Friday, January 22, 2016

Jemaat Mula-Mula


Kisah Para Rasul 2:41-47

[Kotbah MBA, tanggal 15 Januari 2016 yang dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M.Th]

Kisah ini adalah peristiwa setelah hari pentakosta (Kis. 2). Jadi ada karunia yang Tuhan berikan. Dalam ay 8-10 dikatakan, “Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma.” Mereka berbicara dengan bahasa yang bukan bahasa mereka. Ini bukan bahasa Roh, tetapi bahasa yang diberikan oleh Roh. Tuhan memberikan karunia ini karena waktu itu banyak orang, termasuk dari Roma, sedang berkumpul di Yerusalem. Peristiwa ini adalah penggenapan dari Yoel pasal 2 (band. Kis 1:8).

Beberapa orang menyindir peristiwa ini dengan mengatakan bahwa mereka mabuk (13). Tetapi kemudian Petrus bangkit dan menyatakan bahwa mereka tidak mabuk. Petrus kemudian melanjutkan dengan pemberitaan mengenai Kristus kepada mereka. Banyak diatara mereka yang akhirnya percaya dan memberikan diri di baptis (40-41). Ada sekitar 3000-an orang yang percaya, dan ini hanya laki-laki. Tradisi orang Israel tidak menghitung perempuan. Orang yang percaya ini kemudian memberi diri mereka dibaptis. Mereka inilah yang disebut dengan jemaat mula-mula.

Komunitas jemaat mula-mula ini adalah jemaat dengan persekutuan yang dinamis dan membangun. Ciri ini berlaku untuk personal dan komunitas. Sebagai seorang pribadi yang percaya, kita harus memiliki ciri ini sekaligus sebagai sebuah komunitas dimana kita ada, juga harus memiliki ciri ini.

Dalam Kis 2:41-47 kita akan melihat bagaimana kehidupan jemaat mula-mula ini. Mereka adalah jemaat yang ‘bertekun’ (42). Dalam terjemahan NIV kata yang dipakai untuk ‘bertekun’ adalah ‘devoted’ bukan continue. Kalau continue penekananya adalah rutinitas sedangkan devoted penekannya ada hal rutinitas dan juga ada hati yang terus tunduk. Jadi orang yang devoted betul-betul punya kerinduan, kehausan, dan komitmen untuk taat. 

Jemaat ini ‘devoted themselves’ kepada empat aspek.

Pertama, devoted themselves to the apostles’ teaching. Mereka tekun kepada pengajaran rasul-rasul, yaitu firman Tuhan. Roh Allah memimpin umat itu tunduk kepada kebenaran firman Tuhan. Ada sinergitas di sini. Sebagai orang percaya mereka tetap bertekun kepada firman Allah, tetapi tetap dikombinasikan dengan pekerjaan Roh di dalam diri mereka. Jadi untuk beriman kepada Kristus pekerjaan Roh, ketika mereka memberi diri dibaptis pekerjaan Roh, dan ketika mereka mau bertekun kepada kebenaran Firman Tuhan, mutlak juga ada pekerjaan Roh. 

Komunitas ini adalah komunitas yang belajar (learning community). Belajar disini bukanlah sesuatu yang dikondisikan tetapi sesuatu yang sudah menjadi sifat dalam pribadi atau komunitas tersebut. Mereka mau belajar dan diajari. Salah satu yang perlu dibangun dalam persekutuan adalah bagaimana ketekunan kita belajar firman Tuhan. Dalam Kol. 2:6-7 dikatakan, “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” Kita harus melatih komunitas maupun pribadi kita menjadi komunitas (atau pribadi) yang tekun belajar agar komunita  dan diri kita menjadi komunitas dan pribadi yang bertumbuh.

Belajar firman Tuhan sangat penting. Dalam Rom. 10:17 dikatakan, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Baca juga Maz. 119:9-11; 2Tim. 3:16). Kita bisa betahan menghadapi arus dunia yang semakin kencang ini hanya jika kita bertekun dalam pembelajaran akan firman Tuhan. bagaimana kita bertahan untuk hidup kudus adalah dengan tekun belajar firman Tuhan. Mari menjadikan tahun 2016 ini sebagai tahun untuk semakin tekun belajar akan firman Tuhan.

Kedua, devoted themselves to the fellowship. Jemaat ini mengomitmenkan diri mereka kepada persekutuan. Kata yang dipakai dalam bahasa Yunani adalah ‘koinos’ yaitu persekutuan yang diikat dalam dua aspek, makanan jasmani dan makanan rohani. Inilah persekutuan kasih (loving community). Bukan hanya makanan, dalam artian tidak ada yang kelaparan dan kekurangan, tetapi juga berbagi dalam hal pengalaman rohani. Di hal yang kedua ini kita sering tidak melihatnya dalam persekutuan kita. Kita sangat sulit sangat bersaksi dalam pengalaman rohani. Jika dibuka ruang kesaksian belum tentu ada yang mau. Dan sering sekali kesaksian yang ada pun hanya peristiwa ketika kita menang atau mengalami peristiwa kuasa Tuhan. Jarang ada orang bersaksi dimana dia jatuh ke dalam dosa dan bergumul lama dan akhirnya bisa menang. Kegagalan juga penting untuk dibagikan agar orang lain jika mengalami kegagalan yang sama bisa dikuatkan dan bangkit.

Sebagai komunitas kasih, jemaat mula-mula biasa membagi apa yang mereka punya di dalam Allah. Kemudian mereka membagikan kepada orang lain dalam kemurahan. Dalam 1Yoh 3:18 dikatakan, ”Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” Kita bisa memberi tanpa mengasihi tetapi kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi. Kita harus mengevaluasi bagaimana hidup kita menerapkan hal ini. Mari melihat dan berharap bagaimana komunitas kita jangan sampai mengabaikan orang lain, dimana ada orang yang tidak bisa makan karena tidak punya uang, di sisi lain ada orang yang setiap hari makan di restoran. Atau ada yang sakit, tetapi kita tidak tahu sama sekali. Jadi ada sebuah komunitas dimana kita mengomitmenkan diri kita dalam persekutuan kasih, apakah di KTB atau komunitas lain dimana kita berada. Jangan sampai persekutuan kita menjadi persekutuan yang banyak berbicara mengenai kasih tetapi kehilangan kasih. 

Persekutuan kasih juga meliputi prinspip pengampunan dimana kita saling mengampuni satu sama lain. Jangan sampai ada rasa benci terhadap sesama yang menjadi pengganjal dalam persekutuan kita. Ingatlah ketika kita berdoa Doa Bapa Kami, “ampunilah kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami...”. Mari serius ketika kita mengucapkan doa ini, bukan sekedar ucapan di bibir belaka.

Ketiga, devoted themselves to the breaking of the bread. Mereka juga mengomiktmenkan diri mereka membagi dan memecah-mecahkan roti. Orang Israel biasa memecahkan roti karena makanan mereka adalah tepung yang bercampur ragi dan dipanggang dan kemudian dipecah-pecah. Prinsip yang mau ditekankan dalam bagian ini adalah saling berbagi.

Keempat, devoted themselves to the pray. Jemaat ini adalah jemaat yang berdoa dan menyembah (praying and worshipping community). Dalam banyak persekutuan hal ini menjadi sebuah pergumulan. Ketika acaranya adalah acara pesta ulang tahun atau syukuran, banyak orang datang. Tetapi jika acaranya adalah acara Jam Doa hanya sedikit orang yang datang. Mari mengevaluasi hidup kita akan hal ini. Jika kita adalah pengurus alumni, atau guru sekolah minggu, atau memegang pelayanan apapun, mari melatih diri kita dan komunitas kita untuk berdoa.

Sebagaimana dengan jemaat mula-mula pelayanan kita seharusnya adalah pelayanan yang digerakkkan oleh doa (prayer movement). Mari menjadikan doa sebagai mesin dalam komunitas kita setiap hari. Mari menjadi komunitas yang menikmati kehidupan doa. Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Mat. 26:41). Hidup dengan ‘berjaga-jaga dalam doa’ menolong kita untuk tetap hidup kudus dan bertahan secara rohani. Daniel, dalam setiap kesibukannya sebagai pegawai istana, tetap setia mengerjakan disiplin doanya. Disiplin rohani memerlukan latihan.

Menarik sekali bahwa mereka melakukan empat aspek di atas setiap hari dipelataran Bait Allah (46). Dalam konteks zaman sekarang kita mungkin tidak bisa melakukannya. Tetapi prinsip yang menjadi penekanan disini adalah ‘berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah’. Mereka melakukannya setiap hari.Hal inilah yang ahrus kita latih. Kita juga aharus melakukannya setiap hari. Tidak terbatas pada satu tempat satu situasi saja. Kita bisa melakukannya di mana saja, baik di dalam angkot, ketika di lampu merah, di rumah, ataupun di kantor. Prinsipnya adalah kita melakukannya dalam keataatan dan menjadi sebuah kebiasaan yang baik setiap harinya dalam kehidupan kita.

Selai menjadi jemaat yang bertekun (devoted), mereka juga penug dengan kekaguman kepada Tuhan karena empat aspek yang di atas ditambah dengan adanya tanda dan mujizat oleh para Rasul. Dipenuhi oleh kekaguman kepada Allah adalah sesuatu yang penting. Sering sekali kita dalam mengerjakan pelayanan, beribadah, atau bahkan rajin saat teduh, tetapi kekaguman kita kepada Allah tidak bertambah. Ketaatan kita kepada Allah tidak semakin meningkat. Bahkan yang terjadi kita masih tetap tinggal di dalam dosa kita yang belum diselesaikan tetapi dengan tenang terlibat dalam pelayanan. Ini adalah situasi yang sangat berbahaya.

Mari belajar agar melalui pelayanan, ibadah, dan persekutuan semakin meningkatkan rasa kagum, hormat, dan ketaatan kita kepada Allah. Ketaatan kita kepada Firman yang kita pelajari makin nyata dalam hidup kita. Kita bertumbuh sejauh ketaatan kepada firman Allah. Semakin taat maka kita semakin bertumbuh. Pengetahuan tidak mengubah orang tetapi ketaatan kepada firman Allah akan mengubah orang. Howard Marshall mengatakan bahwa rasa hormat dan rasa kagum adalah salah satu dampak dari pertumbuhan jemaat yang masih bayi. Semakin kita bertumbuh maka rasa hormat, cinta, dan ketaatan kepada Allah akan semakin bertumbuh.

Jemaat ini juga memiliki persekutuan yang nyata (44-46). Semua orang percaya bersatu dan sama dalam kepemilikian. Mereka saling berbagi satu sama lain sesuai dengan kebutuhan (band. 2Kor. 8:13-15; 1br. 10:24-25). Jangan sampai ada jemaat yang berfoya-foya, tetapi ada jemaat yang  kelaparan karena tidak ada makanan yang hendak dimakan. 

Kita bisa menikmati hidup kita dnegan apa yang ada pada kita (misalnya liburan) tapi jangan sampai pola hidup hedonis. Tetapi apakah kita masih setia memberi perpuluhan? Apakah kita masih setia memberikan persembahan kasih? Jangan sampai kita jalan-jalan ke luar negeri tetapi teman satu PA kita tidak makan karena tidak ada biaya. Tanggungjawab sosial kita dalam kasih tetap harus dilakukan. Betapa pentingnya sebuah persekutuan. Saling berbagi tidak ada yang kekurangan. Jika ada anggota keluarga kita kekurangan, mari membantu mereka. Komunitas kita adalah komunitas yang melakukan tindakan kasih.

Jemaat mula-mula menjual hartanya. Dalam bahasa aslinya, tindakan ini (‘menjual’) memiliki arti selalu dilakukan terus menerus, menjadi sebuah kebiasaan. Jadi bukan tindakan yang hanya terjadi sekali. Maka secara berkesinambungan tindakan ini dilakukan. Hal ini menjadi kebiasaan yang baik,. Suka memberi dan suka menolong. Mereka juga memecahkan roti secara bergilir dan merupakan sebuah pelayanan yang setiap hari mereka lakukan.

Jemaat mula-mula melakukan semua hal ini dengan gembira. Bukan beban atau karena terpaksa. Saat teduh, PA, ibadah, harus juga dalam kondisi gembira. Memberi dan menolong juga. Dalam ay 47 dikatakan, “sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Kegagalan kita dalam bersaksi mengajak orang datang kepada Yesus karena hidup kita tidak mereka alami kebaikan dan kasih melalui kita. Kata yang dipakai adalah ‘Tuhan menambahkan’. Jadi jemaat ini adalah jemaat yang bersaksi, melayani, dan menginjili – an evangelistic community.

Mereka menjadi jemaat yang evangelistik elalui pengajaran para rasul, kesaksian hidup komunitas, kasih yang mengesankan dalam kehidupan  sehari-hari, dan teladan hidup dalam relasi dengan Tuhan dan sesama. Hal inilah yang membuat orang suka melihat mereka, sehingga ada orang bertambah percaya kepada Yesus. 

Mari mengevaluasi hidup kita. Jika saudara atau pun keluarga kita yang belum percaya kepada Tuhan Yesus, mungkin ada yang harus kita evaluasi. Apakah kasih kita kurang mereka rasakan atau kebaikan kita kurang bagi mereka. 

Mari menjadikan PAK sebagai komunitas dengan peran ini. Kita adalah building community (komunitas untuk membangun). Wadah bersekutu sesama alumni yang saling membangun. Kita adalah equipping community (komunitas yang memperlengkapi). Kita memperlengkapi alumni agar terus bertumbuh dalam iman dan karakter menuju kesucian hidup seperti Kristus. Kita adalah sharpening community (komunitas yang menajamkan) untuk mempertajam peran dan panggilan alumni sehingga dapat memberikan kontribusi yang tepat dalam keluarga, kerja, pelayanan siswa, mahasiswa dan gereja serta negara (misi holistik). Kita adalah networking community dimana kita menjalin dan memelihara kerjasama antar alumni (personal) dan antar persekutuan alumni se kota/daerah.

Solideo Gloria!