Friday, November 19, 2010

[Knowing God 1 - 2010] - The Love of Our Father

(KG I- 2010)
Denni B. Saragih, M. Div


Jika kita melihat kitab Markus dan membaca Mark 1:11, kita akan menemukan sebuah pernyataan Allah kepada Yesus yang berbunyi, “Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."

Kita pasti memiliki pengalaman ditolak, apakah penolakan kecil atau penolakan besar amat dalam dan menyakitkan. Bahkan penolakan yang amat dalam ini bisa menyebabkan seorang alumni meninggalkan komunitas di mana ia berada. Penolakan adalah sesuatu yang amat menyakitkan bagi manusia di mana ada perasaan tidak dicintai dan dikasihi. Tetapi ada satu kebenaran yang dinyatakan Alkitab bahwa Allah sangat mencintai kita. Tuhan berkata kepada Yesus: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." Kalimat ini dikatakan Bapa kepada Yesus sebelum Yesus berkorban, melayani, menang melawan pencobaan, atau sebelum Yesus setia di dalam hidupNya. Bapa mengasihi Yesus adalah karena Yesus adalah anakNya. Kita harus yakin bahwa kita memiliki Bapa di Sorga yang sangat mengasihi kita. Bapa mengasihi kita bukan karena apa yang kita lakukan, apapun yang akan kita lakukan, tetapi Bapa mengasihi kita dan berkenan kepada kita karena kita adalah anak-anakNya.

Fakta bahwa kita memiliki Bapa yang mengasihi kita mungkin hal yang biasa bagi kita. Tetapi kita perlu menyadari bahwa sebenarnya fakta ini adalah sesuatu yang luar biasa. Kita sering ’take it fot granted’ bahwa Tuhan itu Bapa. Kita kurang sadar betapa istimewanya menjadi anak dari Tuhan. kebanyakan agama di dunia ini, tidak ada yang menyebut Tuhan sebagai ’Bapa’. Karena dalam banyak agama-agama (khususnya yang bersifat animisme) Tuhan dianggap sebagai bentuk manifestasi dari devine/demonic power, sehingga identik dengan kekuatan daripada kasih.

Kita harus kembali menghayati bahwa Alkitab berbeda. Dalam banyak agama hubungan manusia dengan Allah digambarkan sebagai hamba yang takut kepada Tuhan agar tidak disakiti. Jadi, kita memanipulasi reaksi Tuhan atau menggunakan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Misalnya, memberikan persembahan, korban bakaran agar kita bisa mengambil hati Tuhan. Tidak ada hubungan yang personal apalagi hubungan Bapa-Anak. Agama Kristen adalah satu-satunya agama di mana kita memanggil Tuhan Bapa.

Bukan hanya agama-agama di dunia ini yang terkejut jika ada manusia yang memanggil Tuhan dengan Bapa, tetapi dalam Perjenjian Lama pun hal ini juga adalah sesuatu yang mnengejutkan. Dalam PL, memang ada konsep tentang Bapa, dan menyebut Tuhan dengan sebutan Bapa hanya muncul 14 kali dari 39 kitab dalam PL. Walaupun digunakan kata Bapa untuk Tuhan, tetapi penggunaan ini tidak digunakan sebagai panggilan. Tidak ada orang Israel yang berani memanggil Tuhan dengan sebutan ’Bapa’. Penggunaan kata ’Bapa’ menggambarkan hubungan yang sangat spesial antara Israel dan Tuhan, memanggil Nenek Moyang Abraham, menyelamatkan dari perbudakan Mesir. Ada hak istimewa sebagai umat Tuhan. Bagaimana Tuhan memelihara dan melakukan hal-hal yang khusus mulai dari nenek moyang sampai keturunannya itulah yang digambarkan ’seperti Bapa yang memelihara anakNya’. Tetapi tidak pernah ada yang pernah memanggil Tuhan dengan sebutan Bapa. Yang ada hanya sebuah bentuk perumpamaan ’seperti Bapa sayang pada anak, demikianlah Tuhan sayang kepada bangsa Israel’.

Nabi-nabi mengeluhkan Israel yang tidak menghormati Allah sebagai Bapa (Mal 1:6, ”Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?"), dalam kesulitan mereka memanggil Tuhan sebagai Bapa (Yes 63:16, ”Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala.; 64:7-8, ”Tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu; sebab Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami. Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.”) dan Tuhan sering menjawab mereka sebagai Bapa yang penuh Kasih (Jer 31:20, ”Anak kesayangankah gerangan Efraim bagi-Ku atau anak kesukaan? Sebab setiap kali Aku menghardik dia, tak putus-putusnya Aku terkenang kepadanya; sebab itu hati-Ku terharu terhadap dia; tak dapat tidak Aku akan menyayanginya, demikianlah firman TUHAN.”). Ada ilustrasi yang menggambarkan seperti hubungan Bapa dengan anak, tetapi tidak ada sebutan Bapa sama sekali. Jadi, dalam PL hanya ada gambaran-gambaran bahwa Tuhan adalah Bapa dari umatnya dan digambarkan sebagai Bapa yang penuh kasih karunia. Tetapi ini semua adalah metafora untuk kasih dan perhatian Tuhan, tidak pernah dalam PL Tuhan dipanggil sebagai Bapa.

Dalam Perjanjian Baru , Yesus memperkenalkan sesuatu yang baru, memanggil Tuhan dengan sebutan Abba, Bapa (Luk 11: 1-4; Mrk 14:36; band. Roma 8:15; Gal 4:6). Mari melihat Luk 11:2, ”Jawab Yesus kepada mereka: "Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu.” Yesus mengambil sesuatu yang sangat berani dibanding dengan zaman itu untuk mulai memanggil Tuhan dengan Bapa. Dalam bahasa Aramaik, kata ’Bapa’ disebut dengan ’Abba’. Dan menariknya dalam berbagai terjemahan, kata ’Abba’ dipertahankan (Rom 8:15, ”Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"). Bahkan dalam bahasa Indonesia pun kata ‘Abba’ tetap dipertahankan. Paulus yang menulis suratnya dalam bahasa Yunani pun tetap mempertahankan kata ‘Abba’ ini dalam bahasa Aramaik. Jadi dengan mempertahankan kata ini, Allah di dalam Roh Kudus mendorong kita untuk memanggil Dia ‘Abba’.

Apa yang istimewa dengan ‘Abba’? ‘Abba’ adalah bahasa sehari-hari (Aramaik) yang adalah bahasa informal, bukan formal. Para rasul mempertahankan bahasa Asli ini, dan tidak ada orang Jahudi dan literature jahudi sebelum Yesus yang berani melakukan hal seperti itu. Ibaratnya dalam bahasa Indonesia kita tidak memanggil Ayah kita dengan Bapak (karena kata Bapak memiliki sifat formal), tetapi dengan Papa, Papi, atau panggilan sayang yang lain. Demikian jugalah seharusnya kita memanggil Tuhan yang adalah Bapa kita. Hal ini harus kita pahami karena ada kekuatiran kata ’Bapa’ yang kita gunakan kepada Tuhan sudah berubah menjadi satu pola dan kehilangan makna yang sebenarnya. Yesus memanggil Tuhan sebagai anak kepada Bapanya, didalam kalimat yang sederhana dan penuh rasa percaya yang mesra, yakin bahwa Dia didengar. “Abba” menggambarkan kedekatannya kepada Tuhan, keanakan dari Tuhan Yesus. Dan Yesus berkata kepada kita: "Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu.” Mungkin kita harus membiasakan untuk mulai memanggil Tuhan ’Abba’. Kita mungkin sering memanggil Tuhan dengan ’Ya Allah’, ’Tuhan Yesus’, dll, tetapi mari mulai belajar untuk memanggil Tuhan dengan mesra, bukan karena sesuatu yang sudah terpola atau mekanis.

Rom 8:14-16 berkata: ”14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. 15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" 16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Bagian ini dikatakan bahwa Roh Kudus menciptakan dan mendorong hubungan yang intim dengan Bapa. Kedekatan dengan Bapa bukanlah sesuatu yang bisa dibuat-buat, tetapi merupakan pekerjaan Roh Kudus, karena itu kedekatan ini seperti Kedekatan Yesus (Gal 4:6, ”Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!"). Seseorang tidak bisa dipaksa bahwa dia adalah seorang Anak Tuhan, tetapi sesuatu yang menjadi respons berdasarkan pekerjaan Roh Kudus.
Roh Kudus juga membantu kita berdoa dengan cara berdoa buat kita dan mengajarkan kita tentang berdoa (Roma 8:26-27, ”26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. 27 Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.”). Tetapi sebagai anak Tuhan kita juga perlu mengembangkan kehidupan Doa kita sebagai orang yang dikasihi dengan Tuhan. Fil 4:6 (”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”) mengajar agar tidak kuatir apapun juga, tetapi nyatakan segala hal didalam doa kepada Allah. Keyakinan seperti inilah yang harus dimiliki oleh orang sebagai orang yang dicintai oleh Allah.
Kita harus membalas kasih Allah dengan terus mengembangkan hubungan pribadi dan ketaatan kepada Tuhan. Dalam I Pet 2:1-5 dikatakan ada dua tugas orang yang sudah dalam Tuhan menurut Rasul Petrus. Pertama adalah penyucian hidup, dan tugas kedua adalah pertumbuhan dalam Firman Tuhan. Kedua adalah menjadi seperti Bayi Yang Rindu akan Firman, dengan menyadari bahwa manusia tidak hidup dari roti saja (Mat 4:4, band Maz 42:2-3; 62:2-5; 84:2-3).

Mari hidup dalam bayangan kasih Bapa. Bapa berkata kepada Yesus, anakNya; ”Kau adalah anakku yang kukasihi kepadamulah aku berkenan.” Sekarang, mari mengganti kata ’kau’ menjadi nama kita, dan ucapkanlah pernyataan Bapa ini, maka kita akan merasakan bagaimana Tuhan mencintai dan mengasihi kita. ”[nama kita] adalah anakku yang kukasihi, kepada [nama kita] aku berkenan.”
Soli Deo Gloria!

No comments: