Friday, March 2, 2012

Mission of God's People 4: FALL

[Kotbah ini dibawakan oleh Effendy Aritonang, SE pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat, 10 Februari 2012]

Topik hari ini adalah tentang fall. Fall adalah sebuah istilah yang sering diterjemahkan dengan kejatuhan. Kejatuhan kerap dipakai oleh para teolog sebagai kata yang menggambarkan peristiwa yang dicatat dalam Kejadian pasal 3.

Ada banyak pertanyaan baik teologis maupun filosofis disekitar narasi ini. Sebagian orang bertanya apakah peristiwa ini merupakan peristiwa historis atau bukan? Apakah benar peristiwa ini pernah terjadi dalam ruang dan waktu yang kita kenal atau hanya kisah yang bersifat simbolik? Benarkah memang ada ular yang dapat berbicara? Benarkah ular sebelum Kejadian 3 merupakan binatang yang berkaki? Apakah Adam memang benar ada dalam sejarah dan merupakan manusia pertama? Jangan-jangan penulis sedang berbicara tentang karakter yang imajinatif.

Selain pertanyaan yang bersifat teologis, ada juga pertanyaan yang bersifat etis. Jika Allah memang menghendaki sesuatu yang baik bagi manusia, mengapa Allah tidak mencegah Hawa ketika ia akan mengambil buah di pohon yang ia lihat baik dan menarik perhatiannya? Mengapa Allah membiarkan hal itu terjadi dan menuntut mereka bertanggung jawab atas hal yang bisa dicegah oleh Allah. semua pertanyaan ini adalah pertanyaan yang valid. Jika benar Allah adalah baik mengapa ia membiarkan tragedi itu terjadi? Jikalau benar Allah menghendaki kebaikan bagi umat manusia, mengapakah dia tidak mencegah pelanggaran itu ketimbang menuntut pertanggungjawaban dari Adam dan Hawa?
Belum lagi pertanyaan yang bersifat folisofis seperti, jika kita menyebut kejatuhan, kejatuhan yang bagaimana atau jatuh dari mana dan jatuh kemana?

Apabila kita membaca kisah dalam Kejadian 3 ini, kelihatannya si penulis kitab ini tidak berminat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Dia kelihatannya tidak sedang membuat tulisan atau kitab yang bertujuan dan akhirnya bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang sering sekali mengganggu alam pikiran, rasa adil, atau perasaan etika kita. Penulis memiliki perspektif lain yang ingin disampaikan kepada kita. Kita kelihatannya akan terus dibiarkan tanpa bisa menjawab pertanyaan itu. Ada banyak tulisan-tulisan orang yang mencoba dan mendiskusikan tentang apa yang kita bicarakan tadi. Jadi kita pada hari ini diharapkan memiliki perspektif lain. Kita tidak sedang berusaha untuk memberikan jawaban-jawaban dari semua pertanyaan di atas. Kita dapat dengan pasti mengataan bahwa semua pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu para teolog dan ‘orang awam wanna be teolog’ bukanlah pertanyaan yang mendasari penulisan kisah kejatuhan itu sendiri.
Di dalam kitab Kejadian kita bisa melihat bagaimana si penulis mengisahkan ada keadaan yang berbeda sebelum peristiwa kejatuhan. Kejadian pasal 3 seperti sebuah devider dari satu keadaan ke keadaan yang baru dan berbeda. Kejadian pasal 3 menjadi satu batas yang memisahkan satu zaman sebelumnya dengan zaman yang baru. Dalam Kej 1-2 kita dapat menemukan bagaimana Allah menciptakan segala sesuatunya sungguh amat baik, sempurna, indah, dan harmonis. Hubungan manusia dan isterinya baik dan mesra. Hubungan Allah dan manusia akrab. Allah berjalan bersama-sama dengan manusia di taman itu. Hubungan manusia dan alam juga harmonis. Manusia bekerja mengelola kebun Eden dengan baik dan tidak ada keluhan atas kerja yang dia lakukan. Kejadian pasal 3 adalah sebuah interupsi terhadap potret dunia ciptaan yang indah dan harmonis tersebut.

Jadi bisa disimpulkan bahwa fall itu adalah interupsi terhadap potret ciptaan sebelumnya, yang adalah ciptaan yang baik, indah, dan harmonis sekarang menjadi rusak, tidak indah, dan konflik antar manusia. Setelah peristiwa Kejadian, kita akan melihat bagaimana konflik makin lama makin banyak, bukan hanya satu dengan satu, tetapi antar kelompok dengan kelompok lain. Kisah peperangan menjadi kisah yang abadi dalam hidup manusia di sepanjang abad setelah Kej 3. Kita tidak pernah tahu berapa lama Kej 1 sampai ke Kej 3 sebagai sebuah kronologis, tetapi kita melihat setelah Kej 3 waktu itu menjadi panjang sekali.

Kejadian pasal 3 menegaskan beberapa hal, yaitu:

Pertama. Kata jatuh atau fall itu tidak ada disebutkan secara literal dalam Alkitab. Itu adalah sebuah konsep (sama seperti konsep Tritunggal). Apa yang diceritakan teks ini kepada kita bahwa Adam dan Hawa telah melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah. Ini adalah pelanggaran. Jika kita melihat kita akan berpikir bahwa kasus ini adalah kasus yang sederhana. Jadi, kasusnya sederhana dimana ada seorang perempuan yang melihat sesuatu yang sangat indah. Ketika ia melihat dan mengambilnya masalah besar terjadi. Ini sepertinya perkara kecil, dimana Hawa mengambil buah dari pohon diantara ribuan pohon yang ada di taman itu. Kesalahan Hawa adalah melanggar Firman Tuhan.
Pelanggaran ini membawa sebuah konsekuensi yang sangat fatal bukan saja terhadap diri mereka sendiri namun juga terhadap semua hal lain yang berkaitan dengan diri Adam dan Hawa. Pelanggaran yang mungkin kita sebut kecil secara fisik membawa kejatuhan yang mempunya efek fisik dalam diri manusia. Secara fisik, kejatuhan membuat manusia menjalani proses menuju keausan dan berakhir pada kematian. Dari debu kembali menjadi debu. Perjalanan hidup kita senantiasa dibayangi teror sakit penyakit dan kematian.

Pelanggaran membuat manusia yang dikaruniai kemampuan rasional, kemudian memakai kemampuan rasionya itu untuk merasionalisasi dan menormalisasi semua kejahatan dan pelanggarannya. Kejadian pasal 3 mengisahkan dimana Adam dan Hawa mendemonstrasikan kemampuan mereka untuk berani berdebat, berargumen dengan Allah, pencipta mereka. kejadian pasal 3 mengubah pola hubungan yang patuh menjadi mempertanyakan perintah dan wewenang Allah. Ada banyak perintah Allah yang mulai dipertanyakan karena kita memakai rasio kita untuk membenarkan diri, membenarkan apa yang salah, atau bahkan lebih parah, memikirkan sebuah grand design untuk melekukan kejahatan yang brilian, yang bisa tidak ketahuan.

Hal ini membuat kita tidak terkejut melihat politisi pintar berargue. Mereka belajar dari nenek moyang yang pertama. Jika mereka berani berdebat keapda Allah, apalagi kepada hukum, tentu saja lebih mudah. Jika orang berasumsi bahwa Allah yang Maha Tahu itu tidak tahu pelanggaran kita, apalagi orang yang tidak maha tahu.

Secara sosial, kejatuhan manusia membuat manusia menjadi mahluk yang egois. Kejatuhan membuat seorang suami (Adam) yang selama bertahun-tahun begitu terpesona dengan kecantikan isterinya, akhirnya membuat isterinya menjadi kambing hitam. Dia tidak bersalah mengatakan ‘perempuan ininya Tuhan biang kerok persoalan ini’. Adam tidak merasa sungkan untuk menyalahkan isterinya, demi menyelamatkan dirinya sendiri. Ini adalah jawaban yang sangat egois. Hubungan antar manusia berubah menjadi hubungan transaksional dan oportunistik. Kita selalu bertanya apa pentingnya dan untungnya yang kita dapat dari orang lain. Bahkan hubungan kasih yang sangat mulia dipenuhi benih-benih yang bersifat transaksional. Berapa banyak laki-laki yang memikirkan ulang hubunganya dengan perempuan karena ada perempuan lain yang dipandang lebih dari yang perempuan pertama. Dan akhirnya memutuskan perempuan pertama dengan membuat alasan logis dan ‘rohani’ dengan menyatakan bahwa dia semakin lama tidak sejahtera dengan perempuan pertama ini. Ada sesuatu yang rohani yang terlibat dalam kejahatan bodoh ini dengan mengatas namakan ‘aku tidak sejahtera dan tidak yakin dengan doaku dulu’. Kita selalu pintar mencari alasan dan cara-cara yang baik untuk membenarkan kekeliruan kita.

Di kemudian hari, seorang abang berkata ‘Apakah aku penjaga adikku’ sebagai upaya bodoh untuk berkelit dari dakwaan Sang Maha Tahu. Hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya menjadi hubungan utilitarian, kecenderungan untuk saling memanfaatkan. Mandat kita adalah penata layan, dan kejatuhan telah membuat kita menjadi lintah darat yang hanya ingin menyedot keuntungan pribadi dari semua bentuk hubungan. Kita tidak pernah memikirkan apakah tindakan kita ini memberikan manfaat yang baik bagi orang lain atau lingkungan. Tidak pernah! Hubungan kita sangat berpusat kepada diri sendiri. Sepanjang itu baik bagi saya akan tetap dilakukan, jika hal itu tidak baik bagi saya, saya tidak akan lakukan. Konsep berkorban dan melayani menjadi konsep yang asing bagi manusia.

Secara spiritual kita menjadi terasing dari Sang Khalik. Sejak Kej pasal 3, kehadiran Allah menjadi kehadiran yang ditakuti, bukan lagi yang dinanti-natikan. Kedatangan Tuhan adalah kedatangan yang mengerikan, bukan lagi kedatangan yang menyenangkan. Dalam Kej pasal 2, manusia dan Allah bisa bersama-sama mengelilingi taman, tetapi Kej 3 mendengar Allah saja membuat manusia berlari dan bersembuni. Allah menjadi oknum yang harus dihindari bukan dihampiri.

Kedua. Kejatuhan bukanlah pengalaman atau peristiwa yang terjadi secara tidak sengaja. Kejatuhan, yang adalah pelanggaran Adam dan Hawa, adalah sebuah tindakan yang terjadi dalam keadaan sadar. Jadi kata jatuh tidak sama dengan terjatuh. Itu sebabnya adalah wajar apabila Allah meminta pertanggungjawaban dari si pelanggar perintah Allah. Hal ini kemudian menjadi dasar berpikir yang sangat penting dalam Alkitab, yaitu dosa adalah sebuah tindakan yang pertama sekali dikaitkan dengan pelanggaran terhadap Allah dan perintahNya. Mungkin di dalam pengalaman pribadi kita juga seperti itu. Agak susah kita mengatakan ada dosa yang tidak disengaja. Kapan kita berdosa dalam keadaan tidak sengaja? Tetapi yang sering terjadi adalah kita mengerti itu adalah dosa dan memilih untuk melakukannya. Jadi dosa adalah tindakan sadar. Alkitab mengatakan bahwa dosa itu pertama sekali dikaitkan dengan pelanggaran yang dilakukan atas kesadaran manusia untuk melawan atau mengabaikan atau menihilkan atau pura-pura tidak tahu bahwa Allah pernah berkata ‘Tidak boleh’. Kejatuhan bukan sebuah kecelakaaan tetapi tindakan yang diambil Adam dan Hawa dengan kesadaran penuh. Itu sebabnya Allah menjatuhkan konsekuensi yang serius.

Ketiga. Kitab Kejadian menceritakan bahwa dosa itu mengalami ekskalasi. Dosa itu semakin lama semakin besar. Setelah kejadian 3, kita akan menemumakan kisah yang penuh dengan tragedi demi tragedi. Kejahatan bukan lagi hanya mencengkeram pribadi namun juga merambah kepada komunitas dan hingga kepada bangsa dan antar bangsa. Komunitas menjadi komunitas yang hidup dalam kejahatan. Bahkan kejahatan melinggkupi seluruh bumi (Kej 6), dimana akhirnya Allah berencana memusnahkan bumi (dan hal ini dilakukan dengan membersihkan bumi dengan air bah).
Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus kemudian menuliskan dalm Rom 1:18-23 dimana semua totitas manusia telah terjangkiti atau terinfeksi oleh dosa sebagai akibat dari kejatuhan. Semua orang! (ay 28-29). Kemudian di dalam Roma 8:20-21 dikatakan, “8:20 Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, 8:21 tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah”. Menurut Paulus efek dosa tidak saja dirasakan oleh manusia, tetapi elemen-elemen lain dari ciptaan yang disebut Paulus sebagai mahluk-mahluk, semua mahluk. Dosa memiliki efek yang universal atau lebih tepatnya bersifat kosmis. Seluruhnya membawa tanda-tanda kejatuhan. Dosa menjadi sesuatu yang bersifat total dan universal.

Kelau kejatuhan itu memberi dampak yang seluas dan sedalam yang disaksikan Alkitab, maka jalan keluar atas efek kejatuhan itu haruslah sangat kuat dan berkuasa dan juga bersifat kosmik. Dosa telah memasuki seluruh aspek orang individu demi individu. Dosa juga memberikan efek negative terhadap seluruh ciptaan yang lain. Semua mahluk sedang menanti-nantikan pembebasan mereka. Apkah yang Allah lakukan kepada dunia yang hancur lebur karena dosa ini? Di sinilah kita berbicara soal misi Allah bagi dunia dan juga misi yang membawa redemption bukan saja hanya kepada individu yang secara total telah berdosa, tetapi redemption juga berbicara tentang seluruh semesta yang telah dijangkiti oleh dosa.

Fall adalah sesuatu yang terjadi mencakup seluruh keberadaan kita, maka kalau bicara soal solusi, solusi itu harus sangat kuat, perkasa, untuk bisa melawan dosa yang telah menghancurkan totalitas hidup kita dan dosa tang telah merusak dan merasuki seluruh hidup ciptaan.

Solideo Gloria!

No comments: