Kisah Para Rasul 2:41-47
[Kotbah MBA, tanggal 15 Januari 2016 yang dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M.Th]
Kisah ini adalah peristiwa
setelah hari pentakosta (Kis. 2). Jadi ada karunia yang Tuhan berikan. Dalam ay
8-10 dikatakan, “Bagaimana mungkin kita
masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu
bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia, Media, Elam,
penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan
Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene,
pendatang-pendatang dari Roma.” Mereka berbicara dengan bahasa yang bukan
bahasa mereka. Ini bukan bahasa Roh, tetapi bahasa yang diberikan oleh Roh.
Tuhan memberikan karunia ini karena waktu itu banyak orang, termasuk dari Roma,
sedang berkumpul di Yerusalem. Peristiwa ini adalah penggenapan dari Yoel pasal
2 (band. Kis 1:8).
Beberapa orang menyindir peristiwa
ini dengan mengatakan bahwa mereka mabuk (13). Tetapi kemudian Petrus bangkit
dan menyatakan bahwa mereka tidak mabuk. Petrus kemudian melanjutkan dengan
pemberitaan mengenai Kristus kepada mereka. Banyak diatara mereka yang akhirnya
percaya dan memberikan diri di baptis (40-41). Ada sekitar 3000-an orang yang
percaya, dan ini hanya laki-laki. Tradisi orang Israel tidak menghitung
perempuan. Orang yang percaya ini kemudian memberi diri mereka dibaptis. Mereka
inilah yang disebut dengan jemaat mula-mula.
Komunitas jemaat mula-mula ini adalah
jemaat dengan persekutuan yang dinamis dan membangun. Ciri ini berlaku untuk
personal dan komunitas. Sebagai seorang pribadi yang percaya, kita harus
memiliki ciri ini sekaligus sebagai sebuah komunitas dimana kita ada, juga
harus memiliki ciri ini.
Dalam Kis 2:41-47 kita akan
melihat bagaimana kehidupan jemaat mula-mula ini. Mereka adalah jemaat yang ‘bertekun’
(42). Dalam terjemahan NIV kata yang dipakai untuk ‘bertekun’ adalah ‘devoted’ bukan continue. Kalau continue
penekananya adalah rutinitas sedangkan devoted
penekannya ada hal rutinitas dan juga ada hati yang terus tunduk. Jadi
orang yang devoted betul-betul punya
kerinduan, kehausan, dan komitmen untuk taat.
Jemaat ini ‘devoted themselves’ kepada empat aspek.
Pertama, devoted themselves
to the apostles’ teaching. Mereka tekun kepada pengajaran rasul-rasul,
yaitu firman Tuhan. Roh Allah memimpin umat itu tunduk kepada kebenaran firman
Tuhan. Ada sinergitas di sini. Sebagai orang percaya mereka tetap bertekun
kepada firman Allah, tetapi tetap dikombinasikan dengan pekerjaan Roh di dalam
diri mereka. Jadi untuk beriman kepada Kristus pekerjaan Roh, ketika mereka
memberi diri dibaptis pekerjaan Roh, dan ketika mereka mau bertekun kepada
kebenaran Firman Tuhan, mutlak juga ada pekerjaan Roh.
Komunitas ini adalah komunitas
yang belajar (learning community). Belajar
disini bukanlah sesuatu yang dikondisikan tetapi sesuatu yang sudah menjadi
sifat dalam pribadi atau komunitas tersebut. Mereka mau belajar dan diajari. Salah
satu yang perlu dibangun dalam persekutuan adalah bagaimana ketekunan kita
belajar firman Tuhan. Dalam Kol. 2:6-7 dikatakan, “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah
hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di
atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan
kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” Kita harus melatih
komunitas maupun pribadi kita menjadi komunitas (atau pribadi) yang tekun
belajar agar komunita dan diri kita
menjadi komunitas dan pribadi yang bertumbuh.
Belajar firman Tuhan sangat
penting. Dalam Rom. 10:17 dikatakan, “Jadi,
iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Baca
juga Maz. 119:9-11; 2Tim. 3:16). Kita bisa betahan menghadapi arus dunia yang
semakin kencang ini hanya jika kita bertekun dalam pembelajaran akan firman
Tuhan. bagaimana kita bertahan untuk hidup kudus adalah dengan tekun belajar
firman Tuhan. Mari menjadikan tahun 2016 ini sebagai tahun untuk semakin tekun
belajar akan firman Tuhan.
Kedua, devoted themselves to
the fellowship. Jemaat ini mengomitmenkan diri mereka kepada persekutuan.
Kata yang dipakai dalam bahasa Yunani adalah ‘koinos’ yaitu persekutuan yang diikat dalam dua aspek, makanan
jasmani dan makanan rohani. Inilah persekutuan kasih (loving community). Bukan hanya makanan, dalam artian tidak ada yang
kelaparan dan kekurangan, tetapi juga berbagi dalam hal pengalaman rohani. Di
hal yang kedua ini kita sering tidak melihatnya dalam persekutuan kita. Kita
sangat sulit sangat bersaksi dalam pengalaman rohani. Jika dibuka ruang
kesaksian belum tentu ada yang mau. Dan sering sekali kesaksian yang ada pun
hanya peristiwa ketika kita menang atau mengalami peristiwa kuasa Tuhan. Jarang
ada orang bersaksi dimana dia jatuh ke dalam dosa dan bergumul lama dan
akhirnya bisa menang. Kegagalan juga penting untuk dibagikan agar orang lain jika
mengalami kegagalan yang sama bisa dikuatkan dan bangkit.
Sebagai komunitas kasih, jemaat
mula-mula biasa membagi apa yang mereka punya di dalam Allah. Kemudian mereka
membagikan kepada orang lain dalam kemurahan. Dalam 1Yoh 3:18 dikatakan, ”Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan
dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam
kebenaran.” Kita bisa memberi tanpa
mengasihi tetapi kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi. Kita harus
mengevaluasi bagaimana hidup kita menerapkan hal ini. Mari melihat dan berharap
bagaimana komunitas kita jangan sampai mengabaikan orang lain, dimana ada orang
yang tidak bisa makan karena tidak punya uang, di sisi lain ada orang yang
setiap hari makan di restoran. Atau ada yang sakit, tetapi kita tidak tahu sama
sekali. Jadi ada sebuah komunitas dimana kita mengomitmenkan diri kita dalam
persekutuan kasih, apakah di KTB atau komunitas lain dimana kita berada. Jangan
sampai persekutuan kita menjadi persekutuan yang banyak berbicara mengenai
kasih tetapi kehilangan kasih.
Persekutuan kasih juga meliputi
prinspip pengampunan dimana kita saling mengampuni satu sama lain. Jangan
sampai ada rasa benci terhadap sesama yang menjadi pengganjal dalam persekutuan
kita. Ingatlah ketika kita berdoa Doa Bapa Kami, “ampunilah kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah
kepada kami...”. Mari serius ketika kita mengucapkan doa ini, bukan sekedar
ucapan di bibir belaka.
Ketiga, devoted themselves to
the breaking of the bread. Mereka juga mengomiktmenkan diri mereka membagi
dan memecah-mecahkan roti. Orang Israel biasa memecahkan roti karena makanan
mereka adalah tepung yang bercampur ragi dan dipanggang dan kemudian dipecah-pecah.
Prinsip yang mau ditekankan dalam bagian ini adalah saling berbagi.
Keempat, devoted themselves
to the pray. Jemaat ini adalah jemaat yang berdoa dan menyembah (praying and worshipping community).
Dalam banyak persekutuan hal ini menjadi sebuah pergumulan. Ketika acaranya
adalah acara pesta ulang tahun atau syukuran, banyak orang datang. Tetapi jika
acaranya adalah acara Jam Doa hanya sedikit orang yang datang. Mari mengevaluasi
hidup kita akan hal ini. Jika kita adalah pengurus alumni, atau guru sekolah
minggu, atau memegang pelayanan apapun, mari melatih diri kita dan komunitas kita
untuk berdoa.
Sebagaimana dengan jemaat
mula-mula pelayanan kita seharusnya adalah pelayanan yang digerakkkan oleh doa
(prayer movement). Mari menjadikan
doa sebagai mesin dalam komunitas kita setiap hari. Mari menjadi komunitas yang
menikmati kehidupan doa. Yesus berkata, “Berjaga-jagalah
dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut,
tetapi daging lemah." (Mat. 26:41). Hidup dengan ‘berjaga-jaga dalam
doa’ menolong kita untuk tetap hidup kudus dan bertahan secara rohani. Daniel,
dalam setiap kesibukannya sebagai pegawai istana, tetap setia mengerjakan
disiplin doanya. Disiplin rohani memerlukan latihan.
Menarik sekali bahwa mereka
melakukan empat aspek di atas setiap hari dipelataran Bait Allah (46). Dalam
konteks zaman sekarang kita mungkin tidak bisa melakukannya. Tetapi prinsip
yang menjadi penekanan disini adalah ‘berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah’.
Mereka melakukannya setiap hari.Hal
inilah yang ahrus kita latih. Kita juga aharus melakukannya setiap hari. Tidak
terbatas pada satu tempat satu situasi saja. Kita bisa melakukannya di mana
saja, baik di dalam angkot, ketika di lampu merah, di rumah, ataupun di kantor.
Prinsipnya adalah kita melakukannya dalam keataatan dan menjadi sebuah
kebiasaan yang baik setiap harinya dalam kehidupan kita.
Selai menjadi jemaat yang
bertekun (devoted), mereka juga penug
dengan kekaguman kepada Tuhan karena empat aspek yang di atas ditambah dengan
adanya tanda dan mujizat oleh para Rasul. Dipenuhi oleh kekaguman kepada Allah
adalah sesuatu yang penting. Sering sekali kita dalam mengerjakan pelayanan,
beribadah, atau bahkan rajin saat teduh, tetapi kekaguman kita kepada Allah
tidak bertambah. Ketaatan kita kepada Allah tidak semakin meningkat. Bahkan
yang terjadi kita masih tetap tinggal di dalam dosa kita yang belum
diselesaikan tetapi dengan tenang terlibat dalam pelayanan. Ini adalah situasi
yang sangat berbahaya.
Mari belajar agar melalui
pelayanan, ibadah, dan persekutuan semakin meningkatkan rasa kagum, hormat, dan
ketaatan kita kepada Allah. Ketaatan kita kepada Firman yang kita pelajari
makin nyata dalam hidup kita. Kita bertumbuh
sejauh ketaatan kepada firman Allah. Semakin taat maka kita semakin
bertumbuh. Pengetahuan tidak mengubah orang tetapi ketaatan kepada firman Allah
akan mengubah orang. Howard Marshall mengatakan bahwa rasa hormat dan rasa
kagum adalah salah satu dampak dari pertumbuhan jemaat yang masih bayi. Semakin kita bertumbuh maka rasa hormat,
cinta, dan ketaatan kepada Allah akan semakin bertumbuh.
Jemaat ini juga memiliki
persekutuan yang nyata (44-46). Semua orang percaya bersatu dan sama dalam
kepemilikian. Mereka saling berbagi satu sama lain sesuai dengan kebutuhan
(band. 2Kor. 8:13-15; 1br. 10:24-25). Jangan sampai ada jemaat yang berfoya-foya,
tetapi ada jemaat yang kelaparan karena
tidak ada makanan yang hendak dimakan.
Kita bisa menikmati hidup kita
dnegan apa yang ada pada kita (misalnya liburan) tapi jangan sampai pola hidup
hedonis. Tetapi apakah kita masih setia memberi perpuluhan? Apakah kita masih
setia memberikan persembahan kasih? Jangan sampai kita jalan-jalan ke luar
negeri tetapi teman satu PA kita tidak makan karena tidak ada biaya. Tanggungjawab sosial kita dalam kasih tetap
harus dilakukan. Betapa pentingnya sebuah persekutuan. Saling berbagi tidak
ada yang kekurangan. Jika ada anggota keluarga kita kekurangan, mari membantu
mereka. Komunitas kita adalah komunitas yang melakukan tindakan kasih.
Jemaat mula-mula menjual
hartanya. Dalam bahasa aslinya, tindakan ini (‘menjual’) memiliki arti selalu
dilakukan terus menerus, menjadi sebuah kebiasaan. Jadi bukan tindakan yang
hanya terjadi sekali. Maka secara berkesinambungan tindakan ini dilakukan. Hal
ini menjadi kebiasaan yang baik,. Suka memberi dan suka menolong. Mereka juga
memecahkan roti secara bergilir dan merupakan sebuah pelayanan yang setiap hari
mereka lakukan.
Jemaat mula-mula melakukan semua
hal ini dengan gembira. Bukan beban atau karena terpaksa. Saat teduh, PA,
ibadah, harus juga dalam kondisi gembira. Memberi dan menolong juga. Dalam ay
47 dikatakan, “sambil memuji Allah. Dan
mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka
dengan orang yang diselamatkan.” Kegagalan kita dalam bersaksi mengajak
orang datang kepada Yesus karena hidup kita tidak mereka alami kebaikan dan
kasih melalui kita. Kata yang dipakai adalah ‘Tuhan menambahkan’. Jadi jemaat
ini adalah jemaat yang bersaksi, melayani, dan menginjili – an evangelistic community.
Mereka menjadi jemaat yang
evangelistik elalui pengajaran para rasul, kesaksian hidup komunitas, kasih
yang mengesankan dalam kehidupan
sehari-hari, dan teladan hidup dalam relasi dengan Tuhan dan sesama. Hal
inilah yang membuat orang suka melihat mereka, sehingga ada orang bertambah
percaya kepada Yesus.
Mari mengevaluasi hidup kita.
Jika saudara atau pun keluarga kita yang belum percaya kepada Tuhan Yesus,
mungkin ada yang harus kita evaluasi. Apakah kasih kita kurang mereka rasakan
atau kebaikan kita kurang bagi mereka.
Mari menjadikan PAK sebagai
komunitas dengan peran ini. Kita adalah building community (komunitas untuk
membangun). Wadah bersekutu sesama alumni yang saling membangun. Kita adalah equipping
community (komunitas yang memperlengkapi). Kita memperlengkapi alumni
agar terus bertumbuh dalam iman dan karakter menuju kesucian hidup seperti
Kristus. Kita adalah sharpening community (komunitas yang
menajamkan) untuk mempertajam peran dan panggilan alumni sehingga dapat
memberikan kontribusi yang tepat dalam keluarga, kerja, pelayanan siswa,
mahasiswa dan gereja serta negara (misi holistik). Kita adalah networking
community dimana kita menjalin dan memelihara kerjasama antar alumni
(personal) dan antar persekutuan alumni se kota/daerah.
Solideo Gloria!