Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div
Hari ini kita berbicara mengenai pribadi Allah dari segi atribut Allah, yaitu The Goodness & Severiy of God-Kebaikan/kemurahan dan Kekerasan Allah. Satu atribut dimana kebaikan atau kemurahan yang dari Allah dipasangkan dengan kekerasan Allah sendiri.
Kedua karakter ini merupakan atribut Allah yang tidak bisa dipisahkan. Dia adalah Allah yang baik dan juga Allah yang tegas. Kesalahan kita adalah sering hanya memandang dari sisi kebaikan Allah saja dan melupakan bahwa Dia juga adalah yang keras dan tegas. Karena itu, dua karakter ini harus dilihat secara bersamaan jika kita ingin memiliki pengenalan yang benar akan karakter atau atribut Allah.
Dua karakter Allah ini selalu muncul berdampingan dan simultan. Kita juga bisa melihat kedua karakter ini dalam penerapan kasih karunia Allah dimana kebaikan dan kekerasan Allah secara simultan muncul di dalam pernyataan kasih karuniaNya. Kedua karakter ini terjadi bersamaan. Rom 11:12 berkata: “Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga.” Paulus menuliskan hal ini kepada orang Roma yang Non-Yahudi atau Non-Israel. Artinya, Paulus ingin mengatakan bahwa oleh karena kekerasan bangsa Israaellah, maka mereka (non Yahudi) di’cangkok’kan kepadaNya oleh karena kemuraha Allah sendiri. Maka jika mereka mengeraskan hati, kekerasan Allah juga akan diterapkan di dalam mereka.
Demikian juga dalam kisah perjumpaan Musa dengan Tuhan. Dalam Kel 34:5-7 dikatakan: ”Turunlah TUHAN dalam awan, lalu berdiri di sana dekat Musa serta menyerukan nama TUHAN.Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat." Artinya, ada sebuah keseimbangan dan kemunculan yang simultan antara kemurahan dan kekerasan Allah.
Kedua karakter yang tidak dilihat dengan keseimbangan akan menimbulkan sebuah pemahaman dimana kemurahan atau kebaikan Allah itu adalah sesuatu yang gampangan, enak, dan murahan. Ingat, Allah yang murah hati bukan berarti murahan. Misalnya, Allah yang murah hati dengan segala kemurahan dan kasih karunianya mengampuni segala dosa manusia adalah sesuatu yang sangat mahal (walaupun kita menerimanya dengan murah). Oleh karena pelaksanaan kasih karunia dan kemurahanNya maka Kristus, anak satu-satuNya, dikorbankan di kayu salib.
Bagi kita peristiwa ini adalah sesuatu yang murah tetapi bagi Allah ini adalah sesuatu yang mahal. Jadi, kemurahan Allah jangan diidentikkan dengan sesuatu yang murahan. Jika kita memahami hal ini maka rasa hormat kita kepada Allah akan bertumbuh dan tidak akan bermain-main dengan keselamatan yang kita alami. Mari kita melihat kehidupan kita. Adakah kita bermain-main atau kurang menghargai kemurahan Allah? Apakah kita hidup sembarangan dan tidak menjaga kekudusan dengan hidup yang penuh dengan dosa? Dengan memahami kemurahan itu bukan sesuatu yang gampangan, maka kita bisa belajar untuk hidup di dalam kekudusan dan ketaatan kepada Allah.
Kekerasan tidak sama dengan kejam atau sadis. Kekerasan juga bukan berarti tanpa kesabaran atau kelembutan. Tetapi kekerasan Allah diterapkan dalam kasihNya. Ketika Allah mengingatkan sesuatu dengan tegas dan menghukum dosa dengan adil dan keras, Allah melakukannya di dalam kasih, kelembutan, dan kesabaran. Murah hati (kebaikan) berjalan bersama/berdampingan dengan kekerasan.
The Goodness of God
Berbicara mengenai kebaikan Allah, perlu kita ketahui bahwa kasih setia Allah berlimpah-limpah (Kel 34:6, ”Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya,”). Hal ini bukanlah sesuatu yang bersifat teoritis belaka tetapi adalah pengenalan dalam perspektif pengalaman kita secara pribadi. Jika kepada kita dikatakan ’Allah itu baik!’, apa yang ada di dalam pikiran kita? Hal ini sama dengan ketika kepada kita disebut kata ’Berastagi’, maka ada satu pengalaman yang berbeda yang muncul di masing-masing benak kita. Mungkin ada yang berpikir ’dingin’, ’tempat jadian’, ’pasar buah’, ’pemandangan’, dll. Apa ’berastagi’ belum tentu mempunya makna atau kesan yang sama bagi masing-masing kita. Jadi ketika dikatakan ”Allah itu baik!’ atau ’Allah itu murah hati!’, apa yang menjadi kesan bagi masing-masing kita bisa berbeda. Inilah yang disebut selective perception. Dan seharusnyalah kemurahan dan kebaikan Allah yang menjadi kesan dalam kehidupan kita karena Allah melimpah kasih karuniaNya.
Dalam Maz 106:1; 107:1; 118:1; 136:1 2 Taw 5:13; Yer 33:11, kita menemukan kalimat ’Allah baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya’ Pengakuan ini akan memunculkan dua hal. Pertama, pengalaman akan kebaikan Allah akan melahirkan syukur yang tulus kepdanya. Kedua, pengakuan ini juga sekaligus menghasilkan pengharapan. Allah yang baik di masa lalu, maka ada keyakinan dan pengharapan bahwa kebaikan Allah tidak akan berubah di masa depan. Apakah kedua hal ini, syukur atau pujian dan iman dalam pengharapan, muncul dalam diri kita? Atau kita dalam kondisi sulit bersyukur? Mari melihat Maz 103:1-5, ”1 Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! 2 Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! 3 Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, 4 Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat, 5 Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.”
Dalam ayat 1 kita melihat ada pujian yang tulus keluar dari dalam jiwa dan batin dari pemazmur. Kita bisa saja memuji Tuhan dengan mulut kita, tetapi hati kita tidak. Tetapi Daud tidak. Ia memuji Tuhan dengan tulus dengan cara tidak melupakan semua kebaikan Tuhan. Kemurahan Allah seharusnya melahirkan pujian yang tulus dari dalam hati kita. Kebaikan dan kemurahan Allah tidak diukur dari pengalaman kita atau apa yang kita nikmati. Kebaikan dan kemurahan Allah tidak pernah berkurang atau bertambah sehingga tidak ditentukan oleh sikap atau pengalaman kita. Permasalahannya adalah bagaimana kebaikan Allah yang tetap dan tidak berubah itu bisa kita nikmati secara pribadi sehingga kita bisa berkata ’Pujilah Tuhan hai segenap jiwa dan batinku’.
Jika kita tidak bisa melihat lagi kebaikan dan kemurahan Tuhan, maka akan ada ketakutan bagi kita dalam menyongsong kehidupan kita. Apakah kita bisa berkata ’Tuhan itu baik!’ walau di umur 35 kita belum punya pasangan hidup? Apakah kita bisa berkata ’Tuhan itu baik!’ walau keuangan kita sangat terbatas? Ingat, Tuhan tetap baik walau apapun yang kita alami. Sekali lagi, kebaikan Allah bukan didasarkan pengalaman kita. Pemahaman ini bukanlah teologia Kristen. Apapun pengalaman dan yang terjadi di dalam hidup kita, kebaikan dan kemurahan Allah tidak pernah berubah. Jadi, sekarang adalah bagaimana kita bisa menikmati kenyataan ini. Semakin kita menghitung kebaikan dan kemurahan Allah di dalam hidup kita, semakin kita bisa bersyukur dan memuji Dia di dalam hidiup kita. Sebaliknya, semakin kita menghitung apa yang kurang dalam hidup kita, semakin tambahlah ketakutan dan kakuatiran kita. Karena itu, jangan lebih banyak berfokus kepada apa yang belum kita peroleh, tetapi fokuslah kepada apa yang telah kita peroleh supaya kita bisa menikmati kebaikan Allah dan mengucapkan syukur padaNya.
Apa kebaikan dan kemurahan Allah? Di dalam Maz 107:4-9 dikatakan: ”4 Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan; 5 mereka lapar dan haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka. 6 Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dilepaskan-Nya mereka dari kecemasan mereka. 7 Dibawa-Nya mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota tempat kediaman orang. 8 Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, 9 sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan.” Ada banyak kebaikan dalam bagian ini yaitu tuntunan, kepuasan, dan kenikmatan. Inilah kebaikan Allah (band. Maz 107:10-16, 17-22, 23-43). Rasakan dan nikmatilah kebaikan Allah.
The Severity of God
Allah yang baik dan murah hati juga adalah Allah yang tegas dan keras. Tetapi Allah bukan tidak sabar dalam kekerasanNya. Tetapi Ia lambat marah dan panjang sabar (Maz 103:8-14; 145:8-9; Kel 34:6, dll). Jika kita evaluasi, pasti kita menemukan bahwa selama tahun 2009 kita banyak melakukan dosa. Mari membayangkan jika Allah tidak panjang sabar dan tidak lambat untuk marah, bukankah kita semua tidak ada di tempat ini? Kesabaran Allah adalah demi pertobatan manusia, tetapi ketika kemarahan Allah diterapkan, kekerasan Allah juga muncul (Rom 2:1-5; 11:22; 2 Pet 3:9; Why 2:5). Orang yang mengeraskan hati akan mendapatkan keadilan dari Allah. Allah selalu memberi kesempatan untuk bertobat karena Ia lambat marah.
Allah yang penuh kasih karunia juga adalah Allah yang keras di dalam mendisiplinkan umatNya. Ibrani 12::7b dikatakan: ”Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?” (Ibrani 12:5-10). Mari menyadari hal ini dimana Allah yang penuh kemurahan juga adalah Allah yang keras dalam mendidik kita. Tuhan sering menegur orang dengan berbagai cara dari yang lembut sampai yang keras. Maz 119:71 berkata: ”Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu.” Pengakuan yang sangat luar biasa. Pemazmur bisa menikmati kekerasan Allah demi pertobatannya.
Mari belajar dari hamba-hamba Tuhan dari catatan Alkitab.
Musa. Apa kesalahan Musa adalah ketika ia marah dalam peristiwa di Meriba. Akibatnya, ia tidak dapat masuk ke tanah perjanjian dan hanya bisa melihat dari kejauhan. Allah sangat keras kepada Musa karena tidak menghormatiNya. Jika kita taat kepada Allah, mungkin kita bisa dipakai untuk satu perbuatan yang lebih besar. Tetapi karena ketidaktaan Tuhan berkata ’Cukup! Sampai di sini saja.” Ini adalah peringatan bagi kita. Bari belajar dari Musa yang tidak diijinkan Tuhan masuk ke dalam tanah Kanaan karena Tuhan marah kepadanya akibat kemarahan Musa kepada umat Allah. Jangan sampai kekerasan Allah kita alami yang membuat kita tidak bisa berkarya lebih besar lagi kepada Allah.
Israel. Allah berkali-kali menunjukkan kekerasannya kepada bangsa Israel. Ketika mereka tidak taat kepada Allah dalam perjalanan Mesir ke Kanaan, Allah marah dan mengatakan bahwa tidak ada dari mereka (orang Israel) yang keluar dari Mesir yang akan sampai ke tanah Kanaan kecuali Kaleb dan Yosua.
Saul. Roh Allah meninggalkan Dia (dalam PL, Roh Kudus adalah tanda pengurapan Allah yang hanya ada pada imam dan raja). Semua disebabkan ketidaktaatan Saul kepada Allah. Allah bisa mencabut talenta, karunia dan potensi kita sehingga kita tidak berkembanag. Jangan sampai Allah menarik semua potensi kita karena ketidaktaatan kita. Allah tidak bisa dipermainkan.
Daud. Daud tidak setia sehingga anak hasil perzinahannya dengan Batsyeba harus mati. Lalu Daud dikudeta oleh anaknya, Absalom. Kemudian Absalom juga mengambil semua gundik Daud dan memperkosanya secara terbuka. Yang terakhir Daud di usir dari Istana. Sangat keras bukan?
Para Murid. Ketika Petrus oleh karena kasihnya kepada Yesus melarang Yesus ke Yerusalem, Yesus menyebutnya dengan ’Iblis’karena hanya memikirkan apa yang dipikirkan manusia bukan memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah.
Ananias dan Safira. Hanya karena bohong ketika ditanya oleh Petrus, mereka langsung mati. Seandainya kasus Annaias dan Safira masih berlaku, mungkin banyak manusia yang akan mati.
Ini adalah kekerasan Allah. Ada banyak kasus dalam PL dan PB. Bukankah Allah ikut mengeraskan hati Firaun? Ketika Firaun mengeraskan hatinya, Allah pun turut mengeraskan hatinya sehingga tidak bisa ditegor dan bencana menimpa. Jangan ada diantara kita yang mengalami kekerasan Allah.
Allah itu keras sekaligus murah hati di dalam hidup kita. Karena itu mari melihatnya secara objektif di dalam hidup kita. Oleh sebab itu jangan mempermainkan kemurahan Allah karena selain murah hati, Allah juga keras dan tegas. Mari seimbangkan kekerasan Allah dan kemurahanNya di dalam diri kita.
Soli Deo Gloria!
No comments:
Post a Comment