidup kita, dalam dunia kerja, keluarga, masyarakat atau lingkungan dimana kita berada? Dalam dunia dimana sogok-menyogok dan korupsi adalah sesuatu yang lumrah, apakah kita tetap menolak hal ini? Mungkin kita ditertawai dan bisa dikatakan orang bodoh yang mengerjakan sesuatu yang tidak berguna. Tetapi ingatlah, kita sedang memabngun kerajaan Alah. Hal ini menyatakan bahwa Allah menjadi raja dalam hidup kita, bukan jabatan atau uang atau kenyamanan. Mari tetap menyatakan Kerajaan Allah dalam seluruh aspek kehidupan kita. Biarlah kita terus menjadi agent-agent perubahan di dunia ini untuk menyatakan bahwa Yesus adalah raja dalam hidup kita.

Solideo Gloria!

Hagai Pasal 2



Aswindo Sitio


Pendahuluan

Kitab Hagai adalah yang pertama dari ketiga kitab nabi pasca pembuangan dalam PL (Hagai, Zakharia dan Maleakhi). Dia mungkin menjadi salah seorang dari sebagian kecil orang Yahudi yang, setelah kembali untuk tinggal di Yerusalem, dapat mengingat Bait Suci Salomo sebelum dibinasakan oleh pasukan Nebukadnezar pada tahun 586 SM (Hag 2:4). Ada dua hal yang perlu kita ketahui. Pertama adalah latar belakang dan kedua makna Bait Suci dalam konteks PL.

Latar belakang sejarah kitab ini penting untuk memahami beritanya. Pada tahun 538 SM, Raja Koresy dari Persia mengeluarkan maklumat mengizinkan orang Yahudi buangan untuk kembali ke negeri mereka untuk membangun kembali Yerusalem dan Bait Suci sebagai penggenapan nubuat Yesaya dan Yeremia (Yes 45:1-3; Yer 25:11-12; Yer 29:10-14) dan syafaat Daniel (Dan 9:1-27). Rombongan orang Yahudi pertama yang kembali ke Yerusalem meletakkan dasar Bait Suci yang baru pada tahun 536 SM di tengah-tengah kegembiraan dan harapan besar (Ezr 3:8-10). Akan tetapi, tidak lama kemudian orang Samaria dan tetangga lainnya secara jasmaniah menentang rencana pembangunan itu dan mematahkan semangat para pekerja sehingga pembangunan itu terhenti pada tahun 534 SM. Kelesuan rohani mulai timbul, dan umat itu lalu mulai membangun rumah mereka sendiri. Pada tahun 520 SM, Hagai, dengan ditemani nabi Zakharia yang lebih muda, mulai mendorong Zerubabel dan umat itu untuk melanjutkan pembangunan rumah Allah. Empat tahun kemudian Bait Suci itu selesai dibangun dan ditahbiskan (bd. Ezr 4:1--6:22).

Kedua, kita perlu mengetahui bahwa bait suci dalam kitab Hagai, khususnya dalam konteks PL, tidak sekedar berbicara soal bangunan fisik saja. Keberadaan bait suci sama dengan keberadaan Allah di tengah-tengah umat. Bait Suci adalah tempat kehadiran Allah dibumi. Bait suci juga adalah lambang perkenanan Allah akan umat. Pembangunan bait suci yang diperintahkan oleh Allah menunjukkan bahwa Allah tidak melupakan keselamatan yang dijanjikanNya. 

Kitab Hagai ini secara umum dibagi menjadi empat bagian, yang sering juga disebut empat pidato Hagai.
Yang pertama adalah Hagai 1:1-11. Hagai pertama-tama menegur para mantan buangan itu karena lebih memperhatikan rumah mereka sendiri yang dipapani dengan baik sedangkan rumah Allah masih merupakan reruntuhan (Hag 1:4). Dua kali nabi Hagai menasihati mereka untuk "perhatikanlah keadaanmu!" (Hag 1:5,7), yang menunjukkan bahwa Allah telah menarik berkat-Nya dari mereka karena cara hidup mereka (Hag 1:6,9-11). Sebagai tanggapan atas perkataan Hagai, maka Zerubabel, Yosua, dan semua orang itu takut akan Allah dan melakukan pekerjaan (Hag 1:12--2:1).

Bagian kedua, tiga dan empat kita bisa temukan pada pasal 2 (Hagai 2:2; Hagai 2:11; Hag 2:21).

Janji Penyertaan Allah

Kisah pada pasal 2 ini diawali ketika Zerubabel telah melakukan pembangunan. Beberapa minggu kemudian, penilaian beberapa orang kembali mematahkan semangat mereka, yaitu mereka yang telah melihat kemuliaan bait Salomo sehingga menilai usaha membangun kembali itu tidak berarti jika dibandingkan (Hag 2:4). Hagai menasihati para pemimpin untuk meneguhkan hatinya karena:

1. Tuhan meyakinkan mereka bahwa Ia masih menyertai mereka dan Allah akan tinggal di tengah-tengah mereka sesuai dengan janjiNya (6). Allah menegaskan bahwa usaha mereka merupakan bagian dari gambaran nubuat yang lebih luas (Hag 2:5-8). Mereka harus meninggalkan ketakutan mereka  beserta masa lalu yang telah silam, sebab Ia bermaksud menggenapi janjiNya bahwa “kemuliaan Tuhan akan memenuhi seluruh bumi” dalam melaksanakan perjanjian Abraham dan Daud, yang sangat jelas terkandung disini. Meskipun langit, bumi, laut, dan bangsa-bangsa harus digoncangkan untuk melaksanakan hal ini, perjanjian itu akan terjadi (7-8, band Ibrani 12:26-29).

Keberhasilan pembangunan  bait Allah pada zaman mereka yang melibatkan tangan Persia (Ez 6:8) merupakan bukti awal bahwa Tuhan sanggup menggerakkan semua bangsa seperti yang Ia janjikan (2:7-8, 22-23: band Yes 60:5-13).

2. "Kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula" (Hag 2:10). Istilah “Rumah ini” tidak perlu berarti bait suci yang waktu itu sedang didirikan, melainkan “bait Allah” sebagai suatu lembaga ilahi, yang menurut maksud Allah akan dipenuhi sekali lagi “dengan kemegahan” (8), yaitu kehadiranNya yang ilahi.

Dengan kata lain Allah hendak berkata, “Jangan kuatir tentang kemuliaan sebelumnya, tentang perak atau emas. Aku memiliki seluruh dunia, seluruh emas dan perak adalah milikKu (9). Itu bukanlah jenis kemuliaan yang Kupikirkan. Aku akan memenuhi Rumah ini dengan jenis kemuliaan yang berbeda, sehingga semarak Bait Allah yang baru akan lebih besar dari semarak Bait Allah yang lama.” Dari tempat itu akan mengalir “damai sejahtera” bagaikan sungai (band Yes 48:18; 66:12).

Ketaatan dan Pertobatan
Bagian yang ketiga dalam kitab Hagai adalah 2:11-20, yaitu panggilan kepada umat untuk hidup dalam ketaatan yang kudus. Mereka menganggap ketika mereka terlibat dalam sesuatu pekerjaan yang kudus maka mereka akan dikuduskan. Dan ketika mereka menganggap diri mereka kudus tetapi mereka masih belum diberkati mereka kembali melemah. Dari ay 16-19 kita mendapat kesan bahwa bangsa Israel merasa mereka telah mengerjakan bait Allah selama dua bulan, tetapi kehidupan mereka masih sulit.

Hagai kembali mengingatkan mereka dalam beritanya yang ketiga. Dalam ay 13-14 dikatakan, “13 Andaikata seseorang membawa daging kudus dalam punca bajunya, lalu dengan puncanya itu ia menyentuh roti atau sesuatu masakan atau anggur atau minyak atau sesuatu yang dapat dimakan, menjadi kuduskah yang disentuh itu?" Lalu para imam itu menjawab, katanya: "Tidak!" 14 Berkatalah pula Hagai: "Jika seseorang yang najis oleh mayat menyentuh semuanya ini, menjadi najiskah yang disentuh itu?" Lalu para imam itu menjawab, katanya: "Tentu!” Apa yang ingin dikatakan disini sangat jelas! Dilibatkan dalam suatu pekerjaan ditempat yang kudus tidak serta merta membuat mereka kudus, berhubungan dengan benda-benda yang suci tidak membuat orang itu suci. Demikianlah pelaksanaan upacara agama yang lahir tidak dapat menguduskan bangsa Israel, sementara hati dan hidup mereka tetap najis. Sebaliknya kenajisan hati dan hidup mereka akan menajiskan segala persembahan dan semua pekerjaan yang mereka usahakan. Ketaatan untuk membangun Bait Allah harus disertai pertobatan dan menjaga kekudusan (18 - secara khusus Zakharia memanggil bangsa Israel untuk berobat (Zakharia 1).

Ingat, bangsa ini dalam kenajisannya (15), yaitu karena mementingkan diri sendiri, kelalaian dan dosanya. Pencemaran mereka adalah ketidaktaatan dalam pembangunan bait Allah. Mereka mendapatkan hukuman mereka dari Tuhan (16-18).
 
Dalam bagian terakhir kitab ini Hagai mendorong mereka untuk menyelesaikan pembangunan dengan cara memberitakan janji-janji Allah. Mulai dari hari ketaatan mereka akan ada bukti yang segera tentang perkenanan Ilahi. Mulai dari sekarang akan terjadi perbaikan musim-musim – “Aku akan memberi berkat.” Kata “berkat” sering dipakai dalam PL berhubung dengan masa-masa yang subur (band Ulangan 28:8; Maleakhi 3:10). Dengan kata lain, Tuhan akan memberkati panen mereka (2:19-20).

Janji kepada Zerubabel

Bagian yang keempat (2:21-24) adalah berita yang berisikan jaminan atau janji bahwa Tuhan akan menjungkirbalikkan bangsa-bangsa dan meneguhkan keturunan Daud (2:21-24). Ditengah-tengah kondisi meningkatnya kekuatan bangsa Persia pada masa itu, ada jaminan kepada Zerubabel bahwa Allah akan merobohkan tahkta kerajaan bangsa-bangsa, melemahkan kuasa mereka, melenyapkan kuasa angkatan perang dan menyebabkan mereka berperang sesama sendiri, dalam melaksanakan maksud ini (22-23, band. Yehez 38:21; Zakharia 14:13).

Kemudian dalam ay 24 ada janji yang ditujukan kepada Zerubabel secara pribadi. Dikatakan, “Pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN semesta alam, Aku akan mengambil engkau, hai Zerubabel bin Sealtiel, hamba-Ku -- demikianlah firman TUHAN -- dan akan menjadikan engkau seperti cincin meterai; sebab engkaulah yang Kupilih, demikianlah firman TUHAN semesta alam." Ini adalah janji Tuhan untuk meneguhkan keturunan Daud. Ya, Zerubabel adalah keturunan Daud dan Hagai juga menyebutnya sebagai Hamba Allah. 

Peneguhan atas Zerubabel, salah satu keturunan Daud (1Taw 3:16-19), sebagai pemimpin loka bangsa Yehuda ibarat cincin materai dari Tuhan. Allah akan menjadikan seperti cincin materai. Cincin materai adalah tanda kekuasaan. Jadi karena pemilihan Allah, Zerubabel diberikan kuasa dari Allah. Ini bukan jaminan pribadi kepada Zerubabel saja, sebab ia dan keturunannya tidak memerintah di Yerusalem ataupun kemasyuran dalam kerajaan-kerajaan di dunia ini. Tetapi dalam diri Zerubabel, telah dilambangkan keabadian keturunan Raja. Ketatan Zerubabel menjadikannya terlibat dalam misi Allah.Yah, dari keturunan Zerubabellah mesias akan lahir (band Luk1:31-33).

Penutup
Bait suci merupakan lambang kehadiran dan perkenanan Allah dan juga lambang bahwa Allah tidak melupakan janji keselamatanNya bagi bangsa Israel. Dalam konteks sekarang kita adalah bait suci Allah, dimana Allah berdiam dalam kita. keberadaan Allah dalam hidup kita membuktikan bahwa kita adalah umat pilihan Allah. Tempat kediaman Allah adalah orang percaya. Dalam I Korintus  3:16 dikatakan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”

Kita sebagai orang-orang Kristen adalah “rumah” tempat dimana Allah berdiam, dan ketika Allah berbicara tentang membangun RumahNya, Dia sedang membicarakan tentang diri kita menjadi tempat kediaman yang layak dan pantas dihuni bagi RohNya. Banyak hal-hal yang akan melemahkan kita, apakah itu masalalu kita, apakah kondisi sekeliling kita.

Oleh sebab itu mari berjuang untuk menjaga dengan hidup dalam ketaatan yang kudus. Dengan demikian melalui hidup kita janji Allah atau misi Allah akan dunia ini digenapi melalui hidup kita. Persekutuan kepada Alah yang dilandasi dengan ketaatan yang kudus akan menjadikan kita menjadi alat Allah dalam mengerjakan misiNya di dunia ini.

Solideo Gloria!

Hagai Pasal 1



Iventura Tamba, ST

Ada satu fenomena dimana biasanya sulit bagi alumni baru (ataupun pra alumni) untuk menyediakan waktu dan tenaganya untuk mengerjakan pelayanan. Ketika ditawarkan pelayanan pada masa ini mereka menggunakan banyak alasan (menyelesaikan skiripsi, mencari pekerjaan, baru menikah, baru memiliki anak, dll) untuk menolak pelayanan tersebut. Prioritas mereka adalah diri mereka sendiri bukan Tuhan. Hal inilah yang akan kita pelajari dari kitab Hagai pasal 1 ini.

Kitab Hagai adalah satu kitab yang berbicara tentang pesan Allah kepada bangsa Israel untuk membangun bait suci Allah yang telah tertunda pembangunannya selama 16 tahun yang disebabkan gangguan orang Samaria terhadap mereka. Kitab Hagai adalah salah satu kitab dari nabi-nabi kecil yang merupakan kitap terpendek setelah kitab Obaja. Kitab ini juga menunjukkan rujukan historis yang jelas (1:1). Artinya bahwa nubuatan yang disampaikan nabi Hagai sangat detil ditulis, kapan ditulis.

Nabi Hagai adalah nabi yang tidak mengalami penolakan dalam pelayanannya sebagai pembawa pesan Allah. Hal ini telihat dari bagaimana bangsa Israel langsung meresponi pesan yang disampaikan dengan baik. Nabi Hagai juga tidak menyampaikan pesannya dengan gaya yang keras tetapi dengan cara yang lembut. Hal ini membuat ia lebih dikenal sebagai seorang guru daripada nabi. Bukan berarti karena kelembutannya maka ia kehilangan esensi dari pesan Allah yang disampaikan kepada bangsa Israel. 

Apa pesan yang disampaikan kepada bangsa Israel. Pada ay 1-2 dikatakan, “1:1 Pada tahun yang kedua zaman raja Darius, dalam bulan yang keenam, pada hari pertama bulan itu, datanglah firman TUHAN dengan perantaraan nabi Hagai kepada Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan kepada Yosua bin Yozadak, imam besar, bunyinya:” :2 "Beginilah firman TUHAN semesta alam: Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN!" Ada satu persoalan yang menjadi focus utama berita yang disampaikan nabi Hagai kepada orang Yehuda yaitu waktu pembangunan bait suci, yang memengaruhi kedua pasal kitab Hagai ini. Seberapa penting pembangunan bait suci ini sehingga nabi Hagai harus menyampaikan pesan itu kepada pemimpin politik dan agama yang ada di tengah-tengah orang Israel? Dalam perjanjian lama berbicara mengenai bait suci berarti berbicara mengenai kehadiran Allah di tengah-tengah satu bangsa. Ketiadaan bait suci menunjukkan tidak adanya harga diri bangsa Israel di tengah-tengah bangsa lain. Inilah pokok persoalan yang serius di tengah-tengah bansa Israel sehingga Tuhan mengingatkan bangsa ini melalui nabi Hagai untuk melanjutkan pembangunan bait suci yang tertunda tersebut.

Ada dua pesan yang Tuhan paradokskan yang dapat kita lihat dalam pasal 1 ini. Tuhan menyampaikan pesannya kepada bangsa Israel dengan dua kalimat. Pertama, dalam ay 2 Tuhan memakai kalimat “Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN.” Orang Israel berpendapat belum tiba waktunya bagi mereka untuk membangun bait suci. Mungkin karena secara ekonomi mereka masih terpuruk sehingga mereka tidak mampu membangun bait suci. Juga secara spiritual mereka masih rendah sehingga mereka tidak mampu mengutamakan kepentingan Allah diatas kepentingan mereka secara pribadi. Kedua, Tuhan mengatakan, "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan” (4). Kedua kalimat yang disampaikan Tuhan seakan –akan menjadi sindiran bagi bangsa Israel akan apa yang mereka kerjakan. Mereka mengatakan belum waktunya pelayanan bagi Allah, tetapi mengurus diri mereka sendiri dulu.

Sering sekali kepentingan pribadi kita menjadi alasan bagi kita untuk tidak ambil bagian pelayanan. Apa yang terjadi bagi bangsa Israel membuat mereka menunda karena mereka berpikir belum waktunya karena mereka belum mapan secara kehidupan ekonomi dan tidak sanggup menghadapi tantangan. Ini juga adalah gambaran kita ketika kita menunda atau menolak pelayanan dengan berbagai alasan.

Tuhan mengatakan kepada orang Israel bahwa sekarang adalah waktunya untuk membangun bait suci. Untuk menyadarkan bangsa Israel akan pentingnya pembangunan bait suci, Tuhan menggambarkan kemelaratan mereka (6). Ada beberapa kondisi yang Tuhan sampaikan mengenai bangsa itu akibat dari ketidaktaatan mereka,  “Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang” (6). Mereka berpikir dengan mengesampingkan kepentingan Tuhan dan focus kepada peribadi dan kepada kemapanan, baru nanti mereka mengerjakan pembangunan rumah Tuhan. Tetapi Allah mengingatkan bahwa kemelaratan mereka adalah dampak dari ketidaktaatan mereka. Hal ini juga menjadi pelajaran kita, para alumni, ketika kita mau mengatakan focus dulu kepada kepentingan kita pribadi dimana kita bekerja siang dan malam, mencari dan mencari namun akhirnya kita tidak mendapat kepuasan karena banyak kita mencari sebanyak itu juga kita kehilangan karena yang kita cari bukan untuk kemuliaan Tuhan namun untuk kepentingan pribadi kita.

Dalam ay 9 dikataklan, “Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri”. Tuhan mengatakan kepada mereka bahwa kondisi mereka yang melarat itu adalah akibat dari ketidaktaatan mereka pada Tuhan. Artinya Allah bertindak dalam kondisi yang terjadi pada mereka tersebut. Ketika Tuhan menyadarkan kondisi itu, Tuhan mengatakan kepada mereka “Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN.” Tuhan masuk dengan pesan yang utama dari apa yang disampaikan melalui nabi Hagai yaitu Tuhan menginginkan kembali pembangunan bait suci. Tuhan mengatakan kepada mereka bahwa yang utama adalah kehadiran Tuhan kemuliaan Tuhan. 

Ini mungkin mengingatkan mereka bahwa ketika bangsa Israel oleh dekrit Raja Cyrus (raja ini mengalahkan Babel) dimana seluruh tawanan perang dikembalikan ke daerah masing-masing. Bahkan Raja ini tidak hanya memberikan ijin kepada bangsa Israel, tetapi memberikan hal-hal yang mereka butuhkan untuk membangun bait suci. Muncul pertanyaan, ketika mereka tidak jadi membangun bait Allah, dimana kayu-kayu yang diberikan raja Darius? Kemungkinan mereka menggunakan kayu-kayu ini untuk membangun rumah mereka secara pribadi. Jika hal ini benar, sangat wajar jika Tuhan marah kepada bangsa Israel karena apa yang diberikan untuk pembangunan bait suci dipergunakan untuk kepentingan pribadi. 

Kemudian Tuhan menyampasikan pesan agar mereka membangun bait suci karena Ia menyertai mereka (13). Hal ini menunjukkan kepada tantangan yang akan mereka hadapi ketika melakukan pembangunan bait suci. Sangat menarik pada bagian ini orang Israel (termasuk pemimpin agama dan pemerintahan) meresponi dengan baik untuk mengerjakan bait suci. 

Apa yang bisa kita pelajari pada pasal pertama kitab Hagai ini?

Kita mungkin masih ingat ketika melayani di mahasiswa dan mengikuti sesi PIPA dalam kelompok. Sering sekali ayat yang diberikan kepada kita untuk menolong kita memahami mengeneai anugerah keselamatan adalah Efesus 2:8-9. Tetapi sering kita lupa pada ayat 10 dari pasal ini. Dikatakan disana, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”. Tuhan memberikan anugerah keselamatan bagi kita bukan hanya agar kita selamat dari hukuman dan akhirnya menikmati hidup yang kekal. Tetapi Tuhan ketika menyelamatkan kita Dia sedang mengerjakan pekerjaan yang mulia yang dikerjakanNya di tengah-tengah dunia ini dan Dia mengijinkan kita untuk masuk dalam rencanaNya yang mulia tersebut, sehingga apapun yang kita jalani dalam seluruh bagian kehidupan kita seharusnya adalah sebagai sebuah rangkaian dari apa yang Tuhan sedang kerjakan di tengah-tengah dunia ini. Kita sedang mengerjakan pekerjaan dan rancangan Tuhan bukan untuk diri kita sendiri dan rangkaian Tuhan itu berbicara soal penyelamatan akan dunia ini, dan keselamatan kita adalah jalan agar kita masuk ke dalamnya dan kita berperang dalam penyelamatan yang Tuhan kerjakan di tengah-tengah dunia ini. 

Ketika Tuhan memperkenalkan diriNya bukan hanya supaya nanti kita bisa tamat, kerja, dan menikah. Tetapi bagaimana agar melalui kita rencana Allah digenapi yaitu keselamatan bagi dunia dimana kita tinggal. Kita harus memahami hal ini, bahwa kehidupan kita ketika Tuhan menyelamatkan kita adalah satu bagian dari apa yang sedang Allah kerjakan bagi dunia ini. Pembebasan bangsa Israel dari Babel ke Israel, membangun kembali bait suci adalah satu bagian dari apa yang Allah kerjakan bagi dunia ini. Tuhan ingin seisi dunia datang kepada kemuliaanNya.

Apa yang kita lihat pada bangsa Israel ketika mereka menuda pembangunan bait suci adalah mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Sering kita menunda untuk mengerjakan satu pelayanan sampai semua kepentingan kita tercukupi dan ketika itu tiba kita menganggap bahwa kita punya banyak waktu luang untuk mengerjakan pelayanan. Bagaimana mengerjakan pelayanan jika belum punya pekerjaan yang mapan? Ingat, masalah ekonomi keluarga kita urusan Tuhan. Oleh sebab itu mari mengerjakan apa yang Tuhan minta kita kerjakan sekarang dan urusan yang lain menjadi urusan Tuhan. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat 6:33).

Tuhan mengatakan bahwa utamakan apa yang penting untuk kerajaanNya dan tentang hidup kita Tuhan mampu untuk memeliharanya. Jika Tuhan mengerjakan hal yang mulia di tengah-tengah dunia ini, dan oleh anugerah Tuhan kita diperkenankan untuk masuk dalam pekerjaan itu, bukankah sebenarnya Tuhan telah menyediakan agar kita – orang-orang yang masuk dalam pekerjaanNya itu – tercukupi oleh anugerah Tuhan sehingga kita menempatkan kepentingan Tuhan di atas kepentingan kita pribadi. Kita menempatkan kemuliaan Tuhan di atas kenyamanan kita secara pribadi. Dimana kepentingan Tuhan dalam hidup kita kita tempatkan. Apakah Yesus tetap menjadi yang utama dalam hidup kita? 

Bangsa Israel meresponi apa yang menjadi pesan Tuhan melalui nabi Hagai dan Tuhan menyemangati dan mendorong mereka untuk mendorong pembangunan bait suci. Mari meresponi apa yang Tuhan inginkan dalam hidup kita. masuk dalam pekerjaan Tuhan dan menempatkan kepentingan Tuhan di atas kepentingan kita pribadi.

Solideo Gloria!