Friday, October 2, 2009

Celebrate of Discipline 2: S O L I T U D E

Indrawaty Sitepu, MA



Hari ini kita akan mempelajari topik ke dua dari seri Celebrate of Disciplines yaitu The Discipline of Solitude.

Zaman sekarang ini adalah zaman yang tidak mengenal disiplin. Disiplin sudah hilang tidak berbekas. Padahal kita memerlukan karakter Kristen yang tangguh, yang hanya di dapat melalui disiplin. Kunci dari disiplin adalah penguasaan diri atau penundukan diri untuk melakukan sesuatu yang lebih penting dan mulia. Seluruh perjalanan pertumbuhan rohani kita melibatkan unsur disiplin. Seberapa jauh kita mengalami pertumbuhan rohani tergantung berapa disiplin tidaknya kita dalam hal-hal rohani. Mau sehebat apapun doanya, jika hanya sekali seumur hidup, berarti doa bukan bagian kehidupannya. Bahkan sehebat apapun khotbahnya, jika kecintaan kepada Firman bukan bagian dari hidupnya, itupun bukan sebuah kedisiplinan. Melakukan disiplin rohani tidak dapat dijadikan dalih untuk hidup mengasingkan diri dari dunia. Disiplin rohani bukan menghilangkan gelak tawa dari dunia ini. Sebaliknya, disiplin rohani seharus- nya dipandang sebagai sarana untuk menaklukkan keduniawian. Bukan untuk menjauhkan diri dari dunia, tetapi untuk melayani dunia – itu adalah tujuan disiplin rohani sebagaimana terlihat di Alkitab. Bukan menjauhi dunia ini dimana kita membuat satu komunitas sendiri yang tidak boleh ada orang lain di dalamnya. Ironisnya, keadaan kita membuat kita orang Kristen kehilangan suara kita. Kualitas kita dipertanyakan. Religius oke, yang menjadi pertanyaan apakah kehidupan spiritualitasnya benar?

Secara umum rasa takut ditinggalkan sendiri menghantui banyak orang, baik anak kecil, orangtua, dan orang seperti kita. Beberapa hari yang lalu, saya dengan bebrapa orang pergi ke RS Pirngadi Medan dan bertemu dengan Ompung Hutabarat. Dia sudah tua dan keluarganya jarang datang melihat dia. Dia kemudian mengatakan, ”Ga’ tahu lah aku kenapa ya..? Takut aku!” [di dalam ruangan tersebut hanya dia sendiri]. Banyak faktor yang membuat dia takut. Tetapi mungkin karena sering sendiri dan di dalam kesendirian itu dia takut. Semua manusia pada umumnya takut ditinggal sendiri. Ketakutan kita inilah yang sering mendorong kita mencari tempat ramai atau terkadang kita merasa harus ditemani. Pada zaman sekarang inipun kita bisa bingung jika tidak ada HP, sehingga tidak tahu harus melalukan apa. Atau bahkan menghabiskan waktu dengan menonton TV. Ini (mungkin) adalah gejala bahwa kita takut sendiri. Yesus memanggil kita di tengah-tengah kesepian di dalam kesendirian. Ini adalah dua hal yang berbeda.

Kesepian yang mengarah pada psikologis adalah merasa tidak ada yang mengerti kita baik di kantor maupun pelayanan, merasa tidak ada yang menghargai kita, merasa tidak ada yang peduli dengan pergumulan kita, merasa tidak ada orang lain yang mengerti kita apa adanya, harus memakai topeng agar orang lain menerima kita, dan harus selalu tampil baik dan tidak boleh salah dan gagal.

Kesepian yang lebih bersifat rohani.

1. Adanya kekosongan dalam batin atau jiwa yang tidak bisa dipuaskan oleh materi atau psikologi (Mat. 4:4, Yoh. 4: 13-14)

2. Adanya kebutuhan akan kedamaian, sukacita dan makna hidup yang hanya bisa diisi oleh sang Pencipta, melalui karya sang Juruselamat dunia ( Luk. 2: 11, 14; Ro. 5: 1-11).

3. Blaise Pascal berkata: “Hati manusia biar kecil, namun jika seisi dunia diisi kedalamnya tetap tidak akan memuaskannya, sebab hanya sang Pencipta yang bisa memuaskannya”.

Itu sebabnya banyak orang yang setelah alumni mengisi kekosongan dengan cara-cara lain. Mereka tidak semakin terisi tetapi akan semakin haus dan tidak jarang terseret ke tempat yang sulit untuk kembali kepada Tuhan.

Solitude adalah aloneness (kesendirian) bukan loneliness (kesepian). “ Solitude was not simply a matter of being alone, but of being with God!” Jadi, solitude adalah kesendirin, tetapi bukan kesendirian yang betul-betul sendiri, tetapi justru berdua bersama dengan Tuhan. “Solitude is not only a place of aloneness, but it is a place of companionship and fellowship with the Father! It is not only a place of stillness, but conversation.” Jadi bukan hanya sekedar duduk dengan tenang. Tetapi menikmati sebuah percakapan atau komunikasi yang heart to heart dengan Tuhan. Jadi, jika loneliness itu alone without God, maka solitude itu alone with God! Jika loneliness itu inner emptiness, maka solitude itu inner fulfillment (kepuasan batin)! Kesepian merupakan kekosongan batin tetapi kesendirian adalah kepuasan batin, keadaan pikiran dan hati kita sehingga bukan hanya masalah tempat. Ingat, tempat yang tenang tidak selalu membawa orang ke dalam solitude, tetapi orang yang solitude sewajarnya berada di dalam tempat yang tenang.

Jika kita memiliki kesendirian dalam batin, maka kita tidak akan takut untuk sendirian, karena kita mengetahui bahwa kita tidak sendiri. Kita juga tidak takut untuk bersama orang lain, karena mereka tidak akan menguasai kita. Orang yang bersolitude tidak berarti dia hidup sendiri, dingin, dan tidak bersosialisasi. Dia juga adalah sahabat yang hangat yang bisa dekat dengan kita. Ditengah-tengah kegaduhan dan kekacauan, kita bisa tetap tenang dalam keheningan batin yang mendalam. Kenapa? Karena keheningan itu datang dari dalam, yaitu batinnya. Kesendirian dalam batin akan dinyatakan secara lahir. Jika batin kita mengalami solitude dalam hari-hari kita dengan disiplin, biasanya akan terlihat lewat kehidupan kita sehari-hari.

Kita akan melihat Yesus dan kesendirian. Banyak sekali contoh-contoh dalam Alkitab yang mengemukan betapa Yesus selalu bersolitude. Dan pada waktyu-waktu tertentu Dia bersolitude bersama dengan murid-murid.

• Mat 4:1-11à mengasingkan diri selama 40 hari di padang gurun mengawali pelayananNya
• Lukas 6:12à sendirian di bukit sebelum memilih 12 muridNya
• Mat 14:13à menyingkir dan mengasingkan diri ketika menerima berita tentang kematian Yohanes Pembaptis
• Mat 14:23à ke atas bukit untuk berdoa seorang diri, setelah mukjizat memberi makan lima ribu orang
• Mark 1:35à Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana, setelah bekerja dan melayani dengan jadwal yang sangat padat
• Mark 6:31à Marilah ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian, setelah murid2 selesai PI dan penyembuhan
• Lukas 5:16à Yesus mengundurkan diri ke tempat yang sunyi dan berdoa setelah menyembuhkan seorang yang berpenyakit lepra
• Mat 17:1-9à Bersama tiga muridNya ke gunung yang sepi di mana Ia menyatakan kemuliaanNya
• Mat 26:36-46à Suasana kesendirian di taman Getsemani , menaklukkan kehendak- NYA kepada kehendak BapaNYA - sebelum disalib – menyerahkan nyawaNYA
Yesus adalah teladan untuk bersolitude. Solitude bukan sebuah penemuan baru. Solitude adalah teladan dari Tuhan kita, Yesus Kristus.

Tanpa keheningan dan ketenangan tidak ada kesendirian. Silence, hening, stillnes, dan tenang adalah awal membentuk kesendirian. Burn Hoven mengatakan berdiam diri yang sebenarnya, ketenangan yang sebenarnya adalah menahan lidah kita. Dan hal ini hanya didapatkan dengan ketenangan batin. Sulit kita merasakan keadaan itu hening jika kita tidak berdiam diri. Tetapi orang yang diam belum tentu hening. Dia memang diam tetapi pikirannya kemana-mana. Tetapi hening biasanya kita diam. Langkah kongkrit untuk hening adalah diam. Diam bukan hanya mulut tetapi juga pikiran. Semua dibawa ke dalam ketenangan. Tenang juga bukan hanya sekedar bahasa tubuh yang tidak bergerak, tetapi berbicara soal keadaan batin yang memang terlihat secara lahiriah. Jadi bukan soal duduk, di tempat yang sunyi. Ini semua penting, tetapi kuncinya adalah mengendalikan diri (pikiran, mulut, hati) dan diserahkan kepada Tuhan. Pengkhotbah 3:7 mengatakan ada waktunya diam ada waktunya bicara. Tetapi kita sering kita yangharusnya diam tetapi kita berbicara. Dan Yak 3:1-12 berbicara soal dosa lidah. Jadi lidah atau mulut dan pembicaraan bukan Cuma bisa menimbulkan dosa apakah gosip tetapi juga bisa membuat kita tidak bisa berdua atau bersolitude dengan Tuhan. Jika kita diomongin tidak benar oleh orang, tentu saja kita ingin langsung mengklarifikasi sesegera mungkin. Ini adalah kecenderungan naluriah kita. Sebenarnya, apakah kita melakukan hal tersebut untuk menjaga nama baik kita? Jika iya, apakah Tuhan tidak lebih baik menjaga nama baik kita? Apakah Tuhan tidak lebih bijaksana melakukan hal tersebut? Jadi sebenarnya, jika kita pingin menjelaskan kepada orang bahwa kita tidak seperti itu, mungkin karena kita kurang percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan segala hal tersebut lebih baik dari yang kita lakukan. Tuhan lebih baik mengontrol dari pada kita yang mengontrol. Sering sekali kita ingin semua berada di dalam kontrol kita. Itulah sebabnya jika orang diruh berdiam diri, maka dia akan bingung. Kita memang susah melepaskan kontrol kita kepada Tuhan. Jika kita percaya kepada Tuhan, ada banyak hal yang tidak perlu kita jelaskan tentang diri kita kepada orang lain. Biar kebenaran itu menunjukkan dirinya. Akan nyata kebena- ran Tuhan menunjukkan kebenaran. Akan nyata bahwa kita yang hidup dalam kebenaran adalah benar.

Ada beberapa alasan kenapa kita harus bersolitude.

1. Untuk bergaul dan bersekutu dengan Bapa di Sorga!
Kita berdiam diri bukan karena ‘bete’.

2. Untuk memulihkan dan memelihara persekutuan kita dengan sang Pencipta dan Penebus kita
Dengan sesama mungkin kita sering emmakai topeng agar diterima. Tetapi bertemu dengan Tuhan kita tidak memakai topeng. Kedangkalan kita, kesomongan kita, keengganan kita, dll, semua terlihat dengan jelas dan tidak bisa ditutup-tutupi.

3. Belajar melihat apa yang kita hadapi dengan perspektif Tuhan: siapa Dia, kita dan dunia.
Dengan bersolitude kita semakin tahu apaka kita mengalami penurunan kualitas rohani. Apak kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri sehingga hati kita tidak tersentuh melihat berbagai hal di sekeliling kita. Jika kita bertemu dengan Tuhan kita akan semakin mengenal diri kita sendiri, dan dapat memandang dunia, orang lain, tugas, dll dengan benar, sehinnga kita dapat bersikap dengan benar dihadapan Tuhan.

4. Ingin mencari kehendak Allah, bimbi- ngan-Nya, atau peneguhan dari-Nya.

5. Bisa mengalami penghiburan dan pemuli- han kegirangan/sukacita serta damai dari-Nya.
Jika saudara merasa gersang dan tidak damai, mungkin saatnya saudara mengambil waktu untuk bersolitude.

6. Bertambahnya kepekaan dan belas kasi -han pada orang lain

7. Alami pemulihan kekuatan, kepekaan dan ketajaman, serta kedalaman (Lihat: Yes. 30: 15, 40:31, Mar 6:31).

Jika kita terus bertumbuh dalam solitude kita, maka disanalah kita mengalami kede- katan kita dengan Tuhan. Tidak ada jalan instant untuk hal tersebut. “The fruit of solitude is growing intimacy with God”.

Bagaimana melakukan solitude?

1. Cari/Upayakan tempat-waktu yang tenang dan sepi Memanfaatkan kesendirian-kesendirian kecil yang ada dalam hari-hari kita: saat dini hari (orang-orang belum bangun), sarapan , di angkot-dalam perjalanan, tinggal lebih lama di kantor, malam hari sebelum kita tidur. Jadi dalam keseharian, kita bisa melakukan solitude tanpa harus pergi ke tempat yang jauh dan makan dana yang besar.

2. Menenangkan diri: Berdiam diri
Silence dan Stillness

3. Bernyanyi: Memuji,menyembah Tuhan

4. Membaca Firman Tuhan , mis Lukas 10:25-30 dst

5. Membaca buku rohani (Spiritual Reading)

6. Pondering (merenung), Refleksi dan Journaling
Evaluasi diri, tinjau kembali tujuan dan sasaran hidup saudara

7. Planning

Jika arah hidup kita sudah salah, maka melalui splitude kita bisa dengan segera balik arah

8. Berdoa (Penyembahan, Syukur, Permohonan, Syafaat)

Disiplin kesendirian (solitude) itulah yang akan membuka pintu. Saudara disambut dengan tangan terbuka untuk mendengar perkataan Allah dalam ketenangan yang lembut,penuh cinta kasih, ajaib, hebat dan memikat. Ini tidak akan kita dapatkan dari dunia ini. Tuhan menerima kita apa adanya. Sewaktu kita membuka hati kita kepadaNya, maka pintu kepada liberatioan terjadi. Kita menjadi orang yang merdeka. Selamat merayakan kesendirian saudara secara disiplin dan berdua dengan Dia, Sang kekasih jiwa kita. Selamat menikmati kemerdekaan di dalam Dia dengan cara berdua dengan Nya. Tentu saja kemerdakaan yang dimaksud disini adalah karena kita mengalami Dia.
Soli Deo Gloria!!

No comments: