[Kotbah ini dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th, pada Mimbar Bina Alumni, Jumat, 20 Juli 2007.]
Topik pada hari ini merupakan topik ke tiga dari seri Holiness yaitu Growing in Holiness yang pertama mengenai Virtue atau kebajikan. Kata virtue berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”arete” yang artinya (secara etis) adalah suatu perbuatan yang mulia/exellence, praiseworthy deeds, moral goodness atau moral exellence. Dalam konteks ini, exellence memiliki arti sesuatu yang sungguh sangat baik. Jadi dalam hal ini, kebajikan bukanlah sesuatu yang hanya baik tetapi sesuatu yang sangat baik. Apa hubungan growing in holiness dengan kebajikan atau moral exellence? Salah satu kekudusan yang diinginkan oleh Allah melalui kebenaran FirmanNya (Biblical Theology) adalah soal kekudusan yang pasti terpancar dalam tindakan atau perbuatan kita.
Dalam dunia hellenistic, kata “kebajikan/virtue” diartikan dengan dua hal. Pertama, dalam hubungannya dengan ”doxa (glory)”, yang artinya sesuatu yang agung dan mulia. Karena Allah mulia, maka umat yang taat, hidup, dan percaya kepadaNya seharusnya menghasilkan satu tindakan yang doxa (mulia). Kedua adalah theia dynamis (divine power) yang memiliki arti bahwa segala yang dilakukan itu adalah sesuatu yang hanya karena karya Ilahi untuk Allah. Dalam satu tradisi Kristen pada abad pertengahan, ada istilah yang disebut dengan The Seven Cardinal Virtues, yang mengatakan ada tujuh kebajikan, yaitu : wisdom, fortitude (dorongan untuk bertahan/setia dalam penderitaan), temperance (ketaatan total kepada Allah), justice [Keempat kebajikan ini bersifat tradisional dan diadopsi dari pemahaman pagan, yaitu orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan] dan digabungkan dengan teologia kebajikan yang teologis, yaitu iman, pengharapan, dan kasih. Di dalam perkembangan teologia, maka kebajikan yang kita bicarakan itu mengarah kepada moral exellence atau praiseworthy deeds, atau tindakan/perbuatan yang sangat mulia dan dihormati. Inilah yang akan kita pelajari pada sore hari ini.
Kebajikan adalah ideally human life in the Kingdom of God, yaitu suatu kehidupan ideal di dalam Kerajaan Allah. Artinya, sebagai warga Kerajaan Allah kita harus hidup kudus karena Kerajaan Allah ada di dalam kebenaran dan kekudusan. Inilah yang disebut dengan satu standart yang ideal sebagai warga kerajaan Allah. Hal ini penting karena dunia ini sangat jahat, penuh dengan kebencian, dan anak-anak Tuhan yang hidup di dunia ini menghadapi banyak tantangan. Agar dapat berdiri dengan tegar dalam spritualitas sejati, maka dibutuhkan kebajikan yang Kristiani/Alkitabiah. Tanpa itu, kita tidak akan pernah hidup dalam kesucian. Itulah sebabnya sangat dituntut kekudusan yang bertumbuh di dalam Kristus dan kebajikan yang menyertainya.
Mari kita membuka 2 Petrus 1:3-11. Melalui bagian ini kita akan belajar mengenai kekudusan yang semakin berkembang dan semakin baik. Pada ayat (3) kita melihat ”karena kuasa IlahiNya telah menganugerahkan kepada kita sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh...”. Yang pertama yang mau kita lihat adalah bahwa untuk hidup yang saleh bukan sebatas usaha kita. Artinya, bila seseorang itu tidak dilahirkan kembali, ia tidak akan pernah hidup kudus dan bertumbuh di dalam kekudusan. Yang kedua, walaupun seseorang sudah lahir baru, jika dia tidak memiliki penyerahan diri yang sungguh kepada Allah, yang dipadukan dengan kuasa yang dari Allah, dia tidak akan mampu untuk hidup kudus. Itulah sebabnya perlu sinergisme. Bila lahir baru itu monergis, mutlak karya Allah, maka untuk bertumbuh dan hidup suci adalah sinergis, dimana ada peran Allah dan ada peran kita. Dalam Filipi 2:13 ”karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan atau pekerjaan menurut kerelaanNya”, bila kita hubungkan dengan Roma 7:19-20 dimana bukan keinginan kita berbuat jahat tetapi karena dosa, yang dilanjutkan pada ayat 24 dan 25 mengenai Yesus Kristus yang telah melepaskan kita dari tubuh maut tersebut, maka kita akan melihat bahwa kekudusan yang bertumbuh harus memiliki perpaduan kekuatan Allah yang bekerja di dalam kita dengan satu sikap penyerahan dan ambisi untuk taat kepada Allah. Kita tidak bisa berkata kepada Tuhan ”aku mau hidup kudus”, tetapi kita tidak berperan/berbuat di dalamnya. ”Kuduskanlah aku” hanya dari segi pertobatan dan pengakuan dosa. Tetapi untuk bertumbuh di dalam kekudusan harus sinergis. Kita benar-benar memiliki ambisi. Karena Allah menyatakan kuasaNya, pada saat itu jugalah kita hidup kudus. Karena itulah Petrus berkata pada jemaat diaspora bahwa oleh karena Allah dengan kuasa IlahiNya, yang telah dianugerahkan kepada kita untuk hidup saleh. Artinya untuk hidup bertumbuh di dalam kekudusan adalah merupakan karya Allah yang dipadukan dengan komitmen dan penyerahan diri kita.
Kekudusan dan hidup saleh diperoleh melalui pengenalan akan Allah (untuk kebutuhan spritual kita). Artinya pengenalan akan Allahlah yang menjadi dasar atau pondasi untuk hidup suci. Bila kita tidak mengenal Allah kita tidak mungkin hidup suci. Pengenalan di sini bukan sebatas kognitif, tetapi pengenalan sebagai suatu pengalaman bersama dengan Allah untuk menjalani hidup suci (afektif atau empiris), bagaimana kita hidup di dalam kekudusan, sama seperti Allah yang adalah kudus. Di dalam ayat (3) tertulis ”...untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia.” Siapakah ’Dia’? Pada bagian selanjutnya Petrus menjelaskan siapakah ’Dia’, yang kepadaNya dan mengenal Dia maka kita dapat hidup saleh. Hal ini dipaparkan Petrus dalam dua hal yaitu according to His glory dan according to His goodness. Hal ini menimbulkan pemikiran bagi kita. kenapa Petrus menempatkan kedua hal ini, kemuliaan dan kebaikan Allah sekaligus. Bicara soal kemuliaan yang dikatakan di sini adalah esensi Allah yang sangat sangat baik dan mulia atau disebut dengan the exellence of essence. Sedangkan goodness berbicara nsoal the exellence of actio. Dua hal inilah yang membuat kita masuk dalam hidup yang kudus dengan pengenalan yang benar akan Allah.
Bagaimana kita menikmati hal ini? Mari kita perhatikan ayat ke empat ”Dengan jalan itulah Ia telah...” (yang dimaksud dengan ”jalan itu” adalah kemuliaan dan kebaikanNya, sedangkan penafsiran yang lain adalah hidup yang saleh dengan pengenalan). Melalui God’s Exellence (kemuliaan dan kebaikan Allah yang luar biasa, apakah itu internal atau eksternal), Allah menganugerahkan janji yang berharga dan amat besar kepada kita. Pertama, kita bisa mengambil bagian dalam kodrat Ilahi (4b). Pada topik pertama dalam sesi Holiness, ada dua hal yang kita pelajari yaitu positional sanctification dan progressive sanctification. Yang mau dikatakan dalam hal pertama, kodrat Ilahi, tidak mungkin kita satu esensi dengan Allah. Tetapi karena kita sudah dibenarkan/ dikuduskan dan kita ikut bagian dalam kodrat Ilahi. Jadi, secara posisi kita telah dibenarkan/dikuduskan di hadapan Allah. Tetapi, ingat, kita masih bisa berdosa. Already but not yet. Kedua, kita luput dari hawa nafsu dunia. Inilah progressive sanctification. Apa yang mau dikatakan Petrus adalah, kita mengambil bagian dalam kodrat Ilahi dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan. Inilah pesan bagi kita di dalam bertumbuh di dalam kekudusan. Dalam 2 Kor 5:17 mengatakan bahwa kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus, oleh sebab itu kita, sesuai dengan Kol 3:5-8, harus mematikan, membuang, menanggalkan sesuatu yang masih bersifat duniawi dalam diri kita. Pada ayat 12 di Kolose 3 ini kita diajak untuk mengenakan belas kasihan, dst. Jadi ada yang dibuang dan ada yang dikenakan. Hal ini dapat membuat kita bertumbuh di dalam kekudusan. Kita sulit untuk bertumbuh di dalam kesucian adalah karena kita masih sulit meninggalkan manusia lama kita. Jika kita masih tetap memegang dan mengikatnya erat-erat, kita tidak akan bisa bertumbuh di dalam kekudusan sampai kapan pun. Oleh karena itu, sebagai orang yang telah lahir baru, kita harus berani mengatakan bahwa hidup kita lebih benar dibandingkan dengan dua tahun lalu, atau ketika kita masih mahasiswa.
Ayat (5-9) menggambarkan kepada kita bagaimana kebajikan itu menghasilkan buah-buah dalam kekristenan. Pada ayat (5) ”Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha....”. Penekanan ’itu’ pada ayat ini adalah kita yang telah dipanggil dalam bagian kodrat Ilahi dan lepas dari hawa nafsu dunia (4) dan Kuasa Ilahi yang membuat kita hidup saleh. Setelah kata ”justru karena itu” ada kata ”kamu harus dengan sungguh-sungguh”. Growing in Holiness tidak akan pernah tercapai bila terlalu mengampuni diri dan tanpa kesetiaan. Itulah sebabnya mati bagi ke”aku”an dan hidup bagi Kristus dengan sungguh-sungguh. Tidak ada satu dosa pun bisa kita menangkan jika tidak berjuang dengan serius. Tidak ada kedagingan atau masa lalu kita yang dapat kita tinggalkan kalau tidak ada usaha yang sungguh-sungguh secara sinergis dengan kuasa Ilahi (devine power). Orang hanya bisa menang dari dosa apapun bila ia mau bersungguh-sungguh menyerahkan kepada Allah, berjuang dengan kuasa Ilahi. Saya tidak tahu apa yang menjadi pergumulan kita, apakah dalam hal dosa, masa lalu, yang sulit kita tinggalkan hingga pada saat ini. Untuk bisa bertumbuh di dalam kekudusan tidak ada kata lain selain sungguh-sungguh berusaha. Itulah sebabnya dalam ayat lima Petrus berkata agar kepada iman ditambahkan kebajikan. Artinya, bila kita beriman kepada Yesus Kristus, harus menunjukkan melalui kebajikan. Ingat Yak 2:17, íman tanpa perbuatan adalah mati, dan pada ayat 22 dalam Yak 2 ini dikatakan ”iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan, dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna”. Apa yang mau dikatakan di sini adalah bila kita mengatakan kita beriman, tapi hidup kita tidak benar, ini adalah iman yang palsu. Itulah sebabnya Paulus dalam Fil 4:5 mengatakan agar kebaikan kita diketahui semua orang. Bukan hendak pamer, tetapi orang lain dapat merasa, melihat, dan menikmati kebaikan kita. Ini adalah bukti orang beriman, dan di sini jugalah banyak orang Kristen gagal. Mengaku sudah lahir baru tetapi kebaikannya tidak dialami orang. Kita mungkin dikenal sebagai orang yang rajin persekutuan atau kebaktian, tetapi tidak dikenal sebagai orang yang baik.
Kemudian pada kebajikan kita harus menambah pengetahuan. Penekanan pengetahuan di sini adalah pengetahuan akan Firman Allah. Orang bisa mengatakan kita baik, bahkan orang yang non Kristen pun dikatakan baik, tetapi kebaikan kita seharusnya kebaikan yang sesuai dengan Firman Allah. Kemudian pada pengetahuan ditambahkan penguasaan diri. Hal ini penting karena orang yang banyak tahu biasanya akan menjadi sombong. Dalam 2 Kor 8:1 dikatakan bahwa pengetahuan membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih itu membangun. Kemudian kepada penguasaan diri ditambahkan ketekunan yang artinya bila hal ini sudah dilakukan maka diperlukan ketekunan. Kemudian pada ketekunan ditambahkan kesalehan. Itulah sebabnya Paulus mengatakan agar kita melatih diri kita untuk menjadi saleh (1 Tim 4: 7b, terjemahan NIV). Pada kesalehan ditambahkan kasih kepada saudara-saudara, baru kasih pada semua orang. Artinya, semua hal ini tidak akan memiliki arti tanpa kasih. Oleh karena itu the holiness of life bermuara kepada hidup yang penuh dengan kasih, sebagai buah dari iman.
Dampak jika kita hidup seperti hidup yang digambarkan pada ayat 5-7, Petrus mengatakan, dia akan berhasil didalam pengenalan akan Yesus Kristus. Sekali lagi, pengenalan di sini bukan kognitif, tetapi empiris karena mengalami karakter dan sifat Allah. Ada satu pertumbuhan rohani yang berkelanjutan menuju kekudusan yang sempurna. Tetapi bila kita tidak memiliki hidup seperti ini (ayat 5-7), perhatikan ayat yang ke (9), kita tidak akan bertumbuh di dalam kesucian, menjadi buta, picik, dan seseorang yang lupa bahwa dosanya telah dihapus. Yang dimaksudkan Petrus adalah kita tidak menghargai anugerah Allah. Secara teologia kekristenan, menurut Petrus, orang yang tidak bertumbuh di dalam kekudusan adalah orang yang kurang menghayati dan mensyukuri anugerah Allah yang telah menebus segala dosanya. Adakah kita orang yang merasa terpaksa tidak berbuat dosa atau senang tidak berbuat dosa? Masih merasa terpaksakah kita untuk jujur atau kita hanya ingin menyenangkan Allah. Allah mencintai kita dan mengorbankan anakNya, Yesus, mati di kayu salib untuk menebus kita secara total. Wajar saja bila kita berusaha untuk menyenangkannya. Salah satu cara untuk bertumbuh dalam kekudusan adalah senang untuk tidak berdosa dan tidak lagi terpaksa untuk hidup benar.
Bagaimanakah untuk bertumbuh di dalam kekudusan? Mari kita baca ayat 10, “…berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.” Kata “berusaha sungguh-sungguh” dalam NIV diterjemahkan dengan ”more eager” (eager memiliki arti ’senang’). Dalam pengertian sebenarnya, kata “more eager” berasal dalam diri seseorang (inner drive). Bila kita memilih untuk tidak berdosa, bukan karena kita peduli dilihat atau tidak dilihat orang lain. Oleh karena itu Petrus mengatakan bahwa kita harus berusaha sungguh-sungguh agar panggilan dan pilihan kita makin teguh, dan di dalam kita melakukannya kita tidak akan tersandung. Selain more eager, ingat kembali bahwa Allah yang mengerjakan di dalam kita segala kebaikan itu. Apa yang kita lakukan di dalam hal ini? Fil 3:12-14 mengatakan bahwa kita harus melupakan apa yang di belakang, mengarahkan diri pada hal yang di depan, dan berlari mengejar tujuan. Dalam Filipi tersebut dikatakan melupakan apa yang ada di belakang kita. Seringkali iblis mendakwa kita dengan kesalahan-kesalahan kita. Ingat, semuanya benar, kita berdosa, tetapi dosa kita telah disalibkan bersama dengan Kristus. Lupakan yang di belakang/masa lalu kita, dan arahkan mata kepada Kristus. Tetapi kita tidak duduk dengan tenang. Perhatikan kata yang dipakai Paulus, ”berlari-lari mengejar”. Kira sering mengiyakan untuk hidup kudus, tetapi kita tidak berperan di dalamnya. Bertobat bukan sekedar berbalik dari yang jahat, tetapi berjalan bersama dengan Kristus-growing in holiness, sehingga kita semakin serupa dengan Kristus di dalam kesucian. Ibrani 12:1-3 mengatakan kita memiliki saksi, maka kita harus menanggalkan beban kita dan mengikuti perlombaan yang diberikan kepada kita dengan mata yang mengarah kepada Yesus. Mari belajar untuk bangkit dan berlari menuju Kristus dan kita tidak akan tersandung (2 Pet 1:10b). Hal inilah yang menunjukkan kuasa Ilahi yang bersumber dari Allah kita. 1 Kor 9:27 mengatakan, ”Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”. Bila kita mengatakan sesuatu yang rohani tetapi hidup kita tidak benar, pasti akan ditolak orang. Tetapi bila kita hidup benar, tanpa bicara rohani pun kita akan dihargai orang.
Dalam ayat 11 mengatakan bahwa ada hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal. Jangan diterjemahkan seolah-olah keselamatan dapat lepas, dan kita tidak masuk surga. Dalam terjemahan NIV ‘hak penuh’ ini diterjemahkan dengan “a rich welcome”. Ingat 1 Kor 3, dimana ada orang membangun dengan emas, batu, dan jerami. Orang yang membangun dengan jerami akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam sekam api (misalnya untuk tamat sekolah pun harus didorong-dorong). Oleh sebab itu Petrus berkata, agar bisa bertumbuh di dalam kekudusan kita harus menambahkan iman kebajikan kepada iman, pengetahuan kepada kebajikan, dst, sampai kepada kasih kepada semua orang, dan kita akan disambut dengan a rich welcome. Perhatikan apa yang dikatakan Paulus di dalam 2 Tim 4:7-8 mengenai bagaimana Paulus telah mengakhiri pertandingan dengan baik dan akan memperoleh mahkota yang tidak hanya diberikan kepada Paulus, tetapi kepada semua orang percaya.
Jadi, mari hidup di dalam kekudusan, bertumbuh dan semakin bertumbuh dari hari ke hari. Hal ini penting. Mari kita tanggalkan dosa. More eager untuk hidup di dalam kekudusan.
Soli Deo Gloria !
No comments:
Post a Comment