[Kotbah ini dibawakan oleh Indrawaty Sitepu, MA pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat, 4 Mei 2012]
Topik ketaatan merupakan satu topik yang penting dan relevan untuk kita gumulkan bersama-sama sebagai alumni. Bagaimana kita sebagai alumni melihat ketaatan bukan sebagai cerita masa lalu ketika kita adalah seroang mahasiswa atau penjadi pengurus di kampus tetapi memahami ketaatan sebagai sebuah realita dalam dinamika kehidupan setiap harinya sebagai seorang Kristen. Oleh sebab itu kita akan melihat dua bagian firman Tuhan, yaitu dari Markus 14:32-41 dan Yohanes 12:24-36a.
Ada enam hal yang bisa kita pelajari dan teladani dari ketaatan Yesus melalui dua bagian firman di atas.
1. Ketaatan yang sukarela.
Ini adalah ketaatan yang bukan karena paksaan atau terjebak tetapi ketaataan karena penyerahan diri dan penundukan diri secara sukarela pada kehendak Allah Bapa. Pada Mar 14:32-41 tadi kita bisa melihat ada beberapa catatan penting peristiwa di Getsemani. Pada ay 34 dikatakan, “lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Peristiwa Paskah memang tidak terlepas dari peristiwa salib. Tetapi sebenarnya peristiwa salib bisa terjadi karena ada langkah ketaatan di Getsemani. Pada peristiwa ini, Yesus merasakan pergumulan yang berat (ay 34). Peristiwa Getsemani adalah peristiwa yang mencekam – ‘seperti mau mati rasanya’. Orang yang mengatakan hal ini bukanlah orang yang cengeng atau orang yang sedikit-sedikit mau mati. Tetapi Dia adalah Yesus. Hal ini menggambarkan sesuatu yang sangat berat dan sangat serius.
Ketaatan Yesus bukan hanya sekedar sukarela, tetapi sukarela yang dalam keadaan yang tidak kondusif. Hal ini terlihat dari bagaimana murid-murid yang selama ini bersama dengan Dia tertidur walaupun Yesus meminta mereka untuk berjaga-jaga. Yesus sepertinya berjuang seorang diri.
Setelah melalui masa-masa yang berat itu Yesus akhirnya memutuskan untuk taat. Dalam Mark 14:41 dikatakan, “Kemudian Ia kembali untuk ketiga kalinya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Cukuplah. Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. “ Ketaatan Yesus yang muncul karena pengenalannya akan BapaNya melalui doaNya.
Apa yang menjadi Doa Yesus? Ay 36 menuliskan, “Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” Inilah namanya doa yang sejati. Doa yang sejati membuahkan ketaatan yang sukarela, bukan terpaksa atau terjebak. Doa yang sejati bukanlah doa yang memaksa Tuhan. Doa sejati itu tahu jika Tuhan mampu melakukan sesuatu dan menyadari bahwa Tuhan bisa mengubah rencanaNya dan memakai cara lain jika Dia mau. Dengan kata lain Tuhan itu Mahakuasa dan bisa melakukan apa saja yang Dia mau.. Yesus memahami benar akan hal hal ini. Yesus – melalui doaNya – mengetahui bahwa Bapa berkuasa mengambil cawan itu dari diriNya. Tetapi doaNya dilanjutkan dengan menyerahkan semuanya kepada kehendak Bapa, bukan kehendakNya. Sekali lagi, inilah doa yang membuahkan ketaatan yang sukarela.
Jika kita berdoa dengan sikap terpaksa, maka kita juga akhirnya akan merasa terpaksa untuk ikut Tuhan. Jadi bukan karena memilih untuk taat. Ucapan Yesus yang ketujuh di kayu salib adalah “Bapa, ke dalam tanganMu ku serahkan nyawaku”. Yesus menyerahkan diriNya. Ketaatan yang sukarelan dan tunduk kepada Allah dan ketaatan yang total. Inilah ketaatan yang bisa kita tiru dari Yesus. Dalam peristiwa Getsemani Yesus betul-betul sudah siap dan tidak bergumul lagi karena dia tunduk kepada kehendak BapaNya. Sangat berat, tetapi Yesus telah menyelesaikannya di Getsemani.
Saya mengajak kita agar senantiasa mengambil ‘waktu-waktu getsemani’ kita karena disitulah tekad kita putuskan. Jadi waktu masalah itu datang kita tinggal menjalaninya. Mungkin kita telah melewati ‘getsemani’ kita yang pertama, tetapi akan ada lagi ‘getsemani-getsemani’ yang berikutnya, dan perjuangan ini akan terus ada sepanjang hidup. Mari mengambil ‘waktu-waktu getsemani’ kita dan dalam setiap ‘waktu-waktu getsemani’ itu kita memutuskan kepada Tuhan bahwa ‘Bukan kehendakku Tuhan tetapi kehendakMulah yang terjadi’. Kita tahu bahwa Tuhan memiliki kuasa untuk apa saja (untuk setiap pergumulan kita), tetapi lagi-lagi kita menyerahkan segala sesuatunya kepada kehendak Tuhan. Hal inilah yang menghasilkan ketaatan yang sukarela.
2. Ketaatan yang tuntas.
Ini adalah ketaatan yang dikerjakan sampai selesai atau sampai akhir hidup, bukan ketaatan yang setengah jalan atau masa periode tertentu saja. Sewaktu mahasiswa masih taat, tetapi ketika alumni sepertinya untuk emnjadi taat itu adalah sebuah pergumulan yang berat.
Perkataan Yesus yang keenam di kayu salib adalah: “Sudah selesai.” Setelah itu Dia menyerahkan nyawaNya. Perkataan Yesus yang keenam ini adalah pekik kemenangan. Dia telah menyelesaikan persoalan terbesar di dunia ini, yaitu hutang dosa kita. Dia menyelesaikan sampai pada detik terakhir, sampai pada darah penghabisan.
Banyak orang memulai dengan baik, tetapi hanya pada periode tertentu, lalau setelah itu berakhir dengan buruk. Ketaatan yang Yesus lakukan adalah ketaatan yang tuntas dan selesai sampai akhir. Kita mungkin gentar dan bertanya-tanya apakah kita bisa setia sampai akhir dan bagaimana kita bisa taat sampai akhir.
Ada tips untuk bisa setia sampai akhir dan tips ini sangat sederhana yaitu mari kita berjuang taat sesehari. Dalam saat teduh kita setiap hari, mari meminta kepada Tuhan untuk menolong kita agar ditolong dan dikuatkan untuk bisa taat, untuk satu hari itu saja. Hari itu saja dulu. Besoknya kita meminta hal yang sama lagi. Jadi mari menyiapkan tenaga untuk taat hanya untuk hari itu saja. Pokoknya apapun yang terjadi kita meminta hari ini agar Tuhan menolong kita untuk taat satu hari ini saja. Kemudian besoknya kita kembali meminta hal yang sama, demikian terus menerus sampai kepada hari terakhir kita (yang entah kapan). Yang jelas ketika hal ini terjadi terus-menerus, maka kita akan memiliki ketataan yang tuntas.
3. Ketaatan yang didasari oleh panggilan yang jelas.
Yesus memiliki panggilan yang jelas untuk hidupNya, seperti yang tampak dari waktu ke waktu Dia memberitahukan murid-muridNya bahwa dalam rangka melaksanakan misi penyelamatan, Anak Manusia akan menanggung banyak penderitaan, dibunuh dan bangkit pada hari ketiga (Mat. 16: 21-28, 17:22-23, 20:17-19, yang diulangiNya lagi,”.... sebab untuk itulah Aku datang ...”). Yesus mengetahui dengan persis untuk apa Dia datang kedunia ini. Mengetahui mengapa Ia adalah hal yang penting. Sama seperti Yesus, kita juga perlu mengetahui dan terus menerus memperjelas untuk apa kita ada di dunia ini pada masa yang sekarang ini dengan setiap kondisi yang ada.
Kita mungkin sudah diberitahu ketika kita memperoleh pembinaan ketika mahasiswa untuk apa kita hidup atau untuk apa kesarjanaan kita ini. Sebagai kelompok intelektual di negeri Indonesia ini kita harus terus menerus bertanya bagaimana kita memenuhi panggilan kita di bumi Indonesia ini. Kita tidak hanya sebatas tamat, lalu bekerja, kemudian menikah, dan selesai sudah. Panggilan di sini bukan kita harus menjadi staf perkantas atau pendeta atau pun rohaniawan. Tetapi panggilan di mana kita bisa berkontribusi maksimal untuk berkarya sesuai dengan kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita. Hal ini harusnya menjadi pergumulan agar ketaatan kita bisa tuntas.
Kita harus hati-hati dan bertanya-tanya kepada diri kita. Jangan-jangan kita sekarang berada pada zona nyaman kita. Jangan kita kira telah memenuhi panggilan Tuhan jika menghadiri ibadah-ibadah, atau rajin dalam kelompok kecil. Kita harus menyelidiki panggilan Tuhan kepada kita. Jangan-jangan Tuhan menyuruh pergi dari posisi kita sekarang ini. Tetaplah memiliki ‘waktu-waktu getsemani’ kita. Mari bertanya kepada Tuhan dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan Tuhan – ‘bukan kehendakku melainkan kehendakMulah yang terjadi.
Untuk kita ketahui bersama, kota Medan adalah salah satu kota yang memiliki jumlah AKK yang terbesar di Indonesia. Sudah sewajarnyalah jika Medan mengirimkan orang-orang/alumni-alumni ke seluruh Indonesia ini untuk berkarya. Ini adalah tanggung jawab Medan (kita para alumni). Para alumni sangat dibutuhkan dengan berbagai bidang ilmu. ini adaah bagian dari panggilan, memenuhi panggilan Tuhan atas hidup kita. George Barna menyatakan bahwa visi (atau bisa kita sebut panggilan) itu memiliki tiga dimensi yaitu kehendak Allah, ada kemampuan (talenta atau latar belakang studi) yang kita miliki, dan ketiga adalah ada kebutuhan. Perpaduan ketiga hal inilah yang menjadi dasar visi dan panggilan kita. Kebutuhan ini bisa di depan mata atau jauh dari mata. Oleh sebab itu mari kita mengevaluasi apakah kita sedang berada dalam jalur yang tepat. Yang jelas kita harus sering memiliki ‘waktu-waktu getsemani kita’. Sadarilah, bahwa salah satu musuh alumni untuk tidak berkarya adalah zona nyaman.
4. Ketaatan yang dikarenakan fokus pada panggilan.
Yesus senantiasa fokus dengan panggilan yang Ia terima. Walaupun situasi saat itu sangat mendukung untuk mengikuti keinginan orang banyak, di tengah popularitas yang meningkat, sekaligus menghindari salib. Jika Yesus tidak ke Getsemani, dan tetap tinggal di Yerusalem, kemungkinan Ia tidak akan ditangkap karena pemimpin-pemimpin agama takut menangkap Yesus di depan umum. Yesus memilih ke Getsemani untuk berdoa, jauh dari keramaian dan ada kemungkinan pemimpin agama menangkap Dia.
Jika Tuhan sudah nyatakan kehendakNya melalui seluruh perlengkapan-perlengkapan yang Ia berikan bagi kita dan juga ada kebutuhan yang dibukakan, mari kita fokus. Ada mungkin banyak hal di sekeliling kita yang bisa mengalihkan perhatian kita. Oleh sebab itu mari belajar untuk fokus pada panggilan. Sesuatu yang telah kita putuskan pada ‘waktu-waktu getsemani’ kita.
5. Ketaatan dan bayar harga.
Yesus bersedia membayar harga yang tidak ternilai untuk menggenapi panggilanNya, dalam sebuah kerelaan dan ketaatan penuh kepada Bapa-Nya (Fil 2:5-10), seperti biji gandum yang rela jatuh ke tanah, demi menghasilkan banyak buah (Yoh 12:24).
Kita mungkin ada yang sedang menggumuli panggilan atau mungkin sedang menjalani panggilan. Apakah karena panggilan ini mengharuskan kita membayar banyak hal, mari belajar dari Yesus. Dalam Yoh 12:24 dikatakan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.“ Ini adalah metafora kehidupan kita sebagai orang Kristen. Sama seperti biji yang rela mati maka ia akan membuahkan buah yang banyak, demikian juga dengan kita yang jika dengan kerelaan mati dengan segala kedagingan dan ambisi pribadi kita di sanalah sebenarnya terjadi buah, buah, dan buah.
6. Ketatan dan Kemuliaan Bapa.
Kerinduan utama Yesus adalah melihat nama Bapa dimuliakan, setelah misi yang diembanNya dalam panggilanNya tersebut terlaksana.
Sebagai alumni, sadar atau tidak sadar, kerinduan ataupun arah kita bisa bergeser dari Bapa ekpada hal-hal lain. Hal ini menjadi peringatan-peringatan yang harus kita gumuli bersama sesuai dengan bagian kita masing-masing di ‘waktu-waktu getsemani’ kita.
Mari melihat wajah ketidaktaatan. Fil 3:18 dikatakan, “Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus”. Banyak orang yang hidup sebagai seteru Kristus. Ini adalah kondisi yang sangat mengerikan. Ini adalah nasihat Paulus kepada jemaat Filipi. Ini adalah nasihat yang sering diberikan Paulus kepada jemaat Filipi ini bahwa banyak orang menjadi seteru salib Kristus yang mungkin awalnya mereka itu adalah jemaat. Bukan hanya satu atau dua orang tetapi banyak yang hidup sebagai seteru salib Kristus.
Kemudian dalam 2 Tim 4:10, 14, “10 karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia.; 14 Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya”. Demas dulunya adalah teman sepelayanan Paulus tetapi akhirnya lebih memilih dunia ini dan meninggalkan pelayanan dan menjadi sekutu salib Kristus. Saya berharap tidak ada satu orangpun di antara kita yang menjadi Demas, yang meninggalkan pelayanan lalu mencintai dunia ini. Wajah ketidaktaatan itu adalah menjadi seteru salib Kristus.
Jadi, ada empat wajah ketidaktaatan, yaitu:
1. Penyangkalan.
Demas adalah contohnya. Paulus menyatakan bahwa bukan hanya seorang, tetapi banyak orang yang melakukan penyangkalan ini dan nasihat ini diungkapkan Paulus berkali-kali. Zaman sekarang juga banyak orang yang meninggalkan iman mereka karena memilih untuk mencintai dunia ini. Mungkin kita tidak bisa membayangkan bahwa kita akan menyangkali iman kita. Tetapi tidak sedikit saya menemukan bahwa mereka dulu adalah orang-orang yang militan dan gigih serta serius dalam pelayanan akhirnya memilih untuk mencintai dunia ini. Jika kita pikir kita kebal terhadap godaan atau penyangkalan, kita bisa lebih mudah diserang. Sering kali bukan doktrin yang menjadi alasan orang itu meninggalkan Tuhan. Penyangkalan iman sering kali muncul ketika ada pertentangan kehendak (antara kehendak ku dan kehendak Allah).
2. Kompromi
Bukan penyangkalan terang-terangan akan doktrin lalu berubah keyakinan. Mark 4:19 dikatakan, “lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah”. Pergumulan ini bisa sangat subur dalam dunia alumni. Mungkin satu atau dua tahun pergumulan ini belum terasa, tetapi sepuluh tahun mulai sedikit-sedikit bergeser. Kompromi itu bukan sesuatu yang perubahan secara total, tetapi sedikit-sedikit. Mungkin dimulai dari hal-hal yang kecil yaitu fokus penggunaan uang, waktu, atau pikiran kita yang sedikit demi sedikit bergeser. Dan akhirnya kita begitu tergoda dengan apa yang ada di sekeliling kita.
Dalam Maz 73 kita juga menemukan bagaimana si Pemazmur iri kepada orang jahat yang tidak mengalami kesulitan dalam hidup mereka bahkan terlihat sehat-sehat sedangkan dia yang adalah orang percaya kepada Tuhan mengalami pergumulan yang berat. Tetapi ketika sampai pada titik dimana ia datang dan bertemu dengan Tuhan, dia tahu apa yang menjadi akhir dari hidup orang jahat itu. Pemahaman ini akhirnya membuat si Pemazmur sadar bahwa dia tidak perlu kompromi. Mari belajar dari si Pemazmur ini dan sampai pada titik dimana kita akhirnya menyadari bahwa kita tidak perlu kompromi karena rasa iri melihat orang-orang yang tidak percaya tetapi kehidupan mereka sepertinya tidak ada pergumulan.
3. Kepuasan diri.
Hal yang sering membuat kita sering cukup berpuas diri adalah karena kita hanya focus dengan apa yang telah kita lakukan. Seharusnya kita harus focus kepada apa yang telah Allah lakukan dan melupakan apa yang telah kita lakukan. Melupakan apa yang telah kita lakukan dan mengingat apa yang telah Allah lakukan adalah seperti koin dengan dua sisi dan tidak boleh dibalik. Hal ini akan mendorong kita Tetapi hal ini mendorong kita untuk terus dalam perlombaan. Perlombaan untuk ketaatan tidak akan selesai sampai kita mati. Adalah sesuatu yang sangat sangat baik jika kita telah taat satu atau dua tahun sebelumnya. Tetapi Pernanyaannya adalah bagaimana dengan ketaatan kita untuk haris esok, dan untuk seterusnya? Itu adalah sebuah perjuangan dan kita tidak akan pernah berhenti berjuang atau berlomba untuk hidup taat.
4. Tanpa sukacita
Jika kita melayani, tetapi semuanya terasa sangat berat dan tidak ada sukacita, berarti kita mungkin sedang dalam kondisi tidak taat. Sukacita disini bukan berarti bahwa hidup kita ebbas dari air mata bukan juga hidup yang senantiasa dipenuhi dengan tawa tetapi sukacita yang muncul karena kita berada di dalam Tuhan (Fil 3). Jadi sukacita kita itu ada di dalam Tuhan karena menaati Tuhan. Jika sukacita kita ada di luar Tuhan justru itu adalah tanda bahwa kita sedang tidak taat.
Ketiadaan sukacita bisa karena hal-hal yang kita miliki, tidak aman karena hal-hal yang tidak/belum kita miliki, sikap kita terhadap Allah yang belum memberikan jawaban doa sesuai dengan yang kita pikirkan.
Jika hal ini yang menjadi kondisi kita sangat besar kemungkinan kita sedang menaruh harapan kita bukan kepada Tuhan tetapi kepada pemberian-pemberianNya, dan hal ini membuat kita menjadi tidak bersukacita. Ketika harapan kita tidak lagi kepada Allah, harapan kita akan sering dikecewakan dan membuat kita kehilanagan sukacita dan arah dan spirit untuk taat.
Mari mengevaluasi ketaatan kita. Hati-hati dengan penyangkalan, kompromi, kepuasan diri, dan hilangnya sukacita dalam hidup kita. Hal itu adalah penjelmaaan dimana kita ebrubah menjadi seteru salib Kristus. Mari berdoa kepada Tuhan agar Dia menolong kita untuk hidup taat dengan sukarela, sampai akhir, dan sampai tuntas. Kita mohon kepada Dia untuk meneguhkan panggilan kita agar terus fokus menyelesaikan panggilan kita walaupun kita harus membayar harga yang mahal karena kerinduan kita yang terutama adalah untuk melihat nama Bapa dimuliakan melalui hidup kita dan melalui segala sesuatunya di muka bumi ini.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment