[Kotbah ini dibawakan oleh Effendy Aritonang, SE pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat, 24 Februari 2012]
Dalam sebuah film Mr Bean, ada sebuah peristiwa dimana Mr. Bean sedang melihat-lihat sebuah lukisan. Lukisan itu adalah lukisan yang akan segera dipamerkan oleh museum di California. Ketika melihat-lihat lukisan tersebut, Mr. Bean bersin dan percikan bersinnya mengenai lukisan itu. Lalu kemudian dia ingin membersihkan bekas percikan itu dengan tissue. Sayangnya, niat baik itu justru membuat lukisan itu tercorat-coret. Lukisan itu menjadi rusak. Dia mencoba berbagai cara untuk memperbaiki lukisan yang sudah berantakan itu. Hasilnya nihil, bahkan makin hancur dan makin berantakan, dan semakin rusak parah.
Peristiwa dalam Kejadian 3 juga menceritakan kisah yang sama. Peristiwa dalam Kejadian 3 mengisahkan bagaimana potret bumi yang indah ini tiba-tiba berubah menjadi kacau balau oleh karena dosa, seperti lukisan agung yang mahal yang menjadi rusak dalam kisah Mr Bean. Sebuah peristiwa yang merusak gambar ciptaan yang telah dicipta dengan sangat baik. Bumi yang semula dicipta dengan baik makin hari menjadi makin rusak dan suram.
Yahweh, Sang Pencipta, begitu kecewa. HatiNya luka, sakit, dan perih. Ada dua pilihan yang dapat dilakukan atas ciptaan yang rusak itu. Allah bisa saja membuang hasil gambar yang sudah dirusak oleh iblis dan penuh dengan coretan dosa dan kejahatan dan menggantikannya dengan sebuah dunia baru. Ketika Mr. Bean sangat frustrasi dengan usaha yang terus gagal untuk memperbaiki gambar yang telah rusak itu, dia akhirnya menemukan ide brilian. Dia menyingkirkan gambar yang telah ternoda. Dia menggantinya dengan duplikasi dari lukisan asli. Membingkainya dengan bingkai lukisan asli. Tidak lagi terlihat dengan mata telanjang apakah lukisan itu asli atau bukan. Allah bisa saja mengambil cara seperti yang diambil Mr. Bean, mengambil jalan pintas dengan menghapus gambar yang jelek itu.
Tetapi Yahweh mengambil langkah yang berbeda dari Mr. Bean. Dia tidak memilih jalan frustrasi dengan menghancurkan ciptaanNya dan menggantinya dengan yang baru. Dia memilih jalan yang sulit dan panjang. Dia memilih jalan untuk memperbaiki lukisan itu sekalipun terus menerus lukisan itu dipenuhi corengan-corengan kejahatan dan dosa. Allah terus menerus meyakini bahwa lukisan itu akan dibuat menjadi lukisan yang baik. Ciptaan yang berantakan itu akan menjadi tindakan yang sempurna pada akhirnya nanti. Dia akan membuat alam semesta yang telah ternoda oleh dosa menjadi kembali bersih dan bahkan lebih dari sekedar amat baik. Dia akan membuatnya menjadi semesta yang sempurna. Inilah yang menjadi sebuah kisah panjang yang kita temukan mulai dari Kejadian sampai pada kitab Wahyu, yaitu kisah tentang Allah yang bekerja untuk memperbaiki dan membuat apa yang rusak berantakan menjadi sesuatu yang baik dan sempurna (the story of redemption).
Kisah panjang ini, yang dimulai dari pemilihan Abraham hingga Wahyu, merupakan kisah tentang karya Allah yang tidak menyerah dan tidak menyerahkan manusia, bumi dan semua alam semesta yang telah ternoda untuk dihancurkan sesuai dengan keinginan si jahat. Keinginan si jahat ialah supaya bumi, maha karya Allah, dibuang saja. Allah memilih untuk menebus dan membuat yang rusak menjadi sempurna.
Dalam PL kita melihat bahwa kejahatan manusia mengalami ekskalasi (makin lama makin jahat). Dalam Kej 11 kita melihat bahwa manusia menghadapi dua persoalan besar. Di satu sisi manusia menghadapi persoalan yang bersifat individu dimana dosa telah merasuk ke dalam setiap hati manusia dan tidak ada satu pun dalam elemen hidup kita yang bersih dari dosa. Di sisi lain, struktur masyarakat itu semakin kacau. Disorder and confusion menjadi karakter struktur masyarakat. Dunia ini penuh dengan peristiwa kriminal setiap harinya. Bahkan tayangan Buser (tayangan kriminal) menjadi tayangan yang dinikmati oleh orang-orang.
Yang menarik adalah, dalam berbagai peristiwa dalam PL dimana ada kekacauan dan tanda-tanda disorder itu, berulang kali kita menemukan munculnya harapan-harapan baru. Kejadian 5 menceritakan bagaimana makin lama kehidupan manusia semakin buruk dan jahat, tetapi pada Kejadian 6, setelah dikatakan bagaimana Allah begitu kecewa dengan apa yang dilakukan manusia, kita menemukan Nuh yang mendapat belas kasihan Allah. Ada terbit harapan. Betul bahwa semua manusia membawa ciri-ciri kejahatan, tetapi di dalam diri Nuh ada harapan baru. Kemudian dalam Kejadian 11 kita menemukan kekacauan di kota Babel. Tetapi di tengah situasi itu, Allah melihat dan memilih Abraham. Harapan baru tetap terbit. Nuh dan Abraham adalah contoh terbitnya harapan baru dalam zaman patriak. Musa, Yosua, dan para Hakim adalah orang-orang yang membawa harapan dalam masa keluaran dan pendudukan ke tanah Kanaan. Daniel beserta kawan-kawannya, Nehemia-Ezra dan Ester adalah orang-orang yang lahir dan memberikan harapan pada masa pembuangan sejarah Israel. Semua orang-orang ini semua menjadi semacam pelita harapan dalam kegelapan sejarah bangsa dan umat manusia secara keseluruhan. Setiap saat ada orang yang taat kepada Allah maka akan selalu terbit harapan bahwa kejahatan bukanlah kata akhir bagi peradaban manusia. Hal ini perlu kita renungkan. Mengapa kita perlu untuk tetap setia adalah karena itu merupakan tanda adanya harapan yang bukan saja berdampak bagi kita secara pribadi tetapi juga bagi peradapan dunia secara keseluruhan. Setiap kali ada kesetiaan di situ lahir harapan baru. Di dalam seluruh kisah redemption story selalu ada orang-orang yang memberikan lahirnya hope. Satu tema penting dalam redemption story adalah datangnya harapan di setiap zaman.
Setiap tanggal 14 bulan Nissan (sekitar minggu ke empat bulan Maret), orang Yahudi berkumpul dalam tiap-tiap rumah untuk makan malam bersama. Sebelum mulai makan, mereka akan menyanyikan Hallel atau Mazmur 113-114. Kemudian seisi rumah akan makan bersama, memakan roti tidak beragi dan daun-daun yang pahit dan daging domba serta minum anggur. Setelah selesai makan mereka akan menyanyikan Hallel, yaitu Maz 115-118. Begitulah orang Yahudi mengingat peristiwa penebusan nenek moyang mereka dari tanah Mesir. Penebusan merupakan motif dalam kitab Keluaran di mana Allah menebus umatNya dari penindasan, ketidakadilan, dan dari penjajahan bangsa Mesir. Pembebasan itu bukan saja memiliki makna sosial tetapi juga spiritual. Dalam kitab-kitab awal Keluaran, ketika bangsa Israel mengalami penindasan, mereka berseru-seru kepada Allah dan Allah mendengar seruan mereka. Redemption secara teknikal berarti menebus dan mengambil kembali apa yang telah hilang atau dirampas dengan membayar harga yang pantas. Eksodus (Keluaran) dari Mesir merupakan analogi atau lebih tepat bayang-bayang akan datangnya penebusan yang universal atas seluruh umat manusia. Secara sosial, pembebasan itu adalah pembebasan dari kejamnya penindasan bangsa Mesir atas bangsa Israel. Secara spiritual bangsa Israel mengalami penindasan di tangan orang Mesir yang tidak mengenal Allah. Bangsa Mesir menganggap bahwa Firaun adalah wakil dari dewa mereka. Dan bangsa ini mengajak bangsa Israel untuk menyembah allah yang lain selain YHWH. Dalam Kel 4:22-23b Allah berkata, “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung;4:23 sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku.” Ada pembebasan secara spiritual utnuk beribadah kepada Allah bagi bangsa Israel. Sekali lagi, peristiwa Keluaran dari Mesir merupakan analogi atau lebih tepat bayang-bayang akan datangnya penebusan yang universal atas seluruh umat manusia.
1500 tahun kemudian bayang-bayang itu kemudian terlihat nyata ketika Allah berinkarnasi dalam Yesus Kristus. Saya terkadang berpikir mengenai hal yang menarik dari Allah bahwa Allah itu adalah Allah yang ‘lambat’ bekerja. Mari bayangkan perlu waktu 1500 tahun dari pembebasan Mesir sampai Yesus datang. Kesabaran adalah satu ciri yang bisa kita lihat dalam diri Allah ketika bekerja dalam story of redemption. Dia sabar memperbaiki hal-hal yang telah rusak dengan cara yang kelihatannya sangat hopeless. Tetapi, setiap Allah menemukan satu orang setia maka ada harapan di sana. Begitulah Allah terus bekerja dari waktu ke waktu sepanjang zaman sehingga akan menghasilkan karya yang brilian. Misi adalah undangan dari Allah yang bekerja dengan penuh kesabaran. Orang yang tidak sabar biasanya tidak punya tempat dalam misi Allah. misi adalah pekerjaan yang membutuhkan kesabaran. Jika kita ingin melihat kantor kita diubahkan, bekerjalah dengan sabar. Ada banyak dosa di dunia ini yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan dosa. Allah berkata, “Just do it slowly and patiently.” Hampir 2000 tahun yang lalu Yesus berkata bahwa Dia akan kembali, dan sampai sekarang belum datang. 2000 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Ada panggilan bersabar untuk bekerja bersama dengan Allah.
Setelah 1500 tahun, bayang-bayang tersebut memiliki wujud nyata di dalam Allah yang berinkarnasi dalam Yesus. Inkarnasi adalah pesan yang sangat dalam secara teologis. Secara teologis inkarnasi itu berarti bahwa Allah secara kasat mata hadir di tengah-tengah sejarah manusia. Allah yang sangat tinggi dan kita kenal dengan Allah yang transenden, menjadi Allah yang bisa disentuh dan dipeluk. Sesuatu yang tidak masuk akal sebenanya, tetapi itulah Allah yang kita kenal di dalam Alkitab. Allah hadir dalam sejarah manusia. Allah bersolidaritas dengan manusia yang telah mengkhianatiNya. Inkarnasi adalah wujud nyata hadirnya Kerajaan Allah di tengah dunia dalam wujud yang sangat mengejutkan kita. Kerajaan itu tidak datang dengan pedang tetapi dengan cara yang sangat lembut. Kerajaan Allah datang ingin membawa perubahan tetapi dengan cara yang membuat orang berkata, “tidak mungkin Allah bekerja dengan cara itu!”. Kerajaan Allah datang ke dalam dunia dalam wujud yang tidak diharapkan oleh manusia. Inkarnasi itu sendiri menjadi model misi bagi umat Allah di tengah-tengah dunia, bagaimana manusia dipanggil Allah kelak untuk bermisi.
Inkarnasi yang mencapai klimaksnya dalam peristiwa penyaliban dan kebangkitan. Inkarnasi memberikan kepada kita petunjuk bagaimana misi seharusnya kita kerjakan sebagai umat Allah. Inkarnasi menjadi patron yang baik bagaimana seharusnya bermisi.
Inkarnasi memberikan kepada kita sebuah indikasi bahwa misi itu bukan sebuah tindakan abstrak dari jarak jauh. Kita tidak bisa bermisi jika kita tidak terlibat secara langsung dan mencemplungkan diri kita kepada apa yang ingin kita tranformasi. Misi itu tidak bisa dilakukan dengan remote control tetapi menuntut kita untuk datang dan terlibat di dalamnya. Misi haruslah menjadi sebuah karya yang membumi.
Misi adalah sebuah tindakan solidaritas dengan mereka yang kita layani. Jika kita melihat orang miskin, kita cukup hanya berdoa dan simpati saja. Kita harus memiliki solidaritas dengan mereka, sama seperti Yesus yang solidaritas dengan cara menjadi manusia. Penulis Ibrani mengatakan kelak tidak ada kesusahan manusia yang Allah tidak rasakan karena Allah itu adalah Allah yang berinkarnasi dan solidaritas.
Inkarnasi juga adalah tindakan yang humble dan low profile. Allah menjadi manusia sangat sulit untk dicari bandingannya. Bahkan manusia menjadi tikus pun tidak dapat dibandingkan dengan Allah menjadi manusia. Allah memilih kehadiranNya dengan tidak dilihat orang dan Ia memulai pelayananNya dari daerah pinggiran, bukan dari Yerusalem. Yesus memulai dari Galilea, yang merupakan darerah paling jauh dari semua daerah pinggiran dari Israel dan paling jauh dari Yerusalem. Secara simbolik, orang Israel percaya semakin dekat mereka ke Yerusalem, semakin dekat mereka dengan Allah dan kekuasaan. Tetapi Yesus memilih hadir jauh dari sana. Ini adalah reinterpretasi yang sangat radikal mengenai apa yang penting. Sering sekali kita berpikir bahwa untuk mengubah Indonesia ini kita harus pergi ke Jakarta (sebagai ibu kota). Jika kita bisa menguasai Jakarta maka kita akan bisa mengubah Indonesia. Ini adalah pemikiran yang salah. Yesus hadir di tempat dimana tidak ada orang yang memperhatikan sama sekali. Sebuah kehadiran yang low profile sekali.
Misi itu adalah sebuah tindakan berkorban. Di kayu salib kita melihat bahwa misi hanya bisa diselesaikan jika kita mau berkorban. Tanpa keinginan atau kerelaan berkorban tidak akan ada misi yang diselesaikan. Apakah kita ingin melihat perubahan dan transformasi terjadi (apakah di kantor atau di dalam masyarakat? Jika iya, pertanyaan sebenarnya adalah. Apakah kita mau berkorban untuk itu semua? Kita melihat banyak kekacauan dan kita berkata kepada Tuhan bahwa hal itu perlu diperbaiki. Ya, dan pertanyaannya adalah maukah kita berkorban untuk itu.
Penebusan di Mesir melahirkan sebuah umat yang baru. Di gunung Sinai, Israel diformasi menjadi sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang hidup dengan perjanjian dengan Allah. Demikian pula pula penebusan di Kalvari melahirkan umat yang hidup dengan perjanjian yang ditandai dengan materai, Roh Kudus. Sebagai umat tebusan kita dipanggil untuk membawa karya penebusan Kalvari kepada seisi dunia bahkan seluruh semesta. 2 Kor 5: 18-19 berkata, “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami”, dan Kol 1:19-20 berkata, “Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus”.
Dosa dan kejahatan telah merusak seluruh bumi ini. Tidak ada satu sudut di bumi ini dimana kita tidak bisa menemukan kejahatan. Dosa telah memporak-porandakan ciptaan yang baik ini. Tetapi di dalam Yesus, semua orang telah diperdamaikan. Eksodus berbicara soal penebusan yang terpusat kepada satu bangsa dan penebusan di Kalvari adalah penebusan yang membuat seluruh manusia mengalami sebuah pembaharuan dan pembebasan. Dosa memberi efek kosmik dan di dalam darah Yesus, semua diperdamaikan kepada Allah. Di dalam Yesus Kristus kita dibawa kepada pengharapan yang baru bahwa sama seperti dosa telah meporak-porandakan seluruh dunia yang tadinya baik dan indah, demikian juga di dalam Yesus, melalui kehadiran dan pengorbananNya, akan membuat dunia ini kembali punya harapan. Jikalau dalam PL ada harapan-harapan baru, maka puncak harapan itu ada ketika Yesus datang ke dalam dunia.
Di dalam kitab keluaran Allah melahirkan umat yang baru, yaitu Israel, dan kepada mereka Allah memberikan titipan agar sebagai bangsa mereka membawa nilai-nilai Yahwh kepada dunia. Agar mereka bisa menjadi contoh bagi semua bangsa lain bagaimana seharusnya mereka hidup. Dan sekarang Allah terus mengerjakan dengan intens yang sama lewat umat yang baru yang kita sebut dengan gereja. Tempat dimana orang dipersatukan dengan Allah, menemukan rekonsiliasi dengan sesama, tempat dimana orang bisa menerjemahkan apa artinya hidup sebagai orang yang ditebus oleh Yesus.
Misi adalah panggilan secara komunial, bahwa kita dipanggil oleh Allah untuk membawa karya penebusan Yesus, yang bukan saja memberikan keselamatan secara pribadi, tetapi memberikan harapan bahwa bumi dan seluruh isinya (termasuk strutur social yang sudah ambruk) akan dipulihkan kembali dengan kuasa Tuhan. Dengan prinsip yang sama Dia akan bekerja dengan passion dengan setiap orang yang mau meresponi dengan ketataatan dan kesetiaan. Setiap kali ada orang yang meresponi Tuhan dengan kesetiaan dan ketaatan, maka bumi ini memiliki harapan yang baru dan kejahatan bukanlah kata akhir bagi peradapan manusia dan dosa bukan kata akhir bagi seluruh umat manusia. Tetapi Tuhanlah yang menjadi kata akhir. Redemption dan salvationlah yang menjadi kata akhir. Dan klimaks dari redemption adalah New Creation (langit dan Bumi yang baru).
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment