1 Kor 7:1-16
Berbicara tentang hidup sendiri, sangat sedikit orang untuk memilih hidup sendiri karena berbagai alasan dan pada umumnya adalah alasan sosial. Secara sosial ada begitu banyak pandangan negatif yang terdapat dalam masyarakat mengenai hisdup sendiri. Beberapa diantaranya adalah:
Pertama, hidup sendiri itu berarti tidak sempurna. Masyarakat melihat kesempurnaan hidup jika sudah menikah (apalagi dalam budaya batak plus punya anak, apalagi anak laki-laki). Setinggi apapun karir, kita akan tetap dianggap belum sempurna dan tidak berhak berbicara dalam komunitas (karena dianggap belum dewasa) jika belum menikah.
Kedua, orang yang hidup sendiri adalah orang yang aneh. Masyarakat menganggap bahwa orang yang sendiri itu adalah orang yang ‘tidak lulus seleksi’ dan orang yang tidak baik dalam menjalin relasi sehingga tidak menikah.
Ketiga, orang yang hidup sendiri adalah orang yang tidak kompeten. Masyarakat menganggap pernikahan adalah permainan yang membutuhkan ‘keahlian’. Yaitu permainan untuk memikat dan menaklukkan hati seseorang.
Keempat, orang yang masih sendiri adalah orang yang sulit menjalin keintiman. Pernikahan dianggap sebagai perjumpaan dua insan yang memiliki kedekatan emosi. Masyarakat menganggap bahwa orang yang masih sendiri adalah orang yang takut menjalin kedekatan secara emosi dengan lawan jenisnya.
Kelima, orang yang hidup sendiri adalah orang yang egois. Cukup banyak orang di sekeliling kita yang menganggap orang yang hidup sendiri adalah orang yang tidak mau berbagi hidup dengan orang lain. Ia tidak mau direpotkan dengan urusan suami atau isteri apalagi anak. Lebih baik sendiri untuk memikirkan karier.
Keenam, orang yang hidup sendiri adalah orang yang kesepian karena dianggap tidak memiliki tempat untuk cerita. Masyarakat menganggap bahwa pasangan adalah orang yang bertugas untuk mendengarkan kita.
Pandangan-pandangan ini seringkali membuat orang yang masih sendiri akhirnya mengalami sebuah pergulatan hidup. Pandangan-pandangan ini juga sering membuat orang menyerah dan menurunkan standar yang berhubungan dengan pasangan hidup karena tekanan dari orang-orang (teman, masyarakat atau keluarga) yang dipengaruhi oleh pandangan-pandangan di atas.
Pandangan-pandangan di atas juga membuat orang yang masih sendiri bertanya-tanya mengenai apakah ada yang salah pada diri mereka.
Dalam surat 2 Kor 7 tadi kita melihat bahwa Paulus sedang membahas mengenai perkawinan, hidup sendiri, dan perceraian. Teks ini adalah jawaban Paulus kepada jemaat Korintus sehubungan dnegan pertanyaan-pertanyaan mereka sehubungan perkawinan, hidup melajang dan perceraian. Jika kita perhatikan dalam ay 1 dikatakan bahwa ‘adalah baik bagi kalau tidak kawin’. Mengapa Paulus mengatakan demikian? Apakah Paulus sedang menentang perkawinan? Mengapa Paulus dengan beraninya mengatakan hal ini. Jika kita perhatikan 1 Kor 7:32-35 Paulus mengungkapkan ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa Paulus mengatakan ‘adalah baik jika orang itu tidak kawin’. Dikatakan disana, “32 Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. 33 Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, 34 dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya. 35 Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan”.
Paulus mengatakan bahwa lebih baik jika orang hidup seperti dia, yaitu hidup sendiri, adalah karena Paulus melihat sebuah perkawinan bukan hanya sebatas mencari kesenangan atau kebahagiaan. Seorang penulis pernah mengatakan untuk tidak pernah mencari kebahagiaan dalam perkawinan karena perkawinan adalah menciptakan kebahagiaan. Jadi ketika Paulus mengatakan lebih baik jika orang hidup sendiri adalah agar pusat perhatiannya adalah Tuhan. Tidak mungkin orang yang sudah menikah tidak memikirkan pasangan atau keluarganya. Semua waktu dan usaha kita digunakan untuk menyenangkan Tuhan. Paulus melihat ada ‘gangguan-gangguan’ dalam pernikahan sehingga ketika kita memilih tidak menikah kita terbebas dari gangguan tersebut.
Dalam ay 2 Paulus juga mengatakan, “tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.” Di sini kita melihat bahwa hidup yang tidak menikah juga memiliki tantangan, yaitu bahaya percabulan. Jemaat Korintus adalah jemaat yang tinggal di sebuah kota yang masih dikelilingi praktek-praktek penyembahan berhala yang berhubungan dengan perzinahan. Dari pemaparan Paulus di sini kita melihat bahwa menikah atau tidak menikah punya tantangan dan pergumulan masing-masing. Secara pribadi hal ini menolong saya, ketika melihat orang yang punya pasangan, tidak terjebak dalam kecemburuan.
Dalam ay 7 Paulus mengatakan, “Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu” (ay 5-6 Paulus juga mengingatkan tentang bertarak dan kita tidak membahas bagian ini). Persoalannya bukan melajang atau tidak melajang tetapi alasan mengapa kita memilih untuk melajang. Jika kita nanti baca dalam Mat 19:11-12 dikatakan, “Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.” Ketika Paulus menyarankan orang hidup sendiri itu ada alasan yang jelas. Jika sampai hari ini saya memilih untuk hidup sediri itu karena ketaatan, penyerahan diri, dan Kerajaan Allah dan akhirnya saya bisa bebas mengerjakan banyak hal di tengah-tengah pelayanan.
Paulus melihat bahwa hidup sendiri adalah bagian hidup yang sama normalnya dnegan hidup menikah. Hidup sendiri bukanlah keganjilan. Jika sampai hari ini kita masih hidup sendiri biarlah itu karena ketaatan kita kepada Tuhan. Kita tidak akan menurunkan standar mengenai teman hidup hanya karena pandangan-pandangan orang atau keinginan-keinginan daging yang akhirnya membuat kita memilih siapa saja yang penting mau sama kita untuk menjadi teman hidup kita.
Ada banyak hal yang dirasakan oleh orang yang masih sendiri, yaitu :
- Orang yang hidup sendiri adalah orang yang sering sekali menolak diri sendiri karena dia merasa ditolak lawan jenis karena kurang menarik.
- Orang yang sendiri adalah orang yang merasa bersalah. Dia menganggap melakukan kesalahan sehingga tidak ada yang mau mendekatinya.
- Kerapuhan. Untuk berapa kasus orang yang hidup sendiri lebih rapuh dan sensitif.
- Mementingkan diri sendiri.
- Merasa kesepian.
- Pergumulan sehubungan dengan masalah sex.
- Kekuatiran akan hari depan, apalagi berbicara mengenai masa tua.
- Gelisah ketika menghadapi lawan jenis. Mereka yang melihat kehidupannya yang sendiri adalah karena kegagalan mereka menjalin relasi emosi dengan lawan jenisnya.
Bagaimana sikap kita seharusnya?
Pertama, berdoa (Mat 7:7-11). Sikap yang baik yang harus kita lakukan dalam masa-masa kesendirian kita adalah berdoa dan meyakini serta beriman bahwa Allah akan memberikan yang terbaik kepada kita.
Kedua, tujuan seorang anak Tuhan adalah supaya serupa dnegan Kristus, dimana seluruh sisa hidupnya adalah sebuah proses untuk belajar serupa dengan Kristus. Menikah dan tidak menikah adalah satu bagian untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak ada di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa pernikahan adalah tujuan Allah. Tetapi pernikahan adalah lembaga yang menolong kita untuk mencapai tujuan Allah.
Ketiga, mari mematangkan diri dengan pernikahan yang sesuai dengan rancangan Allah. Satu hal yang menghibur saya secara pribadi ketika belum menikah adalah saya melihat bahwa Tuhan sedang mendidik saya agar siap memasuki fase pernikahan dan di sisi yang lain Allah juga sedang mempesiapkan seseorang penolong di dalam kehidpan saya kelak dan akan bersama saya menghadapi pernikahan tersebut. Oleh sebab itu mari menggunakan masa-masa kesendiriran kita untuk terus belajar mematangkan diri dan pemahaman kita akan apa itu pernikahan, sehingga ketika nanti ketika kita menikah, itu adalah waktu terbaik yang Tuhan sediakan. Pasti akan beda menikmati buah yang matang di pohon dengan buah yang matang dikarbit.
Keempat, mari mengisi waktu kita dengan menjalin persahabatan, mengenal keunikan, dan bergaul dengan pria/wanita atau orang-orang di sekitar kita. Pernikahan itu adalah sebuah relasi yang sangat intim tau dalam alkitab disebut dengan satu daging. Satu daging adalah ekpresi dari relasi yang paling dalam yang dimiliki manusia dengan sesamanya. Sebelum akhirnya kita bisa menjalin relasi itu mari mengisi waktu-waktu kita dengan terus belajar menjalin relasi dengan orang-orang seiman sebagai satu tubuh kristus. Bagaimana mungkin kita bisa menjalin relasi yang lebih intim di dalam sebuah pernikahan jika relasi kita sesama tubuh Kristus saja kita belum mampu kita kerjakan.
Kelima, mari terus belajar peka akan kehendak Tuhan melalui firman dan doa. Mari peka untuk mencaritahu apakah Tuhan menghendaki kita menyerahkan hidup kita untuk sendiri agar pelayanan bisa maksimal dikerjakan, atau Tuhan menginginkan kita menikah tetapi saat ini bukan waktu yang tepat bagi kita. Daripada kita mencari pelampiasan untuk menghilangkan kesepian, alangkah lebih baik jika kita mengisinya dengan menjalin relasi yang lebih intim lagi dengan Tuhan. Salah satu keunikan relasi manusia dengan Tuhan adalah bahwa Tuhan menciptakan satu relasi yang sempurna antara manusia dengan diriNya, tetapi Tuhan mengijinkan dalam relasi itu ada relasi lawan jenis. Artinya, ketika Tuhan melihat bahwa Adam tidak baik manusia seorang diri saja, bukan berbarti relasi antara manusia dengan Tuhan tidak sempurna karena ketiadaan pasangan hidup. Jadi, pilihan kita di dalam menjalani kesendirian adalah terus menjalani relasi yang intim dengan Tuhan dan dipuaskan oleh Tuhan.
Keenam, mari bertumbuh dan melayani tanpa gangguan. Jika Tuhan menghendaki saat ini masih sendiri, saya percaya bahwa Tuhan ingin segenap waktu dan tenaga kita kita pergunakan untuk melayani Tuhan.
Ketujuh, atasilah dorongan seksual dengan datang kepadaNya karena Dialah yang mengaruniakan seksualitas kepada kita. Dorongan seksual adalah norma, tetapi kita harus mengendalikan dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.
Kedelapan, hadapi tekanan keluarga dengan menunjukkan teladan. Jangan menghindar! Semakin kita menghindar semakin besar tuntutan itu. Kita menghindar dengan menghindari acara-acara keluarga atau tidak mau pulang kampung dimoment tahun baru. Menghindar bukan pilihan yang tepat tetapi menghadapinya dengan tekanan. Tunjukkan kepada keluarga bahwa kita bahagia. Apa gunanya kita menikah jika akhirnya menjadi teladan yang buruk bagi orang disekitar kita.
Kesembilan, trust and obey. Percaya dan lakukan bagian kita dan Allah sudah, dan sedang melakukan bagianNya. Bukan karena hebatnya strategi kita kita menemukan teman hidup yang tepat yang sesuai dengan kehendak Tuhan, tetapi juga kita tidak berdiam diri seperti menunggu durian runtuh. Tetapi mari mengerjakan bagian kita dan serahkan yang menjadi bagian Tuhan.
Kita setuju bahwa menjalani kesendirian dan tetap hidup setia memberikan pelayanan, mempersembahkan hidup kita bukan sesuatu yang gampang. Ada banyak tantangan! Tetapi saya melihat bahwa kunci keberhasilan adalah keyakinan kepada Tuhan akan apa yang Tuhan akan sediakan kepada anakNya. Jika Tuhan saat ini memandang tepat untuk menjalani hidup sendiri itu adalah karena Tuhan melihat kita mampu mengerjakannya dan Tuhan pun akan terus menguatkan kita. Mari menikmati masa-masa kesendirian kita dengan terus belajar mengenali Tuhan, memberikan yang terbaik kepada Tuhan sehingga kalaupun nanti sisa hidup kita kita jalani didalam kesendirian, kita kembali memberikan segala ucapan syukur dan kehormatan kita kepada Tuhan yang terus menyertai kita di dalam pilihan tersebut. Ataupun kalau suatu hari kelak kita mendapat kesempatan untuk berumah tangga, kita menjalaninya dengan kematangan karena kita sudah mengenal apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita sehingga seluruh bahagian hidup kita adalah sebuah persembahan hidup kepada Tuhan yang sudah menciptakan, menebus, dan memelihatra hidup kita.
No comments:
Post a Comment