Indrawaty Sitepu, MA
Pada hari ini, dalam sesi yang ketiga, kita akan bersama-sama belajar The Discipline of Simplicity. ‘Simple’ artinya sederhana atau bersahaja. Simplicity yang dimaksud dalam tema kali ini adalah ketulusan hati dan kesederhanaan. Bukan sebatas sederhana dalam arti fisik, tetapi di dalam hati juga. Jadi dapat disimpulkan bahwa simplicity yang dimaksud disini adalah ketulusan hati dan kesederhanaan. Topik ini sangat relevan bagi kita para alumni untuk melatih dan mendisiplinkan hidup kita agar menjadi orang yang tulus dan sederhana.
Mari melihat sekitar kita. Kebudayaan kita pada zaman sekarang telah kehilangan kenyataan batiniah maupun gaya hidup lahiriah yang tulus dan sederhana. Bahkan jika kita menjadi orang yang tulus, orang-orang akan mengingatkan kita agar tidak menjadi orang yang tulus sehingga kita tidak dibohongi orang lain. Jadi, gaya hidup tulus dan sederhana bukan gaya hidup yang populer dan dipuji orang secara komunitas. Sebenarnya mengalami kenyataan batiniah yang tulus dan sederhana justru akan membebaskan kita secara lahiriah. Ketika kita tidak tulus dan sederhana, kita sedang masuk dalam sebuah perangkap perbudakan. Ketulusan dan kesederhanaan adalah sebuah kebebasan. Oleh sebab itu jika kita hidup tulus dan bebas, maka kita akan memiliki hidup yang sukacita dan seimbang. Sebaliknya, jika kita bermuka dua, akan memiliki hidup yang penuh dengan rasa cemas dan takut dan akhirnya menjadi tersiksa. Firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia itu sedehana, tetapi manusia itu menjadikan sesuatu menjadi kompleks-God made man simple, man’s complex problem are his own devising [Pengkhotbah 7:30].
Ketulusan hati merupakan satu kenyataan batiniah yang menghasilkan suatu gaya hidup lahiriah. Jadi, jika batin kita memang tulus dan sederhana, mau tidak mau maka akan keluar dalam gaya hidup lahiriah kita. Seseorang yang memiliki batin yang tulus tetapi yang keluar dari dia adalah sesuatu yang rumit, berarti ada yang salah dengan dirinya. Thomas Kelly membuat sebuah istilah yang sangat dalam untuk menggambarkan hal ini, yaitu Pusat Ilahi. Jadi hidup memiliki satu titik pusat, yaitu Ilahi. Inilah yang namanya tulus dan sedehana. Kierkegard menyatakan, ”Purity of heart is to will one thing.” [ketulusan hati hanya menghendaki satu hal]. Jika banyak maunya, mungkin kita belum simplicity. Maunya hanya satu, ambisinya hanya satu, cita-citanya hanya satu. Ketulusan hati dimulai dalam kesatuan dan fokus batin yaitu berpusatkan Tuhan, bukan atasan, pasangan, kakak kelompok, atau pelayanan. Oleh sebab itu disiplin ini secara langsung menantang kepentingan diri kita dalam gaya hidup yang makmur.
Bicara tentang simplicity terlepas dari orang yang memiliki banya atau sedikit uang. Kadang-kadang orang yang cinta uang itu bukan karena banyak uang. Justru karena memiliki uang yang sedikit maka dia menjadi pencinta uang dan menjadi seorang yang pelit. Jadi jangan pernah berpikir hanya orang yang memiliki banyak duit saja yang perlu sederhana. Orang yang memiliki sedikit duitpun perlu belajar simplicity. Orang yang kelihatannya simple di luar, belum tentu simple dalam hati, padahal yang kita maksud tadi adalah dari hati keluar menjadi lahiriah. Jika kita paksakan hidup sederhana, tetapi dalam hati tidak hidup sederhana atau tidak tulus, maka ini bukanlah kemerdekaan, tetapi sesuatu yang memperbudak.
Mari melihat Mat 6:25-33. jika kita perhatikan bagian ini, ada beberapa hal yang akan kita soroti. Titik pusat disiplin kesederhanan adalah mencari kerajaan Allah dan kebenaran KerajaanNya dahulu. Baru kemudian segala sesuatu yang kita butuhkan dan perlukan akan datang menurut urutan yang tepat. Betapa seringnya hidup ini makin rumit karena urutan hidup kita tidak jelas, urutan kepentingannya tidak jelas. Yang paling penting dibuat menjadi kurang penting. Yang kurang penting dibuat menjadi sangat penting. Kita pasti pernah melihat kuadran penggunaan waktu, dimana masing-masing kuadran memiliki karakteristik tersendiri. Kuadran I berisikan: penting dan mendesak, kuadran II: penting dan tidak mendesak, kuadran III: tidak penting dan mendesak, dan kuadran IV: tidak penting dan tidak mendesak. Jika kita melihat diri kita, maka kita berada di dalam kuadran berapa? Tanpa sadar, banyak dari kita berada di kuadran IV atau kuadran I. Dalam bagian ini, sering sekali tanpa kita sadar, walau teorinya telah kita pelajari (dalam hal ini kuadran II), apa yang kita lakukan tergeser ke dalam kuadran I. Jika mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya telah kita tempatkan dalam posisi yang paling penting, maka kepentingan-kepentingan yang lain akan beurutan hadir. Sering sekali kenapa urutan kita salah kaprah adalah karena titik disiplin kita untuk hidup sederhana belum pada tempatnya dan kita belum mengutamakan Tuhan dan Kerajaan Allah diatas segalanya. Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang boleh mendahului Kerajaan Allah, termasuk keinginan akan gaya hidup yang sederhana. Jangan sampai kita ingin begiru hidup sederhana sampai kita tidak lagi dalam rangka mendahulukan Kerajaan Allah. Kesederhanan menjadi penyembahan berhala jika hal ini lebih diutamakan daripada mencari Kerajaan Allah. Kesederhanaan sangat penting, tetapi jangan sampai salah urutan atau posisi.
Kebebasan dari kekuatiran merupakan salah satu bukti batiniah dari usaha mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu. Apa yang harus kita lakukan untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya terlebih dahulu? Melayani bukan. Jadi apa? Melayani tidak salah. Tetapi jika melayani menjadi tempat utama, bukan Tuhan, tentu saja menggeser posisi Tuhan. Menempatkan sesuatu atau seseorang di posisi yang seharusnya adalah Tuhan, berarti sesuatu atau seseorang itu telah menjadi berhala kita. Satu bukti batiniah bahwa kita berusaha mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu adalah kita bebas dari kekuatiran. Kebebasan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kelimpahan atau kekurangan harta. Ini merupakan sikap batin dan keadaan hati yang penuh percaya. Apakah kita percaya bahwa Allah memelihara kita? Apakah kita percaya bahwa untuk mati pun Dia sudah lakukan, apalagi untul hal-hal lain yang kita perlukan masa Dia tidak peduli?
Kekuatiran atau kecemasan akan sangat menyiksa dan memperbudak kita, dan mempengaruhi semua hidup kita termasuk keputusan-keputusan kita. Ingat, jika kita mengambil keputusan dalam keadaan kuatir akan membahayakan. Oleh sebab itu dalam mengambil keputusan-keputusan penting ambillah waktu tenang bersama dengan Dia. Kebebasan dari kecemasan atau kekuatiran ditandai dengan tiga sikap batin.
1. Jika apa yang kita miliki telah kita terima sebagai satu pemberian.
Apapun itu, pekerjaan, pelayanan, pasangan, dll, adalah pemberian Allah. Tidak ada hak kita sedikitpun di sana. Tuhan hanya menitipkan segalanya untuk kita tanggungjawabi dan hidupi dengan benar.
2. Jika apa yang kita miliki dalam pemeliharaan Allah.
Jika kita menerima dan Tuhan mau ambil karena Tuhan merasa hal tersebut tidak cocok lagi bagi kita, hal tersebut tentu kita terima. Kita serahkan karena bukan milik kita, tetapi milik Tuhan, termasuk hal-hal yang kita cintai sekalipun. Jika kita memiliki konsep dan tetap mempertahankannya maka kita sendiri yang akan mengalami kesakitan dan terluka. ’Luka-luka’ kita sering terjadi karena hal ini, karena kita tidak menyerahkannya dalam pemeliharaan Allah. Kita ingin mengatur sendiri hidup dan rancangan kita. Bukan berarti kita tidak boleh membuat rencana, tetapi dalam semuanya kita harus ingat bahwa semua adalah milik Tuhan dan Tuhan berhak atas semuanya.
3. Jika apa yang kita miliki tersedia bagi orang lain.
Jika kita diberikan uang, ini bukan kita. Bukan berarti sewaktu kita gajian, kita membagikan kepada orang-orang di jalan. Bukan! Tetapi kita adalah pengelolanya, yang harus dapat, mengelola uang itu dengan baik.
Tiga hal inilah yang perlu kita periksa. Bagaimana keadaan batin kita mengenai apa yang Allah berikan bagi kita. Apa yang Allah berikan tidak harus harta, tetapi dalam bentuk banyak hal. Jika ketiga hal ini ada dalam kita maka kita tidak akan menjadi orang yang cemas dan kuatir akan hidup ini. Jadi banyak sekali kekuatiran itu kita yang buat sendiri.
Simplicity dalam kehidupan sehari-hari.
• Belilah barang-barang yang benar-benar karena kegunaannya yang kita butuhkan bukan karena status,gengsi/prestise.
Misalnya, apakah kita membeli HP demi fungsinya atau demi gengsi?
• Tolaklah segala sesuatu yang menimbulkan kecanduan/keterikatan dalam diri kita
Mari kita memeriksa apa yang membuat kita terikat di dalamnya. Jika ada, mari segera membenahinya.
• Kembangkan kebiasaan untuk memberikan barang saudara kepada orang lain
Adakah barang-barang kita (mis. Baju ) yang lebih dari satu bulan tidak dipakai? Jika ada, kenapa tidak diberikan saja kepada mereka yang lebih butuh? Kembangkan kebiasaan untuk memberikan barang kepada orang lain.
• Jangan mau dipengaruhi oleh propaganda-iklan
Iklan dibuat agar kita berfikir kita memerlukan produk yang dipasarkan. Jadi iklan yang menentukan keperluan kita, bukan diri kita sendiri. Hal ini tidak benar.
• Belajarlah menikmati barang tanpa memilikinya.
Bukan berarti kita mengambil barang orang. Misalnya untuk buku. Jika kita hanya butuh satu bab dalam buku tersebut kita bisa meminjamnya ke Perpustakaan.
• Kembangkan penghargaan yang lebih dalam tehadap ciptaan Tuhan.
Saya tidak tahu, kapan kita terakhir mensyukuri kicauan burung atau bunga di taman. Sewakti itu saudara lakukan, kita akan semakin sadar bahwa itu seemua adalah ciptaan Tuhan. Akan banyak sekali efek positif yang akan terjadi dalam hidup kita.
• Sikapi fasilitas kredit dengan bijak.
Ketika kita menggunakan fasilitas kredit akan membuat kita terperangkap dengan hutang.
• Katakan ya jika ya dan katakan tidak jika tidak.
Hal ini berhubungan dengan ketulusan hati yang berpusatkan pada Tuhan. Jika pusat hidup kita bukan Tuhan, maka kita akan sering berubah-ubah. Jika kita tenang, kita akan menjawab ’iya’, tetapi sewaktu kita takut kita akan mengatakan ’tidak’.
• Tolaklah segala sesuatu yang akan menyebabkan orang lain menderita.
Jika agar supaya kita merasa nyaman maka orang lain menderita, tolaklah. Hal ini bertentangan dengan spirit dunia. Dunia mengajak kita untuk menarik sebanyak mungkin untuk diri kita.
• Hindarilah apa saja yang mengalihkan saudara dari mencapai tujuan yang utama.
Apakah sahabat, pekerjaan, uang, apapun itu, jika mengalihkan saudara dari tujuan utama saudara, yaitu mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka hindarilah.
Beberapa peringatan buat kita dari Alkitab.
1. Apabila harta makin bertambah janganlah hatimu melekat padanya (Mzm 62:11)
2. Siapa yang mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh ( Amsal 11:28 )
3. Yesus, pada zamannya menyatakan perang terhadap materialisme-”mamon” sebagai ”allah saingan” (lukas 16:13)
4. Jangan mengumpulkan harta di bumi, dimana hartamu berada di situ juga hatimu berada (Mat 6:19,21)
I Tim 6:9-10: ,” Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”
Kaya tidak salah, tetapi mencintai kekayaan adalah hal yang salah.
5. I Tim 3:3: mengatakan kriteria yang Tuhan harapkan bukan hamba uang
6. Efesus 5:5 menyatakan serakah-pemuasan selera semata-penyembah berhala~Tuhan mereka ialah perut mereka Fil 3:19
7. I Tim 6:17-19 merupakan peringatan bagi orang kaya supaya jangan tinggi hati dan berharap pada kekayaan. Kita dianjurkan kayalah dalam kebajikan
Jangan juga kita menjadi Asketisme dima kita tidak boleh kaya dan menjadi orang yang menolak untuk memiliki sesuatu.
Kesederhanaan adalah satu-satunya hal yang dapat mereorientasi kehidupan kita secukupnya. Sehingga harta milik dapat dinikmati dengan ikhlas tanpa menghancurkan kita. Betapa banyaknya orang ketika memiliki duit menjadi tidak setia.
Sebagai penutup, saya akan merangkaikan tiga pertemuan kita dalam seri Celebration of Disciplines. Disiplin-disiplin rohani merupakan pintu menuju kemerdekaan. Disiplin rohani adalah jalan/sarana anugerah Allah membentuk dan membaharui kita sehingga kita menjadi manusia merdeka yaitu merdeka hidup dalam Roh dan kebenaran. Buah Roh bukan karena kita sadar maka keluar. Ketika kita lengah pun, buah Roh akan keluar. Buah Roh akan keluar kapan saja karena telah menyatu dalam kita dan menjadi ciri khas kita. Munkin sewaktu dibilang, ”Kamu baik sekali ya?”, maka kita merasa biasa-biasa saja karena hal tersebut telah menjadi hidup kita. Kita tidak merasa hal tersebut menjadi sesuatu yang luar biasa. Tetapi bagi dunia ini, hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat indah dan istimewa dan dunia sangat membutuhkan hal ini.
Hati-hati dimana ada tiga musuh unggul kita pada zaman ini: kebisingan, ketergesaan dan kerumunan orang. CG Jung, dokter penyakit jiwa, menyatakan bahwa ketergesaan itu bukan dari iblis melainkan adalah iblis. Jika hidup kita selalu tergesa-gesa, hati-hati, mungkin kita hidup bersama dengan iblis. Karena itu kita dipanggil untuk solitude di tengah-tengah kebisingan, ketergesa-gesaan dan kerumunan. Disiplin kesendirian untuk berdua dengan Tuhan. Keadaan batiniah yang merdeka akan terlihat dalam kehidupan sehari-hari dimana kita menjadi orang yang tulus dan sederhana. Pusat hidup kita adalah Tuhan sehingga akan melahirkan kemerdekaan, sukacita dan keseimbangan. Kita akan melihat secara rohani.
Ada beberapa yang setiap hari perlu menjadi disiplin kita, yaitu:
Pray continually ( 1 Thes. 5: 17).
Read and meditate the word of God (Psalm 1: 2).
Solitude, silence, stillness (Is. 30:15, 40:31).
Simplicity (Mt 5:25-34).
Give thanks in all circumstances ( 1 Thes. 5: 18).
Self denial, take up the cross daily and follow Him (Luk. 9: 23).
Confession: Being honest with God.
Sabbath and Journal keeping (Psalm 42: 5).
Always be prepared to share the Gospel (1Pet. 3:15).
Banyak hal yang bisa kita komitmentak untuk menjady disiplin kita setiap hari. Sehingga kita menjadi seseorang yang melampaui apa yang kita pikirkan. Kehidupan rohani kita bisa semakin bertumbuh dan bertumbuh. Kita semakin dekat dengan Tuhan dan menikmati Tuhan dan Tuhan pun akan semakin menikmati hidup kita yang semakin menjadi berkat bagi sesama. Jika ada diantara kita belum menikmati solitude, tidak apa-apa. Jangan langsung menyerah. Kadang-kadang hal ini perlu latihan dan semakin lama kita akan semakin gampang menikmatinya. Pada waktunya saudara akan mengalami Tuhan di dalam solitude saudara dan hal ini akan membuat hidup saudara lebih indah. Everyday discipline.
Soli Deo Gloria!
Mimbar Bina Alumni (MBA) merupakan sebuah ibadah yang disediakan untuk para Alumni, khususnya yang tinggal di Medan. Ibadah ini diadakan sekali seminggu yaitu pada hari Jumat, pkl 18.00-20.00. MBA ini diadakan di GSJA Iskandar Muda. Kami senantiasa mengundang rekan-rekan sekalian untuk menghadirinya. Semoga MBA ini menjadi berkat bagi kita dan menguatkan kita di tengah-tengah pekerjaan kita. Amin.
Friday, October 2, 2009
Celebrate of Discipline 2: S O L I T U D E
Indrawaty Sitepu, MA
Hari ini kita akan mempelajari topik ke dua dari seri Celebrate of Disciplines yaitu The Discipline of Solitude.
Zaman sekarang ini adalah zaman yang tidak mengenal disiplin. Disiplin sudah hilang tidak berbekas. Padahal kita memerlukan karakter Kristen yang tangguh, yang hanya di dapat melalui disiplin. Kunci dari disiplin adalah penguasaan diri atau penundukan diri untuk melakukan sesuatu yang lebih penting dan mulia. Seluruh perjalanan pertumbuhan rohani kita melibatkan unsur disiplin. Seberapa jauh kita mengalami pertumbuhan rohani tergantung berapa disiplin tidaknya kita dalam hal-hal rohani. Mau sehebat apapun doanya, jika hanya sekali seumur hidup, berarti doa bukan bagian kehidupannya. Bahkan sehebat apapun khotbahnya, jika kecintaan kepada Firman bukan bagian dari hidupnya, itupun bukan sebuah kedisiplinan. Melakukan disiplin rohani tidak dapat dijadikan dalih untuk hidup mengasingkan diri dari dunia. Disiplin rohani bukan menghilangkan gelak tawa dari dunia ini. Sebaliknya, disiplin rohani seharus- nya dipandang sebagai sarana untuk menaklukkan keduniawian. Bukan untuk menjauhkan diri dari dunia, tetapi untuk melayani dunia – itu adalah tujuan disiplin rohani sebagaimana terlihat di Alkitab. Bukan menjauhi dunia ini dimana kita membuat satu komunitas sendiri yang tidak boleh ada orang lain di dalamnya. Ironisnya, keadaan kita membuat kita orang Kristen kehilangan suara kita. Kualitas kita dipertanyakan. Religius oke, yang menjadi pertanyaan apakah kehidupan spiritualitasnya benar?
Secara umum rasa takut ditinggalkan sendiri menghantui banyak orang, baik anak kecil, orangtua, dan orang seperti kita. Beberapa hari yang lalu, saya dengan bebrapa orang pergi ke RS Pirngadi Medan dan bertemu dengan Ompung Hutabarat. Dia sudah tua dan keluarganya jarang datang melihat dia. Dia kemudian mengatakan, ”Ga’ tahu lah aku kenapa ya..? Takut aku!” [di dalam ruangan tersebut hanya dia sendiri]. Banyak faktor yang membuat dia takut. Tetapi mungkin karena sering sendiri dan di dalam kesendirian itu dia takut. Semua manusia pada umumnya takut ditinggal sendiri. Ketakutan kita inilah yang sering mendorong kita mencari tempat ramai atau terkadang kita merasa harus ditemani. Pada zaman sekarang inipun kita bisa bingung jika tidak ada HP, sehingga tidak tahu harus melalukan apa. Atau bahkan menghabiskan waktu dengan menonton TV. Ini (mungkin) adalah gejala bahwa kita takut sendiri. Yesus memanggil kita di tengah-tengah kesepian di dalam kesendirian. Ini adalah dua hal yang berbeda.
Kesepian yang mengarah pada psikologis adalah merasa tidak ada yang mengerti kita baik di kantor maupun pelayanan, merasa tidak ada yang menghargai kita, merasa tidak ada yang peduli dengan pergumulan kita, merasa tidak ada orang lain yang mengerti kita apa adanya, harus memakai topeng agar orang lain menerima kita, dan harus selalu tampil baik dan tidak boleh salah dan gagal.
Kesepian yang lebih bersifat rohani.
1. Adanya kekosongan dalam batin atau jiwa yang tidak bisa dipuaskan oleh materi atau psikologi (Mat. 4:4, Yoh. 4: 13-14)
2. Adanya kebutuhan akan kedamaian, sukacita dan makna hidup yang hanya bisa diisi oleh sang Pencipta, melalui karya sang Juruselamat dunia ( Luk. 2: 11, 14; Ro. 5: 1-11).
3. Blaise Pascal berkata: “Hati manusia biar kecil, namun jika seisi dunia diisi kedalamnya tetap tidak akan memuaskannya, sebab hanya sang Pencipta yang bisa memuaskannya”.
Itu sebabnya banyak orang yang setelah alumni mengisi kekosongan dengan cara-cara lain. Mereka tidak semakin terisi tetapi akan semakin haus dan tidak jarang terseret ke tempat yang sulit untuk kembali kepada Tuhan.
Solitude adalah aloneness (kesendirian) bukan loneliness (kesepian). “ Solitude was not simply a matter of being alone, but of being with God!” Jadi, solitude adalah kesendirin, tetapi bukan kesendirian yang betul-betul sendiri, tetapi justru berdua bersama dengan Tuhan. “Solitude is not only a place of aloneness, but it is a place of companionship and fellowship with the Father! It is not only a place of stillness, but conversation.” Jadi bukan hanya sekedar duduk dengan tenang. Tetapi menikmati sebuah percakapan atau komunikasi yang heart to heart dengan Tuhan. Jadi, jika loneliness itu alone without God, maka solitude itu alone with God! Jika loneliness itu inner emptiness, maka solitude itu inner fulfillment (kepuasan batin)! Kesepian merupakan kekosongan batin tetapi kesendirian adalah kepuasan batin, keadaan pikiran dan hati kita sehingga bukan hanya masalah tempat. Ingat, tempat yang tenang tidak selalu membawa orang ke dalam solitude, tetapi orang yang solitude sewajarnya berada di dalam tempat yang tenang.
Jika kita memiliki kesendirian dalam batin, maka kita tidak akan takut untuk sendirian, karena kita mengetahui bahwa kita tidak sendiri. Kita juga tidak takut untuk bersama orang lain, karena mereka tidak akan menguasai kita. Orang yang bersolitude tidak berarti dia hidup sendiri, dingin, dan tidak bersosialisasi. Dia juga adalah sahabat yang hangat yang bisa dekat dengan kita. Ditengah-tengah kegaduhan dan kekacauan, kita bisa tetap tenang dalam keheningan batin yang mendalam. Kenapa? Karena keheningan itu datang dari dalam, yaitu batinnya. Kesendirian dalam batin akan dinyatakan secara lahir. Jika batin kita mengalami solitude dalam hari-hari kita dengan disiplin, biasanya akan terlihat lewat kehidupan kita sehari-hari.
Kita akan melihat Yesus dan kesendirian. Banyak sekali contoh-contoh dalam Alkitab yang mengemukan betapa Yesus selalu bersolitude. Dan pada waktyu-waktu tertentu Dia bersolitude bersama dengan murid-murid.
• Mat 4:1-11à mengasingkan diri selama 40 hari di padang gurun mengawali pelayananNya
• Lukas 6:12à sendirian di bukit sebelum memilih 12 muridNya
• Mat 14:13à menyingkir dan mengasingkan diri ketika menerima berita tentang kematian Yohanes Pembaptis
• Mat 14:23à ke atas bukit untuk berdoa seorang diri, setelah mukjizat memberi makan lima ribu orang
• Mark 1:35à Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana, setelah bekerja dan melayani dengan jadwal yang sangat padat
• Mark 6:31à Marilah ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian, setelah murid2 selesai PI dan penyembuhan
• Lukas 5:16à Yesus mengundurkan diri ke tempat yang sunyi dan berdoa setelah menyembuhkan seorang yang berpenyakit lepra
• Mat 17:1-9à Bersama tiga muridNya ke gunung yang sepi di mana Ia menyatakan kemuliaanNya
• Mat 26:36-46à Suasana kesendirian di taman Getsemani , menaklukkan kehendak- NYA kepada kehendak BapaNYA - sebelum disalib – menyerahkan nyawaNYA
Yesus adalah teladan untuk bersolitude. Solitude bukan sebuah penemuan baru. Solitude adalah teladan dari Tuhan kita, Yesus Kristus.
Tanpa keheningan dan ketenangan tidak ada kesendirian. Silence, hening, stillnes, dan tenang adalah awal membentuk kesendirian. Burn Hoven mengatakan berdiam diri yang sebenarnya, ketenangan yang sebenarnya adalah menahan lidah kita. Dan hal ini hanya didapatkan dengan ketenangan batin. Sulit kita merasakan keadaan itu hening jika kita tidak berdiam diri. Tetapi orang yang diam belum tentu hening. Dia memang diam tetapi pikirannya kemana-mana. Tetapi hening biasanya kita diam. Langkah kongkrit untuk hening adalah diam. Diam bukan hanya mulut tetapi juga pikiran. Semua dibawa ke dalam ketenangan. Tenang juga bukan hanya sekedar bahasa tubuh yang tidak bergerak, tetapi berbicara soal keadaan batin yang memang terlihat secara lahiriah. Jadi bukan soal duduk, di tempat yang sunyi. Ini semua penting, tetapi kuncinya adalah mengendalikan diri (pikiran, mulut, hati) dan diserahkan kepada Tuhan. Pengkhotbah 3:7 mengatakan ada waktunya diam ada waktunya bicara. Tetapi kita sering kita yangharusnya diam tetapi kita berbicara. Dan Yak 3:1-12 berbicara soal dosa lidah. Jadi lidah atau mulut dan pembicaraan bukan Cuma bisa menimbulkan dosa apakah gosip tetapi juga bisa membuat kita tidak bisa berdua atau bersolitude dengan Tuhan. Jika kita diomongin tidak benar oleh orang, tentu saja kita ingin langsung mengklarifikasi sesegera mungkin. Ini adalah kecenderungan naluriah kita. Sebenarnya, apakah kita melakukan hal tersebut untuk menjaga nama baik kita? Jika iya, apakah Tuhan tidak lebih baik menjaga nama baik kita? Apakah Tuhan tidak lebih bijaksana melakukan hal tersebut? Jadi sebenarnya, jika kita pingin menjelaskan kepada orang bahwa kita tidak seperti itu, mungkin karena kita kurang percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan segala hal tersebut lebih baik dari yang kita lakukan. Tuhan lebih baik mengontrol dari pada kita yang mengontrol. Sering sekali kita ingin semua berada di dalam kontrol kita. Itulah sebabnya jika orang diruh berdiam diri, maka dia akan bingung. Kita memang susah melepaskan kontrol kita kepada Tuhan. Jika kita percaya kepada Tuhan, ada banyak hal yang tidak perlu kita jelaskan tentang diri kita kepada orang lain. Biar kebenaran itu menunjukkan dirinya. Akan nyata kebena- ran Tuhan menunjukkan kebenaran. Akan nyata bahwa kita yang hidup dalam kebenaran adalah benar.
Ada beberapa alasan kenapa kita harus bersolitude.
1. Untuk bergaul dan bersekutu dengan Bapa di Sorga!
Kita berdiam diri bukan karena ‘bete’.
2. Untuk memulihkan dan memelihara persekutuan kita dengan sang Pencipta dan Penebus kita
Dengan sesama mungkin kita sering emmakai topeng agar diterima. Tetapi bertemu dengan Tuhan kita tidak memakai topeng. Kedangkalan kita, kesomongan kita, keengganan kita, dll, semua terlihat dengan jelas dan tidak bisa ditutup-tutupi.
3. Belajar melihat apa yang kita hadapi dengan perspektif Tuhan: siapa Dia, kita dan dunia.
Dengan bersolitude kita semakin tahu apaka kita mengalami penurunan kualitas rohani. Apak kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri sehingga hati kita tidak tersentuh melihat berbagai hal di sekeliling kita. Jika kita bertemu dengan Tuhan kita akan semakin mengenal diri kita sendiri, dan dapat memandang dunia, orang lain, tugas, dll dengan benar, sehinnga kita dapat bersikap dengan benar dihadapan Tuhan.
4. Ingin mencari kehendak Allah, bimbi- ngan-Nya, atau peneguhan dari-Nya.
5. Bisa mengalami penghiburan dan pemuli- han kegirangan/sukacita serta damai dari-Nya.
Jika saudara merasa gersang dan tidak damai, mungkin saatnya saudara mengambil waktu untuk bersolitude.
6. Bertambahnya kepekaan dan belas kasi -han pada orang lain
7. Alami pemulihan kekuatan, kepekaan dan ketajaman, serta kedalaman (Lihat: Yes. 30: 15, 40:31, Mar 6:31).
Jika kita terus bertumbuh dalam solitude kita, maka disanalah kita mengalami kede- katan kita dengan Tuhan. Tidak ada jalan instant untuk hal tersebut. “The fruit of solitude is growing intimacy with God”.
Bagaimana melakukan solitude?
1. Cari/Upayakan tempat-waktu yang tenang dan sepi Memanfaatkan kesendirian-kesendirian kecil yang ada dalam hari-hari kita: saat dini hari (orang-orang belum bangun), sarapan , di angkot-dalam perjalanan, tinggal lebih lama di kantor, malam hari sebelum kita tidur. Jadi dalam keseharian, kita bisa melakukan solitude tanpa harus pergi ke tempat yang jauh dan makan dana yang besar.
2. Menenangkan diri: Berdiam diri
Silence dan Stillness
3. Bernyanyi: Memuji,menyembah Tuhan
4. Membaca Firman Tuhan , mis Lukas 10:25-30 dst
5. Membaca buku rohani (Spiritual Reading)
6. Pondering (merenung), Refleksi dan Journaling
Evaluasi diri, tinjau kembali tujuan dan sasaran hidup saudara
7. Planning
Jika arah hidup kita sudah salah, maka melalui splitude kita bisa dengan segera balik arah
8. Berdoa (Penyembahan, Syukur, Permohonan, Syafaat)
Disiplin kesendirian (solitude) itulah yang akan membuka pintu. Saudara disambut dengan tangan terbuka untuk mendengar perkataan Allah dalam ketenangan yang lembut,penuh cinta kasih, ajaib, hebat dan memikat. Ini tidak akan kita dapatkan dari dunia ini. Tuhan menerima kita apa adanya. Sewaktu kita membuka hati kita kepadaNya, maka pintu kepada liberatioan terjadi. Kita menjadi orang yang merdeka. Selamat merayakan kesendirian saudara secara disiplin dan berdua dengan Dia, Sang kekasih jiwa kita. Selamat menikmati kemerdekaan di dalam Dia dengan cara berdua dengan Nya. Tentu saja kemerdakaan yang dimaksud disini adalah karena kita mengalami Dia.
Soli Deo Gloria!!
Hari ini kita akan mempelajari topik ke dua dari seri Celebrate of Disciplines yaitu The Discipline of Solitude.
Zaman sekarang ini adalah zaman yang tidak mengenal disiplin. Disiplin sudah hilang tidak berbekas. Padahal kita memerlukan karakter Kristen yang tangguh, yang hanya di dapat melalui disiplin. Kunci dari disiplin adalah penguasaan diri atau penundukan diri untuk melakukan sesuatu yang lebih penting dan mulia. Seluruh perjalanan pertumbuhan rohani kita melibatkan unsur disiplin. Seberapa jauh kita mengalami pertumbuhan rohani tergantung berapa disiplin tidaknya kita dalam hal-hal rohani. Mau sehebat apapun doanya, jika hanya sekali seumur hidup, berarti doa bukan bagian kehidupannya. Bahkan sehebat apapun khotbahnya, jika kecintaan kepada Firman bukan bagian dari hidupnya, itupun bukan sebuah kedisiplinan. Melakukan disiplin rohani tidak dapat dijadikan dalih untuk hidup mengasingkan diri dari dunia. Disiplin rohani bukan menghilangkan gelak tawa dari dunia ini. Sebaliknya, disiplin rohani seharus- nya dipandang sebagai sarana untuk menaklukkan keduniawian. Bukan untuk menjauhkan diri dari dunia, tetapi untuk melayani dunia – itu adalah tujuan disiplin rohani sebagaimana terlihat di Alkitab. Bukan menjauhi dunia ini dimana kita membuat satu komunitas sendiri yang tidak boleh ada orang lain di dalamnya. Ironisnya, keadaan kita membuat kita orang Kristen kehilangan suara kita. Kualitas kita dipertanyakan. Religius oke, yang menjadi pertanyaan apakah kehidupan spiritualitasnya benar?
Secara umum rasa takut ditinggalkan sendiri menghantui banyak orang, baik anak kecil, orangtua, dan orang seperti kita. Beberapa hari yang lalu, saya dengan bebrapa orang pergi ke RS Pirngadi Medan dan bertemu dengan Ompung Hutabarat. Dia sudah tua dan keluarganya jarang datang melihat dia. Dia kemudian mengatakan, ”Ga’ tahu lah aku kenapa ya..? Takut aku!” [di dalam ruangan tersebut hanya dia sendiri]. Banyak faktor yang membuat dia takut. Tetapi mungkin karena sering sendiri dan di dalam kesendirian itu dia takut. Semua manusia pada umumnya takut ditinggal sendiri. Ketakutan kita inilah yang sering mendorong kita mencari tempat ramai atau terkadang kita merasa harus ditemani. Pada zaman sekarang inipun kita bisa bingung jika tidak ada HP, sehingga tidak tahu harus melalukan apa. Atau bahkan menghabiskan waktu dengan menonton TV. Ini (mungkin) adalah gejala bahwa kita takut sendiri. Yesus memanggil kita di tengah-tengah kesepian di dalam kesendirian. Ini adalah dua hal yang berbeda.
Kesepian yang mengarah pada psikologis adalah merasa tidak ada yang mengerti kita baik di kantor maupun pelayanan, merasa tidak ada yang menghargai kita, merasa tidak ada yang peduli dengan pergumulan kita, merasa tidak ada orang lain yang mengerti kita apa adanya, harus memakai topeng agar orang lain menerima kita, dan harus selalu tampil baik dan tidak boleh salah dan gagal.
Kesepian yang lebih bersifat rohani.
1. Adanya kekosongan dalam batin atau jiwa yang tidak bisa dipuaskan oleh materi atau psikologi (Mat. 4:4, Yoh. 4: 13-14)
2. Adanya kebutuhan akan kedamaian, sukacita dan makna hidup yang hanya bisa diisi oleh sang Pencipta, melalui karya sang Juruselamat dunia ( Luk. 2: 11, 14; Ro. 5: 1-11).
3. Blaise Pascal berkata: “Hati manusia biar kecil, namun jika seisi dunia diisi kedalamnya tetap tidak akan memuaskannya, sebab hanya sang Pencipta yang bisa memuaskannya”.
Itu sebabnya banyak orang yang setelah alumni mengisi kekosongan dengan cara-cara lain. Mereka tidak semakin terisi tetapi akan semakin haus dan tidak jarang terseret ke tempat yang sulit untuk kembali kepada Tuhan.
Solitude adalah aloneness (kesendirian) bukan loneliness (kesepian). “ Solitude was not simply a matter of being alone, but of being with God!” Jadi, solitude adalah kesendirin, tetapi bukan kesendirian yang betul-betul sendiri, tetapi justru berdua bersama dengan Tuhan. “Solitude is not only a place of aloneness, but it is a place of companionship and fellowship with the Father! It is not only a place of stillness, but conversation.” Jadi bukan hanya sekedar duduk dengan tenang. Tetapi menikmati sebuah percakapan atau komunikasi yang heart to heart dengan Tuhan. Jadi, jika loneliness itu alone without God, maka solitude itu alone with God! Jika loneliness itu inner emptiness, maka solitude itu inner fulfillment (kepuasan batin)! Kesepian merupakan kekosongan batin tetapi kesendirian adalah kepuasan batin, keadaan pikiran dan hati kita sehingga bukan hanya masalah tempat. Ingat, tempat yang tenang tidak selalu membawa orang ke dalam solitude, tetapi orang yang solitude sewajarnya berada di dalam tempat yang tenang.
Jika kita memiliki kesendirian dalam batin, maka kita tidak akan takut untuk sendirian, karena kita mengetahui bahwa kita tidak sendiri. Kita juga tidak takut untuk bersama orang lain, karena mereka tidak akan menguasai kita. Orang yang bersolitude tidak berarti dia hidup sendiri, dingin, dan tidak bersosialisasi. Dia juga adalah sahabat yang hangat yang bisa dekat dengan kita. Ditengah-tengah kegaduhan dan kekacauan, kita bisa tetap tenang dalam keheningan batin yang mendalam. Kenapa? Karena keheningan itu datang dari dalam, yaitu batinnya. Kesendirian dalam batin akan dinyatakan secara lahir. Jika batin kita mengalami solitude dalam hari-hari kita dengan disiplin, biasanya akan terlihat lewat kehidupan kita sehari-hari.
Kita akan melihat Yesus dan kesendirian. Banyak sekali contoh-contoh dalam Alkitab yang mengemukan betapa Yesus selalu bersolitude. Dan pada waktyu-waktu tertentu Dia bersolitude bersama dengan murid-murid.
• Mat 4:1-11à mengasingkan diri selama 40 hari di padang gurun mengawali pelayananNya
• Lukas 6:12à sendirian di bukit sebelum memilih 12 muridNya
• Mat 14:13à menyingkir dan mengasingkan diri ketika menerima berita tentang kematian Yohanes Pembaptis
• Mat 14:23à ke atas bukit untuk berdoa seorang diri, setelah mukjizat memberi makan lima ribu orang
• Mark 1:35à Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana, setelah bekerja dan melayani dengan jadwal yang sangat padat
• Mark 6:31à Marilah ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian, setelah murid2 selesai PI dan penyembuhan
• Lukas 5:16à Yesus mengundurkan diri ke tempat yang sunyi dan berdoa setelah menyembuhkan seorang yang berpenyakit lepra
• Mat 17:1-9à Bersama tiga muridNya ke gunung yang sepi di mana Ia menyatakan kemuliaanNya
• Mat 26:36-46à Suasana kesendirian di taman Getsemani , menaklukkan kehendak- NYA kepada kehendak BapaNYA - sebelum disalib – menyerahkan nyawaNYA
Yesus adalah teladan untuk bersolitude. Solitude bukan sebuah penemuan baru. Solitude adalah teladan dari Tuhan kita, Yesus Kristus.
Tanpa keheningan dan ketenangan tidak ada kesendirian. Silence, hening, stillnes, dan tenang adalah awal membentuk kesendirian. Burn Hoven mengatakan berdiam diri yang sebenarnya, ketenangan yang sebenarnya adalah menahan lidah kita. Dan hal ini hanya didapatkan dengan ketenangan batin. Sulit kita merasakan keadaan itu hening jika kita tidak berdiam diri. Tetapi orang yang diam belum tentu hening. Dia memang diam tetapi pikirannya kemana-mana. Tetapi hening biasanya kita diam. Langkah kongkrit untuk hening adalah diam. Diam bukan hanya mulut tetapi juga pikiran. Semua dibawa ke dalam ketenangan. Tenang juga bukan hanya sekedar bahasa tubuh yang tidak bergerak, tetapi berbicara soal keadaan batin yang memang terlihat secara lahiriah. Jadi bukan soal duduk, di tempat yang sunyi. Ini semua penting, tetapi kuncinya adalah mengendalikan diri (pikiran, mulut, hati) dan diserahkan kepada Tuhan. Pengkhotbah 3:7 mengatakan ada waktunya diam ada waktunya bicara. Tetapi kita sering kita yangharusnya diam tetapi kita berbicara. Dan Yak 3:1-12 berbicara soal dosa lidah. Jadi lidah atau mulut dan pembicaraan bukan Cuma bisa menimbulkan dosa apakah gosip tetapi juga bisa membuat kita tidak bisa berdua atau bersolitude dengan Tuhan. Jika kita diomongin tidak benar oleh orang, tentu saja kita ingin langsung mengklarifikasi sesegera mungkin. Ini adalah kecenderungan naluriah kita. Sebenarnya, apakah kita melakukan hal tersebut untuk menjaga nama baik kita? Jika iya, apakah Tuhan tidak lebih baik menjaga nama baik kita? Apakah Tuhan tidak lebih bijaksana melakukan hal tersebut? Jadi sebenarnya, jika kita pingin menjelaskan kepada orang bahwa kita tidak seperti itu, mungkin karena kita kurang percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan segala hal tersebut lebih baik dari yang kita lakukan. Tuhan lebih baik mengontrol dari pada kita yang mengontrol. Sering sekali kita ingin semua berada di dalam kontrol kita. Itulah sebabnya jika orang diruh berdiam diri, maka dia akan bingung. Kita memang susah melepaskan kontrol kita kepada Tuhan. Jika kita percaya kepada Tuhan, ada banyak hal yang tidak perlu kita jelaskan tentang diri kita kepada orang lain. Biar kebenaran itu menunjukkan dirinya. Akan nyata kebena- ran Tuhan menunjukkan kebenaran. Akan nyata bahwa kita yang hidup dalam kebenaran adalah benar.
Ada beberapa alasan kenapa kita harus bersolitude.
1. Untuk bergaul dan bersekutu dengan Bapa di Sorga!
Kita berdiam diri bukan karena ‘bete’.
2. Untuk memulihkan dan memelihara persekutuan kita dengan sang Pencipta dan Penebus kita
Dengan sesama mungkin kita sering emmakai topeng agar diterima. Tetapi bertemu dengan Tuhan kita tidak memakai topeng. Kedangkalan kita, kesomongan kita, keengganan kita, dll, semua terlihat dengan jelas dan tidak bisa ditutup-tutupi.
3. Belajar melihat apa yang kita hadapi dengan perspektif Tuhan: siapa Dia, kita dan dunia.
Dengan bersolitude kita semakin tahu apaka kita mengalami penurunan kualitas rohani. Apak kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri sehingga hati kita tidak tersentuh melihat berbagai hal di sekeliling kita. Jika kita bertemu dengan Tuhan kita akan semakin mengenal diri kita sendiri, dan dapat memandang dunia, orang lain, tugas, dll dengan benar, sehinnga kita dapat bersikap dengan benar dihadapan Tuhan.
4. Ingin mencari kehendak Allah, bimbi- ngan-Nya, atau peneguhan dari-Nya.
5. Bisa mengalami penghiburan dan pemuli- han kegirangan/sukacita serta damai dari-Nya.
Jika saudara merasa gersang dan tidak damai, mungkin saatnya saudara mengambil waktu untuk bersolitude.
6. Bertambahnya kepekaan dan belas kasi -han pada orang lain
7. Alami pemulihan kekuatan, kepekaan dan ketajaman, serta kedalaman (Lihat: Yes. 30: 15, 40:31, Mar 6:31).
Jika kita terus bertumbuh dalam solitude kita, maka disanalah kita mengalami kede- katan kita dengan Tuhan. Tidak ada jalan instant untuk hal tersebut. “The fruit of solitude is growing intimacy with God”.
Bagaimana melakukan solitude?
1. Cari/Upayakan tempat-waktu yang tenang dan sepi Memanfaatkan kesendirian-kesendirian kecil yang ada dalam hari-hari kita: saat dini hari (orang-orang belum bangun), sarapan , di angkot-dalam perjalanan, tinggal lebih lama di kantor, malam hari sebelum kita tidur. Jadi dalam keseharian, kita bisa melakukan solitude tanpa harus pergi ke tempat yang jauh dan makan dana yang besar.
2. Menenangkan diri: Berdiam diri
Silence dan Stillness
3. Bernyanyi: Memuji,menyembah Tuhan
4. Membaca Firman Tuhan , mis Lukas 10:25-30 dst
5. Membaca buku rohani (Spiritual Reading)
6. Pondering (merenung), Refleksi dan Journaling
Evaluasi diri, tinjau kembali tujuan dan sasaran hidup saudara
7. Planning
Jika arah hidup kita sudah salah, maka melalui splitude kita bisa dengan segera balik arah
8. Berdoa (Penyembahan, Syukur, Permohonan, Syafaat)
Disiplin kesendirian (solitude) itulah yang akan membuka pintu. Saudara disambut dengan tangan terbuka untuk mendengar perkataan Allah dalam ketenangan yang lembut,penuh cinta kasih, ajaib, hebat dan memikat. Ini tidak akan kita dapatkan dari dunia ini. Tuhan menerima kita apa adanya. Sewaktu kita membuka hati kita kepadaNya, maka pintu kepada liberatioan terjadi. Kita menjadi orang yang merdeka. Selamat merayakan kesendirian saudara secara disiplin dan berdua dengan Dia, Sang kekasih jiwa kita. Selamat menikmati kemerdekaan di dalam Dia dengan cara berdua dengan Nya. Tentu saja kemerdakaan yang dimaksud disini adalah karena kita mengalami Dia.
Soli Deo Gloria!!
Celebrate of Discipline 1: Door to Liberation
Indrawaty Sitepu, MA
Hari ini kita akan berbicara mengenai door to liberation. Disiplin-disiplin rohani yang kita miliki seharusnya membawa kita kepada kemerdekaan. Disiplin ini adalah pintu menuju kemerdekaan, bukan sebaliknya. Jadi, jika disiplin rohani telah menjadi sebuah rutinitas atau legalisme, hanya akan menuju kedangkalan dan kematian. Menurut Richard Foster, kedangkalan merupakan kutuk zaman kita. Doktrin kepuasan seketika merupakan persoalan rohani utama saat ini. Jika sudah doa dan sharing, maka langsung lega. Memang ada unsur lega di sana. Tetapi jika hanya sebatas lega agar tidak dikoreksi, maka apa yang kita lakukan adalah hal yang dangkal. Yang sangat dibutuhkan sekarang ini bukan lebih banyak orang cerdas atau orang-orang yang berbakat, melainkan orang-orang yang berpikir secara mendalam. Orang pintar dan berbakat sudah banyak, tetapi orang-orang yang bisa berpikir dengan dalam, peka dengan apa yang terjadi sangat sulit untuk di dapat. Mari membuka Mark 7:6, ”Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku”, dan 2 Tim 3:5, ”Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!" Apakah nyanyian kita hanya sebatas di bibir atau keluar dari hati dan hidup keseharian kita. Hal ini menjadi pertanyaan bagi kita. Tetapi mari kita mengingat bahwa menjadi religius belum tentu memiliki spiritualitas yang benar. Menyembah di bibir tetapi hatinya jauh dari Allah.
Dalam 2 Tim 3:5 tadi dikatakan bahwa ada orang yang beibadah tetapi mengingkari kekuatan dari ibadah itu. Seharusnya ada perbedaan antara orang yang dekat kepada Tuhan dengan orang yang tidak dekat kepada Tuhan. Tetapi betapa banyaknya orang Kristen ketika selesai berdoa atau PA masih tetap memiliki iri hati dan hal-hal lahiriah lainnya. Jangan pernah berpikir bahwa hanya di Gereja hal-hal seperti ini banyak terjadi. Di persekutuan pun hal ini harus dipertanyakan.
Berbicara mengenai spirutualitas berarti berbicara seluruh aspek hidup, bukan hanya ketika kita Sate atau doa. Disiplin rohani itu bukan untuk orang-orang tertentu seperti biarawan dll. Tetapi disiplin rohani juga untuk orang-orang yang biasa, yang mempunyai pekerjaan dan kesibukan kehidupan sehari-hari. Disiplin rohani juga bukan pula pekerjaan yang membosankan yang ditujukan untuk melenyapkan gelak tawa dari muka bumi. Terkadang orang berpikir bahwa seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi tidak boleh terbahak-bahak dan harus menjaga imagenya.
Kesukaan merupakan kunci dari disiplin rohani. Jika kita merasa terpaksa memuji Tuhan, maka hal tersebut akan menjadi sesuatu yang membosankan. Kesukaan membuat seseorang itu tanpa terasa dapat berdoa berjam-jam. Tujuan disiplin rohani adalah pembebasan dari perbudakan yang mencekik kepada kepentingan dari sendiri dan ketakutan. Sewaktu kita melakukan disiplin-disiplin rohani (berdoa, baca Firman), sebenarnya apa yang terjadi di sana? Roh di dalam batin seseorang dilepaskan dari semua hal yang mengekangnya. Ada banyak yang dapat mengekang roh kita seperti tekanan-tekanan batin atau lingkungan, target kita dll. Syarat utama dari disiplin rohani adalah rindu kepada Allah. Kuncinya adalah kesukaan dan syarat utamanya adalah kerinduan. Apakah kita beda jika kita melakukan waktu teduh kita dan doa kita dengan perasaan eager (betul-betul ingin melakukan) daripada ketika kita bermalas-malasan. Pasti sangat berbeda. Jadi, sejauh mana kita melakukan disiplin rohani kita dengan kerinduan bertemu dengan Tuhan? Tuhan tidak suka dibohongi. Tuhan tahu setiap hati kita ketika kita datang kepada Dia. Bagaimana kondisi dari disiplin rohani kita akan terlihat oleh kita atau orang lain sewaktu kita menghadapi permasalahan hidup. Sepanjang semuanya baik-baik saja memang agak sulit untuk memeriksanya. Tetapi bagaimana ketika kita menghadapi masalah seperti kemarahan, kedengkian, kerakusan, kesombongan, nafsu seks, ketakutan, dll?
Biasanya metode kita dalam mengatasi dosa yang mendarah daging adalah dengan melancarkan serangan dari depan. Artinya kita mengandalkan kemauan keras kita dan ketetapan hati kita. Kita mencoba untuk tidak melakukannya lagi. Kita berjuang melawannya dan kita menyiapkan kehendak kita memusuhinya. Tetapi yang terjadi adalah kita bisa lebih parah lagi. Mungkin untuk sesaat kita bisa lepas, tetapi untuk selanjutnya? Kita biasanya bangga dengan kebenaran lahiriah. Hal ini sama saja seperti kuburan yang dilabur putih. Dari luar kelihatan berhasil sementara waktu, tetapi cepat atau lambat di dalam keretakan dan celah-celah hidup kita, keadaan batin kita yang sebenarnya akan nyata. Jika kita penuh dengan belas kasihan, hal itu akan nyata dan sebaliknya, jika kita penuh dengan kebencian, kesombongan hal itu pun akan dinyatakan. Walaupun kita berusaha untuk menyembunyikan, sifat kita akan disingkapkan oleh mata kita, mulut kita, dan seluruh bahasa tubuh kita. Kenapa? Karena kemauan kita tidak memadai untuk mengerjakan perubahan yang perlu di dalam roh batin kita. Kita tidak sanggup membangun kerohanian kita dengan upaya kita sendiri. Itulah sebabnya disediakan disiplin-disiplin rohani untuk membuka pintu kemerdekaan.
Kebenaran batin adalah pemberian Allah. Perubahan di dalam diri kita adalah pekerjaan Allah. Hanya Tuhan yang dapat bekerja di batin. Roma 5 mengatakan kebenaran adalah pemberian Allah. Hal ini tidak berarti tidak ada sesuatu yang dapat kita kerjakan. Bagian kita adalah menanti Allah dan mempersilahkan Dia untuk mengubah kita. Itulah sebabnya disiplin rohani membukakan pintu kemerdekaan karena Allah memberikan kita disiplin-disiplin rohani sebagai satu upaya untuk menerima anugerahnya. Saya tidak tahu kapan saudara menagalaminya, menurut saya hal ini seharusnya menjadi pengalaman kita bersama-sama dengan Tuhan. Waktu kita datang kepada Tuhan, begitu banyak anugerah yang kita alami. Anugerah bukan hanya sekedar ketika kita berdoa agar kita lulus dan kita lulus. Ini memang berkat, tetapi berkat yang hari lepas hari berlimpah kita alami dalam menjalankan disiplin rohani yang kita lakukan. Disiplin-disiplin ini memungkinkan kita untuk menempatkan diri kita dihadapan Allah agar Ia dapat mengubah kita. Kita melakukan disiplin itu sebagai wadah dimana Allah mengubah kita. Orang saleh bukan orang yang paling banyak pelayanannya. Orang yang saleh adalah seorang pendoa. Dan orang seperti inilah yang paling dibutuhkan sekarang ini. Disiplin-disiplin rohani itu sendiri tidak dapat mengerjakan apa-apa. Hanya dapat membawa kita ke tempat dimana sesuatu dapat dikerjakan oleh Allah. Disiplin adalah sarana anugerah Allah. Kebenaran batin yang kita cari bukan sesuatu yang kita curahkan ke atas kepala kita. Disiplin sebagai alat yang menempatkan kita dimana Ia dapat memberkati kita. Itulah kenapa kita harus disiplin berdoa dan melakukan disiplin lainnya.
Disiplin rohani adalah jalan anugerah yang disiplin. Maksudnya adalah disiplin rohani itu merupakan jalan anugerah Allah bagi kita yang perlu kita disiplinkan. Hal ini berbeda denagn rutinitas. Bukan jalan kegagalan moral melalui usaha manusia untuk mendapatkan kebenaran. Inilah yang disebut dengan kesesatan moralisme, dimana seseorang merasa melalui setiap usaha manusialah, dia memperoleh kebenaran.
Disiplin rohani bukan jalan kegagalan moral karena tidak ada usaha manusia sama sekali. Karena pemberian Allah, maka usaha manusia tidak ada. Ini salah. Ini adalah kesesatan antinomianisme dimana segala hukum moral tidak ada gunanya dan hanya iman yang diperlukan untuk mendapat keselamatan. Disiplin rohani adalah mempersilahkan Tuhan untuk memenuhi dan mengubah kita. Sehingga orang yang menjalankan disiplin-disiplin rohaninya bukan hanya sdaat dia sadar buah roh itu nampak, justru saat dia lengah pun buah itu yang muncul dari hidupnya. Utnuk menilai orang saat baik pada saat dia lengah. Jika dia sadar sesadar-sadarnya, apalagi di depan orang yang dia hormati, maka dia bisa berbeda. Tetapi jika dia lengan maka tidak ada lagi kepura-puraan dan itulah dia sebenarnya. Pada saat kita lengah maka spontan akan mengalir dari kehidupan batin kita kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri ( Gal 5:22-23). Semua hal-hal ini mengali dengan sendirinya dari hidup seorang yang memiliki disiplin rohani yang merupakan pintu kemerdekaan itu. Dia merdeka untuk hidup seperti apa yang Tuhan inginkan dan rancang. Dia merdeka, bukan karena dipaksa oleh keadaan, status, tetapi mengalir secar alami bahkan saat dia lengah sekalipun. Itulah buah disiplin rohani yang terlihat dalam keseharian kita. Religius belum tentu spiritualitasnya benar, tetapi orang yang memiliki spiritualitas yang benar akan terlihat dalam seluruh aspek hidupnya, karena bicara mengenai spiritualitas kita bicara soal totalitas hidup dimana tidak ada bagian yang tidak terkait dengan spiritualitas kita.
Jika disiplin berubah menjadi rutinitas dan hukum maka akan menghasilkan kedangkalan dan kematian (secara rohani). Mat 5:20, ” Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” [band Mat 23:3, 13, 14, 15, 16, 23, 25-28]. Pada bagian ini kita akan menemukan bagaimana peringatan dan kecaman kepada Ahli taurat yang dilakukan oleh Yesus karena mereka hanya pintar mengajar tanpa menghidupinya. Ini menjadi peringatan bgi kita juga. Ini adalah akibat dari disiplin rohani yang menjadi hukum dan rutinita. Bukannya menjadi pintu pada kemerdekaan, disiplin rohani menjadi jalan kematian. Hal ini terjadi karena mengutamakan lahiriah dan kesalehan pura-pura. Mereka tidak membawa orang lebih dekat kepada kerajaan Allah, tetapi makin jauh. Jika aktifitas rohani orang Farisi tidak kita ragukan. Oleh karena itu Yesus meminta kita melakukan segala sesuatu yang mereka ajarkan tetapi tidak meniru perbuatan mereka yang mengajar tetapi tidak melakukannya. Jika disiplin berubah menjadi hukum, maka biasanya akan dipakai untuk memanipulasi dan menguasai orang lain. Makanya disebut sebagi jalan kematian. Dalam 2 Kor 3:6 dikatakan bahwa Roh menghidupkan. Disiplin rohani akan membawa kita ke hadiratNya, membaharui kita dari hari ke hari sehingga kita menjadi orang yang lebih kuat, disempurnakan dan tidak labil. Dalam tindakannya, nyata buah roh itu menyertainya. Ada kasihan dan kelemah lembutan yang membuat dia memutuskan semuanya itu. Tetapi sebaliknya, jika disiplin rohani menjadi rutinitas dan hukum maka disiplin itu tidak ada kuasanya akan membawa kepada kematian. Seolah-olah kita rohani, sebenarnya hanya kelihatannya rohani. Pembaharuan tidak dialami dalam hidupnya.
Disiplin rohani merupakan sebuah pintu menuju kemerdekaan jika kita dengan setia. Apakah kita telah disipilin melakukannya? Mari kita bersama memiliki kemerdsekaan di dalam persekutuan dengan Tuhan, memiliki hidup dengan disiplin rohani yang merupakan pintu kemerdekaan bagi kita.
Soli Deo Gloria!
Hari ini kita akan berbicara mengenai door to liberation. Disiplin-disiplin rohani yang kita miliki seharusnya membawa kita kepada kemerdekaan. Disiplin ini adalah pintu menuju kemerdekaan, bukan sebaliknya. Jadi, jika disiplin rohani telah menjadi sebuah rutinitas atau legalisme, hanya akan menuju kedangkalan dan kematian. Menurut Richard Foster, kedangkalan merupakan kutuk zaman kita. Doktrin kepuasan seketika merupakan persoalan rohani utama saat ini. Jika sudah doa dan sharing, maka langsung lega. Memang ada unsur lega di sana. Tetapi jika hanya sebatas lega agar tidak dikoreksi, maka apa yang kita lakukan adalah hal yang dangkal. Yang sangat dibutuhkan sekarang ini bukan lebih banyak orang cerdas atau orang-orang yang berbakat, melainkan orang-orang yang berpikir secara mendalam. Orang pintar dan berbakat sudah banyak, tetapi orang-orang yang bisa berpikir dengan dalam, peka dengan apa yang terjadi sangat sulit untuk di dapat. Mari membuka Mark 7:6, ”Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku”, dan 2 Tim 3:5, ”Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!" Apakah nyanyian kita hanya sebatas di bibir atau keluar dari hati dan hidup keseharian kita. Hal ini menjadi pertanyaan bagi kita. Tetapi mari kita mengingat bahwa menjadi religius belum tentu memiliki spiritualitas yang benar. Menyembah di bibir tetapi hatinya jauh dari Allah.
Dalam 2 Tim 3:5 tadi dikatakan bahwa ada orang yang beibadah tetapi mengingkari kekuatan dari ibadah itu. Seharusnya ada perbedaan antara orang yang dekat kepada Tuhan dengan orang yang tidak dekat kepada Tuhan. Tetapi betapa banyaknya orang Kristen ketika selesai berdoa atau PA masih tetap memiliki iri hati dan hal-hal lahiriah lainnya. Jangan pernah berpikir bahwa hanya di Gereja hal-hal seperti ini banyak terjadi. Di persekutuan pun hal ini harus dipertanyakan.
Berbicara mengenai spirutualitas berarti berbicara seluruh aspek hidup, bukan hanya ketika kita Sate atau doa. Disiplin rohani itu bukan untuk orang-orang tertentu seperti biarawan dll. Tetapi disiplin rohani juga untuk orang-orang yang biasa, yang mempunyai pekerjaan dan kesibukan kehidupan sehari-hari. Disiplin rohani juga bukan pula pekerjaan yang membosankan yang ditujukan untuk melenyapkan gelak tawa dari muka bumi. Terkadang orang berpikir bahwa seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi tidak boleh terbahak-bahak dan harus menjaga imagenya.
Kesukaan merupakan kunci dari disiplin rohani. Jika kita merasa terpaksa memuji Tuhan, maka hal tersebut akan menjadi sesuatu yang membosankan. Kesukaan membuat seseorang itu tanpa terasa dapat berdoa berjam-jam. Tujuan disiplin rohani adalah pembebasan dari perbudakan yang mencekik kepada kepentingan dari sendiri dan ketakutan. Sewaktu kita melakukan disiplin-disiplin rohani (berdoa, baca Firman), sebenarnya apa yang terjadi di sana? Roh di dalam batin seseorang dilepaskan dari semua hal yang mengekangnya. Ada banyak yang dapat mengekang roh kita seperti tekanan-tekanan batin atau lingkungan, target kita dll. Syarat utama dari disiplin rohani adalah rindu kepada Allah. Kuncinya adalah kesukaan dan syarat utamanya adalah kerinduan. Apakah kita beda jika kita melakukan waktu teduh kita dan doa kita dengan perasaan eager (betul-betul ingin melakukan) daripada ketika kita bermalas-malasan. Pasti sangat berbeda. Jadi, sejauh mana kita melakukan disiplin rohani kita dengan kerinduan bertemu dengan Tuhan? Tuhan tidak suka dibohongi. Tuhan tahu setiap hati kita ketika kita datang kepada Dia. Bagaimana kondisi dari disiplin rohani kita akan terlihat oleh kita atau orang lain sewaktu kita menghadapi permasalahan hidup. Sepanjang semuanya baik-baik saja memang agak sulit untuk memeriksanya. Tetapi bagaimana ketika kita menghadapi masalah seperti kemarahan, kedengkian, kerakusan, kesombongan, nafsu seks, ketakutan, dll?
Biasanya metode kita dalam mengatasi dosa yang mendarah daging adalah dengan melancarkan serangan dari depan. Artinya kita mengandalkan kemauan keras kita dan ketetapan hati kita. Kita mencoba untuk tidak melakukannya lagi. Kita berjuang melawannya dan kita menyiapkan kehendak kita memusuhinya. Tetapi yang terjadi adalah kita bisa lebih parah lagi. Mungkin untuk sesaat kita bisa lepas, tetapi untuk selanjutnya? Kita biasanya bangga dengan kebenaran lahiriah. Hal ini sama saja seperti kuburan yang dilabur putih. Dari luar kelihatan berhasil sementara waktu, tetapi cepat atau lambat di dalam keretakan dan celah-celah hidup kita, keadaan batin kita yang sebenarnya akan nyata. Jika kita penuh dengan belas kasihan, hal itu akan nyata dan sebaliknya, jika kita penuh dengan kebencian, kesombongan hal itu pun akan dinyatakan. Walaupun kita berusaha untuk menyembunyikan, sifat kita akan disingkapkan oleh mata kita, mulut kita, dan seluruh bahasa tubuh kita. Kenapa? Karena kemauan kita tidak memadai untuk mengerjakan perubahan yang perlu di dalam roh batin kita. Kita tidak sanggup membangun kerohanian kita dengan upaya kita sendiri. Itulah sebabnya disediakan disiplin-disiplin rohani untuk membuka pintu kemerdekaan.
Kebenaran batin adalah pemberian Allah. Perubahan di dalam diri kita adalah pekerjaan Allah. Hanya Tuhan yang dapat bekerja di batin. Roma 5 mengatakan kebenaran adalah pemberian Allah. Hal ini tidak berarti tidak ada sesuatu yang dapat kita kerjakan. Bagian kita adalah menanti Allah dan mempersilahkan Dia untuk mengubah kita. Itulah sebabnya disiplin rohani membukakan pintu kemerdekaan karena Allah memberikan kita disiplin-disiplin rohani sebagai satu upaya untuk menerima anugerahnya. Saya tidak tahu kapan saudara menagalaminya, menurut saya hal ini seharusnya menjadi pengalaman kita bersama-sama dengan Tuhan. Waktu kita datang kepada Tuhan, begitu banyak anugerah yang kita alami. Anugerah bukan hanya sekedar ketika kita berdoa agar kita lulus dan kita lulus. Ini memang berkat, tetapi berkat yang hari lepas hari berlimpah kita alami dalam menjalankan disiplin rohani yang kita lakukan. Disiplin-disiplin ini memungkinkan kita untuk menempatkan diri kita dihadapan Allah agar Ia dapat mengubah kita. Kita melakukan disiplin itu sebagai wadah dimana Allah mengubah kita. Orang saleh bukan orang yang paling banyak pelayanannya. Orang yang saleh adalah seorang pendoa. Dan orang seperti inilah yang paling dibutuhkan sekarang ini. Disiplin-disiplin rohani itu sendiri tidak dapat mengerjakan apa-apa. Hanya dapat membawa kita ke tempat dimana sesuatu dapat dikerjakan oleh Allah. Disiplin adalah sarana anugerah Allah. Kebenaran batin yang kita cari bukan sesuatu yang kita curahkan ke atas kepala kita. Disiplin sebagai alat yang menempatkan kita dimana Ia dapat memberkati kita. Itulah kenapa kita harus disiplin berdoa dan melakukan disiplin lainnya.
Disiplin rohani adalah jalan anugerah yang disiplin. Maksudnya adalah disiplin rohani itu merupakan jalan anugerah Allah bagi kita yang perlu kita disiplinkan. Hal ini berbeda denagn rutinitas. Bukan jalan kegagalan moral melalui usaha manusia untuk mendapatkan kebenaran. Inilah yang disebut dengan kesesatan moralisme, dimana seseorang merasa melalui setiap usaha manusialah, dia memperoleh kebenaran.
Disiplin rohani bukan jalan kegagalan moral karena tidak ada usaha manusia sama sekali. Karena pemberian Allah, maka usaha manusia tidak ada. Ini salah. Ini adalah kesesatan antinomianisme dimana segala hukum moral tidak ada gunanya dan hanya iman yang diperlukan untuk mendapat keselamatan. Disiplin rohani adalah mempersilahkan Tuhan untuk memenuhi dan mengubah kita. Sehingga orang yang menjalankan disiplin-disiplin rohaninya bukan hanya sdaat dia sadar buah roh itu nampak, justru saat dia lengah pun buah itu yang muncul dari hidupnya. Utnuk menilai orang saat baik pada saat dia lengah. Jika dia sadar sesadar-sadarnya, apalagi di depan orang yang dia hormati, maka dia bisa berbeda. Tetapi jika dia lengan maka tidak ada lagi kepura-puraan dan itulah dia sebenarnya. Pada saat kita lengah maka spontan akan mengalir dari kehidupan batin kita kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri ( Gal 5:22-23). Semua hal-hal ini mengali dengan sendirinya dari hidup seorang yang memiliki disiplin rohani yang merupakan pintu kemerdekaan itu. Dia merdeka untuk hidup seperti apa yang Tuhan inginkan dan rancang. Dia merdeka, bukan karena dipaksa oleh keadaan, status, tetapi mengalir secar alami bahkan saat dia lengah sekalipun. Itulah buah disiplin rohani yang terlihat dalam keseharian kita. Religius belum tentu spiritualitasnya benar, tetapi orang yang memiliki spiritualitas yang benar akan terlihat dalam seluruh aspek hidupnya, karena bicara mengenai spiritualitas kita bicara soal totalitas hidup dimana tidak ada bagian yang tidak terkait dengan spiritualitas kita.
Jika disiplin berubah menjadi rutinitas dan hukum maka akan menghasilkan kedangkalan dan kematian (secara rohani). Mat 5:20, ” Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” [band Mat 23:3, 13, 14, 15, 16, 23, 25-28]. Pada bagian ini kita akan menemukan bagaimana peringatan dan kecaman kepada Ahli taurat yang dilakukan oleh Yesus karena mereka hanya pintar mengajar tanpa menghidupinya. Ini menjadi peringatan bgi kita juga. Ini adalah akibat dari disiplin rohani yang menjadi hukum dan rutinita. Bukannya menjadi pintu pada kemerdekaan, disiplin rohani menjadi jalan kematian. Hal ini terjadi karena mengutamakan lahiriah dan kesalehan pura-pura. Mereka tidak membawa orang lebih dekat kepada kerajaan Allah, tetapi makin jauh. Jika aktifitas rohani orang Farisi tidak kita ragukan. Oleh karena itu Yesus meminta kita melakukan segala sesuatu yang mereka ajarkan tetapi tidak meniru perbuatan mereka yang mengajar tetapi tidak melakukannya. Jika disiplin berubah menjadi hukum, maka biasanya akan dipakai untuk memanipulasi dan menguasai orang lain. Makanya disebut sebagi jalan kematian. Dalam 2 Kor 3:6 dikatakan bahwa Roh menghidupkan. Disiplin rohani akan membawa kita ke hadiratNya, membaharui kita dari hari ke hari sehingga kita menjadi orang yang lebih kuat, disempurnakan dan tidak labil. Dalam tindakannya, nyata buah roh itu menyertainya. Ada kasihan dan kelemah lembutan yang membuat dia memutuskan semuanya itu. Tetapi sebaliknya, jika disiplin rohani menjadi rutinitas dan hukum maka disiplin itu tidak ada kuasanya akan membawa kepada kematian. Seolah-olah kita rohani, sebenarnya hanya kelihatannya rohani. Pembaharuan tidak dialami dalam hidupnya.
Disiplin rohani merupakan sebuah pintu menuju kemerdekaan jika kita dengan setia. Apakah kita telah disipilin melakukannya? Mari kita bersama memiliki kemerdsekaan di dalam persekutuan dengan Tuhan, memiliki hidup dengan disiplin rohani yang merupakan pintu kemerdekaan bagi kita.
Soli Deo Gloria!
Family bgn 3- Preparing For Godly Family
Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div
Hari ini kita akan berbicara tentang bagaimana mempersiapkan keluarga ilahi. Keluarga yang bermisi hanya bisa terjadi jika kita hidup dengan visi dan panggilan hidup yang. Dalam Amsal 29:18 dikatakan, “Bila tidak ada wahyu (visi), menjadi liarlah rakyat…” Betapa penting- nya visi dalam hidup anak Tuhan, kepemimpinan, dan juga keluarga. Memiliki visi yang tajam akan menentukan semua keputusan dan pilihan kita. Seseorang akan rohani bukan karena dia bernyanyi rohani atau memiliki jabatan rohani. Tetapi, seseorang disebut rohani atau tidak dapat dilihat dari keputusan, pilihan, dan hal-hal yang ada di dalam hidupnya. Orang yang rohani pasti memilih yang rohani. Orang yang dewasa rohani pasti akan memilih hal-hal yang dewasa rohani, menggunakan uangnya untuk hal-hal yang benar dan tepat. Tidak mungkin orang yang dewasa secara rohani tidak memberi perpuluhan tetapi dapat menonton dua kali seminggu. Itulah sebabnya penting visi dan panggilan hidup di dalam menata satu keluarga yang Ilahi, karena visi membuat kita mengetahui prioritas dan membuat kita maksimal dalam hidup, termasuk di dalam pernikahan. Visi membuat kita mampu bertahan menghadapi pasangan hidup kita apapun kekurangan dan kelemahannya.
Bagaimana kita mempersiapkan Godly Family?
Pertama, mari melangkah karena kita yakin akan mandat umum dan mandat khusus ada bagi kita. Mandat umum adalah seperti yang sudah kita pelajari, yaitu Kej 1:27-28, “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.", dan mandat khusus seperti dalam Mat 19:11-12, ”Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti." Jika sudah yakin kita dipersiapkan Allah untuk melahirkan anak biologis dan anak theologis sekaligus, maka berdoalah untuk teman hidup.
Kedua, Godly Family dibangun dengan orang yang masuk dalam keluarga itu mengerti visi dan misinya secara pribadi, bukan sekedar ingin menikah maka kita menikah, bukan karena orang memiliki anak, maka kita ingin memiliki anak juga, bukan karena orang gandengan maka kita ingin gandengan juga.
Ketiga, kita menyadari panggilan Allah ketika melangkah. Ketika kita sadar akan panggilan Allah untuk berkeluarga atau tidak berkeluarga, biarlah hal tersebut menjadi aktualisasi visi yang dari Allah. Ingat, jangan menikah jika hal tersebut melanggar visi Allah. Hal ini dapat membuat hidup kita tidak maksimal. Dalam kenyataan, banyak pasangan yang melanggar hal ini akhirnya mengeluh.
Perhatikan pertanyaan ini. What is the vision of your marriage? Jika teman-teman berpikir untuk pacaran atau menikah, pertanyaan ini harus dimunculkan, apa visi dari pernikahan anda? Jika visinya tidak jelas, maka jangan melangkah karena hanya akan menambah jumlah pasangan yang menderita dalam pernikahan. Ketika kita menyadari visi kita, maka pernikahan kita bukan sekedar mengikuti orang atau cemburu atau karena dipaksa oleh orang tua kita.
Mari kita belajar dari Abraham kepada Ishak tentang bagaimana mempersiapkan keluarga yang Ilahi. Mari membaca Kej 24:1-67.
Ketika Abraham tua, dia tidak bisa lagi mengerjakan apa yang menjadi persiapan untuk Ishak. Maka ia memanggil seorang hamba yang paling dipercayainya dan mengambil sumpahnya. Abraham yang diberkati Tuhan dalam segala hal (ay 1) menghendaki rencana (visi) Allah (Kej.12:1-3) digenapi melalui pernikahan anaknya, Ishak (ay 5, 8). Muncul pertanyaan, mengapa bukan Ishak yang pertama melakukan seperti ini. Ingat, waktu mereka di Kanaan, hanya keluarga ini yang beriman kepada YAHWE. Jadi, Abraham berkata kepada hambanya agar tidak mengambil perempuan Kanaan yang menjadi isteri Ishak, tetapi harus kembali ke kampung asalnya. Dia mengambil orang yang percaya. Jadi Abraham punya penglihatan dari Allah ketika Allah memanggil dia keluar dari Ur-Kasdim, pergi ke satu tempat yang ia tidak tahu (kelak tempat itu adalah Kanaan). Dan di sana, ia tidak mau rencana Allah gagal. Oleh karena itu ia berupaya membuat visi Allah digenapi dan salah satunya adalah melalui pernikahan Ishak. Itulah sebabnya Abraham menyuruh hambanya pergi ke kampung halamannya untuk mengambil seorang wanita untuk menjadi isteri Ishak. Jika kita perhatikan, Abraham tidak ingin anaknya menikah dengan orang yang tidak beriman (ay 4-8).
Dalam rangka inilah ia mengutus hambanya ke tanah leluhurnya, mencari orang yang tepat untuk menjadi isteri Ishak. Kenapa bukan Ishak yang pergi? Ingat, syarat isteri Ishak yang pertama adalah harus percaya kepada YAHWE dan tidak boleh dari Kanaan, oleh karena itu kembali ke kampung halaman. Jadi Ishak tidak pergi karena Abraham yang pergi ke luar dari Ur-Kasdim pergi ke Kanaan, tidak ingin akanknya akan tinggal di sana dan menghambat rencana Allah. Itu sebabnya Ishak tidak di ijinkan ke sana [ay 4-6]. Abraham melakukan hal ini agar visi Allah digenapi dalam Godly Family.
Dasar untuk berindak bagi Abraham adalah janji, panggilan, atau visi Allah yang harus digenapi. Abraham mengingat kembali janji Allah yang pernah ia terima di kampung halamannya. Dan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, ia mencari pasangan untuk Ishak, anaknya. Ketika kita berpikir dalam rangka untuk menikah mari belajar bahwa pernikahan Ishak yang direncanakan adalah demi kegenapan visi Allah. Pernikahan Ishak sebagai satu keluarga yang Ilahi agar janji Allah yang sudah diucapkan kepada Abraham puluhan tahun sebelumnya jangan sampai gagal. Itulah sebabnya sangat penting visi bagi setiap orang percaya agar kita melangkah dan mengambil keputusan berdasarkan visi itu. Jika kita berpikir untuk menikah, adakah hal ini di dalam penggenapan panggilan Allah bagi hidup kita? Visi Allah bagi kita? Kemudian, dari bagian Firman ini, hamba Abraham berangkat dengan mengandalkan pimpinan Tuhan (12, 26-27 ).
Apa yang menjadi dasar bagi hamba Abraham ini untuk mengetahui? Mari kita perhatikan ayat 14-19. Dalam bagian ini kita melihat ada satu tanda yang menghantarkan orang tersebut kepada orang yang dipimpin oleh Tuhan. Waktu itu hamba ini selesai berdoa, muncul seorang wanita. Cantik parasnya, perawan, dan punya karakter yang baik. Banyak orang menafsirkan bagian ini dengan mengatakan mencari teman hidup dengan menggunakan tanda dengan mengatakan, ”Tuhan jika akau besok ketemu perempuan baju pink dan ia menyapaku pertama kali, maka ialah pasanganku.” Pertanyaannya adalah bolehkah kita meminta tanda? Bukan boleh atau tidak boleh. Yang menjadi ukurannya adalah apakah tanda itu. Dalam bagian ini kita melihat bahwa tanda yang diminta di sini adalah karakternya. Kita wajib mencari calon pasangan kita dengan tanda atau kriteria. Salah satunya adalah visi hidupnya. Jadi jika tanda seperti ini yang kita minta, silahkan minta. Hal ini boleh bahkan wajib. Jika kita minta tanda adalah karakternya yang betul-betul alkitabiah, hal ini juga adalah tanda yang benar. Tidak ada satupun yang mau tinggal dengan perempuan yang cerewet. Amsal berkata lebih baik tinggal di sotoh rumah daripada tinggal denbgan wanita yang cerewet, siapa sih yang mau dengan laki-laki yang kasar dan kejam? Pasti tidak ada. Meminta seperti ini dibolehkan. Jadi bukan tanda model rambut, tinggi badan, jurusan, warna kulit, suku, dll. Tetapi tanda itu adalah pasti dari segi standar Firman Allah. Jika ingin membangun keluarga yang memiliki standart Ilahi sangat dibutuhkan visi yang jelas dan karakter yang jelas dan benar menurut standart Alkitab. Yusuf minta tanda. Di luar logika ia mengambil Maria yang hamil di luar nikah menjadi isterinya. Hal ini pasti tidak gampang. Tetapi Tuhan berbicara secara khusus. Artinya adalah, jika hal tersebut berasal dari Tuhan, maka jika pun hal tersebut tidak seperti yang kita inginkan dan jauh dari yang kita harapkan, tidak ada alasan bagi kita untuk menolaknya jika visi hidupnya jelas dan karakternya bagus. Demikian juga Abraham yang ingin standar yang jelas bagi calon isteri Ishak untuk membangun keluarga yang Ilahi. Jika kita ingin membangun keluarga yang Ilahi, standar Ilahi pria/wanita itu harus jelas. Jangan mengurangi standart pria/wanita tersebut. Jika kita mulai mengurangi standart ini, maka kita akan mulai gagal dalam perwujudan visi Allah. Banyak kasus dimana ketika mahasiswa aktif sebagai pengurus dan melayani dengan semangat tetapi ketika menikah mereka ’hilang’ dari ’peredaran’. Apakah kita ingin membangun keluarga seperti ini? Tentu tidak.
Di dalam ayat 21 dikatakan ada pergumulan di dalam mencari pimpinan Tuhan. Hamba ini bergumul ketika mengamati wanita tersebut. Kita juga harus mengamati calon pasangan kita yang memiliki standar Ilahi agar keluarga kita menjadi keluarga Ilahi yang bermisi. Tanda atau isyarat hanya sebuah petunjuk bukan penentu. Petunjuk tersebut harus realis (bukan aneh-aneh), tetapi dari segi karakter dan kebaikan. Di sinilah penting sebuah karakter bagi calon teman hidup kita [Ams 31:10-30, penting dibaca oleh pria yang ingin menikah, dan bagi wanita, penting untuk mempersiapkan diri untuk memenuhi standar ini. Bd Mzm 128:1-6; Ef 5:21-32]. Bagi yang laki-laki, jangan hanya terpukau pada kecantikan seorang wanita. Cobalah untuk mencintai inner beauty-nya. Jika tidak maka rumah tangga kita dapat menjadi bencana. Di dalam ayat 30-31 Amsal tadi dikatakan bahwa kecantikan adalah sementara dan kemolekan adalah sia-sia. Siapakah yang dipuji-puji? Isteri yang takut pada Tuhan. Jika seorang Isteri takut pada Tuhan pasti lembut, ramah, sopan, rajin, peduli, dan bisa menata keluarga. Oleh karena itu, bagi para pria, carilah wanita yang takut akan Tuhan. Bagi yang perempuan, siapakah laki-laki yang diberkati oleh Tuhan? Dalam Mazmur 128:1-6 dikatakan diberkatilah laki-laki yang takut akan Tuhan. Oleh karena itu, carilah pria yang takut akan Tuhan. Pria yang takut akan Tuhan tidak akan membuat wanita menjadi tempat bentakan setiap hari tetapi bertanggung jawab selamanya.
Oleh karena itu, hambanya Abraham melihatnya dan mengamatinya apakah wanita tersebut pimpinan Tuhan bagi Ishak atau tidak. Mari perhatikan ayat 24-27. Setelah melihat karakter Ribka yang baik, baru hamba Abraham bertanya mengenai keluarganya dan meminta menginap di rumah Ribka. Ribka memberikannya. Dan ketika hamba ini tahu bahwa Ribka anaknya Betuel, tahulah hamba itu bahwa wanita inilah yang dipimpin oleh Allah karena dia adalah anaknya saudara Abraham, seorang yang juga beriman kepada YAHWE. Kemudian kepada Laban yang ramah itu, hamba itu menyatakan maksud kedatangannya. (30-49). Mari kita perhatikan ayat 50-54, ”Lalu Laban dan Betuel menjawab: "Semuanya ini datangnya dari TUHAN; kami tidak dapat mengatakan kepadamu baiknya atau buruknya. Lihat, Ribka ada di depanmu, bawalah dia dan pergilah, supaya ia menjadi isteri anak tuanmu, seperti yang difirmankan TUHAN." Ketika hamba Abraham itu mendengar perkataan mereka, sujudlah ia sampai ke tanah menyembah TUHAN. Kemudian hamba itu mengeluarkan perhiasan emas dan perak serta pakaian kebesaran, dan memberikan semua itu kepada Ribka; juga kepada saudaranya dan kepada ibunya diberikannya pemberian yang indah-indah. Sesudah itu makan dan minumlah mereka, ia dan orang-orang yang bersama-sama dengan dia, dan mereka bermalam di situ. Paginya sesudah mereka bangun, berkatalah hamba itu: "Lepaslah aku pulang kepada tuanku.”
Mari kita perhatikan kalimat Laban, ada dua kata yang menarik. Dikatakan ayat 50, ”...semuanya ini datangnya dari Tuhan...” dan ayat 51,”...seperti yang difirmankan Tuhan.” Langkah anak-anak Tuhan langsung diresponi oleh Laban dan Betuel, bahwa semuanya ini datang dari Tuhan dan merupakan keinginan Tuhan. Mari belajar dari hal ini. Laban dan Betuel sudah melihat bahwa hal ini adalah pimpinan Tuhan.
Bagaimana respon Ribka? Ribka meneri- ma pinangan itu (58-61) karena ia tahu hal tersebut adalah pimpinan Allah. Ada satu standar atau kriteria yang benar untuk membangun keluarga yang ilahi. Standar atau kriteria yang telah dikemukakan hamba itulah yang telah meyakinkan Ribka. Jika ditanyakan kepada diri kita, apa yang meyakinkan kita melangkah dan mengambil keputusan untuk pacaran dengan dirinya? Adakah dalam rangka visi itu? Dari bagian Firman ini pastilah hamba Abraham ini cerita kenapa dia di utus, dan oleh karena itu Laban dan Betuel, dan bukan hanya mereka, tetapi Ribka juga melihatnya. Apa yang membuat kita berani melangkah menolak atau menerima dirinya? Mari melangkah dengan standart yang jelas untuk membangun Godly Family. Perhatikan ayat 61-65 dimana ada pertemuan yang indah antara Ribka dan Ishak. ”Lalu berkemaslah Ribka beserta hamba-hambanya perempuan, dan mereka naik unta mengikuti orang itu. Demikianlah hamba itu membawa Ribka lalu berjalan pulang. Adapun Ishak telah datang dari arah sumur Lahai-Roi; ia tinggal di Tanah Negeb. Menjelang senja Ishak sedang keluar untuk berjalan-jalan di padang. Ia melayangkan pandangnya, maka dilihatnyalah ada unta-unta datang. Ribka juga melayangkan pandangnya dan ketika dilihatnya Ishak, turunlah ia dari untanya. Katanya kepada hamba itu: "Siapakah laki-laki itu yang berjalan di padang ke arah kita?" Jawab hamba itu: "Dialah tuanku itu." Lalu Ribka mengambil telekungnya dan bertelekunglah ia.” Hati berpaut. Walaupun ini pandangan pertama, tetapi pandangan pertama ini adalah karena visi, karena Ishak sudah tahu hal ini akan terjadi. Bukan sekedar first impression. Ini bukan sekedar pandangan pertama. Walaupun ini adalah pandangan pertama mereka berdua tetapi Ishak sudah tahu bawa siapa yang dibawa oleh hamba ayahnya itu pastilah anak Tuhan dan dalam rangka visi Allah. Oleh karena itulah dia memiliki respon seperti itu. Pastilah Abraham telah berbicara kepada dirinya dan hamba ini juga sudah berbicara sebelum berangkat.
Ketika mereka bertemu, Tuhan menanamkan cinta. Ayat 66-67 mengatakan, ”Kemudian hamba itu menceritakan kepada Ishak segala yang dilakukannya. Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi isterinya. Ishak mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal.” Dikatakan hamba ini bercerita mengenai perjalanannya ini dan pada saat mendengar cerita hamba inilah Ishak baru jatuh cinta. Dan berikutnya Ishak mencintai Ribka dan ia dihiburkan ketika ibunya meninggal. Menurut penafsir, ketika Sarai meninggal, Ishak kehilangan figur ibu yang mengasihinya dan ketika Ribka datang ia dihiburkan. Apa yang ingin saya katakan adalah wanita yang benar, yang berasal dari Allah, mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan dalam satu keluarga yang Ilahi. Pria yang benar yang berasal dari Allah, yang akan menjadi suamimu, mendatangkan peng- hiburan dan berkat bagi keluargamu. Inilah keluarga yang Ilahi.
Mari doakan dengan sungguh-sungguh. Mari melangkah karena visi Allah. Inilah Preparing for Godly Family. Melangkah dengan visi dan panggilan. Dalam rangka kegenapan visi Allah, mari melangkah sesuai dengan kriteria Allah.
Soli Deo Gloria!
Hari ini kita akan berbicara tentang bagaimana mempersiapkan keluarga ilahi. Keluarga yang bermisi hanya bisa terjadi jika kita hidup dengan visi dan panggilan hidup yang. Dalam Amsal 29:18 dikatakan, “Bila tidak ada wahyu (visi), menjadi liarlah rakyat…” Betapa penting- nya visi dalam hidup anak Tuhan, kepemimpinan, dan juga keluarga. Memiliki visi yang tajam akan menentukan semua keputusan dan pilihan kita. Seseorang akan rohani bukan karena dia bernyanyi rohani atau memiliki jabatan rohani. Tetapi, seseorang disebut rohani atau tidak dapat dilihat dari keputusan, pilihan, dan hal-hal yang ada di dalam hidupnya. Orang yang rohani pasti memilih yang rohani. Orang yang dewasa rohani pasti akan memilih hal-hal yang dewasa rohani, menggunakan uangnya untuk hal-hal yang benar dan tepat. Tidak mungkin orang yang dewasa secara rohani tidak memberi perpuluhan tetapi dapat menonton dua kali seminggu. Itulah sebabnya penting visi dan panggilan hidup di dalam menata satu keluarga yang Ilahi, karena visi membuat kita mengetahui prioritas dan membuat kita maksimal dalam hidup, termasuk di dalam pernikahan. Visi membuat kita mampu bertahan menghadapi pasangan hidup kita apapun kekurangan dan kelemahannya.
Bagaimana kita mempersiapkan Godly Family?
Pertama, mari melangkah karena kita yakin akan mandat umum dan mandat khusus ada bagi kita. Mandat umum adalah seperti yang sudah kita pelajari, yaitu Kej 1:27-28, “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.", dan mandat khusus seperti dalam Mat 19:11-12, ”Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti." Jika sudah yakin kita dipersiapkan Allah untuk melahirkan anak biologis dan anak theologis sekaligus, maka berdoalah untuk teman hidup.
Kedua, Godly Family dibangun dengan orang yang masuk dalam keluarga itu mengerti visi dan misinya secara pribadi, bukan sekedar ingin menikah maka kita menikah, bukan karena orang memiliki anak, maka kita ingin memiliki anak juga, bukan karena orang gandengan maka kita ingin gandengan juga.
Ketiga, kita menyadari panggilan Allah ketika melangkah. Ketika kita sadar akan panggilan Allah untuk berkeluarga atau tidak berkeluarga, biarlah hal tersebut menjadi aktualisasi visi yang dari Allah. Ingat, jangan menikah jika hal tersebut melanggar visi Allah. Hal ini dapat membuat hidup kita tidak maksimal. Dalam kenyataan, banyak pasangan yang melanggar hal ini akhirnya mengeluh.
Perhatikan pertanyaan ini. What is the vision of your marriage? Jika teman-teman berpikir untuk pacaran atau menikah, pertanyaan ini harus dimunculkan, apa visi dari pernikahan anda? Jika visinya tidak jelas, maka jangan melangkah karena hanya akan menambah jumlah pasangan yang menderita dalam pernikahan. Ketika kita menyadari visi kita, maka pernikahan kita bukan sekedar mengikuti orang atau cemburu atau karena dipaksa oleh orang tua kita.
Mari kita belajar dari Abraham kepada Ishak tentang bagaimana mempersiapkan keluarga yang Ilahi. Mari membaca Kej 24:1-67.
Ketika Abraham tua, dia tidak bisa lagi mengerjakan apa yang menjadi persiapan untuk Ishak. Maka ia memanggil seorang hamba yang paling dipercayainya dan mengambil sumpahnya. Abraham yang diberkati Tuhan dalam segala hal (ay 1) menghendaki rencana (visi) Allah (Kej.12:1-3) digenapi melalui pernikahan anaknya, Ishak (ay 5, 8). Muncul pertanyaan, mengapa bukan Ishak yang pertama melakukan seperti ini. Ingat, waktu mereka di Kanaan, hanya keluarga ini yang beriman kepada YAHWE. Jadi, Abraham berkata kepada hambanya agar tidak mengambil perempuan Kanaan yang menjadi isteri Ishak, tetapi harus kembali ke kampung asalnya. Dia mengambil orang yang percaya. Jadi Abraham punya penglihatan dari Allah ketika Allah memanggil dia keluar dari Ur-Kasdim, pergi ke satu tempat yang ia tidak tahu (kelak tempat itu adalah Kanaan). Dan di sana, ia tidak mau rencana Allah gagal. Oleh karena itu ia berupaya membuat visi Allah digenapi dan salah satunya adalah melalui pernikahan Ishak. Itulah sebabnya Abraham menyuruh hambanya pergi ke kampung halamannya untuk mengambil seorang wanita untuk menjadi isteri Ishak. Jika kita perhatikan, Abraham tidak ingin anaknya menikah dengan orang yang tidak beriman (ay 4-8).
Dalam rangka inilah ia mengutus hambanya ke tanah leluhurnya, mencari orang yang tepat untuk menjadi isteri Ishak. Kenapa bukan Ishak yang pergi? Ingat, syarat isteri Ishak yang pertama adalah harus percaya kepada YAHWE dan tidak boleh dari Kanaan, oleh karena itu kembali ke kampung halaman. Jadi Ishak tidak pergi karena Abraham yang pergi ke luar dari Ur-Kasdim pergi ke Kanaan, tidak ingin akanknya akan tinggal di sana dan menghambat rencana Allah. Itu sebabnya Ishak tidak di ijinkan ke sana [ay 4-6]. Abraham melakukan hal ini agar visi Allah digenapi dalam Godly Family.
Dasar untuk berindak bagi Abraham adalah janji, panggilan, atau visi Allah yang harus digenapi. Abraham mengingat kembali janji Allah yang pernah ia terima di kampung halamannya. Dan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, ia mencari pasangan untuk Ishak, anaknya. Ketika kita berpikir dalam rangka untuk menikah mari belajar bahwa pernikahan Ishak yang direncanakan adalah demi kegenapan visi Allah. Pernikahan Ishak sebagai satu keluarga yang Ilahi agar janji Allah yang sudah diucapkan kepada Abraham puluhan tahun sebelumnya jangan sampai gagal. Itulah sebabnya sangat penting visi bagi setiap orang percaya agar kita melangkah dan mengambil keputusan berdasarkan visi itu. Jika kita berpikir untuk menikah, adakah hal ini di dalam penggenapan panggilan Allah bagi hidup kita? Visi Allah bagi kita? Kemudian, dari bagian Firman ini, hamba Abraham berangkat dengan mengandalkan pimpinan Tuhan (12, 26-27 ).
Apa yang menjadi dasar bagi hamba Abraham ini untuk mengetahui? Mari kita perhatikan ayat 14-19. Dalam bagian ini kita melihat ada satu tanda yang menghantarkan orang tersebut kepada orang yang dipimpin oleh Tuhan. Waktu itu hamba ini selesai berdoa, muncul seorang wanita. Cantik parasnya, perawan, dan punya karakter yang baik. Banyak orang menafsirkan bagian ini dengan mengatakan mencari teman hidup dengan menggunakan tanda dengan mengatakan, ”Tuhan jika akau besok ketemu perempuan baju pink dan ia menyapaku pertama kali, maka ialah pasanganku.” Pertanyaannya adalah bolehkah kita meminta tanda? Bukan boleh atau tidak boleh. Yang menjadi ukurannya adalah apakah tanda itu. Dalam bagian ini kita melihat bahwa tanda yang diminta di sini adalah karakternya. Kita wajib mencari calon pasangan kita dengan tanda atau kriteria. Salah satunya adalah visi hidupnya. Jadi jika tanda seperti ini yang kita minta, silahkan minta. Hal ini boleh bahkan wajib. Jika kita minta tanda adalah karakternya yang betul-betul alkitabiah, hal ini juga adalah tanda yang benar. Tidak ada satupun yang mau tinggal dengan perempuan yang cerewet. Amsal berkata lebih baik tinggal di sotoh rumah daripada tinggal denbgan wanita yang cerewet, siapa sih yang mau dengan laki-laki yang kasar dan kejam? Pasti tidak ada. Meminta seperti ini dibolehkan. Jadi bukan tanda model rambut, tinggi badan, jurusan, warna kulit, suku, dll. Tetapi tanda itu adalah pasti dari segi standar Firman Allah. Jika ingin membangun keluarga yang memiliki standart Ilahi sangat dibutuhkan visi yang jelas dan karakter yang jelas dan benar menurut standart Alkitab. Yusuf minta tanda. Di luar logika ia mengambil Maria yang hamil di luar nikah menjadi isterinya. Hal ini pasti tidak gampang. Tetapi Tuhan berbicara secara khusus. Artinya adalah, jika hal tersebut berasal dari Tuhan, maka jika pun hal tersebut tidak seperti yang kita inginkan dan jauh dari yang kita harapkan, tidak ada alasan bagi kita untuk menolaknya jika visi hidupnya jelas dan karakternya bagus. Demikian juga Abraham yang ingin standar yang jelas bagi calon isteri Ishak untuk membangun keluarga yang Ilahi. Jika kita ingin membangun keluarga yang Ilahi, standar Ilahi pria/wanita itu harus jelas. Jangan mengurangi standart pria/wanita tersebut. Jika kita mulai mengurangi standart ini, maka kita akan mulai gagal dalam perwujudan visi Allah. Banyak kasus dimana ketika mahasiswa aktif sebagai pengurus dan melayani dengan semangat tetapi ketika menikah mereka ’hilang’ dari ’peredaran’. Apakah kita ingin membangun keluarga seperti ini? Tentu tidak.
Di dalam ayat 21 dikatakan ada pergumulan di dalam mencari pimpinan Tuhan. Hamba ini bergumul ketika mengamati wanita tersebut. Kita juga harus mengamati calon pasangan kita yang memiliki standar Ilahi agar keluarga kita menjadi keluarga Ilahi yang bermisi. Tanda atau isyarat hanya sebuah petunjuk bukan penentu. Petunjuk tersebut harus realis (bukan aneh-aneh), tetapi dari segi karakter dan kebaikan. Di sinilah penting sebuah karakter bagi calon teman hidup kita [Ams 31:10-30, penting dibaca oleh pria yang ingin menikah, dan bagi wanita, penting untuk mempersiapkan diri untuk memenuhi standar ini. Bd Mzm 128:1-6; Ef 5:21-32]. Bagi yang laki-laki, jangan hanya terpukau pada kecantikan seorang wanita. Cobalah untuk mencintai inner beauty-nya. Jika tidak maka rumah tangga kita dapat menjadi bencana. Di dalam ayat 30-31 Amsal tadi dikatakan bahwa kecantikan adalah sementara dan kemolekan adalah sia-sia. Siapakah yang dipuji-puji? Isteri yang takut pada Tuhan. Jika seorang Isteri takut pada Tuhan pasti lembut, ramah, sopan, rajin, peduli, dan bisa menata keluarga. Oleh karena itu, bagi para pria, carilah wanita yang takut akan Tuhan. Bagi yang perempuan, siapakah laki-laki yang diberkati oleh Tuhan? Dalam Mazmur 128:1-6 dikatakan diberkatilah laki-laki yang takut akan Tuhan. Oleh karena itu, carilah pria yang takut akan Tuhan. Pria yang takut akan Tuhan tidak akan membuat wanita menjadi tempat bentakan setiap hari tetapi bertanggung jawab selamanya.
Oleh karena itu, hambanya Abraham melihatnya dan mengamatinya apakah wanita tersebut pimpinan Tuhan bagi Ishak atau tidak. Mari perhatikan ayat 24-27. Setelah melihat karakter Ribka yang baik, baru hamba Abraham bertanya mengenai keluarganya dan meminta menginap di rumah Ribka. Ribka memberikannya. Dan ketika hamba ini tahu bahwa Ribka anaknya Betuel, tahulah hamba itu bahwa wanita inilah yang dipimpin oleh Allah karena dia adalah anaknya saudara Abraham, seorang yang juga beriman kepada YAHWE. Kemudian kepada Laban yang ramah itu, hamba itu menyatakan maksud kedatangannya. (30-49). Mari kita perhatikan ayat 50-54, ”Lalu Laban dan Betuel menjawab: "Semuanya ini datangnya dari TUHAN; kami tidak dapat mengatakan kepadamu baiknya atau buruknya. Lihat, Ribka ada di depanmu, bawalah dia dan pergilah, supaya ia menjadi isteri anak tuanmu, seperti yang difirmankan TUHAN." Ketika hamba Abraham itu mendengar perkataan mereka, sujudlah ia sampai ke tanah menyembah TUHAN. Kemudian hamba itu mengeluarkan perhiasan emas dan perak serta pakaian kebesaran, dan memberikan semua itu kepada Ribka; juga kepada saudaranya dan kepada ibunya diberikannya pemberian yang indah-indah. Sesudah itu makan dan minumlah mereka, ia dan orang-orang yang bersama-sama dengan dia, dan mereka bermalam di situ. Paginya sesudah mereka bangun, berkatalah hamba itu: "Lepaslah aku pulang kepada tuanku.”
Mari kita perhatikan kalimat Laban, ada dua kata yang menarik. Dikatakan ayat 50, ”...semuanya ini datangnya dari Tuhan...” dan ayat 51,”...seperti yang difirmankan Tuhan.” Langkah anak-anak Tuhan langsung diresponi oleh Laban dan Betuel, bahwa semuanya ini datang dari Tuhan dan merupakan keinginan Tuhan. Mari belajar dari hal ini. Laban dan Betuel sudah melihat bahwa hal ini adalah pimpinan Tuhan.
Bagaimana respon Ribka? Ribka meneri- ma pinangan itu (58-61) karena ia tahu hal tersebut adalah pimpinan Allah. Ada satu standar atau kriteria yang benar untuk membangun keluarga yang ilahi. Standar atau kriteria yang telah dikemukakan hamba itulah yang telah meyakinkan Ribka. Jika ditanyakan kepada diri kita, apa yang meyakinkan kita melangkah dan mengambil keputusan untuk pacaran dengan dirinya? Adakah dalam rangka visi itu? Dari bagian Firman ini pastilah hamba Abraham ini cerita kenapa dia di utus, dan oleh karena itu Laban dan Betuel, dan bukan hanya mereka, tetapi Ribka juga melihatnya. Apa yang membuat kita berani melangkah menolak atau menerima dirinya? Mari melangkah dengan standart yang jelas untuk membangun Godly Family. Perhatikan ayat 61-65 dimana ada pertemuan yang indah antara Ribka dan Ishak. ”Lalu berkemaslah Ribka beserta hamba-hambanya perempuan, dan mereka naik unta mengikuti orang itu. Demikianlah hamba itu membawa Ribka lalu berjalan pulang. Adapun Ishak telah datang dari arah sumur Lahai-Roi; ia tinggal di Tanah Negeb. Menjelang senja Ishak sedang keluar untuk berjalan-jalan di padang. Ia melayangkan pandangnya, maka dilihatnyalah ada unta-unta datang. Ribka juga melayangkan pandangnya dan ketika dilihatnya Ishak, turunlah ia dari untanya. Katanya kepada hamba itu: "Siapakah laki-laki itu yang berjalan di padang ke arah kita?" Jawab hamba itu: "Dialah tuanku itu." Lalu Ribka mengambil telekungnya dan bertelekunglah ia.” Hati berpaut. Walaupun ini pandangan pertama, tetapi pandangan pertama ini adalah karena visi, karena Ishak sudah tahu hal ini akan terjadi. Bukan sekedar first impression. Ini bukan sekedar pandangan pertama. Walaupun ini adalah pandangan pertama mereka berdua tetapi Ishak sudah tahu bawa siapa yang dibawa oleh hamba ayahnya itu pastilah anak Tuhan dan dalam rangka visi Allah. Oleh karena itulah dia memiliki respon seperti itu. Pastilah Abraham telah berbicara kepada dirinya dan hamba ini juga sudah berbicara sebelum berangkat.
Ketika mereka bertemu, Tuhan menanamkan cinta. Ayat 66-67 mengatakan, ”Kemudian hamba itu menceritakan kepada Ishak segala yang dilakukannya. Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi isterinya. Ishak mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal.” Dikatakan hamba ini bercerita mengenai perjalanannya ini dan pada saat mendengar cerita hamba inilah Ishak baru jatuh cinta. Dan berikutnya Ishak mencintai Ribka dan ia dihiburkan ketika ibunya meninggal. Menurut penafsir, ketika Sarai meninggal, Ishak kehilangan figur ibu yang mengasihinya dan ketika Ribka datang ia dihiburkan. Apa yang ingin saya katakan adalah wanita yang benar, yang berasal dari Allah, mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan dalam satu keluarga yang Ilahi. Pria yang benar yang berasal dari Allah, yang akan menjadi suamimu, mendatangkan peng- hiburan dan berkat bagi keluargamu. Inilah keluarga yang Ilahi.
Mari doakan dengan sungguh-sungguh. Mari melangkah karena visi Allah. Inilah Preparing for Godly Family. Melangkah dengan visi dan panggilan. Dalam rangka kegenapan visi Allah, mari melangkah sesuai dengan kriteria Allah.
Soli Deo Gloria!
Famliy bgn I- Rancangan Allah Bagi Keluarga
Pada zaman ini ketakutan-ketakutan terbesar dunia ada pada Global Warming yang mengakibatkan es meleleh, bom atom, perang dingin antara Negara Barat dan Timur, kelaparan atau penyakit seperti AIDS ataupun Flu Burung. Tetapi yang menjadi bahaya sebenarnya yang terbesar yang harus ditakuti dunia ini adalah kehancuran keluarga. Hal ini dapat menjadi demikian karena kehancuran keluarga dapat bermuara kepada kehancuran dunia. Sadar atau tidak, cepat atau lambat, semuanya itu akan terjadi. Oleh sebab itu ada beberapa ancaman dalam keluarga yang dapat menimbulkan kehancuran. Misalnya seperti pernikahan tanpa dasar yang jelas. Pernikahan yang terjadi hanya karena ketepatan bertemu, saling suka, lalu menikah. Selesai! Kemudian jika tidak suka lagi lalu diceraikan. Pernikahan tanpa arah dan tujuan juga dapat menimbulkan kehancuran, karena sebenarnya, dalam pernikahan ada visi. Pernikahan tanpa visi akan bermuara pada kehancuran dan tidak akan pernah masuk dalam rencana Allah untuk satu keluarga yang benar. Tanpa visi, maka pernikahan hanya untuk kesenangan semata. Hal ini menyebabkan kriteria kita dalam mencari pasangan menjadi dangkal. Kriteria hanya sebatas senang, cantik atau ganteng dan gampang cerai dan kemudian menikah lagi. Ini semua karena pernikahan hanya sekedar pleasure. Ada satu kelompok di negara-negara maju (termasuk Jakarta) di mana mereka terdiri dari 20 pasang suami isteri dan sekali seminggu mereka tukar pasangan. Sungguh aneh bukan?
Keadaan ini semakin diperparah dengan hilangnya cinta sejati. Pasangan suami isteri tidak cerai hanya karena diikat oleh adat atau kondisi masyarakat ataupun karena Firman Tuhan. Jika bukan karena Firman Tuhan, sudah lama pasangannya diceraikan. Ada penyesalan karena telah menikah dengan si “dia”. Jangan pernah berpikir bahwa keadaan ini hanya bagi mereka yang belum mengenal Tuhan, banyak anak Tuhan mengalami kejadian ini. Kehilangan cinta sejati memunculkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Banyak KDRT terjadi pada zaman sekarang ini. KDRT bukan sekedar tindakan fisik yang menyakiti, tetapi ketika isteri tidak lagi menikmati kasih sayang suami pun sudah termasuk KDRT. Bahkan ketika suami diabaikan oleh isteri pun termasuk KDRT. Banyak anak yang tersiksa sekarang, selain fisik, anak pun kehilangan kasih sayang. Hal yang sama banyak terjadi pada suami atau isteri. Ini adalah rancangan iblis untuk mengancurkan keluarga.
Di dalam keluarga pada masa kini juga terjadi desakralisasi pernikahan. Bagi orang Batak, pada beberapa tahun lalu, menganggap perceraian adalah hal yang tabu. Tetapi sekarang, perceraian bukan sesuatu yang tabu. Desakralisasi pernikahan terjadi karena banyak para suami yang punya perempuan simpanan atau sebaliknya. Dalam keluarga juga terjadi demoralisasi. Pernikahan mengalami penurunan secara moral. Keluarga tidak lagi mempertimbangkan hal-hal moral. Yang ada adalah penindasan dan penganiayaan. Inilah ancaman bagi keluarga masa kini.
Mari kita melihat apa sebenarnya rancangan Allah bagi keluarga. Mari kita melihat Kej 1:27-28. Setelah Allah menciptakan langit dan bumi, maka Allah menciptakan manusia. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Ini adalalah rancangan Allah bagi pernikahan. Oleh sebab itu, pernikahan adalah pernikahan yang lain jenis. Homo dan lesbi, jelas, bukan rancangan Allah. Ranca- ngan Allah bagi pernikahan adalah untuk prokreasi. Perhatikan ayat 28, ”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka, ”Beranakcuculah dan bertambah banyak...”. Walaupun orang menikah tidak selamanya harus punya anak. Ketika Abraham menikah dengan Sarah, Allah memiliki rancangan melalui prokreasi mereka, yaitu anak perjanjian, Ishak. Walaupun hal ini ternoda oleh karena tindakan Sarah dan Abraham, ketika Sarah mengusulkan kepada Abraham untuk menikah dengan Hagar. Allah merencanakan satu pernika han yang agung dengan janji ke depan yang luar biasa, supaya melalui keturunan Abraham, lahir keturunan Ilahi, yang akan menjadi berkat bagi banyak orang. Dalam ketidaktaatan, rancangan Allah bisa terkontaminasi. Oleh sebab itu, mari kita pikirkan bagaimana kita berpacaran, ”Apakah ketika aku menikah dengan dirinya, rancangan Allah terjadi melalui pernikahan kami?” Jika tidak, hubungan harus direvisi kembali. Jangan merasa rugi untuk berpisah walaupun dia cantik atau ganteng.
Mari melihat rancangan Allah bagi pernikahan dalam kisah Boas dan Rut. Dari pernikahan mereka turun sampai ke Daud dan sampai kepada Kristus. Inilah rancangan Allah bagi pernikahan. Bukan sebatas menikah atau punya anak. Tetapi Allah memiliki maksud yang jauh ke depan dalam menjalankan rencananya melalui pernikahan. Adakah anda dan saya masuk dalam rencana Allah dalam pernikahan atau kita jauh dari rancangan Allah. Perhatikan Yusuf dan Maria. Ada satu noda dan malu yang besar di mana seorang pemuda menikah dengan wanita yang hamil di luar nikah. Secara logika Yusuf sulit menerima Maria (yang sudah mengandung oleh Roh Kudus). Tetapi pernikahan Yusuf dan Maria di dalam rencana Allah, yang secara sosial terhina dan disingkirkan, tetapi dibalik semuanya ini ada satu rancangan Allah yang kekal. Oleh karena itu Yusuf berani mengambil Maria menjadi isterinya. Apakah kita (para Alumni) berani mengambil langkah seperti ini? Misalnya kita diperintahkan Tuhan untuk mengambil wanita yang lebih tua menjadi isteri kita, tetapi rencana Allah nyata di dalam hal ini, beranikah kita melangkah untuk menikah dengan dia? Atau wanita/pria tersebut jauh dari kriteria kita, tetapi Tuhan menanamkan hati ke dalam diri kita bahwa Ia memiliki rencana di dalam pernikahan kita dengan pasangan kita, apakah kita akan tetap menikahinya? Jadi, ketika berencana dan berpikir untuk menikah, kita harus melihat apakah kita masuk di dalam lingkaran atau bingkai rencana Allah, maka melangkahlah dengan iman. Ingat, kehancuran yang paling banyak saat ini terjadi melalui keluarga.
Dari ayat 28 kita dapat melihat bahwa, pernikahan masuk dalam culural mandate, agar melalui keluarga yang dibentuk Allah ini dapat berkarya. Keluarga ini tidak mengeksploitasi dunia, tetapi mengeksplorasi dunia demi kesejahteraan manusia di bumi. Karena itu, tidak akan pernah keluarga yang merupakan rancangan Allah mengalami dehumanisasi, tetapi yang terbaik adalah harkat pasangannya semakin ditinggikan. Banyak kasus di mana terjadi dehumanisasi terhadap isteri, suami, ataupun anak. Banyak kasus dimana seorang ibu membunuh anaknya sendiri, dan banyak kasus lainnya. Keluarga yang merupakan rancangan Allah akan terhindar dari hal-hal seperti ini, dan justru keluarga ini akan menikmati kasih dan kebaikan Allah melalui pernikahan yang terjadi. Melalui keluarga yang merupakan rancangan Allah, maka suami atau isteri berkarya/masuk ke dalam mandat Ilahi, yaitu penuhi-taklukkan-kuasai. Keluarga sebagai lembaga pertama yang dibentuk oleh Allah berkarya membuat bumi terpelihara dan dikelola sedemikian rupa agar bumi tidak semakin hancur. Tetapi, dalam kenyataannya, banyak keluarga yang tidak hanya hancur tetapi ikut menghancurkan dunia ini. Keluarga sebagai rancangan Allah juga menjadi sarana untuk menghadirkan salom di dunia ini. Keluarga harus menjadi miniatur surga di bumi. Dalam kenyatannya banyak keluarga menjadi penjara, di mana antara suami dan isteri sering terjadi pertengkaran yang hebat, sehingga anak-anak yang tidak menikmati kasih sayang orang tuanya lari kepada kehidupan malam ataupun obat-obatan terlarang. Menurut penelitian, hampir 70% anak-anak dan pemuda di Amerika terlibat dalam kriminalitas dan narkoba adalah karena mereka kehilangan kasih sayang di rumahnya. Keluarga yang menghadirkan salom dan damai sejahtera tidak akan pernah muncul kecuali melalui anak-anak Allah. Jadi, dalam menuju pernikahan, kita harus bertanya apakah pasangan kita akan menikmati kebaikan dan kasih Allah melalui diri kita. Orang akan mengetahui bahwa Allah itu baik dan sayang adalah dari kebaikan dan rasa sayang yang kita tunjukkan. Pasangan kita mengetahui bahwa Allah itu baik melalui kebaikan kita. Jika kita tidak baik, bagaimana mungkin dia melihat Allah itu baik? Pernyataan kasih, sifat dan karakter Allah, terpancar dari anak-anak Allah.
Bagaimana bentuk keluarga dalam rencana Allah? Mari melihat Kej 2:18-25. dari bagian ini kita akan melihat beberapa bentuk keluarga dalam rencana Allah.
1. Pernikahan/keluarga adalah inisiatif atau prakarsa sesuai dengan rancangan Allah (18) [band Mat 19:5-6]. Allah melihat kebutuhan manusia, dan Allah bertindak. Dalam Mat, kata yang pakai adalah ”dipersatukan” dimana hal ini berarti Allah yang aktif dan manusia pasif dan ini berarti pernikahan adalah inisiatif dan prakarsa Allah. Jadi, jika anda belum menikah di dalam rancangan Tuhan, berarti kita harus berkata, ”Menurut Tuhan masih aku sendiri.” jika menurut Allah tidak baik, pasti Tuhan akan memberikannya. Oleh karena itu jangan mengeluh.
2. Allah mengetahui dan melihat kebutuhan manusia (18).
3. Allah yang mengetahui, Dia juga menyediakan dan memberi (18, 21). Jika Tuhan melihat anda membutuhkan pasangan, pasti Tuhan sediakan.
4. Yang diberikan Allah (sesuai rancanganNya) adalah penolong yang sepadan. Jangan menikah agar ada yang mencuci pakaian atau menyediakan makanan bagi kita. Isteri tidak pernah jadi pembantu. Apa yang Allah berikan adalah penolong, yang maksudnya saling melengkapi. Tujuan Allah memberikan penolong dalam ranca- nganNya bagi keluarga adalah penolong yang sepadan dimana olehnya keduanya bertumbuh dan maksimal mengerjakan rancangan Allah.
5. Dalam ayat 23 dikatakan bahwa manusia itu berkata, ”Lalu berkatalah manusia itu, ”Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku, ...”. Keluarga dalam rancangan Allah akan melahirkan satu kesatuan yang sem- purna. Oleh sebab di dalam keluarga seperti ini tidak akan terjadi saling melukai atau menghancurkan. Oleh sebab itu, jika kita menyakiti pasangan kita, hal itu berarti kita menyakiti diri kita sendiri. Karena pasangan suami isteri tidak lagi dua tetapi menjadi satu.
Menjadi satu bukan berarti menghilang- kan/mengabaikan perbedaan antara suami dan isteri. Perbedaan kita tetap ada. Perbedaan karakter, pola pikir, latar belakang, akan tetap ada. Justru di dalam perbedaan itulah kita saling melengkapi, saling membangun dan menguatkan dan menolong. Kemudian kedekatan itu membuat keluarga saling menghargai dan tidak mau melukai pasangannya.
6. Keluarga dalam rancangan Allah adalah keluarga yang mandiri dan dewasa. Mari lihat ayat 24, ”Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” Keluarga ini mandiri dalam hal :
• Lepas dari ketergantungan pada orang lain, apakah secara finansial, semosi, karakter, dll.
• Merdeka dari intervensi pihak lain. Banyak kasus dimana keluarga hacur karena pihak mertua, adik, atau keluarga yang lain.
• Mampu menghadapi dan menyele- saikan persoalan konflik yang ada bersama-sam di dalam Tuhan (walau dalam beberapa kasus, pihak luar seperti konselor dibutuhkan sebagai alat Tuhan). Apapun kelemahan pasangan kita, jika keluarga kita adalah rancangan Allah, maka selesaikan bersama-sama di hadapan Allah. Ingat, konflik tidak mungkin tidak ada dan jangan takut dengan konflik. Kita harus menghadapi konflik dengan cara Allah, agar konflik tersebut tidak menjadi bumerang dalam pernikahan dalam satu keluarga.
7. Dalam ayat 25 dikatakan, ”5 Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.” Inilah intimacy yang baik dan openess-keterbukaan. Oleh karena itu dalam hubungan suami isteri mereka tidak malu untuk telanjang. Tetapi bukan dalam hal seks, tetapi ada keterbukaan dan tidak merasa malu mengakui kelemahan dan kekurangan. Oleh sebab itu jika kita sedih, katakan kepada pasangan kita bahwa kita sedih. Hal ini bisa mengangkat beban yang kita miliki. Oleh sebab itu penting sekali keterbukaan dan kejujuran. Jangan sampai ada rasa curiga dan ketidak percayaan antara suami dan isteri.
Soli Deo Gloria!
Keadaan ini semakin diperparah dengan hilangnya cinta sejati. Pasangan suami isteri tidak cerai hanya karena diikat oleh adat atau kondisi masyarakat ataupun karena Firman Tuhan. Jika bukan karena Firman Tuhan, sudah lama pasangannya diceraikan. Ada penyesalan karena telah menikah dengan si “dia”. Jangan pernah berpikir bahwa keadaan ini hanya bagi mereka yang belum mengenal Tuhan, banyak anak Tuhan mengalami kejadian ini. Kehilangan cinta sejati memunculkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Banyak KDRT terjadi pada zaman sekarang ini. KDRT bukan sekedar tindakan fisik yang menyakiti, tetapi ketika isteri tidak lagi menikmati kasih sayang suami pun sudah termasuk KDRT. Bahkan ketika suami diabaikan oleh isteri pun termasuk KDRT. Banyak anak yang tersiksa sekarang, selain fisik, anak pun kehilangan kasih sayang. Hal yang sama banyak terjadi pada suami atau isteri. Ini adalah rancangan iblis untuk mengancurkan keluarga.
Di dalam keluarga pada masa kini juga terjadi desakralisasi pernikahan. Bagi orang Batak, pada beberapa tahun lalu, menganggap perceraian adalah hal yang tabu. Tetapi sekarang, perceraian bukan sesuatu yang tabu. Desakralisasi pernikahan terjadi karena banyak para suami yang punya perempuan simpanan atau sebaliknya. Dalam keluarga juga terjadi demoralisasi. Pernikahan mengalami penurunan secara moral. Keluarga tidak lagi mempertimbangkan hal-hal moral. Yang ada adalah penindasan dan penganiayaan. Inilah ancaman bagi keluarga masa kini.
Mari kita melihat apa sebenarnya rancangan Allah bagi keluarga. Mari kita melihat Kej 1:27-28. Setelah Allah menciptakan langit dan bumi, maka Allah menciptakan manusia. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Ini adalalah rancangan Allah bagi pernikahan. Oleh sebab itu, pernikahan adalah pernikahan yang lain jenis. Homo dan lesbi, jelas, bukan rancangan Allah. Ranca- ngan Allah bagi pernikahan adalah untuk prokreasi. Perhatikan ayat 28, ”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka, ”Beranakcuculah dan bertambah banyak...”. Walaupun orang menikah tidak selamanya harus punya anak. Ketika Abraham menikah dengan Sarah, Allah memiliki rancangan melalui prokreasi mereka, yaitu anak perjanjian, Ishak. Walaupun hal ini ternoda oleh karena tindakan Sarah dan Abraham, ketika Sarah mengusulkan kepada Abraham untuk menikah dengan Hagar. Allah merencanakan satu pernika han yang agung dengan janji ke depan yang luar biasa, supaya melalui keturunan Abraham, lahir keturunan Ilahi, yang akan menjadi berkat bagi banyak orang. Dalam ketidaktaatan, rancangan Allah bisa terkontaminasi. Oleh sebab itu, mari kita pikirkan bagaimana kita berpacaran, ”Apakah ketika aku menikah dengan dirinya, rancangan Allah terjadi melalui pernikahan kami?” Jika tidak, hubungan harus direvisi kembali. Jangan merasa rugi untuk berpisah walaupun dia cantik atau ganteng.
Mari melihat rancangan Allah bagi pernikahan dalam kisah Boas dan Rut. Dari pernikahan mereka turun sampai ke Daud dan sampai kepada Kristus. Inilah rancangan Allah bagi pernikahan. Bukan sebatas menikah atau punya anak. Tetapi Allah memiliki maksud yang jauh ke depan dalam menjalankan rencananya melalui pernikahan. Adakah anda dan saya masuk dalam rencana Allah dalam pernikahan atau kita jauh dari rancangan Allah. Perhatikan Yusuf dan Maria. Ada satu noda dan malu yang besar di mana seorang pemuda menikah dengan wanita yang hamil di luar nikah. Secara logika Yusuf sulit menerima Maria (yang sudah mengandung oleh Roh Kudus). Tetapi pernikahan Yusuf dan Maria di dalam rencana Allah, yang secara sosial terhina dan disingkirkan, tetapi dibalik semuanya ini ada satu rancangan Allah yang kekal. Oleh karena itu Yusuf berani mengambil Maria menjadi isterinya. Apakah kita (para Alumni) berani mengambil langkah seperti ini? Misalnya kita diperintahkan Tuhan untuk mengambil wanita yang lebih tua menjadi isteri kita, tetapi rencana Allah nyata di dalam hal ini, beranikah kita melangkah untuk menikah dengan dia? Atau wanita/pria tersebut jauh dari kriteria kita, tetapi Tuhan menanamkan hati ke dalam diri kita bahwa Ia memiliki rencana di dalam pernikahan kita dengan pasangan kita, apakah kita akan tetap menikahinya? Jadi, ketika berencana dan berpikir untuk menikah, kita harus melihat apakah kita masuk di dalam lingkaran atau bingkai rencana Allah, maka melangkahlah dengan iman. Ingat, kehancuran yang paling banyak saat ini terjadi melalui keluarga.
Dari ayat 28 kita dapat melihat bahwa, pernikahan masuk dalam culural mandate, agar melalui keluarga yang dibentuk Allah ini dapat berkarya. Keluarga ini tidak mengeksploitasi dunia, tetapi mengeksplorasi dunia demi kesejahteraan manusia di bumi. Karena itu, tidak akan pernah keluarga yang merupakan rancangan Allah mengalami dehumanisasi, tetapi yang terbaik adalah harkat pasangannya semakin ditinggikan. Banyak kasus di mana terjadi dehumanisasi terhadap isteri, suami, ataupun anak. Banyak kasus dimana seorang ibu membunuh anaknya sendiri, dan banyak kasus lainnya. Keluarga yang merupakan rancangan Allah akan terhindar dari hal-hal seperti ini, dan justru keluarga ini akan menikmati kasih dan kebaikan Allah melalui pernikahan yang terjadi. Melalui keluarga yang merupakan rancangan Allah, maka suami atau isteri berkarya/masuk ke dalam mandat Ilahi, yaitu penuhi-taklukkan-kuasai. Keluarga sebagai lembaga pertama yang dibentuk oleh Allah berkarya membuat bumi terpelihara dan dikelola sedemikian rupa agar bumi tidak semakin hancur. Tetapi, dalam kenyataannya, banyak keluarga yang tidak hanya hancur tetapi ikut menghancurkan dunia ini. Keluarga sebagai rancangan Allah juga menjadi sarana untuk menghadirkan salom di dunia ini. Keluarga harus menjadi miniatur surga di bumi. Dalam kenyatannya banyak keluarga menjadi penjara, di mana antara suami dan isteri sering terjadi pertengkaran yang hebat, sehingga anak-anak yang tidak menikmati kasih sayang orang tuanya lari kepada kehidupan malam ataupun obat-obatan terlarang. Menurut penelitian, hampir 70% anak-anak dan pemuda di Amerika terlibat dalam kriminalitas dan narkoba adalah karena mereka kehilangan kasih sayang di rumahnya. Keluarga yang menghadirkan salom dan damai sejahtera tidak akan pernah muncul kecuali melalui anak-anak Allah. Jadi, dalam menuju pernikahan, kita harus bertanya apakah pasangan kita akan menikmati kebaikan dan kasih Allah melalui diri kita. Orang akan mengetahui bahwa Allah itu baik dan sayang adalah dari kebaikan dan rasa sayang yang kita tunjukkan. Pasangan kita mengetahui bahwa Allah itu baik melalui kebaikan kita. Jika kita tidak baik, bagaimana mungkin dia melihat Allah itu baik? Pernyataan kasih, sifat dan karakter Allah, terpancar dari anak-anak Allah.
Bagaimana bentuk keluarga dalam rencana Allah? Mari melihat Kej 2:18-25. dari bagian ini kita akan melihat beberapa bentuk keluarga dalam rencana Allah.
1. Pernikahan/keluarga adalah inisiatif atau prakarsa sesuai dengan rancangan Allah (18) [band Mat 19:5-6]. Allah melihat kebutuhan manusia, dan Allah bertindak. Dalam Mat, kata yang pakai adalah ”dipersatukan” dimana hal ini berarti Allah yang aktif dan manusia pasif dan ini berarti pernikahan adalah inisiatif dan prakarsa Allah. Jadi, jika anda belum menikah di dalam rancangan Tuhan, berarti kita harus berkata, ”Menurut Tuhan masih aku sendiri.” jika menurut Allah tidak baik, pasti Tuhan akan memberikannya. Oleh karena itu jangan mengeluh.
2. Allah mengetahui dan melihat kebutuhan manusia (18).
3. Allah yang mengetahui, Dia juga menyediakan dan memberi (18, 21). Jika Tuhan melihat anda membutuhkan pasangan, pasti Tuhan sediakan.
4. Yang diberikan Allah (sesuai rancanganNya) adalah penolong yang sepadan. Jangan menikah agar ada yang mencuci pakaian atau menyediakan makanan bagi kita. Isteri tidak pernah jadi pembantu. Apa yang Allah berikan adalah penolong, yang maksudnya saling melengkapi. Tujuan Allah memberikan penolong dalam ranca- nganNya bagi keluarga adalah penolong yang sepadan dimana olehnya keduanya bertumbuh dan maksimal mengerjakan rancangan Allah.
5. Dalam ayat 23 dikatakan bahwa manusia itu berkata, ”Lalu berkatalah manusia itu, ”Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku, ...”. Keluarga dalam rancangan Allah akan melahirkan satu kesatuan yang sem- purna. Oleh sebab di dalam keluarga seperti ini tidak akan terjadi saling melukai atau menghancurkan. Oleh sebab itu, jika kita menyakiti pasangan kita, hal itu berarti kita menyakiti diri kita sendiri. Karena pasangan suami isteri tidak lagi dua tetapi menjadi satu.
Menjadi satu bukan berarti menghilang- kan/mengabaikan perbedaan antara suami dan isteri. Perbedaan kita tetap ada. Perbedaan karakter, pola pikir, latar belakang, akan tetap ada. Justru di dalam perbedaan itulah kita saling melengkapi, saling membangun dan menguatkan dan menolong. Kemudian kedekatan itu membuat keluarga saling menghargai dan tidak mau melukai pasangannya.
6. Keluarga dalam rancangan Allah adalah keluarga yang mandiri dan dewasa. Mari lihat ayat 24, ”Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” Keluarga ini mandiri dalam hal :
• Lepas dari ketergantungan pada orang lain, apakah secara finansial, semosi, karakter, dll.
• Merdeka dari intervensi pihak lain. Banyak kasus dimana keluarga hacur karena pihak mertua, adik, atau keluarga yang lain.
• Mampu menghadapi dan menyele- saikan persoalan konflik yang ada bersama-sam di dalam Tuhan (walau dalam beberapa kasus, pihak luar seperti konselor dibutuhkan sebagai alat Tuhan). Apapun kelemahan pasangan kita, jika keluarga kita adalah rancangan Allah, maka selesaikan bersama-sama di hadapan Allah. Ingat, konflik tidak mungkin tidak ada dan jangan takut dengan konflik. Kita harus menghadapi konflik dengan cara Allah, agar konflik tersebut tidak menjadi bumerang dalam pernikahan dalam satu keluarga.
7. Dalam ayat 25 dikatakan, ”5 Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.” Inilah intimacy yang baik dan openess-keterbukaan. Oleh karena itu dalam hubungan suami isteri mereka tidak malu untuk telanjang. Tetapi bukan dalam hal seks, tetapi ada keterbukaan dan tidak merasa malu mengakui kelemahan dan kekurangan. Oleh sebab itu jika kita sedih, katakan kepada pasangan kita bahwa kita sedih. Hal ini bisa mengangkat beban yang kita miliki. Oleh sebab itu penting sekali keterbukaan dan kejujuran. Jangan sampai ada rasa curiga dan ketidak percayaan antara suami dan isteri.
Soli Deo Gloria!
Subscribe to:
Posts (Atom)