[Kotbah ini dibawakan oleh Denni Boy Saragih, M. Div pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat, 6 Maret 2009]
Hari ini kita akan membahas Rut pasal tiga ini di bawah judul ’12 Resep Meraih Cinta’. Mari melihatnya satupersatu.
1. Terbukalah Kepada Saran Seorang yang Rohani
Ayat 1 mengatakan, “Lalu Naomi, mertuanya itu, berkata kepadanya: "Anakku, apakah tidak ada baiknya jika aku mencari tempat perlindungan bagimu supaya engkau berbahagia?”
Dari ayat pertama ini ita melihat saran yang pertama, yaitu terbukalah kepada saran seorang yang rohani. Hal ini perlu dilakukan karena seorang yang rohani biasanya memiliki kebijaksanaan. Dalam ayat ini juga kita melihat dengan jelas bahwa saran Naomi untuk Rut ditujukan demi kebahagiaan Rut. Melalui ayat 1 ini juga kita melihat setelah terbuka kepada saran juga tidak menutup inisiatif perempuan. Memang biasanya laki-lakilah yang berinisiatif, tetapi tidak menutup kemungkinan yang pertama sekali mengambil inisiatif untuk menemukan atau mengutarakan isi hatinya. Inisiatif bukan hanya datang dari seorang yang ingin menemukan pacar tetapi bisa juga datang dari kakak PA atau orang bijaksana yang ada di sekeliling kita. Oleh sebab itu jika ada seorang yang rohani mengatakan saran kepada kita jangan langsung menolak dan menutup hati. Tuhan bisa bekerja melalui orang-orang lain di sekeliling kita dan yang mencintai Tuhan.
2. Terbuka Kepada Keadaan yang Ada
Ayat 2 mengatakan, “Maka sekarang, bukankah Boas, yang pengerja-pengerjanya perempuan telah kautemani itu, adalah sanak kita? Dia pada malam ini menampi jelai di tempat pengirikan.”
Dari ayat ini kita melihat bahwa Rut telah mengenal Boas. Boas sebenarnya sudah cukup berumur. Hal ini dapat kita lihat dengan bagaimana dia memanggil Rut dengan “Anakku!” Resep kedua adalah terbukalah pada keadaan yang ada. Rut telah mengenal Boas dan Boas sepertinya memiliki rasa cinta kepada Rut ini. Buktinya disengaja menjatuhkan bulir gandum agar Rut mendapat banyak hasil. Mari terbuka dalam keadaan yang ada. Jika umurnya jauh di atas kita, jangan langsung menolak. Ada juga orang tidak terbuka karena suku yang berbeda. Tidak mau kepada seseorang karena dia suku tertentu yang berbeda dengan sukunya. Kita juga tidak terbuka karena jenis pekerjaan yang berbeda. Mungkin kita sudah mapan yang dijodohkan dengan seorang guru SD. Kita harus terbuka dengan keadaan yang ada. Mungkin seseorang inilah calon terbaik yang Tuhan persiapkan. Jangan karena ada yang kurang kita menjadi tertutup.
3. Berdandanlah yang Terbaik, Sebab Keindahan Adalah Anugerah Tuhan.
Ayat 3 mengatakan, ”maka mandilah dan beruraplah, pakailah pakaian bagusmu dan pergilah ke tempat pengirikan itu. Tetapi janganlah engkau ketahuan kepada orang itu, sebelum ia selesai makan dan minum.”
Sewaktu kita berbicara masalah cinta, kita tidak bisa menyangkal bahwa kita sebagai anak Tuhan perlu berdandan yang terbaik sebab keindahan adalah anugerah Tuhan. Perhatikan apa yang Naomi katakan kepada Rut dalam ayat 3 ini. Seperti Rut yang bertemu dengan Boas, kita juga jika ingin bertemu dengan seseorang itu sebaiknya berdandan.
Kita perlu menebus keindahan karena beberapa anak Tuhan mengatakan being beauty or handsome adalah dosa. Tidak! Kecantikan dan keindahan adalah anugerah Tuhan. Oleh sebab itu sangat wajar kita menghargai keindahan sebagai anugerah Tuhan. Mungkin yang menjadi konsep kita adalah adanya prioritas inner beauty. Hal ini memang perlu. Sebenarnya keindahan itu pada prinsipnya adalah satu keindahan dari dalam yang terpancar keluar. Itulah yang disebut dengan inner beauty. Di sini kadang-kadang perlu waktu untuk menghayati kecantikan. Ada kasus-kasus yang unik dan sering terjadi dimana semakin dikenal semakin cantik. Hal ini terjadi karena orangnya lemah lembut, perhatian, humoris, kreatif, pembersih, pintar masak, dll. Sama juga halnya dengan seseorang yang semakin lama dikenal semakin jelek. Memang pertama kali melihat wajahnya seperti artis, tetapi semakin lama menjadi tidak cantik. Hal ini karena dia orangnya keras kepala, suka omong besar, mau menang sendiri, pembohong, penjorok, dll.
Inner beauty menjadi outer expression. Inner beauty harus dipancarkan melalui outer expression. Sebenarnya seseorang ini cantik, tetapi karena dia tidak pintar mempercantik diri, segan pakai bedak atau lipstick atau minyak wangi, dia menjadi kelihatan tidak cantik (good looking)
4. Beranilah Mengambil Resiko Menyatakan Cinta
Dalam ay 4-5 dikatakan, "Jika ia membaringkan diri tidur, haruslah engkau perhatikan baik-baik tempat ia berbaring; kemudian datanglah dekat, singkapkanlah selimut dari kakinya dan berbaringlah di sana. Maka ia akan memberitahukan kepadamu apa yang harus kaulakukan." Lalu kata Rut kepadanya: "Segala yang engkau katakan itu akan kulakukan."
Ketika Rut meresponinya dalam ayat 5, dia sedang mengambil resiko. Tidak ada jaminan jika Rut melakukan hal ini maka Boas membalas cintanya. Bisa terjadi skenario di mana Boas menganggap Rut pengganggu atau terjadi penolakan. Cinta itu harus perkasa. Artinya cinta harus berani walaupun ada kemungkinan ditolak. Kenapa cowok terkadang takut menyatakan adalah karena takut ditolak. Jangan takut ditolak. Kita harus belajar menjadi Kristen yang gentlement. Jangan hanya berani kirim-kirim sinyal tetapi tidak berani mengakui cintanya. Mari berani mengambil resiko untuk menyatakan cinta. Tetapi hati-hati dan jangan sembrono menyatakan cinta. Maksudnya adalah setiap minggu menyatakan cinta kepada orang yang berbeda. Jika telah kita doakan dan gumulkan segere nyatakan dan jangan menyatakan cinta hanya jika karena sudah pasti diterima. Mari berani mengambil resiko untuk menyatakan cinta.
5. Temukanlah Waktu yang Tepat
Ayat 7a mengatakan, “Setelah Boas habis makan dan minum dan hatinya gembira, datanglah ia untuk membaringkan diri tidur pada ujung timbunan jelai itu."
Resep kelima adalah temukan waktu yang tepat untuk menyatakannya. Dengan kata lain tempat, waktu, dan situasi yang tepat. Waktu kita menyatakan cinta penting untuk mencari tempat dan situasi yang tepat. Hal ini membutuhkan hikmat.
6. Kirimkanlah Pesan Cinta
Ayat 7b mengatakan, ”... Kemudian datanglah perempuan itu dekat dengan diam-diam, disingkapkannyalah selimut dari kaki Boas dan berbaringlah ia di situ.”
Pesan dalam kisah ini, ‘disingkapkannyalah selimut dari kaki Boas’, sangat kultural sekali.
Ada banyak beberapa penafsiran akan peristiwa ini akan apa sebenarnya yang terjadi. Ada orang menafsirkan bahwa Rut dan Boas melakukan hubungan suami isteri (tafsiran orang liberal). Tetapi jika kita membaca cerita yang terjadi kemudian dan kata-kata yang digunakan bagaimana Boas menyebut Rut sebagai perempuan baik-baik, konotasi ke arah sana bisa kita hapuskan. Tidak ada alasan yang kuat bahwa Rut melakukan hubungan suami isteri dengan Boas.
Yang terjadi adalah, secara budaya, Rut mengirimkan pesan kepada Boas bahwa dia ingin Boas menjadi suaminya. Rut sungguh-sungguh memberikan pesan yang jelas kepada Boas. Ini adalah mengenai bagaimana kita menakar sebuah pesan. Apakah tidak salah jika seorang perempuan memberikan pesan kepada pria bahwa dia ingin menjadi pasangan pria tersebut atau bagaimana seorang pria menyatakan cintanya kepada wanita langsung bicara bahwa dia bukan hanya sekedar cari pacar tetapi langsung menikah. Untuk hal-hal seperti inipun kita harus terbuka. Kita perlu menakar dengan baik dan terbuka dengan takaran yang diberikan pasangan kita.
7. Responilah Ungkapan Cinta dengan Kasih yang Lemah Lembut
Dalam ayat 8-10 dikatakan, “Pada waktu tengah malam dengan terkejut terjagalah orang itu, lalu meraba-raba ke sekelilingnya, dan ternyata ada seorang perempuan berbaring di sebelah kakinya. Bertanyalah ia: "Siapakah engkau ini?" Jawabnya: "Aku Rut, hambamu: kembangkanlah kiranya sayapmu melindungi hambamu ini, sebab engkaulah seorang kaum yang wajib menebus kami." Lalu katanya: "Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN, ya anakku! Sekarang engkau menunjukkan kasihmu lebih nyata lagi dari pada yang pertama kali itu, karena engkau tidak mengejar-ngejar orang-orang muda, baik yang miskin maupun yang kaya.”
Kita bersyukur mendapatkan bahwa Boas menerima cinta Rut. Tetapi kita tahu bahwa tidak semua orang diterima cintanya. Pelajaran penting yang bisa kita lihat dalam ayat ini adalah sewaktu Rut menyatakan cintanya, Boas tidak menanggapinya dengan tergopoh-gopoh. Dia bertanya dengan baik-baik. Di sini ada ungkapan yang lemah lembut dalam meresponi pernyataan Rut, yang sebenarnya mengejutkan Boas.
Oleh sebab itu sering dianjurkan, jika ada orang yang menyatakan cinta jangan langsung ditolak. Mungkin kita sudah memiliki tambatan hati yang lain. Tetapi bukan merupakan tindakan yang bijaksana untuk langsung mengatakan ’Tidak!’ kepada orang yang menyatakan cintanya kepada kita. Walaupun kita harus menolak seseorang, kita harus melakukannya dengan kasih yang lembut. Apapun yang kita rasakan dengan seseorang kita harus belajar menghargai bahwa dia adalah seorang anak Tuhan. Cinta harus dipegang dengan hati-hati dan diresponi dengan lemah lembut.
8. Mengungkapkan Hati dengan Sopan
Mari sekali lagi melihat ayat 9. Apa yang kita bisa lihat dari ayat 9? Dari pasal sebelumnya kita mengetahui bahwa sebenarnya Boas punya kewajiban untuk menikahi Rut dan menebus dia. Sebenarnya ada unsur kewajiban. Tetapi ketika Rut berbicara kepada Boas, dia tidak sedang berbicara soal kewajiban tetapi juga permohonan dan kerinduannya. Dalam konteks sekarang, di sinilah kita perlu menerapkan penting keseimbangan antara keyakinan dan kebebasan. Sering sekali mereka yang ’yakin’ akan pimpinan Tuhan memaksakan kehendak mereka kepada orang yang didoakan. Kalaupun kita yakin, biarlah dia yakin bukan karena manipulasi psikologis yang akhirnya membuat dia terpaksa yakin. Ungkapkan hati dengan sopan dan terbuka bahwa keyakinan kita bisa saja tidak benar. Dalam mencari teman hidup ada empat situasi yang terjadi. Pertama, kita yakin dia pimpinan Tuhan, tetapi dia tidak yakin kita pimpinan Tuhan. Dalam hal ini kita harus menghargai kebebasan dan menghargai keyakinannya. Kedua, kita yakin dan dia juga yakin. Ini adalah keadaan yang ideal seperti Rut dan Boas. Ketiga, awalnya kita yakin tetapi pada akhirnya kita tidak yakin padahal dia sudah yakin. Ini adalah situasi yang sangat menjebak. Keempat, kita tidak yakin dan dia pun tidak yakin.
9. Ketika Cinta Berbalas Cinta
Ayat 10-11 mengatakan, ”Lalu katanya: "Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN, ya anakku! Sekarang engkau menunjukkan kasihmu lebih nyata lagi dari pada yang pertama kali itu, karena engkau tidak mengejar-ngejar orang-orang muda, baik yang miskin maupun yang kaya. Oleh sebab itu, anakku, janganlah takut; segala yang kaukatakan itu akan kulakukan kepadamu; sebab setiap orang dalam kota kami tahu, bahwa engkau seorang perempuan baik-baik.”
Ketika cinta berbalas dengan cinta maka tetaplah pada prinsip-prinsip yang utama. Seringsekali ketika kita telah jatuh cinta kita merasa tidak perlu membahas hal-hal lain. Hal yang salah jika kita berpikir bahwa bicara cinta saja sudah cukup di dalam berpacaran. Meskipun sama-sama suka perlu dipertegas. Inilah yang terjadi dalam ayat 10 dan 11. Di sini Boas membuat tiga hal yang dia nilai positif dari karakter Rut. Pertama, kasih Rut yang nyata kepada Naomi. Ketika Rut memilih menikah dengan Boas itu adalah kelanjutan dari Rut yang mau memelihara kehidupan Naomi. Boas melihat bagaimana Rut dalam mendekatinya sedang berjuang agar Naomi dipulihkan. Ini adalah poin penting karena Boas menyadari pasti Naomilah yang menyuruh sehingga Rut datang menjumpai Boas. Rut sebenarnya pasti tidak mengerti mengenai ’membuka selimut’ atau ’pergi ketempat pengirikan’ dan oleh sebab itulah Boas langsung mengetahui bahwa pasti ada yang mengajari Rut dan orang tersebut pasti Naomi. Oleh sebab itulah, Boas langsung menyimpulkan bahwa kasihnya Rut itu nyata.
Kedua, Boas juga menekankan bahwa Rut tidak mengejar yang muda. Kelihatannya Boas sadar bahwa Rut cukup cantik dan mampu mendapatkan yang lebih muda dan kaya. Tetapi Rut tahu, walaupun dia orang asing, dia menunjukkan ketaatannya, dia datang kepada boas, dia mengikuti perintah Naomi. Ketiga, Boas juga melihat bahwa Rut adalah perempuan yang baik-baik sebab di ayat 11 Boas berkata kepada Rut, ” sebab setiap orang dalam kota kami tahu, bahwa engkau seorang perempuan baik-baik.”
Ketika cinta berbalas dengan cinta, maka hal-hal prinsip makin penting untuk dieksplisitkan. Ada memang tempat untuk DDH (Debar-Debar Halus). Tetapi hal-hal prinsip harus dibahas secara mendalam. Pacaran orang Kristen itu jangan activity centre, tetapi harus dialog centre. Dalam pernikahan yang banyak adalah dialog oleh sebab itu dalam berpacaran mari membiasakan berdialog, membicarakan hal-hal penting dan prinsip, pelayanan, gereja, dll.
10. Mengikuti Adat Sebagai Sebuah Kerohanian
Ayat 12-13 mengatakan, ”Maka sekarang, memang aku seorang kaum yang wajib menebus, tetapi walaupun demikian masih ada lagi seorang penebus, yang lebih dekat dari padaku. Tinggallah di sini malam ini; dan besok pagi, jika ia mau menebus engkau, baik, biarlah ia menebus; tetapi jika ia tidak suka menebus engkau, maka akulah yang akan menebus engkau, demi TUHAN yang hidup. Berbaring sajalah tidur sampai pagi."
Dari ayat ini kita melihat prinsip yang kesepuluh, yaitu ikutilah adat istiadat sebagai sebuah kerohanian. Dalam adat Israel memang ada menebus kaum kerabat. Kaum kerabat ini juga ada level-levelnya. Ada yang dekat dan ada yang jauh. Kelihatannya Boas bukan dari yang terdekat karena ada kerabat lain yang lebih berhak. Hal ini mungkin terjadi karena Naomi melihat Boas cocok dengan Rut. Naomi tahu yang lain tidak akan mau menebus Rut karena itu Naomi tidak menyuruh Rut kepada yang lain tetapi kepada Boas. Meskipun demikian Boas tidak langsung melakukannya, tetapi bertanya kepada kerabat lain yang lebih berhak menebus. Boas adalah orang yang taat kepada adat istiadat di mana dia tinggal supaya mereka menjadi kesaksian bagi sekeliling mereka.
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus menyadari menghargai hal ini. Sering kali ada anak Tuhan yang modern sampai mengatakan tidak perlu adat. Jika kita juga mengatakan tidak perlu adat berarti kita tidak menghayati adat. Sebenarnya jika kita menghayati adat maka kita menemukan bahwa adat istiadat adalah sesuatu yang indah. Jadi sebagai orang Batak, kita perlu belajar dan menghayati adat istiadat yang kita miliki sebagai bentuk kerohanian bahwa di situ juga kita bisa memuliakan Tuhan. Tuhan menempatkan kita dalam budaya yang khusus oleh sebab itu mari menghormati dan perkaya sesuai dengan karunia yang Tuhan berikan.
11. Berikan Tempat yang Bijak Bagi Rahasia, Etika, dan Kesaksian
Mari kita lihat ayat 13-15, ”Tinggallah di sini malam ini; dan besok pagi, jika ia mau menebus engkau, baik, biarlah ia menebus; tetapi jika ia tidak suka menebus engkau, maka akulah yang akan menebus engkau, demi TUHAN yang hidup. Berbaring sajalah tidur sampai pagi." Jadi berbaringlah ia tidur di sebelah kakinya sampai pagi; lalu bangunlah ia, sebelum orang dapat kenal-mengenal, sebab kata Boas: "Janganlah diketahui orang, bahwa seorang perempuan datang ke tempat pengirikan." Lagi katanya: "Berikanlah selendang yang engkau pakai itu dan tadahkanlah itu." Lalu ditadahkannya selendang itu. Kemudian ditakarnyalah enam takar jelai ke dalam selendang itu. Sesudah itu pergilah Boas ke kota.”
Di dalam ayat ini kita menemukan kalimat Boas ’Janganlah diketahui orang’. Tetapi dalam ayat ini juga kita melihat ada jaminan bahwa Boas tidak akan berpura-pura tidak kenal dengan memberikan gandum untuk dibawa pulang sebagai buktinya.
Memang dalam masalah cinta ini ada tempat untuk rahasia. Ada hal-hal yang memang tidak perlu diungkapkan kepada publik. Ada tempat untuk rahasia dan saling menjaga rahasia masing-masing. Live in private.
12. Nantikan dan Harapkan Cinta Mengambil Langkah Komitmen Menuju Rumah Tangga
Ayat 18 mengatakan, ”Lalu kata mertuanya itu: "Duduk sajalah menanti, anakku, sampai engkau mengetahui, bagaimana kesudahan perkara itu; sebab orang itu tidak akan berhenti, sebelum diselesaikannya perkara itu pada hari ini juga.”
Resep ke 12 adalah nantikan dan harapkalah cinta mengambil langkah komitmen menuji rumah tangga. Ada waktunya kita menunggu dan ada waktunya kita bertindak. Pada waktu menunggu mari kita menunggu dan pada waktu bertindak mari kita bertindak. Jangan waktu menunggu kita bertindak dan pada waktu berindak kita menunggu.
Mimbar Bina Alumni (MBA) merupakan sebuah ibadah yang disediakan untuk para Alumni, khususnya yang tinggal di Medan. Ibadah ini diadakan sekali seminggu yaitu pada hari Jumat, pkl 18.00-20.00. MBA ini diadakan di GSJA Iskandar Muda. Kami senantiasa mengundang rekan-rekan sekalian untuk menghadirinya. Semoga MBA ini menjadi berkat bagi kita dan menguatkan kita di tengah-tengah pekerjaan kita. Amin.
Saturday, May 16, 2009
Christian Ethic 3 Situational Ethic
Christian Ethic 3
Situational Ethic
By: Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div
By: Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div
Hari ini kita akan membahas bagian ketiga dari seri Christian Ethic, yaitu Situational Ethic. Di dalam perkembangan postmodernisme, ada muncul fenomena yang disebut dengan Etika Situasi. Sejak abad 20 (1940-an) muncul sebuah aliran baru dalam bidang etika, yaitu Etika Situasi yang dipelopori oleh Joseph Fletcher (1905-1991), seorang Episkopal Moralis Amerika. Dia berpendapat bahwa teologia moral Kristen tradisional tidak sesuai dengan Injil karena Injil sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi untuk menjawab kebutuhan perkembangan teologia dan praktika hidup masa kini. Hal ini terjadi karena satu pemahaman bahwa apa yang dialami dan dilakukan oleh Yesus Kristus tidak relevan lagi dan Kristus sendiripun dalam menjalankan hidupnya, secara praktikal, didasarkan pada Etika Situasi. Fletcher berkata bahwa hanya satu dasar prinsip moralitas, yaitu cinta kasih (agape : self-giving love). Inilah dasar untuk melakukan segala sesuatu dan hal ini bersifat hipotetis dan relatif. Bersifat hipotetis artinya sesuatu dipahami sebagai bukan sebuah kesimpulan yang mutlak. Oleh sebab itulah dalam Etika Situasi tidak ada sesuatu yang mutlak dan yang terjadi adalah relatifisme. Menurut Fletcher yang terpenting adalah cinta kasih. Jadi Fletcher menyimpulkan bahwa perbuatan dilihat bukan sebagai perbuatan jahat atau baik, betul atau salah, melainkan apakah sesuai atau tidak dengan situasinya. Jadi sesuatu yang dilakukan akan menjadi benar jika situasi menuntut demikian dan menjadi sesuatu yang salah jika situasinya tidak menuntut demikian.
Oleh sebab itu berbohong itu tidak boleh langsung dikatakan salah atau benar. Berbohong baru bisa dikatakan benar atau salah jika kita melihat situasi dimana bohong itu dilakukan. Dalam pemahaman ini, jika seseorang berbohong dan situasi yang ada menuntut dia untuk berbohong, maka pada hekekatnya berbohong itu tidak salah. Demikian juga halnya dengan premarital-sex, dimana hal ini tidak akan menjadi sesuatu yang salah atau benar jika situasi menuntut hal tersebut. Jadi, atas nama cinta, premarital-sex dapat dilakukan. Sama juga dengan aborsi, berzinah dan pembunuhan dengan sendirinya secara moral tidak jahat bila merupakan cara yang paling tepat untuk mengungkapkan cinta kasih dalam situasi konkrit. Inilah yang disebut relativisme akibat daripada postmodernisme yang berkembang zaman sekarang ini.
Cinta kasih harus terlaksana sementara norma serta moralitas agama tidak akan mengikat bila tidak sesuai dengan tuntutan cinta kasih. Kasihlah yang mengatasi segala-galanya. Hal ini muncul karena Allah adalah Kasih, dan Kasih juga adalah dasar teologia Kristen dan harus diwujudkan, dan kasih juga melampaui segala-galanya melebihi iman dan pengharapan. Jadi atas nama kasih, semuanya bisa dilakukan. Karena itu mencintai berarti mendukung sesama dalam eksistensinya dan perkembangannya, yakni mendukung agar dia berada dalam keadaan baik maka kita bisa melakukannya. Misalnya, demi perkembangan seorang pria agar ia bisa maju di dalam karirnya, maka dia mungkin harus mencari seorang wanita muda untuk bosnya agar dia bisa dipromosikan, dan atas nama cinta terhadap perempuan ini, hal ini sah-sah saja. Etika Situasi tidak bertanya apa yang baik, melainkan bagaimana berbuat baik dan bagi siapa? Maka etika ini adalah etika keputusan. Dikatakan sebagai etika keputusan adalah karena tidak ada standart yang baik. Ketika kita memutuskan apa dan bagi siapa, itu aalah sesuatu yang baik. Etika membuat keputusan lebih dari pada mencari apa yang harus dilakukan.
Bagaimana sebenarnya kita memandang etika? Dalam perbuatan etis ada beberapa faktor yang terlibat, yaitu pelaku, perkara, situasi, prinsip dasar dan norma etis. Dan ini dilakukan oleh kaum konstektual dan konservatif. Tetapi kaum eksistensialis menekankan pada pelaku, yaitu kehendak bebas dan pilihan pribadi. Ini adalah bagian dari postmodernisme, bahwa kebenaran bukan ditentukan oleh siapa tetapi ada the free will of man dan kemampuan untuk memutuskan segala sesuatu. Oleh sebab itu yang baik bagi kita belum tentu baik bagi orang lain dan sebaliknya. Situasionisme (Etika Situasi) mengambil keputusan berdasarkan situasi di mana prinsip dan norma etis di bawah situasi. Situasilah yang menuntut demikian sehingga kita harus melakukannya. Tidak jarang kita mendengar orang bahkan orang Kristen berkata: ”Situasilah yang menuntuk demikian. Maka kami terpaksa melakukannya.” Jika situasi yang menuntut maka akan muncul pertanyaan, apakah situasi berlaku atau bersifat konstan dalam hidup ini? Tidak! Justru situasi itu berubah dan fluktuatif serta mengikuti zaman dan tantangan. Oleh sebab itu tidak ada standart bagi mereka berdasarkan Etika Situasi. Apa yang wajib dilakukan seseorang dalam situasi konkrit tidak dapat disimpulkan dari suatu hukum moral umum, melainkan harus diputuskan secara bebas oleh orang yang bersangkutan. Karena itu penentu standar moral adalah kita sendiri bukan dengan sebuah norma. Etika ini menjunjung tinggi otonomi moral individu dan menolak ketaatan begitu saja terhadap hukum moral sebagai heteronomi. Artinya adalah sesuatu peraturan yang berlaku di dalam masyarakat dengan sebuah standart moral. Tetapi bagi Etika Situasi, pribadi yang mengambil keputusan itu dengan free will adalah standar utama akan tindakan benar atau salah. Baik buruknya suatu tindakan adalah tergantung situasinya.
Ada tiga tahapan struktur tindakan Etika Situasi. Pertama, dari ‘titik tolaknya’, yaitu agape (cinta kasih) yang merupakan hukum satu-satunya yang diakui. Kedua, dengan dasar cinta agape, sebuah tindakan di‘lewat’i atau dilalui dengan sebuah kebijaksanaan (Sophia) yang termuat dalam ajaran agama dan paham moral kebudayaan yang dianggap sebagai aturan umum yang kurang atau lebih dapat diandalkan. Ketiga, ada dasarnya dan ada sesuatu yang dilewati dengan Sophia, tetapi semua akan bermuara ‘ke’ Kairos (kesempatan; waktu yang tepat) di mana individulah yang bertanggungjawab memutuskan dalam situasi konkrit apakah sophia tadi mengabdi pada cinta kasih atau tidak. Jadi berawal dari titik tolaknya yaitu cinta agape, diputuskan atau dilewati dengan Sophia dan bermuara ke pada sebuah kairos, inilah dasar tindakan Etika Situasi.
Ada empat presupposisi (anggapan dasar) dari Etika Situasi. Dasar yang pertama adalah Pragmatisme. Artinya yang baik adalah apa yang bisa dan sedang berjalan, berguna dan yang memuaskan (apakah hasilnya positif atau tidak), bukan yang ideal. Sesuatu yang ideal tetapi tidak bisa berjalan tidak ada artinya. Kedua, Relativisme. artinya, semua hukum atau aturan moral hanya berlaku sejauh mendukung cinta kasih. Cinta diatas segala-galanya oleh sebab itu cinta menutupi banyak peraturan-peraturan moral. Hukum moral hanya berlaku sejauh melayani cinta kasih, sehingga relatif untuk semua hal. Ketiga adalah Positivisme yaitu menolak keberlakukan hukum kodrat (aturan umum) yang tinggal dilaksanakan. Penilaian moral (baik atau salah) merupakan keputusan bagi yang melakukannya, bukan kesimpulan. Misalnya, mencuri, bohong, membunuh menjadi dosa adalah kesimpulan. Tetapi dalam Etika Situasi, mencuri, bohong, membunuh, menjadi dosa bukan karena kesimpulan tetapi keputusan. Ketika seseorang memutuskan mencuri demi cinta kasih, berarti hal tersebut diperbolehkan. Orang bebas memutuskan apa saja berdasarkan cinta kasih. Keempat Personalisme. Dalam Etika Situasi hal personalisme sangat diagungkan. Oleh sebab itu etika ini mengatakan bahwa sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri hanyalah manusia yakni eksistensi, perkembangan dan keadaan baiknya. Itulah ajaran cinta kasih.
Dasar pertimbangan lain dalam Etika Situasi adalah martabat manusia sebagai makhluk rohani dilihat dan dihargai. Dalam hidup ini tidak ada tahap dan keadaan hidup yang sama, tetapi sekedar menyerupai. Misalnya, HUT PAK tahun yang lalu tidak sama dengan HUT PAK tahun ini hanya acaranya yang menyerupai. Karena itu tidak ada peristiwa di dunia ini yang sama tetapi sesuatu yang menyerupai. Karena itu, jangan sekali-kali membuat sebuah patron yang sama karena tidak ada sesuatu yang sama di dalam dunia. Oleh sebab itulah standart yang digunakan untuk setiap peristiwa tidak bisa sama. Penganut paham ini semangat untuk mencari, menentukan dan menanggapi tuntutan situasi secara kreatif, berani dan bertanggungjawab.
Ada enam proposisi (kesimpulan akhir) dari Etika Situasi menurut Joseph Fletcher. Pertama, hanya ada satu hal yang baik pada dirinya sendiri, yaitu cinta kasih; tak ada yang lain sama sekali. Dalam Etika Situasi, sesuatu apapun tidak bernilai pada dan dalam dirinya sendiri. Ia memperoleh nilainya hanya karena ia membantu orang lain (dia jadi baik) atau menyakiti orang (dia jadi jahat). Jadi, membantu orang di dalam ujian jangan dikatakan sebagai sesuatu yang jahat. Kalau itu dilakukan atas dasar cinta kasih, agar teman kita itu bisa tamat, hal tersebut diperbolehkan. Pada dirinya sendiri semua perbuatan itu netral. Apabila dusta diceritakan tanpa cinta maka dusta itu adalah sesuatu yang jahat tetapi apabila diceritakan atas dasar cinta maka dusta itu adalah sesuatu yang baik dan benar. Jadi perbuatan baik itu adalah perbuatan yang paling mengungkapkan cinta kasih dalam situasi yang bersangkutan.
Kedua, norma tertinggi keputusan-keputusan adalah cinta kasih; tidak ada yang lain. Cinta kasih satu-satunya yang bernilai dalam dirinya, maka cinta kasih juga adalah satu-satunya norma tindakan moral. Semua tindakan akan diukur dengan hal ini bukan dengan standar hukum atau sistim norma moral yang ada. Dengan demikian hukum dan norma moral menjadi relatif.
Ketiga, cinta kasih dan keadilan adalah sama karena keadilan adalah cinta kasih yang dibagi, tak ada lainnya. Cinta kasih selalu menuntut kebijaksanaan untuk menentukan perbuatan mana yang paling efektif dalam mewujudkan apa yang baik bagi sesama. Keadilan itu adalah cinta kasih ditambah kebijaksanaan. Bijaksana dan adil adalah perbuatan yang menghasilkan ‘keuntungan terbesar dan jumlah terbesar’ atau membantu mereka yang paling membutuhkan.
Keempat, cinta berkehendak baik terhadap sesamanya entah kita menyukainya atau tidak. Cinta kasih bukanlah perasaan kasih sayang. Mencintai adalah sikap yang tercuat dalam kelakuan dan tidak ada kaitannya apakah kita suka atau tidak pada orang yang dicintai. Cinta kasih adalah suatu sikap rasional dengan perhitungan agar cocok secara optimal untuk mendukung orang yang menjadi alamat cinta kasih (agapeic calculus). Misalnya, Kamikaze (bunuh diri dalam Jepang) bisa dilakukan atas nama cinta, atas nama cinta teroris dizinkan untuk melakukan bom bunuh diri yang melukai atau membunuh orang lain. Dan tentu saja dalam teologia Kristen hal seperti ini bukanlah sesuatu yang benar.
Kelima, hanya tujuan yang membenarkan sarana, tak ada lainnya [bandingkan dengan teologia Kristen yang mengatakan bahwa tujuan harus memurnikan sarana]. Tidak ada perbuatan buruk pada dirinya sendiri. Segala sesuatu adalah benar atau salah tergantung dari situasi (relativisme radikal Etika Situasi). Tujuan tindakan menentukan nilai moralnya. Apa yang kadang baik dapat pada kesempatan lain menjadi jahat atau sebaliknya, tergantung situasi. Misalnya, atas nama cinta agar ada biaya untuk obat ibunya seorang perempuan dijinkan untuk melacurkan dirinya. Jadi segala sesuatu dapat dilakukan jika hal tersebut dilakukan demi satu tujuan yang baik.
Keenam, keputusan cinta kasih dibuat sesuai dengan situasi, bukan menurut sebuah sistem peraturan. Ciri khas keputusan moral adalah kebebasannya. Orang yang yakin melakukan sesuatu hendaklah melakukannya dengan bebas dan berani meskipun bertentangan dengan pandangan moral umum. Misalnya, Aborsi karena berdasarkan diagnosa bahwa janin dalam kandungan tidak sehat (cacat fisik atau mental) maka demi cinta kasih harus dengan bebas bahkan wajib dan berani menggugurkan tanpa terikat dengan norma yang ada. Ingat, aborsi ini tidak sama dengan aborsi dalam kasus dimana jika kehamilan mengancam salah satu nyawa, apakah ibu atau si bayi. Dalam situai seperti ini, maka dengan pertimbangan tertentu, aborsi bisa dilakukan. Ini adalah situasi yang disebut Lesser Between Two Evils.
Etika Situasi memiliki beberapa kelemahan. Pertama menghargai manusia sebagai makhluk yang mampu menentukan pilihan tetapi mengabaikan prinsip dan nilai etis yang berlaku secara umum. Kedua, keputusan etisnya bersifat subjektif karena tidak ada standar dasar untuk menilai baik buruknya sebuah tindakan selain dirinya sendiri. Ketiga, memandang situasi hidup yang dihadapi selalu unik dan menuntut sikap pribadi mendasar dari manusia. Ada banyak hal dalam hidup manusia yang tidak selalu unik dan merupakan hal-hal biasa dan tidak perlu terlalu rumit untuk diputuskan. Keempat, Etika Situasi melebih-lebihkan kapasitas manusia untuk menentukan sebuah pilihan dan tindakan moral. Ingat, dalam Kisah Kejadian, ketika Adam jatuh ke dalam dosa, maka manusia telah didistorsi oleh dosa dan semua keputusan manusia sangat rentan dengan kontaminasi dosa. Kasih agape hanya dapat diekspresikan dan digenapi dengan atau dalam sebuah peraturan moral (Mt.22:34-40; Rom.13:10, ”Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat”.). Kelima, kasih agape itu suci, maka kasih agape tidak akan mereduksi kebenaran dengan mengabaikan unsur kejahatan misalnya pembunuhan, perzinahan, terorisme dll. Inilah kelemahan Etika Situasi di mana etika ini mereduksi kebenaran. Allah adalah suci dan harus disejajarkan dengan Allah yang adalah kasih. Maka kasih agape hanya bisa dilakukan di dalam kebenaran dan kesucian yang sejati. Dan keenam Etika Situasi terpesona dengan eksistensialisme, tetapi lupa kenyataan antropologis bahwa manusia itu mahkluk sosial yang mengalami dan menghayati setiap situasi sebagai anggota sebuah komunitas yang juga mewarnai kehidupannya. Bila hanya berdasarkan situasi dengan eksistensialis, maka tidak ada lagi peran nasehat dan agama.
Kita semua akan diperhadapkan dengan Etika Situasi. Tidak ada kata demi kebaikan, demi menolong keluarga, menolong sahabat atas nama cinta. Kita harus melakukannya atas nama cinta tetapi tetap di dalam kesucian, kebenaran, dan kejujuran. Inilah etika Kristen.
Soli Deo Gloria!
Subscribe to:
Posts (Atom)