Saturday, February 11, 2012

Mission of God's People 1: The Mission of GOD

[Kotbah ini dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th pada Mimbar Bina Alumni, Jumat 20 Januari 2012]

Hari ini kita akan berbicara mengenai misi Allah di tengah-tengah dunia. Setelah penciptaan hari ke enam, ada mandat yang diberikan Allah kepada manusia yaitu "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kej 1:28). Mandat ini sekaligus menolak pandangan deisme yang menyatakan bahwa Allah itu pasif setelah penciptaan dan menyerahkan ciptaan kepada hukum alam. Sebuah pandangan yang mengarahg kepada pemahaman bahwa semua manusia mengatur hidupnya sendiri tanpa keterlibatan Allah (band Rom 8:28). Tetapi dari Kej 1:28 kita menemukan bahwa Allah itu adalah Allah yang aktif dan senantiasa berkarya.

Misi dalam bahasa latin dipahami dalam pengertian ‘mengutus’ dan ‘diutus’. Perintah Allah dalam Kej 1:28 adalah sekaligus pengutusan kepada manusia yang pertama untuk mengeksplorasi (bukan eksploitasi) alam. Allah mengutus manusia ke dunia untuk berkarya bagi dunia ciptaanNya. Allah mengutus umat untuk mengerjakan misi-Nya. Jadi ada pertanyaannya adalah apa pertarungan kita saat ini (What is the battle to be fought?) atau apa yang menjadi kebutuhan dasar yang harus kita sediakan? (What is the basic need to be supplied?). Jadi, apakah misi Allah dan misi umat Allah? Untuk tujuan apa kehadiran umat Allah di bumi?

 Misi bukan milik misionaris atau gereja tetapi misi adalah itu milik Allah dan gereja ada untuk menggenapi misi Allah tersebut. Allah sendiri yang punya sebuah misi. Artinya bahwa Allah punya sebuah maksud atau tujuan bagi seluruh ciptaan-Nya. Jadi semua misi umat bersumber mengalir dari misi Allah. Misi itu lahir dari Allah dan dikomunikasikan kepada orang-orang percaya. Hal inilah yang membedakan apa yang kita kerjakan dengan mereka yang belum mengenal Tuhan. Memang apa yang mereka kerjakan toh mendatangkan kebaikan. Tetapi nilainya berbeda dengan ketika kita melakukannya karena apa yang kita lakukan bersumber dari Allah. Orang melakukan penanaman pohon mungkin sebatas menjaga ekologi tetapi ketika kita menanam pohon maka kita sedang melakukan misi melalui ekologi. Misi adalah penjangkauan global sebuah umat yang bersifat global milik Allah yang global (John Stott). Karena itu misi Allah ada demi seluruh dunia milik-Nya – bahkan seluruh ciptaan milik-Nya. Misi juga tidak bersifat partikularistik dan mengesampingkan yang lain.

Karena itu misi adalah segala sesuatu yang Allah lakukan di dalam maksud akbar-Nya bagi seluruh ciptaan, dan segala sesuatu yang untuk itu Dia memanggil kita untuk melakukannya sejalan dengan maksud tersebut. Segala sesuatu yang menjadi jati diri, diucapkan serta dilakukan seorang Kristen dan sebuah jemaat semestinya bersifat missioner karena merupakan partisipasi sadar di dalam misi Allah di dunia yang adalah milik-Nya. Apa yang merupakan jati diri orang beriman, diucapkan, dilakukan merupakan bagian dari pernyataan sebuah misi karena merupakan partipasi sadar bahwa kita sedang terlibat dalam misi Allah.

Ada beberapa dikotomi tentang misi. Pertama, apa tujuan mandat Allah paska penciptaan? Dalam menjawab pertanyaan ini terjadi dikotomi dimana muncullah mandat budaya dan madat injil. Orang kelompok tertentu hanya menekankan mandat budaya menjawab pertanyaan tersebut. Dan kemudian pertanyaan lain juga muncul. Dimanakah Allah setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa? Mengacu pada Kej 3:21 dan dihubungkan dengan analogi kematian Kristus dimana ketika pakaian binatang disematkan kepada Adam dan Hawa sebagai pakaian, ada hewan yang dikorbankan. Dari sudut pandang ini, orang-orang menganggap bahwa misi yang vertikalistik (penginjilan) adalah yang terpenting. Pertanyaan lain juga muncul seperti dimanakah Dia waktu Israel ditindas di Mesir dan pembuangan di Babel? Apakah Allah berdiam diri ketika umat ditindas bangsa lain? Dimanakah para nabi, Yesus, para rasul ketika manusia menderita? Dimanakah Allah di tengah kaum tertindas, miskin dan termarginalkan yang berteriak dan haus akan kebenaran dan keadilan sementara kejahatan bergerak massif dan sepertinya menihilkan segala perjuangan yang terbaik? Pertanyaan-pertanyana ini muncul dari bagian dikotomi.

Apakah misi hanya perkabaran Injil (PI)? Ada dua pandangan. Pertama, bagi sekelompok orang, PI adalah aksi sosial (pandangan yang dianut oleh kaum Injili). Perlu diketahui bahwa sampai abad pertengahan gereja sangat besar pengaruhnya (menguasai nilai ekonomi, etika, nilai dan pandangan politik). Setelah zaman renaisans dan munculnya humanism oleh David Hume, maka terjadi perubahan di dalam gereja dan memunculkan teologi liberal yang menekankan aksi sosial. Kemudian masuk kepada abad ke-19, lahirlah gerakan kaum injili. Dan pada abad ke-20 awal muncullah gerakan kharismatik.

Dalam pemahaman PI adalah aksi sosial mereka mengatakan mengubah masyarakat adalah dengan cara mengubah manusia di dalamnya melalui kuasa transformatif Injil. Dosa dalam struktur dan masyarakat dilakukan oleh manusia yang berdosa, karena itu tugas kita adalah menyelesaikan masalah sosial dari akarnya, yaitu dosa. Jika orang sudah lahir baru maka masyarakat akan berubah. Slogan: ‘Ubah manusianya, maka dengan sendirinya masyarakatnya akan berubah’. Oleh sebab itu penginjilan adalah hal yang paling penting dan mendesak.

Menurut Melba Padilla Maggay ada dua kegagalan pandangan ini, yaitu: pertama, orang mengalami iman yang menyelamatkan, tetapi ia tidak tergerak ke arah implikasi sosial yang lebih jauh baik karena ketidaktahuan maupun karena kegagalan untuk menaatinya. Kekristenan yang kerdil membuat seseorang tidak mampu menghasilkan pengaruh dan kesaksian sosiologis di lingkungannya. Kedua, situasi masyarakat yang kompleks sehingga tidak mudah diubah dan tidak bisa penggeneralisasian dengan menganggap pelaksanaan keadilan semata-mata sebagai ketaatan pribadi saja. Realitanya adalah bahwa ada kekuasaan yang kuat dan terlindung dan ada struktur raksasa yang harus dilawan.

Pandangan kedua, Aksi Sosial adalah PI (dianut oleh kaum sosialis). Mereka berpendapat bahwa pergumulan demi keadilan dan martabat manusia itu sendiri sudah merupakan sebuah tindakan penginjilan. Kelompok ini menghilangkan aspek proklamasi Injil, melupakan bahwa Injil adalah sebuah berita verbal kepada semua orang yang menuntut iman percaya kepada Yesus Kristus dan pertobatan dari dosa dan kesalehan pribadi.

Kita juga menemukan kelompok ketiga yang memisahkan antara sacral vs sekuler atau dunia natural vs dunia kasih karunia. Kelompok ini mengatakan bahwa aksi sosial dikategorikan dalam dunia temporer dan fisik, sedang PI dalam dunia spiritual dan kekal. Lebih menekankan PI verbal (proclamation) daripada aksi sosial (presence). Jadi memberi kopi adalah memberi kopi, memberiitakan Injil tidak sama dengan memberi kopi dan member kopi tidak sama dengan penginjilan. Menolong orang miskin dan kaum tertindas adalah tindakan sekunder sehingga memprioritaskan misi penginjilan. Memenuhi kebutuhan temporer bisa dilakukan oleh siapa saja, sementara PI hanya oleh orang beriman dan berguna untuk hidup kekal.

Kelompok ini gagal melihat kehidupan secara utuh, bahwa semua aspek hidup membutuhkan kuasa penebusan Kristus dan harus tunduk di bawah ketuhanan-Nya. Misalnya, kerja itu suci sebelum kejatuhan. Ketika Adam jatuh ke dalam dosa, kerja juga terdistorsi. Oleh sebab itu, kerja juga harus dipulihkan agar memiliki teologia kerja dan etika kerja yang benar. Sering kita menganggap bahwa seorang pendeta lebih rohani dibandingkan dengan pegawai. Pemahaman dikotomi seperti ini harus disingkirkan pemahaman dikotomi seperti ini. Misi Allah itu mendatangkan shalom dalam kehidupan presentis (kini dan di sini) dan eskatologis. Meskipun keduanya berbeda, tetapi kedua hal itu merupakan misi atau tugas umat Allah. Injil tidak hanya berimplikasi sosial, melainkan dari substansi intinya sendiri ia memiliki karakter sosial. Aksi sosial bukan hanya implikasi atau embel-embel Injil, tetapi merupakan bagian intrinsik dari Injil. Sering terjadi pembagian sembako atau bantuan-bantuan yang ada dianggap sebagai kendaraan untuk pemberitaan Injil. Konsep seperti ini harus kita perbaiki. Mari memberikan bantuan dengan hati yang murni, dan jika dengan cara seperti itu mereka datang kepada Kristus, puji Tuhan! (band. I Pet 2:12; Fil 4:5). Gereja tidak bisa hanya mementingkan salah satu aspek misi ini dan mengabaikan yang lain. Ortopraksis adalah ajaran Alkitab jauh sebelum munculnya Marxisme (lih. Yes. 58; Yer. 22 dll).

Mandat budaya (Kej. 1: 28) dan mandat Injil (Mt. 28: 18-20) adalah misi Allah secara menyeluruh bagi kehidupan masyarakat. Dikotomi antara yang mana lebih superior dan inferior harus dihilangkan. Dua mandat ini tidak bisa dipisahkan dan terjadi secara simultan. Dunia ini terjalin erat dengan kita di mana gereja dan kita hadir sehinga tidak mungkin dipisahkan dari diri kita. Chris Wright mengatakan: ’Yang terjadi bukanlah Allah memiliki sebuah misi bagi gereja-Nya di dunia, tetapi bahwa Allah punya sebuah gereja bagi misi-Nya dalam dunia. Misi tak diciptakan bagi gereja; gerejalah yang diciptakan bagi misi, yaitu misi Allah’.

Gereja ada di dunia tetapi bukan dari dunia namun hadir untuk dunia. Kalimat ini selain memaparkan identitas gereja (sumber dan sebagai yang membedakannya) tetapi juga tujuan kehadirannya di dunia. Orang percaya di satu sisi harus luput dari distorsi nilai dunia, namun di pihak lain dia dibutuhkan oleh dunia. Karena itu gereja (umat) tidak bisa menarik diri dari pergulatan dunia karena untuk itulah dia hadir. Ingat, ikan laut, walaupun tinggal di laut yang asin tetapi tetap rasa tawar. Demikian juga kita sebagai orang Kristen dimana kita tingga di dunia yang tercemar oleh dosa, sangat najis dan kotor, tetapi mari hidup di dunia seperti ini tetapi tidak najis. Kita juga dituntut untuk hidup suci dan tidak ditarik dari dunia tetapi diperintahkan Allah untuk berkarya di tengah-tengah dunia. Menurut Maggay, hubungan gereja dengan dunia selama berabad-abad berayun dari dominasi ke kapitulasi dan dari separasi ke solidaritas. Dominasi artinya bahwa gereja menguasai mayoritas seperti pada masa Konstantine sampai masa abad pertengahan. Gereja memliki warna dan suara kenabiannya jelas. Gereja menentukan banyak hal. Meskipun negara barat banyak ateis, tetapi etika mereka adalah etika Kristen. Hal ini disebabkan besarnya pengaruh gerja pada masa lalu. Kemudia kondisi ini berayun ke arah kapitulasi dimana gereja melemah menjadi minoritas sehingga agenda utamanya adalah untuk bertahan hidup. Inilah kondisi gereja di Indonesia sekarang. Sebagai minoritas yang penting bisa bangun gereja dan beribadah, seolah-olah berkarya itu tidak prioritas. Kita harus mengubah ini walaupun kita adalah minoritas.

Separasi adalah reaksi gereja ketika menghadapi pembusukan dan penggerogoratan dari dalam gereja dan gereja sibuk dengan urusan internal. Gereja menarik diri dari persoalan bangsa ataupun persoalan ekologi dan menarik diri dari isu-isu sosial. Ini adalah separasi. Gereja yang benar adalah solider dimana gereja bersikap dan memiliki suara kenabian pada masa penindasan dan menyuarakan suara kaum tertindas. Gereja disini bukan institusi, tetapi umat baik personal maupun kolektif.

Pemuridan dan transformasi masyarakat merupakan dua tugas (misi) gereja yang tidak dapat dipisahkan. Kita bergerak di dalam kedua hal ini. Ini adalah tugas rangkap kita. Manusia perlu dilahirkan kembali, bertobat dan mengalami kesalehan pribadi, tetapi struktur dan dosa sosial juga perlu ditransformasi. Dosa individu diselesaikan dengan pertobatan tetapi dosa sosial harus dibongkar dan digantikan dengan struktur yang baru yang tidak memerangkap manusia ke dalam dosa dan nista. Kenapa banyak alumni yang jatuh ke dalam dosa (khususnya PNS) adalah karena sistem. Jika kita bisa mengubah sistem menjadi lebih baik, bukankah tekanan untuk berbuat dosa bisa berkurang? Jangan cukup berdoa dan baca alkitab, tetapi mari berjuang mengubah sistem menjadi lebih baik.

Allah yang misisoner aktif sepanjang zaman untuk menghadirkan shalom dan kerajaan-Nya di bumi. Umat Allah dipanggil berpartisipasi aktif dalam pembentukan sejarah kehidupan dunia dan bukan berkutat pada kehidupan pribadinya. Kesalehan vertikal (individu) harus disejajarkan atau berimplikasi pada kesalehan horizontal (sosial). Dengan kita mengalami transformasi pribadi kita akan melakukan misi Allah untuk mentranformasi masyarakat. Oleh sebab itulah tidak mungkin penginjilan dan pemuridan tidak dikerjakan. Misi proklamasi dan kehadiran harus terjadi simultan dan tidak saling mengeksklusifkan. Jadi mana yang menjadi perioritas adalah sesuai dengan kebutuhan, tantangan, keadaan, dan panggilan pribadi.

Misi menghadirkan shalom Allah dengan menentang all kinds of evil bukan hanya spiritual evil. Mark Labberton mengatakan bahwa misi (Injil) harus dikontekstualisasikan ulang di mana kita hadir. Kita hidup di bumi yang sama tetapi dengan tuntutan dan tantangan serta memahami dunia dengan cara yang berbeda.

Semua area kehidupan dan dunia ini adalah ladang misi Allah yang dipercayakan kepada umat-Nya. Misi Allah mengubah dan mewarnai seluruh aspek dalam dunia ini (ekologi, ekonomi, politik, sastra, budaya, pendidikan, bisnis, teknologi, medis dst). Karena itu gereja Tuhan haruslah menjadi ekklesia visibilis. Kenyataannya adalah, orang Kristen sekarang kebanyakan adalah orang Kristen tertutup dan saleh hanya pada saat tertentu. Tugas profetik dan misi bersifat inklusif, artinya tanpa batas. (bd. Yer. 29: 7; 1 Ptr. 2: 11-17). Misi adalah menghadirkan shalom Allah bagi semua orang tanpa batas. Misi berarti memobilisasi seluruh anggota tubuh Kristus untuk bekerja dan menjadi tanda lahiriah dari Kerajaan Allah. adakah tanda kehadiran secara lahiriah nyata melalui gereja atau mellualui kita di tempat kerja terjadi? Jika belum, maka hal ini terjadi karena kita lebih berfokus kepada yang verbalistik dan mengabaikan yang horizontal. Gereja adalah tanda lahiriah kelahiran Allah di dunia ini. Orang percaya dan gereja merupakan bukti utama tanda lahiriah kehadiran Allah di bumi. Jadi jangan berpikir yang penting saya tidak berdosa dan tidak terlibat di dalam dosa, tetapi mari menyadari bahwa kita adalah tanda kehadiran Allah dimana kita membawa shalom dimana pun kita hadir dan orang-orang menikmati rahmat dan kebaikan Allah melalui kehadiran kita. Inilah misi yang harus kita lakukan, yang bersifat menyeluruh dimana kita menhadirkan rahmat Allah di dunia ini. Mari menyadari dan mulai bermisi dengan misi yang menyeluruh dalam karya Allah di dalam dan meallui kita di tahun 2012 ini.

Solideo Gloria!

1 comment:

Wandi Tambunan said...

Mantaff! Straight to the point!