Friday, January 14, 2011

Seri Eksposisi: Yakobus 1:1-8


Alex Nanlohy

Surat Yakobus merupakan surat yang personal sifatnya. Ada banyak nama Yakobus yang bisa kita temukan dalam Alkitab, mis, Yakobus anak Zebedeus, Yakobus saudara Yesus, dll. Hal ini menimbulkan pertanyaan, siapakah penulis kitab Yakobus ini sebenarnya. Banyak ahli dan tafsiran yang tidak setuju pendapat yang mengatakan bahwa penulis kitab ini adalah Yakobus, sang rasul. Dilihat melalui konteks Kis 15, disimpulkan bahwa penulis kitab ini adalah Yakobus, saudara Yesus.

Dalam ayat 1 dikatakan, “Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan.” ‘Kedua belas suku di perantauan’ berkaitan dengan orang-orang Yahudi yang telah menjadi Kristen. Hal in tidak berarti persis 12 suku, tetapi mengarah kepada jemaat-jemaat orang Yahudi yang telah menjadi Kristen. Dapat dikatakan juga bahwa surat ini juga ditujukan bagi semua orang Kristen.

Dalam suratnya ini, kita melihat bahwa Yakobus menuliskan hal-hal yang bersifat sederhana atau praktis (bandingkan dengan surat-surat Paulus yang bersifat doktrinal). Yakobus banyak menuliskan hal-hal yang tidak asing dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal inilah yang membuat Marthin Luther meragukan kitab ini untuk dimasukkan ke dalam kanon Alkitab. Apalagi ada pengajaran yang kuat yang diangkat adalah pengajaran yang mengatakan ‘iman tanpa perbuatan adalah mati’. Hal ini disebabkan Martin Luther menganut Sola Fide (hanya karena iman). Yakobus menekankan bahwa iman kepada Yesus tidak berhenti pada saat kita berkata bahwa kita selamat, tetapi ada sebuah bukti nyata yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Selain hal mengenai iman tanpa perbuatan ini, hal-hal praktis yang dapat kita temukan adalah pergumulan, waktu, uang, dll.

Dalam pasal yang pertama ini kita menemukan bahwa hal praktis yang dibahas adalah mengenai pergumulan. Mengapa Yakobus langsung fokus pada masalah pergumulan? Hal ini mungkin sekali karena orang-orang Yahudi yang telah menjadi Kristen, yang tersebar ke berbagai tempat pada masa itu mengalami penganiayaan. Oleh sebab itu tidak heran jika masalah pergumulan diangkat di bagian awal.

Dalam ay 2 dikatakan, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,”. Jika kita membaca ayat ini rasanya tidak adil. Mengapa dikatakan bahwa jatuh ke dalam pencobaan dianggap kebahagiaan? Adakah di antara kita yang mengadakan pesta ketika memiliki pergumulan? Jadi, apa yang dikatakan dalam ay 2 ini merupakan sikap yang menarik untuk diperhatikan. Apa yang ingin disampaikan Yakobus dituliskannya di dalam ayat 3, dikatakan di sana, “sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” Dalam terjemahan Indonesia, istilah yang dipakai untuk ujian kita lihat sama. Tetapi dalam terjemahan Inggris kata ujian yang ada pada ay 2-3 berbeda dengan yang ada pada ay 12. Istilah yang muncul dalam ayat 2-3 adalah trial , sedangkan istilah yang dipakai dalam ay 12 adalah temptation. Trial adalah sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi agar kita ‘naik kelas’, sedangkan temptation adalah sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi dan kita menyerah dalam menghadapinya. Pergumulan dapat membuat kita naik kelas dan menjadi trial bagi kita, tetapi ketika kita menyerah maka pergumulan itu menjadi temptation. Jadi apa yang mau dilihat adalah sikap orang-orang dalam menghadapi pergumulan sebagai trial dalam hidup mereka.

Dalam ay 4 dikatakan, “Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.” Bagaimana sikap kita dalam menghadapi berbagai pergumulan di dalam hidup ini? Satu hal yang harus kita sadari adalah bahwa di dalam hidup ini ada banyak pergumulan. Dan ada pergumulan yang terjadi karena salah, kebodohan atau dosa kita. Tetapi yang dibicarakan di sini bukanlah pergumulan seperti ini, tetapi pergumulan di mana kita mau taat kepada Tuhan tetapi ada kesempatan yang bisa membuat kita menjadi tidak taat. Inilah pergumulan dan sikap kita akan menentukan apakah pergumulan ini menjadi trial atau temptation bagi kita. Jika kita mau taat kepada Tuhan, maka pergumulan ini menjadi trial, tetapi jika kita menyerah maka pergumulan ini menjadi temptation. Pergumulan demi pergumulan hidup akan memperkuat otot-otot rohani kita. Tidak ada hidup tanpa pergumulan. Oleh sebab itu sikap kita adalah menghadapinya. Hal ini memang sulit, tetapi di dalam hidup yang sulit ini, ada hidup di mana di dalamnya ada Tuhan yang mau membawa kita di dalm kekuatan rohani yang semakin lama akan semakin kokoh. Prosesnya ada di dalam ay 3-4 yaitu iman kita diuji dan akan menghasilkan ketekunan, kemudian ketekunan ini menghasilkan buah yang matang di mana akhirnya kita menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan apapun.

Seorang Jemaat datang kepada pendeta dan minta didoakan agar dia diberi kesabaran. Menarik sekali, dalam doanya pendeta tersebut berkata demikian: ”Tuhan berikanlah kesengsaraan untuk dia agar dia belajar sabar!” Sering sekali kita meminta sesuatu kepada Tuhan tetapi tidak menyadari bagaimana Tuhan mengabulkan doa kita. Ketika kita berdoa untuk semakin taat, Tuhan memberikaan kesempatan-kesempatan diman kita dimungkinkan untuk tidak taat. Ketika kita meminta agar dapat lebih mengasihi, Tuhan memberikan orang-orang yang kurang cocok dengan kita. Ketika kita meminta agar lebih mengampuni, Tuhan mengirimkan orang yang sulit kita ampuni. Kita sering meminta kepada Tuhan, tetapi kita tidak suka pada proses bagaimana Tuhan menjawab doa kita. Jadi, jika kita ingin kerohanian kita utuh, jangan takut terhadap pergumulan dan hadapi bersama dengan Tuhan. Sering sekali kita memiliki sikap yang salah dalam menghadapi pergumulan dengan menganggap pergumulan itu besar. Melihat pergumulan itu lebih besar dari Tuhan akan membuat kita sulit untuk melihat kekuasaan Tuhan. Ketika kita melihat masalah, maka kita akan berftanya ‘Dimanakah Tuhan?’. Tetapi, hidup yang melihat bahwa Tuhan itu besar tidak berarti bahwa tidak ada masalah, tetapi masalah itu kecil. Saya tidak sedang mengecilkan atau meringankan masalah yang kita hadapi. Tetapi, ingatlah bahwa Allah kita lebih besar daripada pergumulan kita.

Salah satu kekuatiran kita adalah bahwa penghayatan/ kosep kita akan Tuhan sudah bergesar dari seharusnya. Mari melihat contohnya. Jika ditanya kepada kita ‘Apakah Tuhan maha kuasa?’, kita pasti menjawab ‘ya’. Demikian juga dengan pertanyaan ‘Apakah Iblis maha kuasa?’, maka kita sepakat menjawab ‘Tidak’. Apakah Tuhan maha hadir? Ya! Apakah Iblis maha hadir? Jawabannya pasti tidak. Kenyataan menunjukkan bahwa kita sering sekali kita takut kepada hantu di tempat gelap dan sepi, sesuatu yang mungkin ada (karena Iblis tidak maha hadir) dan tidak memegang sesuatu yang pasti ada (Allah maha hadir). Banyak orang Kristen tidak tahu siapa Allahnya. Kita dididik begitu rupa dengan tayangan yang ada di televisi yang membuat banyak orang Kristen tidak memiliki iman yang benar kepada Allah yang besar sehingga dalam menghadapi pergumulan hidup kita menjadi takut.

Yakobus mengingatkan bahwa apapun pergumulan yang kita hadapi, kita memiliki Tuhan. Tuhan memiliki rencana di mana kita tidak akan terpuruk di dalam pergumulan. Ketika kita melewati pergumulan itu bersama dengan Tuhan, maka kita akan dikuatkan. Apa yang menjadi pergumulan kita saat ini? Apakah pekerjaan, keluarga, kesehatan, atau yang lain? Mungkin kita memiliki banyak pergumulan. Ingatlah bahwa kita sedang Tuhan latih di dalam pergumulan tersebut.

Ayat 5 berkata, “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya.” Apa itu ‘hikmat’ ? hikmat dalam konsep kita bahasa Indonesia adalah sesuatu yang abstrak. Tetapi bagi orang Israel, hikmat itu adalah pimpinan Tuhan untuk memutuskan hal apa dalam keputusan praktis dalam kehidupan. Jadi Yakobus menekankan bahwa jika ada orang yang kekurangan hikmat (memilih antara yang baik dan jahat) dapat memintanya kepada Tuhan. Sewaktu di dalam pergumulan berarti kita sedang belajar sesuatu dari Tuhan, yaitu kehendak dan rencanaNya. Hal ini bukan sesuatu yang gampang. Bahkan mungkin sampai kita melewati pergumulan itu, kita tidak melihat apa rencana Tuhan. Tetapi apa yang Tuhan inginkan adalah ketika kita mengalami pergumulan maka kita sedang belajar untuk taat.

Dalam ay 5-6 dikatakan, “Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan.” Seorang ibu yang sudah lama sakit-sakitan sering mengunjungi kebaktian-kebaktian penyembuhan. Pada satu waktu, dia mendengar bahwa ada ibadah penyembuhan di sebuah kota. Dia datang kesana. Ketika menerima pengobatan, dia mulai ragu akan dengan cara pengobatan yang ia terima karena mengarah kepada hal yang tidak benar. Dia bergumul antara keinginan untuk sembuh tetapi menyangkal imannya atau tetap sakit tanpa menyangkal imannya. Ini adalah satu pergumulan yang berat. Dalam pergumulan penting sekali untuk tidak bimbang. Dalam pergumulan kepada siapakah kita percaya? Tuhan atau berhala-berhala? Lebih baik berjalan bersama Tuhan di tempat gelap daripada berjalan sendiri di tempat terang. Ayat 7-8 berkata, “Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.”
Percaya kepada Tuhan adalah sesuatu yang kita butuhkan di dalam pergumulan. Percaya artinya percaya. Kita sering menganggap bahwa kita lebih tahu apa yang perlu bagi kita sendiri. Ini bukan percaya. Percaya adalah berserah. Bukan kekuatan kita tetapi rencana Tuhan. Bagaimana mengetahuinya? Tentu saja dengan menjaga persekutuan dengan Tuhan. Kita membutuhkan Firman Tuhan dan doa dalam menghadapi pergumulan untuk memilih yang mana, trial atau temptation.

Meskipun pergumulan kita kelihatannya tidak memiliki jalan keluar dan suram, ingatlah bahwa ada satu hal yang pasti, yaitu Allah baik. Allah baik bukan tidak tergantung kepada kita baik atau tidak. Allah baik juga bukan karena Allah memeberikan hal-hal yang baik kepada kita. Jadi, kita harus belajar untuk percaya bahwa Allah baik dalam setiap pergumulan hidup yang kita alami. Kita tidak serta merta menyalahkan Tuhan ketika kita mengalami pengalaman pahit di dalam hidup kita. Ingat, Allah adalah baik.

Dalam ay 16-18 Yakobus mengingatkan, “Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat! Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya.” Allah mengasihi kita dan itu adalah jaminan bahwa Allah tidak tidak akan membiarkan kita jatuh diluar dari kontrolNya. Tuhan memperhatikan hidup kita dan Ia tahu pergumulan kita. Jangan menyerah dalam menghadapi pergumulan tetapi hadapi bersama dengan Tuhan.

Saat ini mungkin kita di dalam pergumulan, tetapi Tuhan yang ingin kita kuat di dalam iman, sedang memakai semua pergumulan untuk memperkokoh kita.
Solideo Gloria!

No comments: