Lenni Sitorus
Setelah minggu lalu kita memahami dan mengerti Allah sebagai SANG PEMBERI, maka minggu ini kita berbicara mengenai kita sebagai manusia yang harus memberi kepada Allah.
Rasanya agak aneh kalau Allah, Sang Pemberi itu harus diberi lagi padahal Dia adalah sumber segala sesuatu. Ini keanehan yang pertama dalam memberi.
MENGAPA HARUS MEMBERI?
Pertama, karena kita adalah anak-anak Allah. Sebagai anak, kita meneladani Bapa kita, kita meniruNya. Bapa tidak menyayangkan AnakNya sendiri untuk menyelamatkan hidup kita. Kristus tidak menyayangkan diriNya sendiri untuk menebus dosa-dosa kita. Mengapa kita harus menyayangkan sesuatu untuk diberi kepada Allah? Tidak ada yang terlalu disayangkan untuk diberi kepada Allah. Jika kita sulit memberi kepada Allah itu berarti kita tidak meneladani Dia. Jangan pernah mengaku pengikut Kristus jika hidup kita tidak seperti Dia. Maka teladanilah sifat Allah yang memberi.
Kedua, memberi sebagai respon kita terhadap pemberian Allah. Saya membagi alasan kedua ini dalam dua bagian. Bagian pertama adalah sebagai ungkapan syukur. Hati yang merasakan pemberian yang baik akan menimbulkan perasaan yang positif sehingga muncullah ucapan syukur atau ucapan terima kasih kepada Sang Pemberi. Kalau kita mensyukuri pemberian Allah, kita pasti memberi. Seperti respon Daud terhadap anugerah Allah dalam Mazmur 65, dia memuji Allah karena Allah mendengarkan dan menjawab doa, karena menghapuskan dosa, karena menyuburkan tanah, memberikan air, menyediakan makanan, dan berkat-berkat lainnya. Barangkali, seandainya dihitung berkat-berkat Allah bagi hidupnya, Daud tidak akan pernah berhenti bersyukur sedetikpun dalam hidupnya. Terlalu banyak alasan untuk bersyukur karena Allah menyediakan begitu banyak dalam hidup kita. Mari mencoba menghitung berkat yang pernah kita terima dari Allah. Jawaban doa, pengampunan dosa, sahabat dan keluarga yang mendukung kita, kecukupan, makanan, pekerjaan, teman hidup, dan seterusnya. Terlalu banyak. Jadi, apakah ada alasan untuk tidak bersyukur?
Bagian kedua adalah sebagai bukti bahwa kita menganggap pemberian Allah itu bukan milik kita sendiri tetapi hanya titipan Allah sehingga pantas untuk dikembalikan lagi kepada Allah dalam bentuk pemberian. Pemberian Allah di sini tidak berarti hanya materi, tetapi juga keselamatan, hidup, kebahagiaan, karunia/talenta, dan sebagainya. I Korintus 6:19-20 menyebutkan dengan jelas bahwa hidup kita dan tubuh kita bukanlah milik kita sendiri. Kalaupun kita diberikan hidup dan tubuh, itu pemberian Allah dan karena itu kita harus memuliakan Allah melalui pemberianNya tersebut. Salah satu cara memuliakan Allah melalui hidup dan tubuh kita adalah dengan memberi. Jika kita sulit memberi kepada Allah, berarti kita menganggap semua yang ada pada kita sekarang adalah milik kita sendiri sehingga sebaiknya kita menikmatinya sendiri juga. Egois sekali!
Ketiga, memberi adalah perintah Allah! Ada banyak bagian dalam Alkitab yang menginginkan kita memberi, bukan hanya dalam PB tetapi terlebih lagi dalam PL. Dalam PL, mempersembahkan harta milik bahkan diri (untuk melayani) sebagai korban bagi Allah merupakan bentuk-bentuk pemberian yang wajib diberikan oleh bangsa Israel dalam setiap momen yang mereka alami. Setiap akan menanam, setiap kali menuai, setiap hari raya, dan seterusnya. Dalam setiap pemberian, Allah menentukan kriteria-kriteria pemberian tersebut dengan detil bahkan cenderung rumit. Dalam PB, tidak sedikit topik memberi ini dibicarakan namun saya mencatat hanya tiga bagian saja dari antaranya. Pertama, Matius 5:7 menuliskan: ”Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Secara tidak langsung Yesus ingin mengajarkan bahwa berbahagia adalah bagian orang yang murah hatinya karena pada saatnya mereka akan beroleh kemurahan. Dalam NIV, kata murah hati menggunakan ”mercy” yang berarti belas kasihan. Orang yang murah hati adalah orang yang mudah berbelaskasihan kepada orang lain. Belas kasihan merupakan perasaan yang dirasakan Tuhan Yesus setiap kali melihat orang yang sakit jasmani maupun sakit rohani sehingga Ia ingin berbuat sesuatu bagi mereka. Kedua, Kisah 20:35 menyebutkan: ”Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”, artinya kita diperintahkan untuk MEMBERI! Dalam NIV, kata berbahagia menggunakan kata ”blessed”, berarti orang yang memberi adalah orang yang diberkati lebih dari pada orang yang menerima. Paulus menyebutkan bahwa Yesus sendirilah yang mengatakan kalimat tersebut. Ketiga, dalam Roma 12:1-2 kita diperintahkan untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup dan yang berkenan kepada Allah. Paulus dengan jelas menyatakan bahwa kemurahan Allah adalah dasar dari perintah ini. Paulus tidak lupa menjelaskan dasar yang jelas dan benar untuk sebuah himbauan atau perintah yang ia sebutkan. Jadi, memberi kepada Allah pun harus didasari oleh karena kemurahan Allah kepada kita bukan karena kita memiliki sesuatu atau bukan karena kita sudah kaya. Ingatlah persembahan janda miskin, ia memberi dari kekurangannya bukan seperti orang lain yang memberi dari kelebihannya.
TUJUAN MEMBERI
Pertama-tama adalah untuk MENYENANGKAN HATI ALLAH. Pemberian menyenangkan hati Tuhan dan berkenan bagi Dia. Dalam Mazmur 51:21 dan Roma 12:1 kita melihat dengan jelas betapa persembahan dan pemberian-pemberian korban menyenangkan dan berkenan bagi Dia. Hal ini berkali-kali disebutkan dalam PL, bahwa Allah memberikan respon senang terhadap pemberian-pemberian umatNya. Jika tujuan hidup kita adalah membuat Tuhan senang, maka memberilah! Semata-mata hanya agar Tuhan senang, Allah tersenyum dan bangga sambil mengangguk-angguk terhadap apa yang telah kita lakukan. Jangan memberi agar dipandang baik oleh orang lain, jangan memberi supaya mendapat kehormatan atau supaya kita didukung, atau untuk menjaga nama baik, dst. Semua itu akan mendukakan hati Tuhan. Menyenangkan hati Tuhan berarti memuaskan Tuhan melalui pemberian-pemberian dengan motivasi yang benar. Membuat Dia puas melihat hidup kita.
Kedua adalah untuk MENDUKUNG MISI ALLAH di dunia. Misi Allah bagi dunia sudah jelas, yaitu menjadikan semua bangsa muridNya. Misi ini Allah kerjakan melalui tangan dan karya manusia, ciptaanNya. Misi itu tidak akan bisa terlaksana sesuai rencanaNya apabila tidak ada manusia yang menyerahkan diri dan/atau materinya bagi Allah. Kalau pun tidak ada manusia yang bersedia menyerahkan harta milik dan/atau dirinya untuk pelayanan, maka Allah bisa menjadikan batu untuk melakukannya. Jadi siapakah yang mau dipakai oleh Tuhan menjadi saluran berkatnya? Mereka yang bersedia memberi diri dan/atau harta miliknyalah yang akan dipakaiNya. Memberi berarti turut serta dalam mendukung misi Allah bagi dunia ini dan melakukan perintahNya. Dengan memberi diri untuk melayani secara full time atau part time berarti kita ikut dalam menjadikan semua bangsa murid Kristus. Dengan memberikan harta milik kita untuk para hamba Tuhan atau lembaga pelayanan (gereja, yayasan Kristen, dst) berarti kita bersama-sama dengan para hamba Tuhan tersebut menjadikan semua bangsa murid Kristus. Dengan memberikan harta milik kita kepada orang yang membutuhkan berarti kita turut dalam menyatakan kasih Kristus bagi mereka sehingga mereka mengenalNya. Saya tidak hanya berbicara mengenai persepuluhan. Bagi saya, sebagai orang percaya kita seharusnya memberi lebih sepersepuluh dari yang kita dapatkan. Seperti demikianlah hidup kita. Seandainya kita berharap hidup selama 80 tahun maka 8 tahun (10%) harus dipersembahkan untuk melayani Tuhan dengan total. Sanggupkah Saudara? Saya sudah pernah melayani Tuhan secara full time selama 4 tahun dan saya masih punya hutang sekitar 4 tahun lagi kepada Tuhan. Saya dan suami pernah berencana bahwa kami akan melayani sebagai misionaris ke daerah terpencil pada saat anak-anak kami nanti sudah tamat sekolah (SLTA). Pernahkah kita memikirkannya?
Ada pertanyaan lain yang timbul. Apakah dengan memberi, Allah kita akan menjadi lebih kaya? Atau menjadi lebih mulia? Atau menjadi lebih untung? TIDAKK!!! Tidak ada pengaruhnya bagi Allah apabila kita memberi atau tidak memberi sama sekali. Kalau kita tidak memberi, Allah tidak akan jatuh miskin atau jadi kurang mulia. Sekali lagi, TIDAK!!! Allah sudah sempurna dalam semua keberadaanNya. Jadi sebenarnya, siapa yang diuntungkan apabila kita rajin memberi? KITA!!! Kita sendirilah yang diuntungkan. Inilah keanehan yang kedua dalam memberi: bagaimana mungkin kalau kita memberi, kita yang diuntungkan? Sebagai pihak yang berkorban, bukankah seharusnya kita dirugikan? Ternyata tidak demikian. Keuntunganlah yang kita dapatkan apabila kita rajin memberi.
DAMPAK MEMBERI BAGI KITASetelah minggu lalu kita memahami dan mengerti Allah sebagai SANG PEMBERI, maka minggu ini kita berbicara mengenai kita sebagai manusia yang harus memberi kepada Allah.
Rasanya agak aneh kalau Allah, Sang Pemberi itu harus diberi lagi padahal Dia adalah sumber segala sesuatu. Ini keanehan yang pertama dalam memberi.
MENGAPA HARUS MEMBERI?
Pertama, karena kita adalah anak-anak Allah. Sebagai anak, kita meneladani Bapa kita, kita meniruNya. Bapa tidak menyayangkan AnakNya sendiri untuk menyelamatkan hidup kita. Kristus tidak menyayangkan diriNya sendiri untuk menebus dosa-dosa kita. Mengapa kita harus menyayangkan sesuatu untuk diberi kepada Allah? Tidak ada yang terlalu disayangkan untuk diberi kepada Allah. Jika kita sulit memberi kepada Allah itu berarti kita tidak meneladani Dia. Jangan pernah mengaku pengikut Kristus jika hidup kita tidak seperti Dia. Maka teladanilah sifat Allah yang memberi.
Kedua, memberi sebagai respon kita terhadap pemberian Allah. Saya membagi alasan kedua ini dalam dua bagian. Bagian pertama adalah sebagai ungkapan syukur. Hati yang merasakan pemberian yang baik akan menimbulkan perasaan yang positif sehingga muncullah ucapan syukur atau ucapan terima kasih kepada Sang Pemberi. Kalau kita mensyukuri pemberian Allah, kita pasti memberi. Seperti respon Daud terhadap anugerah Allah dalam Mazmur 65, dia memuji Allah karena Allah mendengarkan dan menjawab doa, karena menghapuskan dosa, karena menyuburkan tanah, memberikan air, menyediakan makanan, dan berkat-berkat lainnya. Barangkali, seandainya dihitung berkat-berkat Allah bagi hidupnya, Daud tidak akan pernah berhenti bersyukur sedetikpun dalam hidupnya. Terlalu banyak alasan untuk bersyukur karena Allah menyediakan begitu banyak dalam hidup kita. Mari mencoba menghitung berkat yang pernah kita terima dari Allah. Jawaban doa, pengampunan dosa, sahabat dan keluarga yang mendukung kita, kecukupan, makanan, pekerjaan, teman hidup, dan seterusnya. Terlalu banyak. Jadi, apakah ada alasan untuk tidak bersyukur?
Bagian kedua adalah sebagai bukti bahwa kita menganggap pemberian Allah itu bukan milik kita sendiri tetapi hanya titipan Allah sehingga pantas untuk dikembalikan lagi kepada Allah dalam bentuk pemberian. Pemberian Allah di sini tidak berarti hanya materi, tetapi juga keselamatan, hidup, kebahagiaan, karunia/talenta, dan sebagainya. I Korintus 6:19-20 menyebutkan dengan jelas bahwa hidup kita dan tubuh kita bukanlah milik kita sendiri. Kalaupun kita diberikan hidup dan tubuh, itu pemberian Allah dan karena itu kita harus memuliakan Allah melalui pemberianNya tersebut. Salah satu cara memuliakan Allah melalui hidup dan tubuh kita adalah dengan memberi. Jika kita sulit memberi kepada Allah, berarti kita menganggap semua yang ada pada kita sekarang adalah milik kita sendiri sehingga sebaiknya kita menikmatinya sendiri juga. Egois sekali!
Ketiga, memberi adalah perintah Allah! Ada banyak bagian dalam Alkitab yang menginginkan kita memberi, bukan hanya dalam PB tetapi terlebih lagi dalam PL. Dalam PL, mempersembahkan harta milik bahkan diri (untuk melayani) sebagai korban bagi Allah merupakan bentuk-bentuk pemberian yang wajib diberikan oleh bangsa Israel dalam setiap momen yang mereka alami. Setiap akan menanam, setiap kali menuai, setiap hari raya, dan seterusnya. Dalam setiap pemberian, Allah menentukan kriteria-kriteria pemberian tersebut dengan detil bahkan cenderung rumit. Dalam PB, tidak sedikit topik memberi ini dibicarakan namun saya mencatat hanya tiga bagian saja dari antaranya. Pertama, Matius 5:7 menuliskan: ”Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Secara tidak langsung Yesus ingin mengajarkan bahwa berbahagia adalah bagian orang yang murah hatinya karena pada saatnya mereka akan beroleh kemurahan. Dalam NIV, kata murah hati menggunakan ”mercy” yang berarti belas kasihan. Orang yang murah hati adalah orang yang mudah berbelaskasihan kepada orang lain. Belas kasihan merupakan perasaan yang dirasakan Tuhan Yesus setiap kali melihat orang yang sakit jasmani maupun sakit rohani sehingga Ia ingin berbuat sesuatu bagi mereka. Kedua, Kisah 20:35 menyebutkan: ”Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”, artinya kita diperintahkan untuk MEMBERI! Dalam NIV, kata berbahagia menggunakan kata ”blessed”, berarti orang yang memberi adalah orang yang diberkati lebih dari pada orang yang menerima. Paulus menyebutkan bahwa Yesus sendirilah yang mengatakan kalimat tersebut. Ketiga, dalam Roma 12:1-2 kita diperintahkan untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup dan yang berkenan kepada Allah. Paulus dengan jelas menyatakan bahwa kemurahan Allah adalah dasar dari perintah ini. Paulus tidak lupa menjelaskan dasar yang jelas dan benar untuk sebuah himbauan atau perintah yang ia sebutkan. Jadi, memberi kepada Allah pun harus didasari oleh karena kemurahan Allah kepada kita bukan karena kita memiliki sesuatu atau bukan karena kita sudah kaya. Ingatlah persembahan janda miskin, ia memberi dari kekurangannya bukan seperti orang lain yang memberi dari kelebihannya.
TUJUAN MEMBERI
Pertama-tama adalah untuk MENYENANGKAN HATI ALLAH. Pemberian menyenangkan hati Tuhan dan berkenan bagi Dia. Dalam Mazmur 51:21 dan Roma 12:1 kita melihat dengan jelas betapa persembahan dan pemberian-pemberian korban menyenangkan dan berkenan bagi Dia. Hal ini berkali-kali disebutkan dalam PL, bahwa Allah memberikan respon senang terhadap pemberian-pemberian umatNya. Jika tujuan hidup kita adalah membuat Tuhan senang, maka memberilah! Semata-mata hanya agar Tuhan senang, Allah tersenyum dan bangga sambil mengangguk-angguk terhadap apa yang telah kita lakukan. Jangan memberi agar dipandang baik oleh orang lain, jangan memberi supaya mendapat kehormatan atau supaya kita didukung, atau untuk menjaga nama baik, dst. Semua itu akan mendukakan hati Tuhan. Menyenangkan hati Tuhan berarti memuaskan Tuhan melalui pemberian-pemberian dengan motivasi yang benar. Membuat Dia puas melihat hidup kita.
Kedua adalah untuk MENDUKUNG MISI ALLAH di dunia. Misi Allah bagi dunia sudah jelas, yaitu menjadikan semua bangsa muridNya. Misi ini Allah kerjakan melalui tangan dan karya manusia, ciptaanNya. Misi itu tidak akan bisa terlaksana sesuai rencanaNya apabila tidak ada manusia yang menyerahkan diri dan/atau materinya bagi Allah. Kalau pun tidak ada manusia yang bersedia menyerahkan harta milik dan/atau dirinya untuk pelayanan, maka Allah bisa menjadikan batu untuk melakukannya. Jadi siapakah yang mau dipakai oleh Tuhan menjadi saluran berkatnya? Mereka yang bersedia memberi diri dan/atau harta miliknyalah yang akan dipakaiNya. Memberi berarti turut serta dalam mendukung misi Allah bagi dunia ini dan melakukan perintahNya. Dengan memberi diri untuk melayani secara full time atau part time berarti kita ikut dalam menjadikan semua bangsa murid Kristus. Dengan memberikan harta milik kita untuk para hamba Tuhan atau lembaga pelayanan (gereja, yayasan Kristen, dst) berarti kita bersama-sama dengan para hamba Tuhan tersebut menjadikan semua bangsa murid Kristus. Dengan memberikan harta milik kita kepada orang yang membutuhkan berarti kita turut dalam menyatakan kasih Kristus bagi mereka sehingga mereka mengenalNya. Saya tidak hanya berbicara mengenai persepuluhan. Bagi saya, sebagai orang percaya kita seharusnya memberi lebih sepersepuluh dari yang kita dapatkan. Seperti demikianlah hidup kita. Seandainya kita berharap hidup selama 80 tahun maka 8 tahun (10%) harus dipersembahkan untuk melayani Tuhan dengan total. Sanggupkah Saudara? Saya sudah pernah melayani Tuhan secara full time selama 4 tahun dan saya masih punya hutang sekitar 4 tahun lagi kepada Tuhan. Saya dan suami pernah berencana bahwa kami akan melayani sebagai misionaris ke daerah terpencil pada saat anak-anak kami nanti sudah tamat sekolah (SLTA). Pernahkah kita memikirkannya?
Ada pertanyaan lain yang timbul. Apakah dengan memberi, Allah kita akan menjadi lebih kaya? Atau menjadi lebih mulia? Atau menjadi lebih untung? TIDAKK!!! Tidak ada pengaruhnya bagi Allah apabila kita memberi atau tidak memberi sama sekali. Kalau kita tidak memberi, Allah tidak akan jatuh miskin atau jadi kurang mulia. Sekali lagi, TIDAK!!! Allah sudah sempurna dalam semua keberadaanNya. Jadi sebenarnya, siapa yang diuntungkan apabila kita rajin memberi? KITA!!! Kita sendirilah yang diuntungkan. Inilah keanehan yang kedua dalam memberi: bagaimana mungkin kalau kita memberi, kita yang diuntungkan? Sebagai pihak yang berkorban, bukankah seharusnya kita dirugikan? Ternyata tidak demikian. Keuntunganlah yang kita dapatkan apabila kita rajin memberi.
Pertama, MEMBAHAGIAKAN HIDUP KITA. Tentu saja kita akan merasakan kebahagiaan ketika memberi apabila pemberian itu tanpa sungut-sungut dan dengan motivasi yang benar. Kisah 20:35 sudah menyebutkannya. Orang yang rajin memberi, hidupnya penuh dengan ucapan syukur dan orang seperti inilah yang berbahagia. Orang yang berbahagia adalah orang yang memancarkan aura positif dari dalam dirinya. Orang yang berbahagia umumnya didominasi oleh perasaan-perasaan positif sehingga ucapan dan wajahnya pun memancarkan hal-hal yang positif. Orang yang suka memberi adalah orang yang tidak memikirkan dirinya sendiri, tidak mengasihani diri sendiri, dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Orang seperti ini umumnya adalah orang yang jarang mengeluh, tidak mudah marah, tidak mudah kecewa dalam hidupnya. Orang yang suka memberi memiliki perasaan cukup dalam dirinya. Orang yang mampu memberi adalah orang yang menerima hidup ini apa adanya, bahkan cenderung puas dengan hidupnya. Orang yang memberi puas akan hidupnya karena Tuhan telah memuaskannya sehingga dia selalu ingin memuaskan Tuhan juga.
Kedua, KITA AKAN DIBERI. Ada upah yang menantinya. Dampak yang kedua ini nyata dan sungguh ada namun agak berbahaya karena bisa menjadi motivasi dalam memberi. Matius 5:7 telah menyebutkan bahwa orang yang murah hatinya akan mendapat kemurahan. Hukum tabur-tuai juga sudah dituliskan dalam Galatia 6:7-9. Perbuatan baik yang kita lakukan akan mendapatkan kebaikan juga pada waktunya apabila kita tidak menjadi lemah. Karena itu, memberilah terus-menerus dan jangan berhenti. Apabila kita sudah bosan dan jenuh memberi terus tanpa pernah menerima, maka pada saat itulah kita menjadi lemah. Masalahnya, banyak orang yang membuat ini menjadi motivasi bahwa dia harus memberi karena nanti ketika dia membutuhkan akan ada orang yang akan memberi kepadanya. Seharusnya tidaklah demikian. Namun inilah hukum yang benar dan kenyataan yang terjadi dalam dunia, apa yang ditabur orang itu yang akan dituainya. Anggaplah tuaian yang kita dapatkan itu merupakan bonus dari memberi karena upah yang sesungguhnya dari memberi telah terkumpul di sorga. Jadi, apabila tuaian itu kita anggap bonus, maka kalaupun tidak kita dapatkan hal itu tidak akan menjadi masalah. Salah satu pengusaha sukses yang sering menjadi narasumber di radio SMART FM mengatakan bahwa kunci suksesnya dalam usaha adalah murah memberi atau rajin memberi. Menurut saya, firman Tuhan dalam Gal 6 ini ya dan amin, bahkan berlaku untuk orang yang tidak mengenal Kristus sekalipun. Karena itu, marilah kita tidak jemu-jemu memberi karena apabila sudah datang waktunya, kita akan mendapatkan upah kita.
Dari semua penjelasan di atas, apakah ada alasan untuk tidak memberi? Tidak ada! Yang ada hanyalah begitu banyak alasan untuk memberi. Kita mempunyai banyak sekali teladan dalam memberi, seperti Ibu Theresa yang hanya memiliki harta berupa sebuah sendok, sebuah piring dan sebuah gelas sepanjang hidupnya namun telah memberi segalanya untuk yang berkekurangan. Kita juga telah melihat teladan para misionaris seperti William Carey atau Hudson Taylor yang telah mengorbankan diri bahkan anak dan istri mereka menjadi sakit bahkan mati di tempat mereka melayani. Semua orang dipanggil untuk memberi dalam bentuk yang berbeda-beda. Kita harus peka akan suara Tuhan mengenai bentuk pemberian yang Allah inginkan kita berikan. Jangan memberi karena kita punya atau ada tetapi memberilah ada atau tidak ada; punya atau tidak punya. Karena kepada orang yang diberikan banyak akan dituntut banyak dan kepada orang yang diberikan sedikit akan dituntut sedikit juga. Artinya, keduanya harus memberi, baik yang memiliki sedikit maupun yang memiliki banyak. Tidak ada perbedaan! Jadi, apakah ada alasan untuk tidak memberi? Tidak ada! Karena itu, marilah kita memberi.
No comments:
Post a Comment