Untung Suseno, M. Th
Minggu lalu kita telah belajar 1Petrus 2 dan
jika kita pelajari secara keseluruhan kitab 1Petrus maka kita akan menemukan
garis besar yang sangat sederhana. Pada pasal
1 ay 1-2 kita akan menemukan salam pembukaan dari surat Petrus ini, kemudian
dalam 1:3-2:10 kita akan emnemukan mengenai kelahiran kembali, dan dalam
2:11-3:7 kita menemukan mengenai tantangan untuk memiliki perilaku yang baru di
dalam Kristus.
Mari melihat 1Petrus pasal 3 ini. Ay 1-7 masih berbicara
mengenai masalah tantangan untuk memiliki dan perilaku hidup yang baru setelah
kelahiran yang baru. Ada beberapa nasihat yang diberikan Petrus disini. Dalam
ay 1 dikatakan, “Demikian juga kamu, hai
isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang
tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan
isterinya,”. Ini adalah nasihat Petrus kepada para isteri yang memiliki
suami belum percaya (dalam kasus surat Petrus ini mereka menikah ketika belum
mengenal Tuhan, jadi ketika sudah menikah, sang isteri bertobat). Ketundukan
ini harus dipahami dalam konteks yang benar. Ketundukan isteri di sini bukanlah
sebuah ketundukan yang buta. Ketundukan dalam ayat ini adalah bicara soal submission. Submission disini dalam
pengertian fungsional. Artinya adalah bahwa fungsi wanita itu berbeda dengan
laki-laki di mana laki-laki adalah kepala atas keluarga dan perempuan
memerankan peran taat pada kepemimpinan kepala. Jadi bukan pengertian subordinasi,
bahwa laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Laki-laki dan perempuan sejajar
dalam pemahaman alkitab. Jadi ada nasihat kepada para isteri bahwa siapapun
suami mereka, meskipun ia tidak mengenal Tuhan maka peran isteri, dalam
pengertian tertentu, haruslah tunduk kepada suami. Ingat, pengertian tunduk
disini harus dipahami sebagai sesuatu yang fungsional. Mengapa hal ini perlu? Supaya jika ada di antara mereka yang tidak
taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan
isterinya, karena mereka melihat bagaimana murni dan salehnya hidup isteri
mereka itu.
Nasihat berikutnya ada di dalam ay 3, dikatakan
disana, “Perhiasanmu janganlah secara
lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau
dengan mengenakan pakaian yang indah-indah,”. Perhiasan seorang isteri
bukanlah perhiasan lahiriah atau sesuatu yang tampak dari luar. Tetapi
perhiasan seorang isteri ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan
perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan
tenteram, yang sangat berharga di mata Allah (ay 4).
Dapat disimpulkan bahwa hal terpenting dari
seorang isteri adalah memerankan peran submission (ketundukan) kepada suami.
Lalu yang berikutnya adalah inner beauty atau
karakter seorang isteri yang sudah lahir baru di dalam Tuhan. Ketekunan seorang
isteri akan bisa mengubah suami. Hal ini adalah sesuatu yang berat tetapi bukan
sesuatu yang mustahil. Tetapi dalam kisah PB ada kisah dimana akhirnya seorang
wanita bisa mengubah keluarganya (misalnya Lidia). Petrus kemudian
menggambarkan bagaimana ketundukan ini seperti yang ketundukan Sarah kepada
Abraham (ay 6).
Nasihat berikutnya adalah nasihat kepada para
suami. Dalam ay 7 dikatakan, “Demikian
juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum
yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia,
yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.” Berbeda dengan para
isteri, nasihat ini diberikan kepada suami yang memiliki isteri yang sudah
mengenal Tuhan. Ada dua hal yang penting yang dinasihatkan Petrus kepada
suami-suami. Pertama, hiduplah bijaksana
dengan isterimu. Ini adalah nasihat yang penting. Dalam terjemahan lain
kata ‘bijaksana’ memiliki pengertian ‘harus paham’ terhadap siapa isterinya.
Ini adalah tugas yang berat. Tugas suami adalah memahami siapa yang dipimpinnya,
sampai ia betul-betul mengenal dengan baik siapa yang menjadi isterinya.
Suami-suami harus kenal betul siapa pasangannya. Mengapa harus lebih kenal?
Karena isteri adalah kaum yang lebih lemah. ‘Lebih lemah’ disini bukanlah dalam
pengertian intelektual, bukan juga laki-laki memiliki otoritas lebih besar
daripada perempuan. Tetapi ‘lebih lemah’ disini berbicara soal keterbatasan
perempuan. Perempuan lebih terbatas dari laki-laki. Itulah sebabnya laki-laki
harus lebih mengenal pasangannya lalu melayani pasangannya sebagai isteri yang
dicintainya dalam setiap keterbatasannya.
Hal penting kedua adalah hormatilah mereka. Hormati artinya menghargai isteri dengan
sukarela. Jadi seorang suami harus mengenal pasangannya dengan setiap
keterbatasan isterinya dan para suami juga harus menghargai keterbatasannya itu
sebab perempuan juga adalah pewaris Kerajaan Allah sama dengan laki-laki. Tidak
ada yang lebih tinggi! Tidak ada subordinasi! Hanya fungsinya yang berbeda.
Laki-laki sebagai kepala yang tugasnya adalah mengenal dan hidup dengan
bijaksana dengan isterinya, menghargai dan menerima pasangannya bahkan dalam
setiap keterbatasan pasangannya. Sedangkan peran seorang isteri adalah tunduk
kepada suami. Inilah tantangan orang Kristen yang harus hidup dalam perilaku
yang baru di dalam Tuhan termasuk ketika berkeluarga.
Setelah Petrus menjelaskan pasal 3:1-7 sebagai
penutup dari tantangan untuk hidup dalam perilaku Kristen yang baru, maka dalam
ay 8 dia mulai beralih.
Dalam ay 8-12 dikatakan, “Dan akhirnya, hendaklah
kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan
rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki
dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk
itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab: "Siapa yang mau
mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya
terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu. Ia harus
menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan
berusaha mendapatkannya. Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan
telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan
menentang orang-orang yang berbuat jahat. Kata ‘Dan akhirnya’ bukan sedang menjelaskan
bahwa ini adalah pernyataan terakhir. Tetapi kata ini dipergunakan untuk
mengawali sebuah pernyataan baru. Jika dalam ay 1-7 nasihat diperuntukkan bagi
pasangan suami-isteri, maka mulai ay 8 nasihat yang diberikan adalah untuk
jemaat secara umum. Nasihat yang diberikan adalah agar mereka (jemaat) seia
sekata, seperasaan, emngasihi saudara-saudara, penyayang, dan rendah hati. Ingat,
jemaat pada masa ini hidup dalam tekanan penderitaaan oleh karena prajurit
Romawi. Itulah sebabnya mulai ay 8 sampai pasal 4:19 Petrus sedang mengajarkan
tentang panggilan hidup menderita.
Dalam ay 8-12 Petrus memberikan nasihat agar
sesama jemaat hidup di dalam kasih. Sebagai sesama orang percaya mereka harus
hidup di dalam perilaku yang baru yaitu seia sekata, seperasaan, mengasihi
saudara-saudara, penyayang dan rendah hati. Keseluruhan hal ini ingin berbicara
bahwa sebagai orang percaya dalam menghadapi penderitaan harus tetap memiliki
sikap kerendahan hati dan kasih. Dengan demikian maka mereka akan dimampukan
untuk TIDAK membalas kejahatan dengan
kejahatan. Ingat, Jemaat pada waktu itu dalam kesusahan yang besar karena
tentara Romawi.
Dalam ay 13 dikatakan, “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin
berbuat baik?” Kata ‘rajin’ disini sama dengan kata ‘tekun’. Jika kita
tetap melakukan perbuatan baik terhadap orang yang menyakiti kita maka siapakah yang akan berbuat jahat terhadap
kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Tetapi
sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia.
Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar
(ay 14). Susah dicari orang Kristen yang hidup benar pada masa kini. Tetapi
jika kita menderita di tempat kerja kita karena mempertahankan hidup yang benar,
berbahagialah. Sebuah penghormatan jika
kita bisa menderita karena kebenaran. Tetapi jika kita menderita oleh bukan
karena kebenaran atau perbuatan baik itu adalah kecerobohan dan kebodohan.
Kemudian dalam ay 15 Petrus kembali memberikan
perintah , “Tetapi kuduskanlah Kristus di
dalam hatimu sebagai Tuhan!” Jika kita mengalami aniaya dan ketiakadilan
dimanapun kita berada, mari tetap menyediakan
tempat untuk Kristus di dalam penderitaan kita agar Kristus tetap dimuliakan.
Ini adalah tugas yang berat bagi orang percaya. Dalam ay 15b dikatakan, “Dan
siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada
tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan
yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” Kita
harus siap sedia. Ingat, kita hidup di dalam ketegangan antara sudah dan belum
(already but not yet). Kita sudah
menerima keselamatan tetapi belum. Sudah pasti kita pewaris kerajaan Allah
tetapi belum. Dalam ketegangan already but
not yet ini, maka semua ornag
percaya diberi tanggungjawab untuk bersiap-siap. Kita harus siap sedia pada
segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab. Ini adalah dalam hal apologetic, yaitu pembelaan iman dimana
kita memberi penjelasan-penjelasan kepada orang yang tidak mengenal Tuhan dan
senantiasa mempertanyakan kita. Kita harus memberi penjelasan kepada mereka
betapa kayanya pengharapan dalam Kristus sebab di dalam Kristus jauh lebih kaya
dari sesuatu yang bisa kita dapat dari dunia ini. Bagaimana kita melakukannya?
Mari melakukannya dengan hati nurani yang murni, supaya mereka,
yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu
karena fitnahan mereka itu (ay 16). Mari membenahi dan memiliki hidup benar
dimana saja kita ditempatkan Tuhan. Jika kita difitnah, mari tetap member ruang
kepada Yesus agar ia tetap dimuliakan dalam hidup kita. Ia akan mengangkat
kita. Mari hidup dalam kebenaran dan kekudusan maka Tuhan akan membela hak-hak
kita.
Sebab lebih baik
menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada
menderita karena berbuat jahat (ay 17). Ini adalah penderitaan karena kehendak Allah. Mari berani
hidup benar dalam Kristus. Mengapa demikian? “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang
benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah;
Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah
dibangkitkan menurut Roh,” (ay 18). Kita harus berani menderita karena
Yesus telah menderita karena menggantikan tempat kita. Ia tidak seharusnya
dihukum dan mati, tetapi karena menggantikan kita Ia menerima itu semua.
Dalam ayat 19 kita menemukan hal yang sulit.
Dikatakan disana mengenai pemberitaan injil kepada roh-roh yang ada di dalam
penjara. Kata ‘injil’ yang dipakai dalam kalimat ini bukan euangelion tetapi kabar baik. Tidak ada penjelasan yang jelas apa
yang Yesus lakukan disini. Tetapi satu hal yang pasti bagian ini tidak sedang
berbicara tentang api penyucian (purification = dimana roh orang mati tertawan
dan kemudian mengalami pemurnian karena dosa-dosanya). Dan ay 20 menjelaskan
siapa roh-roh yang tertawan ini yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh
tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh
sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang,
yang diselamatkan oleh air bah itu.
Kemudian dalam ay 21-22 dikatakan, “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh
kiasannya, yaitu baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan
jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah -- oleh
kebangkitan Yesus Kristus, yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik
ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya.”
Jadi, orang yang percaya kepada Kristus itu sudah diselamatkan. Kiasannya
adalah baptisan. Petrus tidak sedang berkata bahwa baptisan itu menyelamatkan,
tetapi baptisan itu adalah kiasan. Baptisan itu menjadi break event, momentum terpisahnya seseorang dengan hidup yang lama.
Pada waktu kita dibaptis maka kehidupan lama sudah ikut tenggelam, dan yang bangkit
sekarang adalah kehidupan yang baru (band Rom 6). Baptisan itu menjadi momentum
bagi kita untuk berpisah dengan dosa kita. Kelahiran baru terjadi pada waktu
kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Baptisan menjadi kiasan
dimana kita berpisah dnegan dosa kita. Ingat, baptisan tidak menyelamatkan
tetapi hanya kiasan. Itulah sebabnya, memahami bahwa kita sudah diselamatkan,
kita sudah memiliki Kristus di dalam hidup kita, kita seharusnya tidak perlu
takut terhadap penderitaan karena semua penderitaan itu tidak akan pernah
sebanding dengan apa yang tuhan Allah janjikan kepada kita.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment