(Dari Sudut Pandang Alkitab)
Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div
Yoh 12:20-36
Peristiwa dalam Yoh 12:20-36 ini adalah peristiwa pesta perayaan Paskah orang Yahudi yang dihadiri banyak orang Yunani. Tapi Yunani yang di sini adalah Helenis, yaitu orang Yahudi yang telah kehilangan akar keyahudian. Pesta Paskah ini adalah sebuah pesta peringatan keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Biasanya ada puasa dan pesta selama tujuh hari. Jadi sebelum hari itu, Yesus memasuki sebuah daerah (19). Waktu pesta itu dikatakan mereka ingin bertemu dengan Yesus dan mereka menghubungi Filipus lalu ke Andreas, akhirnya mereka tiba pada Yesus.
Tetapi satu hal yang menarik adalah jawaban Yesus. Dalam ayat 23 dikatakan, “Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan”. Yesus memberikan respon yang tidak mereka duga. Ada dua hal yang bisa kita lihat, pertama adalah ‘saat’ yang dimaksudkan di sini adalah ‘saat kematian’ (sacrificial death) pada kayu salib. Kedua, ‘dimuliakan’ itu berarti ‘kematian di salib’, kebangkitan dan pengangkatan (41, 13:31-32), sesuatu hal yang sangat dibanggakan di dalam diri Kristus.
Dalam teologia Yohanes, salib adalah kemuliaan bukan kegagalan, kehinaan, ataupun kenistaan. Yesus langsung mengarahkan perhatian mereka pada bagian ini (baca: salib). Ketika Yesus berkata demikian, muncul pertanyaan, ‘Bagaimanakah Yesus dimuliakan?’(24). Dalam ay 24 dikatakan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”. Cara Yesus dimuliakan dibicarakan melalui tiga hal, yaitu 1) biji dan tanaman, 2) kehidupan dan kematian, dan 3) hamba dan tuan (24-26). Dalam tiga aspek ini Yesus hendak menggambarkan bahwa kematianNya bagaikan menanamkan sebuah benih ke dalam tanah. Kelihatannya ini adalah sebuah tragedi (salib) – bagaikan benih yang sudah ditanam tidak kelihatan lagi, tetapi pada waktunya akan tumbuh – besar dan berbuah. Sesungguhnya hal ini adalah sebuah kemenangan. Sebuah kemenangan dari kasih Allah yang berkorban (God’s self giving love), yaitu kasih yang menarik seluruh dunia (diwakili oleh Yunani) datang kepada Allah (32-33).
Dalam konteks biji dan tanaman, hidup dan kematian dan Tuhan dan hamba, yang dimaksudkan Tuhan Yesus adalah sebuah paradigma berpikir yang berbeda dengan orang-orang dunia. Dalam konteks orang Yahudi, salib adalah sebuah kehinaan. Ini adalah hukuman untuk pelaku kriminalitas tingkat tinggi dan hukuman yang paling hina dalam budaya Yahudi. Tetapi di sini kita melihat ada paradigma berpikir bahwa yang paling hina dan paling tidak dihargai orang Yahudi justru yang paling dimuliakan di dalam diri Kristus dan dengan cara kematian di atas kayu saliblah Yesus ditinggikan.
Yesus membuat sebuah metafora di mana jika biji tidak ditanam dan ditenggelamkan di dalam tanah, maka biji itu tidak akan pernah bertumbuh dan berproduksi. Dalam tiga metafora ini Yesus ingin menyampaikan bahwa jika kita ingin berproduksi, tidak ada jalan lain bahwa kita harus menderita dan mati dan hal ini bisa menghasilkan sebuah kehidupan yang berelasi dengan ketaatan dan kerelaan untuk menderita. Sesungguhnya hal ini adalah sebuah kemenangan. Jadi ada sebuah kebanggaan bukan dengan paradigma dunia atau dengan apa yang dihargai oleh dunia, tetapi kita memiliki cara pandang yang berbeda bahwa yang hina bagi dunia ternyata adalah sesuatu yang mulia di hadapan Allah bagi anak-anak Tuhan.
Karena itu, salib adalah sebuah tragedi karena merupakan penghinaan dan penderitaan yang sangat mengerikan. Tetapi salib juga adalah sebuah kemuliaan. Jika kita mau hidup berguna dan berdampak bagi orang lain, maka salah satu syarat adalah mati atau berkorban untuk kebenaran dan itulah sebuah kemuliaan yang harus kita miliki sebagai anak-anak Tuhan. Inilah Kemenangan dari God’s self giving love, yaitu kasih yang menarik seluruh dunia datang kepada Allah (32-33).
Dalam ay 24-25 ada sebuah prinsip kehidupan jika ingin berguna. Jika kita perhatikan ada sesuatu yang berbeda dari ayat ini. Dunia seharusnya membanggakan kelepasan dari penderitaan, tetapi kebanggan bagi Allah adalah harus menderita dan mati. Jika mereka (Yunani) itu sungguh-sungguh mau melihat Dia (20-22), mengenal dan memahami apa yang dikerjakan Yesus, mereka harus siap untuk ‘ditanamkan/mati’ dengan cara yang sama dan bersedia menerima semua resiko dalam melayani Kristus. Inilah prose untuk pengenalan. Ketika merka sangat ingin ketemu dengan Tuhan Yesus (20-21), maka Yesus berkata bahwa jika mereka ingin mengenal Yesus lebih dalam, maka mereka harus menjalani jalan yang Yesus jalani (24). Jika kita tidak masuk dalam proses seperti yang Tuhan katakan maka pengenalan kita akan Tuhan akan tetap dangkal. Ada kehidupan yang berpusat, bukan kepada kesuksesan duniawi tetapi berpusat kepada Kristus (25). Ketika hidup kita berpusatkan kepada kehidupan dan kesuksesan duniawi, maka kita sebenarnya kehilangan makna pemuridan (band Mark 8:34-35). Tanpa mengalami hal ini kita tidak akan pernah mengalami pembaharuan hidup dan yang kita banggakan pun akan tetap apa yang dibanggakan oleh dunia.
Paulus berhasil di dalam pembaharuan ini (Fil 3:4-7). Jika kita melihat reputasinya, dia adalah orang yang memiliki banyak kemampuan dan memiliki kedudukan yang tinggi di tengah-tengah bangsanya. Tetapi dia menganggap apa yang dia miliki semua itu adalah kerugian dan sampah jika dibandingkan dengan Kristus. Apa yang paling kita banggakan dalam hidup kita ini? Mari kita melihat bahwa dalam hal ini Kristus dimuliakan dan kemuliaan yang dilihat Kristus adalah sebuah ketaatan kepada Bapa dan mati di kayu salib.
Gambaran ‘ditanamkan’ identik dengan menjadi satu dalam baptisan dan kematian Yesus (Rom 6:3-6). Salib adalah sebuah kemuliaan? Mujliakah kita memandang orang/alumni yang tetap setia kepada Allah tetapi secara ekonomi pas-pasan? Muliakah kita melihat diri kita sebagai orang yang dihargai Allah atau kita menjadi minder karena pekerjaan kita begitu-begitu saja? Muliakah ketika kita bertahan di dalam kebenaran tetapi akhirnya dipaksa untuk berhenti? Jawabannya adalah mulia. Jadi, mari kita melihat kemuliaan bukan dengan cara berpikir orang batak. Orang batak memandang kemuliaan jika seseorang kaya, memiliki jabatan, dan memiliki keturunan. Salib adalah sebuah kebanggaan. Dalam ay 26 dikatakan, “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa”. Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa melayani Yesus berarti mengikuti Dia kemanapun Dia pergi dan bearda di jalan di mana Dia ada. Jika Kristus memandang salib sebagai sebuah kehormatan dan kemuliaan, bukankah kita juga sebagai murid harus memandang salib sebagaimana Dia memandangNya. Inilah yang harus kita miliki bersama-sama. Dalam ayt 26 juga dikatakan bahwa orang yang melayani Tuhan dengan setia adalah orang yang dihormati Bapa. Jalan untuk itu bukan sesama biji/benih saling sikut dan hidup untuk dirinya sendiri (25) melainkan dibenamkan ke dalam tanah dan menjadi tumbuhan yang baru dan menghasilkan buah. Apakah kita merasa hina sebagai orang Kristen? Atau merasa gagal karena ketaatan kita kepada Tuhan? Mari berjalan di jalan Kristus dan ada bersama dengan Kristus ada.
Dalam ay 27-30 kita melihat bagaimana Yesus berkata bahwa jiwanya merasa haru (troubled) karena melihat salib yang ada di depan. Dalam kondisi seperti ini, Ia tidak meminta Bapa untuk mengangkap salib tersebut. Seringkali kita berbalik dari Kristus, kita menghindari penderitaan dan tantangan dari ketaatan kepada Allah atau jalan salib. Yesus, walau dia tertekan, dia tidak meminta agar bapa mencabut hal itu, tetapi menjalaninya karena untuk itulah Dia datang ke dalam saat kematian dan penderitaanNya. Itulah kemuliaan. Dalam menjalani jalan salib kita juga pasti terganggu, tetapi mari kita melihat bahwa jika kita menderita karena kebanaran itu adalah sesuatu yang berharga bagi Allah dan sesuatu yang mulia. Mari kita bayangkan jika tidak ada misionaris dari Eropah datang ke tanah batak, kita tidak akan pernah menjadi orang percaya pada masa sekarang ini. Apa yang kita rasakan sekarang ini adalah karena para missionaris merelakan diri mereka ditanam sebagai benih di dalam tanah. Bagi Yesus, Ada bahaya/tragedi di depan tetapi melalui hal tersebut kemuliaan akan bersinar ke seluruh dunia. Father, glorify your name! (28). Hanya ketika bisa melihat sesuatu itu mulia dalam kaca mata ilahi, maka itu jugalah yang ki9ta ambisikan untuk memuliakan Bapa.
Apa respon Bapa atas doa Tuhan Yesus (28b) adalah bahwa Yesus sudah dan akan dimuliakan. Bapa telah dimuliakan pleh pelayanan dan karya Yesus sebelumnya dan akan dimuliakan lagi melalui ketaatan serta kematianNya di akyu salib. Apa tujuan deklarasi Allah (30) adalah meneguhkan dan demi kepentingan orang yang mendengarnya saat itu. Artinya adalah abhwa Kristus sang Mesias, Anak Allah, telah menggenapi mandat Allah dan itulah jalan untu kemuliaan Bapa dan jalan Bapa memuliakan Dia.
Ay 31-32, “Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar; dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” Hal ini dikatakan utuk menyatakan bagaimana caranya ia akan mati. Ayat 32-33 dikatakan bagaimana anak manusia akan ditinggikan melalui salib di mana Yohanes menyamakan dengan patung ular di gunung dimana setiap orang Israel yang memandangnya akan selamat, tetapi orang yang tidak memandangnya akan binasa (3:14-15; Bil 21:9). Yesus sang Mesias akan menggantikan kerajaan dunia (Romawi) dengan Kerajaan Allah. Bukan dengan pedang atau kekerasan, melainkan dengan kasih (self giving love) dan kematian di salib. Inilah cara untuk menyelamatkan dunia – biji yang mati karena kasih (34). Mari melihat sebagai sebuah kehormatan jika kita rela menderita. Negara ini akan berubah jika alumni rela mati seperti benih yang di tanam dan hal ini adalah kebanggaan.
Dalam ay 35-36 kita melihat ada perubahan. Pendengar saat itu sulit untuk mengerti konsep Mesias yang sejati karena sudah tertanam pemahaman tentang Mesias dan kemenangan/ kemuliaan yang salah (2 Sam. 7: 13-16). Tetapi Mesias yang ada adalah Mesias yang menderita dan Kristrus yang disalib adalah kemenangan bukan kegagalan, sebuah kemuliaan bukan kehinaan. Karena itu, bisakah kita melihat adalah sebuah kehormatan jika kita bisa terus melayani Allah apapun konsekuensinya. Yesus sang terang dunia (1:4; 8: 12) tidak akan lama lagi ada bersama mereka, karena itu ada undangan untuk datang kepadaNya agar tidak berjalan dalam kegelapan. Mereka harus datang, hidup dan berjalan dalam Terang itu. Apa yang menjadi kegelapan dan terang bagi kita sekarang ini adalah soal paradigm berpikir kita akan apa itu ‘hasangapon’. Ketika kita tidak mau berkarya dan emlayani tuhan dengan sungguh-sungguh, dan tidak mau seperti benih yang mau mati agar dapat mengabdi dan hidupo kita berdampak bagi orang lain .
Apa dan bagaimana kemuliaan kita? Salib dan penderitaan (ketaatan dan kesetiaan pada Bapa) adalah kemuliaan sejati. Tidak dikatakan kita harus miskin, tidak punya jabatan, harus pengangguran, atau tidak punya apa-apa, atau mengalami penderitaan, tetapi jika dalam rangka ketaatan kita memikul salib kita memiliki kekayaan atau tidak memiliki kekayaan mari berkata: “Terpujilah Tuhan!” Bagaimana agar hidup berproduksi dan memuliakan Allah? Mari belajar dari metafora yang Yesus katakana bahwa hidup kita sama dengan benih yang mati ditanam. Mengubah dunia, kota, gereja, kantor, lingkungan, keluarga (suami, istri, anak) bukan dengan pedang dan kekerasan tetapi dengan kasih yang mau untuk berkorban. Menghadirkan kerajaan Allah kita mati seperti biji dan semua dilakukan karena kasih. Ini adalah cara kita untuk memuliakan Allah.
No comments:
Post a Comment