Saturday, June 12, 2010

Seri Problem of Pain II (2009)

[Kotbah ini dibawakan oleh Esni Naibaho, M. Div pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat 9 Oktober 2009]


Ada banyak orang yang tidak suka berbicara mengenai maslah penderitaan bahkan ada Gereja tertentu yang menolak penderitaan dan menganggap orang yang menderita adalah orang-orang yang dikutuk dan tidak diberkati oleh Tuhan. Saat ini, kita akan melihat Problem of Pain dengan membahas pertanyaan mengapa ada penderitaan, bagaimana kita memahami penderitaan berdasarkan Alkitab dan melihat beberapa contoh dan teladan orang yang mengalami penderitaan.

Mari mengingat respon kita atau respon kebanyakan orang akan tragedi yang terjadi. Misalnya tragedi ‘September 11’ di Amerika, Tsunami di Aceh, badai Katrina di Amerika, gempa bumi di Padang dan Tasikmalaya, dan Banjir bandang di Madina dan peristiwa-peristiwa lainnya.. Apa yang menjadi respon kita ketika mendengan tragedi ini? Apa yang menjadi respon kita terhadap Tsunami di Aceh atau Gempa di Tasikmalaya? Ada banyak orang yang mengatakan bahwa bencana tersebut terjadi karena Tuhan sedang menghukum daerah-daerah yang menolak hamba-hambaNya. Benarkah demikian? Ada yang mengatakan bahwa peristiwa ‘September 11’ terjadi karena Tuhan sedang menghukum kaaroganan negara Amerika. Bencana alam seperti longsor dan banjir juga terjadi karena sang pemimpin tidak takut akan Tuhan dan membiarkan banyak kejahatan terjadi (misalnya Ilegal Logging). Ada banyak respon yang muncul dari manusia dan akhirnya menyimpulkannya dengan mengatakan bahwa penderitaan atau bencana terjadi sebagai konsekuensi dari dosa dan kesalahan (ketidaktaatan, arogansi, dll). Ada juga yang mengatakan bahwa penderitaan merupakan akibat dari murka dan kemarahan baik dari Tuhan, alam, orang lain, dll. Penderitaan juga merupakan satu enigma atau misteri. Tidak ada satu kalimat yang bisa mendefinisikan dengan jelas dan tepat mengapa penderitaan itu ada. Memang, dalam beberapa kasus kita bisa mengerti dan memahami mengapa penderitaan itu terjadi, tetapi biasanya setelah penderitaan itu berlalu. Tetapi banyak juga orang yang sampai bertahun-tahun bahkan sampai ia mati tidak mengerti mengapa penderitaan itu terjadi. Penderitaan tetap menjadi sebuah misteri.

Dalam Kejadian 1 dan 2 kita menemukan bagaimana gambaran dunia dan manusia yang diciptakan. Setiap kali hari diciptakan selalu dalam kategori baik (Kej 1:10, 11, 12: ”...Allah melihat bahwa semuanya itu baik”) dan Allah kemudian menyimpulkan seluruh ciptaanNya itu dalam kategori baik dan sungguh amat baik (Kej 1:31, ”Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik”. ). Kondisi ’sungguh amat baik’ ini adalah gambaran kondisi yang menggambarkan suasana damai, dimana semua berjalan dengan harmonis dan ada hubungan yang akrab antara manusia dengan Allah. Bisa dikatakan zaman ini adalah zaman dimana tidak ada penderitaan. Tetapi mengapa manusia mengalami penderitaan? Siapa yang mendatangkan penderitaan? Siapa yang seharusnya dituntut dengan hadirnya penderitaan itu?

Dalam Kejadian 3 kita melihat bahwa dosalah yang membuat manusia mengalami penderitaaan. Pada saat manusia melanggar perintah Allah, hubungan manusia dengan Tuhan menjadi rusak. Dosa juga menimbulkan perselisihan antara manusia dengan sesamanya dan alam pun tidak lepas dari kutuk Allah akibat dosa manusia. Hal ini mengakibatkan munculnya disharmoni diantara semua ciptaan. Kematian fisik terjadi dan dosa menjalar diantar umat manusia yang membuat manusia akhirnya semakin jauh meninggalkan Allah (band Rom 1:18-32). Akibat dosa, manusia mengalami penderitaan dan kehilangan damai. Allah tidak pernah besalah dengan malapetaka dan bencana yang terjadi di dunia ini. Penderitaan itu merupakan akibat pemberontakan manusia dan merupakan pekerjaan iblis. Namun harus disadari bahwa ada penderitaan yang tidak diakibatkan dosa.

Jadi mengapa ada penderitaan? Kata tanya ’why’ – mengapa?- merupakan pertanyaan yang biasanya dilontarkan oleh orang yang mengalami, mengetahui, dan melihat penderitaan. Ketika pertanyaan ini ditanya, kita ingin pertanyaan ini dijawab. Mari melihat kepada kisah Ayub.

Ayub, dalam semua penderitaannya, juga melontarkan kata ’why’. Ayub kehilangan harta, ternak, anak-anaknya. Bukan hanya itu, dia juga mengalami sakit kulit dan isterinya meninggalkan dia (Ayub 1:13-20; 2:7-9). Dalam kondisi seperti ini, tiga orang sahabatnya ingin menghibur dia. Ketika menemukan Ayub, mereka sampai tidak mengenalinya lagi. Ketiga temanya ini menangis dan mengoyak jubah mereka dan menaburkan debu dikepala mereka dan duduk tanpa bicara dekat Ayub selama tujuh hari lamanya untuk menunjukkan empati mereka (Ayub 2:11-13). Ini menunjukkan betapa mengerikan dan beratnya penderitaan Ayub. Setelah Ayub berkeluh kesah, teman-temannya mencoba membantu Ayub mencari penjelasan mengapa ia menderita dan jawabn teman-temannya semakin menambah penderitaan Ayub karena menjawab dari perspektif mereka dan mangatakan semua adalah kesalahan Ayub.

Sering sekali kita mempertanyakan ’why?’ dan tidak menemukan jawabannya. Jika penderitaan muncul karena dosa, kita mungkin dengan mudah bisa mengatakan bahwa penderitaan muncul karena kesalahan kita sendiri. Tetapi dalam kasus Ayub, kita melihat bahwa penderitaannya bukan karena dosa. Diakhir dari pertanyaannnya setelah berkali-kali bertanya, pertanyaan Yaub tidak pernah terjawab sampai di akhir kitab karena Allah tidak menjawabnya tetapi menunjukkan kebesaranNya. Ketika Ayub melihat kebesaran Allah ini melalui ciptaan yang ada di depannya, maka Ayub tersunggkur dan berkata: "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” (Ayub 42:2-6).

Mari melihat contoh lain di dalam kehidupan Yesus. Yesus mengalami penderitaan di salib dan akhirnya mengeluarkan pertanyaan ’Why did You forsake me?’ kepada Bapa. Ketika Yesus mempertanyakan hal ini bukan berarti Dia tidak menerima penderitaan. Karena sebelum Dia disalibkan, sudah tiga kali Ia menubuatkan kepada murid-muridnya mengenai penderitaanNya. Hal ini ingin menunjukkan bahwa Yesus mengalami tekanan yang luar biasa. Oleh karena tekanan ini lah Yesus sampai mengeluarkan keringat bercampur darah di Getsemane yang diakibatkan pembuluh darah yang pecah. Satu kondisi yang sangat berat yang bisa dipahami Yesus sendiri. Pada saat Yesus ingin berbagi kepada murid-muridNya dan meminta agar mereka berjaga selama Ia berdoa, mereka pun tidak sanggup. Dengan kata lain Ia sendiri bergumul dengan penderitaan yang Ia alami dan di Salib akhirnya Yesus berkata: ”Why did You forsake me?” Bukan pertanyaan yang menunjukkan ketidaktaatan, tetapi sebuah kalimat yang menunjukkan penderitaan yang berat yang dialami oleh Tuhan Yesus. Kalimat tersebut bukan kalimat yang meminta penjelasan kepada Bapa untuk penderitaanNya, tetapi karena penderitaan yang sedemikian dalam dan hebat yang dialami oleh Yesus. Kalimat yang menggambarkan bahwa dosa manusia ditimpakan kepada Yesus dan Allah, yang Maha Kudus, memandang manusia diwakili oleh Yesus dan Yesus menjadi korban penghapus dosa.

Ada beberapa jenis penderitaan yang mungkin akrab dengan kita.

  • Menderita karena pemberitaan injil (Paulus menderita karena mengabarkan Injil)

  • Menderita karena melihat kejahatan dan menyaksikan orang yang dikendalikan oleh dosa (Contoh: Yesus menangis ketika memasuki kota Yerusalem).

  • Menderita karena anggota tubuh Kristus mengalami penderitaan (penganiayaan, perlakukan tidak adil, fitnah dll). Misalnya penganiayaan di gereja lain membuat kita juga merasa ikut menderita.

  • Menderita secara pribadi: penderitaan karena kepengikutannya kepada Kristus. Ini merupakan penderitaan yang membuat orang yang mengalaminya menjadi makin dewasa dan bertumbuh dalam iman. Ini adalah mpenderitaan yang membuat orang semakin bertumbuh di dalam iman.

  • Menderita penderitaan yang dialami oleh semua ciptaan (Rom 8:18-25) karena menantikan untuk menjadi ’new creation’.

  • Menderita akibat ketidaktaatan.

  • Dalam PL kita menemukan Allah menghukum bangsa Israel karena kejahatan dan ketidaksetiaan mereka dengan mengirimkan penyakit, malapetaka, kelaparan, binatang buas, dll.

Apa sebenarnya sikap Allah di dalam penderitaa. Dalam kitab Kejadian kita menemukan bahwa Allah tidak tinggal diam dalam penderitaan manusia. Sebelum manusia jatuh kedalam dosa, Ia telah memberi peringatan kepada manusia sebelumnya untuk tidak memakan buah yang baik dan jahat. Namun manusia itu tidak taat akibatnya kematian dan dosa menjadi bagian nasib dirinya. Ada banyak penderitaan yang kita alami karena kesalahan kita sendiri. Kita mungkin sudah diperingatkan oleh Tuhan, tetapi tetap melakukan pilihan kita sehingga kita menjadi menderita. Sering sekali kita melihat bagaimana manusia kembali ingat keapda Tuhan ketika mengalami penderitaan.

Mari melihat juga mengenai Allah dan atributNya yaitu Allah yang Pemurah, penyabar, adil, dan pengampun, kasih, kudus, adil dsb. Sering sekali kita membenturkan atribut Allah ini padahal sebenarnya tidak ada sifat Allah yang bertentangan.sering sekali kita tidak menerima bahwa Allah itu kasih sekaligus adil. KeadilanNya tidak menghilangkan kasihNya dan sebaliknya. Ketika semuanya berjalan baik kita tanpa ragu mengatakan bahwa Allah sungguh baik, tetapi ketika ada persoalan kita mengatakan bahwa Allah tidak baik. Kesalahan kita dalam memahami atribut dan sifat Allah dapat membuat kita tidak dapat memahami dan menilai arti penderitaan dengan benar.

Jhon Piper menjelaskan tentang Allah yang berdaulat. Ia mengatakan bahwa Allah:

  • Dia berdaulat atas setan (dalam mengambil nyawa, menganiaya, dll). Hal ini kita lihat kisah Ayub dimana Allah menijinkan iblis untuk membuat Ayub menderita, tetapi tidak dapat mengambil nyawanya. Allah memang berdaulat, tetapi bukan berarti Allah selalu mengkontrol kita dan kebal terhadapt penderitaan. Allah mengkontrok dunia ii bukan berarti Allah tidak akan membiarkan kita jatuh dalam penderitaan. Ayub seorang yang setia dan dipuji- oleh Allah diijinkan untuk mengalami penderitaan.

  • Dia berdaulat atas alam semesta. Allah dengan hikmatNya menciptakan dan menempatkan alam semesta dalam tempatnya. Segala sesuatu tidak akan berpindah tanpa sepengetahuanNya.Ketika Allah mengijinkan setan mencobai Ayub, yang pertama dilakukannya adalah mendatangkan bencana alam dan kemudian menjamah kulitnya (Ayub 1:16-19). Di tengah kondisi yang sangat mengerikan sekalipun, mata Tuhan masih tetap meilhat kita. Jika kita juga akhirnya mati, bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita (band Fil 1:21).

  • Dia berdaulat dan berkuasa menyembuhkan penyakit

  • Dia berdaulat atas binatang dan tumbuhan. Dia menyuruh ikan memakan Yunus dan memuntahkannya kembali.
Tetapi pemahaman yang salah akan Allah yang berdaulat ini akan memunculkan pertanyaan ‘Kalau memang sedemikian Allah berdaulat, mengapa Allah tidak bisa menjaga dunia ini?’ Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang kita lontarkan dan merupakan sumber kutukan kita kepada Tuhan atas penderitaan yang kita alami dalam ketidak mengertian kita. Tuhan selalu kita salahkan. Sebenarnya bukan pertanyaan mengapa Tuhan, tetapi apa sebenarnya yang ingin Tuan katakan melalui peristiwa ini kepada kita semua baik kepada yang mengalami penderitaan ataupun tidak.

Ada lima sikap kita terhadap penderitaan, yaitu:
  1. Kecenderungan manusia mencari kenyamanan, ketenangan, dan suasana nyaman dan damai. Akibatnya ketika seseorang mengalami penderitaan mereka mengira bahwa Allah telah menghianati dan meninggalkan dia. Hal ini mengakibatkan kepahitan, kekecewaan, kemarahan, sakit hati, dan keinginan meninggalkan Tuhan.
  2. Kita harus menyadari bahwa penderitaan mengerjakan kesabaran, ketabahan, kedewasaan (Rm 5:3-5; Jak 1:2-4; I Pet 4:12-19; Wahyu 7:14).
  3. Orang percaya harus melihat bahwa penderitaannya mendatangkan keselamatan orang lain; dan memberi dampak bagi orang lain dan dirinya sendiri (Yes 53:11; Joh 12:24-25; Wahyu 14:13; Ibr 11:8-10; 29-40).
  4. Berjaga-jaga dengan pengaruh New Age Movement.Gerakan ini menawarkan untuk membebaskan manusia dari penderitaan, penyakit, rasa sakit, dan kematian. Kekristenan mengakui adanya zaman yang baru tetapi zaman yang baru itu belum datang dan akan datang dimana dizaman yang baru itu tidak ada lagi penderitaan dan tangisan. Kekristenan mengakui adanya zaman baru tetapi belum datang. Zaman itu akan datang ketika Yesus datang untuk kedua kali dimana tidak ada lagi tangis dan penderitaan. Jadi kita masih hidup di tengah-tengah dunia yang akan menghadapi banyak penderitaan. Di tengah-tengah dunia seperti ini kita tidak bisa serta merta ingin meninggalkan dunia ini sedemikian rupa tetapi kita memiliki keyakinan dan mebangun iman kita kepada Tuhan sehingga kita mengetahui bahwa zaman yang baru akan datang dengan kedatangan Yesus, dan sembari menantikan zaman yang akan datang itu kita harus bertekun di dalam iman kita kepada Tuhan.
  5. Panggilan bagi kita adalah untuk bertahan dalam penderitaan (I Pet 4:12-19; I Kor 10:13). Ayub, Jeremiah, dan Habakuk telah sampai kepada pengertian mengapa mereka menderita bukan karena alasan terhadap ’why’ mereka terjawab secara memuaskan melainkan penderitaan mereka telah membawa mereka semakin mengenal kebesaran Allah. Biarlah penderitaan yang kita alami menjadi bagian yang penting dalam hidup kita dengan membawa kita semakin mengenal kebesaran Allah. Hal ini akan menghasilkan buah dan karakter yang baik. Bingham mengatakan bahwa orang berdosa tidak dapat mengetahui kebenaran dari penderitaan itu sendiri sampai ia datang kepda pertobatan dan mengakui bahwa ia adalah seorang pemberontak.

Meneladani Yesus. Yesus telah mengatasi penderitaan kita melalui kerelaannya menderita bagi umat manusia. G.C Bingham menyatakan: “The suffering of Christ is a suffering servant.” Dia menjelaskan Yesus menderita dalam hal: Dia datang kepada ciptaanNya tapi ciptaanNya menolak Dia; Dia memperkenalkan dirinya sebagai Anak Allah tapi manusia justru membunuhNya. Dia memberikan kasih tapi malah menuai kebencian dari banyak orang. Yesus menderita bukan hanya karena Ia telah dipermalukan, dipaku, dan disiksa di kayu salib melainkan karena kesalahan manusia ditimpakan kepada Dia yang adalah tidak berdosa. Seluruh penderitaan manusia ditimpakan kepadaNya.

Mari belajar untuk menyadari kecenderungan kita untuk merasa tetap nyaman, tidak memiliki masalah, ingin mencari sesuatu yang menyenangkan kita. Jika kita mengejar hal-hal ini, dan ketika masalah menerpa kita, maka kita akan menyalahkan Tuhan. Sudah saatnya kita membuang ini. Kita harus bangkit dan menyadari bahwa semua yang terjadi di dalam kehidupan kita ada di dalam pengetahuan Allah. Sikap yang benar terhadap penderitaan akan menghasilkan buah berupa kedewasaan. Penderitaan pasti akan berakhir dan biarkanlah itu berakhir dengan menghasilkan karakter kita yang semakin diperbaiki. Sebagai orang yang percaya, mari melihat penderitaan itu sebagai penderitaan yang bisa dipakai oleh Allah sebagai alat keselamatan kepada orang lain. Kita harus menghadapi penderitaan dalam bentuk apapun selama kita ada di dalam dunia ini. Mari menyadari zaman baru akan datang dengan tetap ada di dalam dunia ini dengan membangun iman kita. Mari megikuti jejak orang-orang yang mendahului kita seperti Ayub, Jeremia, dan Habakuk, yang justru ditengah-tengah penderitaan mereka semakin mengenal kebesaran Allah dalam hidup mereka.
Allah mengasihi manusia, Ia peduli kapada kita bahkan ditengah-tengah keadaan penderitaan yang mengerikan dan mengejutkan, kita adalah objek dari kasihNya (C.S. Lewis).

SoliDeo Gloria!

No comments: