[Kotbah dalam Mimbar Bina Alumni, Jumat 23 Januari 2015, yang dibawakan oleh Laksana Umanda Sitanggang, MT]
Dalam sebuah survey sederhana yang dilakukan
pada saat ibadah MBA, di dapat ternyata sebagian besar alumni mengalami tingkat
kesepian yang moderate (moderate
loneliness). Mengapa kita bicara soal kesepian sebelum memulai bicara
tentang komunitas. Kesepian merupakan lawan dari komunitas. Kalau kita memahami
mengenai kesepian maka kita akan memahami mengenai komunitas. Kesendirian tidak
sama dengan kesepian. Tetapi orang yang kesepian pasti selalu merasa sendiran.
Jika kita melakukan penelusuran melalui mesin
pencari Google mengenai kesepian,
maka kita akan menemukan banyak kutipan mengenai kesepian – seperti “Lonely is not being alone, it’s the feeling
that no one cares”, “I am not alone but lonely”, “I stopped talking about how I
felt because I knew no one cared anymore.” Mengapa rupanya dengan kesepian
itu?
Kalau kita merasa (sangat) kesepian itu
berdampak sama dengan merokok 15 batang/hari atau pecandu alcohol. Kesepian
juga disamakan dengan dua kali lebih berbahaya dari pada obesitas, memacu
penyakit kronis, mengalami pengerasan arteri, juga memicu tekanan darah tinggi,
pembengkakan tubuh, berdampak terhadap penurunan pendengaran, mengurangi
kualitas tidur, sistem kekebalan tubuh cenderung fokus menyerang bakteri sehingga
lebih rentan terhadap serangan virus, hiperreaktif pada perilaku buruk orang
lain sehingga menjadi lebih kesepian, bahkan memicu kematian lebih cepat.
Seorang psychiatrist, Jean Rosenbaum, mengatakan bahwa kesepian merupakan pembunuh nomor
1 di Amerika untuk mereka yang meninggal antara usia 20-37 tahun. Ia juga
menyatakan bahwa 94% masyarakat menderita kesepian yang kronis. Kesepian
menjadi penyakit yang kronis. Mother
Theresa juga menyatakan bahwa penyakit paling buruk di dunia bukanlah
penyakit kusta atau kanker, tetapi perasaan tidak dikasihi dan kesendirian. Toffler juga menyatakan bahwa ada wabah
kesepian. Kesendirian tidak hanya menyebabkan orang tidak sehat tetapi juga
membuat mereka merasa tidak aman secara fisik dan mental.
Para ahli mengatakan bahwa kesepian disebabkan
oleh beberapa faktor. Bisa disebabkan oleh usia. Semakin tua maka dia semakin
merasa kesepian karena ditinggal oleh aanak-anak yang sudah mulai madiri.
Kesepian juga bisa disebabkan karena kehilangan orang yang kita kasihi.
Kesepian juga bisa disebabkan oleh media sosial online, faktor genetik, faktor
sosial (pindah tempat, sibuk mengejar kesuksesan, ketidakamanan, dll), faktor
psikologis (mudah terluka, trauma masa lalu), penyebab rohani (jika hubungan
dengan Tuhan tidak baik, hubungan dengan sesama juga tidak baik kesepian).
Itulah pengetahuan manusia yang terbatas
mengenai kesepian. Tetapi Allah pasti tahu lebih banyak tentang kesepian dan
dampak negatifnya.
Mari melihat bagian firman Tuhan dari Kejadian
2:18-23.
18 TUHAN Allah
berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." 19 Lalu TUHAN Allah
membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara.
Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia
menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap
makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 20 Manusia itu memberi
nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala
binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan
dengan dia. 21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia
tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat
itu dengan daging. 22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 23 Lalu
berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari
dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."
Dari bagian ini kita bisa melihat bagaimana Allah
menjelaskan mengenai kondisi manusia bahwa tidak baik manusia seorang diri
saja. Manusia memerlukan teman. Kesepian itu tidak baik. Tidak baik manusia
itu seorang diri berarti tidak baik manusia itu tanpa komunitas. Dan hal ini
dikatakan Allah di sebuah tempat yang sempurna yang tidak ada dosa, yaitu taman
Eden.
Komunitas yang pertama adalah Adam dan Hawa
dalam konteks keluarga. Kalau konteksnya adalah keluarga maka diharapkan
keluarga menjadi model bagi komunitas-komunitas yang lain. Diharapkan interaksi
yang terjadi dalam komunitas-komunitas yang lain adalah seperti dalam keluarga.
Jadi masing-masing anggota saling merasakan kesakitan yang satu kesakitan yang
lain, kebahagiaan yang satu menjadi kebahagiaan yang lain, dan juga ada sikap
saling menghormati dan saling mengasihi. Ingat, Allah juga berada berada dalam
komunitas (Bapa, Anak dan Roh Kudus).
Komunitas adalah skenario Allah. Manusia merasakan
kebutuhan akan komunitas. Itulah sebabnya dalam ay 23 dikatakan, “Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah
dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan,
sebab ia diambil dari laki-laki." Dalam terjemahan lain dikatakan “Then
the man said, “At last, here is one of my own kind- bone taken from my bone, and
flesh from my flesh.”
Tanpa komunitas manusia itu akan sendiri, tidak
ada seseorang yang akan diajak bicara atau berbagi. Dalam PB kita melihat
bagaimana Yesus menghabiskan waktu sekitar 2,5 tahun untuk mencari dan
membentuk muridnya menjadi komunitas yang sesungguhnya.
Ketika Yesus juga merangkum seluruh isi Alkitab
dikatakan, “Jawab Yesus kepadanya:
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri.” (Mat 22:37-38). Semua ini tidak akan bisa
dilakukan tanpa adanya komunitas.
Dalam Pengkotbah 4:9-12 juga dikatakan bahwa, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri,
karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau
mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh,
yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur
berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi
panas? Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan.
Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” Jadi menurut Pengkotbah dalam
komunitas kita menemukan upah, pertolongan, kehangatan dan pertahanan atau
kekuatan. Jadi sangat-sangat penting bagi kita berada dalam komunitas.
Brian Hathway mengatakan bahwa sekitar 44%
surat dalam PB berbicara tentang hubungan yang satu dengan yang lain atau
berbicara tentang ‘saling’. Dalam PB ada 29 jenis saling yang menunjukkan bahwa
hal ini sangat penting. Tetapi perlu kita pahami bahwa ‘saling’ itu tidak akan
terjadi jika kita sendiri. ‘Saling’ itu menuntut komunitas supaya hal tersebut
terjadi.
‘Saling’ apa saja yang terdapat dalam PB? Yaitu
saling mengasihi (Yohanes 13:35 – dimana perintah ini muncul 16 kali), mengasihi
sebagai saudara (Roma 12:10), mendahului memberi hormat (Roma 12:10), sehati
sepikir (Roma 12:16), membangun (Roma 14:19; 1 Tesalonika 5:11), rukun (Roma
15:5), menerima (Roma 15:7), menasehati (Roma 15:14; Kolose 3:16), memperhatikan
(1 Korintus 12:25), melayani (Galatia 5:13), bertolong-tolongan (Galatia 6:2), mengampuni
(Efesus 4:2, 32; Kolose 3:13), sabar (Efesus 4:2; Kolose 3:13), ramah (Efesus
4:32), berkata-kata dalam Mazmur, kidung pujian (Efesus 5:19), merendahkan diri
(Efesus 5:21, 1 Petrus 5:5), menganggap yang lain lebih utama (Filipi 2:3), memperhatikan
kepentingan orang lain (Filipis 2:4), mengampuni (Kolose 3:13), mengajar (Kolose
3:16), menghibur (1 Tesalonika 4:18), menasehati (Ibrani 3:13), mendorong dalam
kasih dan perbuatan baik (Ibrani 10:24), memberi tumpangan (1 Petrus 4:9), menggunakan
karunia yang diberikan Allah (1 Petrus 4:10), merendahkan diri (1 Petrus 5:5), mendoakan
(Yakobus 5:16), mengakui kesalahan (Yakobus 5:16), anggota (Roma 12:5; Efesus
4:25).
Semua ‘saling’ ini tidak akan pernah muncul
jika kita tidak berada dalam komunitas. Dengan melakukan ‘saling’ ini maka kita
bisa bertumbuh, bersaksi (di mana dengan demikian orang mengetahui bahwa kita
murid Yesus), melayani, dan melaksanakan perintah utama – mengasihi orang lain
seperti diri sendiri.
Jika kita melihat kondisi ‘saling’ pada jemaat
mula-mula, maka kita akan melihat bagaimana mereka sangat hidup dalam
komunitas. Dalam Kis 2:41-46 dikatakan, “41
Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari
itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. 42 Mereka bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan
roti dan berdoa. 43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu
mengadakan banyak mujizat dan tanda. 44 Dan semua orang yang telah menjadi
percaya tetap bersatu, dan segala
kepunyaan mereka adalah kepunyaan
bersama, 45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang
sesuai dengan keperluan masing-masing. 46 Dengan bertekun dan dengan sehati
mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan
dengan tulus hati.” Kita rindu bisa hidup seperti jemaat mula-mula yang
hidup mereka menerapkan ‘saling’ tersebut karena mereka menyadari bahwa mereka
hidup dalam komunitas.
Dalam Ibrani 10:24 dikatakan, “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.” Agar
bisa melakukan ‘saling’ ini ada nasihat dalam ay 25, “Janganlah kita menjauhkan diri
dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa
orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang
hari Tuhan yang mendekat.” Jadi ‘saling’ itu bisa terjadi jika relasi kita
dengan Tuhan maupun dengan sesama terjalin dengan baik.
Bagaimana kondisi ‘saling’ pada saat ini?
Seorang tokoh pernah mengatakan bahwa banyak gereja pada saat ini kuat dalam pengajaran
tetapi lemah dalam persekutuan. Pengajaran yang baik bukanlah pengganti untuk
persekutuan. Dua hal ini (pengajaran dan persekutuan) sama-sama penting. Kita
pasti melihat bagaimana bahwa persekutuan (komunitas) di gereja sangat lemah.
Bagaimana sikap kita? Jangan terjebak dalam
hal ini. Mari meningkatkan hidup yang ‘saling’ dalam sebuah komunitas yang
baik. Jangan sampai kita bertumbuh dalam pengajaran tetapi lemah dalam
persekutuan (komunitas). Mari terlibat aktif dalam Kelompok Tumbuh Bersama
(KTB), dan juga aktif dipelayanan. Jangan sampai tidak terikat secara
organisatoris/struktural dalam suatu komunitas, jangan hanya volunteer. Alasan
terlalu sibuk bukanlah alasan bagi manusia itu untuk hidup di luar komunitas. Komunitas
bukanlah untuk kepentingan pelayanan tetapi juga demi kepentingan kita sendiri
agar tidak terjatuh dalam kondisi kesepian.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment