(Wise & Foolish Builder)
Mat
7:24-27
Otto Mart Andres
Perumpamaan tentang dua macam dasar ini tentu
tidak asing bagi kita bahkan sudah kita kenal sejak sekolah minggu. Jadi dalam
perumpamaan ini ada dua jenis orang, yang bijaksana dan yang bodoh. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, bijaksana memiliki pengertian selalu menggunakan akal budinya
(pengalaman dan pengetahuannya), arif dan tajam pikiran. Bijaksana juga dapat
diartikan pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dsb) apabila menghadapi
kesulitan. Sedangkan bodoh memiliki pengertian tidak lekas mengerti, tidak
mudah tahu atau tidak cermat dan teliti dalam menghadapi kesulitan.
Perumpamaan ini mengisahkan dimana kedua orang
ini ingin membangun rumah. Orang yang bijaksana membangun rumah di atas batu
karang sementara orang yang bodoh membangun rumahnya di atas pasir. Perlu kita
ketahui bahwa pasir disini bukan seperti yang kita pahami. Jika kita melihat
kontes pada saat itu, daerah Timur Tengah (Israel dan sekitarnya) biasanya
menghadapi cuaca panas yang berkepanjangan, bahkan bisa sampai bertahun-tahun. Musim
panas yang panjang ini akhirnya membuat sungai-sungai bisa mengering dan
pasir-pasir disekitar sungai itu bisa mengeras. Nah, di atas pasir yang sudah
mengeras inilah orang banyak membangun rumah pada masa itu. hal ini adalah
sesuatu yang sangat lazim. Ada beberapa
kemungkinan yang menjadi alasan mereka membangun didaerah ini. Pertama, karena
lebih gampang dan biayanya lebih murah. Kedua, agar lebih dekat dengan
sumber-sumber air yang ada dekat dengan sungai-sungai mengering itu.
Setelah mereka membangun, terjadi masalah yang
sama. Penduduk timur tengah biasa mendapat musim kering yang panjang. Cuaca
ekstrem tiba-tiba muncul, hujan deras serta angin yang keras. Tanpa terduga
daerah aliran sungai yang selama bertahu-tahun mengering bisa mengalami
kebanjiran. Hal ini merupakan pemandangan yang lazim di Israel. Apa yang
terjadi? Pertama, rumah yang dibangun di atas batu tetap kokoh. Kedua, rumah
yang di bawah pasir hancur berantakan. Inilah kisah dalam perumpamaan ini.
Tuhan Yesus menjelaskan langsung arti
perumpamaan ini. Yesus menjelaskan bahwa orang yang membangun rumah di atas
batu ialah orang yang mendengarkan Firman Tuhan dan melakukannya juga didalam
seluruh kehidupannya, sedangkan orang yang membangun rumah di atas pasir ialah
orang yang mendengarkan Firman Tuhan, tetapi tidak melakukannya di dalam
seluruh kehidupannya. Artinya adalah kebijaksanaan seseorang diukur bukan dari
seberapa banyaknya pengetahuannya tentang Firman Tuhan atau seberapa banyaknya
dia mengajarkan atau mengkotbahkan tentang Firman Tuhan tetapi dari seberapa sungguhnya
dia melakukan Firman Tuhan dalam seluruh kehidupannya. Memang kita sering
terjebak suatu ilusi. Ilusi itu adalah kita merasa sudah melakukan Firman Tuhan
kalau kita sudah mengetahui Firman Tuhan, padahal mengetahui dan melakukan Firman
Tuhan adalah dua hal yang berbeda. Mungkin bagi para PKK, pembicara atau
pengkhotbah ilusi ini lebih parah, kita merasa melakukan Firman Tuhan kalau
kita sudah mengajarkan atau mengkotbahkan Firman Tuhan itu, padahal
mengkhotbahkan atau mengajarkan Firman Tuhan dan melakukan Firman Tuhan adalah
dua hal yang berbeda.
Betapa bijaksannya orang yang mendengar dan
melakukan Firman Tuhan di dalam hidupnya. Hidup kita adalah sebuah perjalanan
dan kita akan menghadapi berbagai macam musim, bahkan terkadang cuaca ekstrem
akan melanda kehidupan kita. Mendengar dan kemudian melakukan Firman Tuhan
seperti mendirikan rumah di atas batu sehingga akan memberi perlindungan bagi
kehidupan kita dari setiap hal yang kita hadapi dalam hidup ini, bahkan ketika
badai dahsyat melanda, kita akan tetap mampu berdiri kokoh. Badai dahsyat itu
bisa berupa kematian orang terkasih, krisis finansial, harapan yang tak kunjung
tercapai (pekerjaan, TH) atau bisa berupa godaan atau penganiayaan dari orang
sekitar kita yang berpotensi menghancurkan hidup kita. rumah yang kuat bagi
kita adalah mendnegarkan Firman Tuhan dan melakukannya dalam kehidupan kita.
Betapa bodohnya kita jika mendengarkan Firman
Tuhan tetapi tidak memberlakukannya dalam seluruh hidup kita, rumah
perlindungan kita mempunyai dasar yang semu, kelihatannya kokoh tapi sebenarnya
sangat rapuh. Ketika badai persoalan melanda hidup kita, robohlah kita bahkan
kita akan mengalami kerusakan parah. Kita bisa kehilangan arah, kita bisa
terbawa arus kejahatan dan kegelapan dunia ini, bahkan kita bisa kehilangan
pengharapan atas hidup kita.
Seharusnya sikap kita terhadap Firman Tuhan adalah
6 M (Mendengar, Mengerti, Mengingat, Memutuskan untuk melakukan, Melakukan dan
tekun melakukan). Sikap terhadap FIRMAN TUHAN yang kita dengar harus di akhiri
dengan tekun melakukan. Ketika mendengarkan Firman Tuhan, harusnya kita mengakhirinya
dengan melakukannya dan tekun melakukannya. Berkomitmen melakukannya tidak
cukup, tetapi sampai kepada tekun melakukannya.
Rumah seperti apa yang saat ini kita bangun di
dalam hidup pribadi atau pelayanan kita? Apakah kita melakukan Firman Tuhan? Atau
hanya membacanya, mendengarnya, dan berpikir betapa indahnya Firman Tuhan itu
tanpa melakukannya dalam kehidupan kita?
Tuhan Yesus sering menceritakan
perumpamaan-perumpamaan dengan membandingkan dua hal yang kontras berbeda:
seperti lalang dengan gandum, hamba yang setia dan hamba yang jahat, gadis
bijaksana dan gadis yang bodoh dll. Dan kali ini kita membahas tentang
pembangun rumah yang bijaksana dan yang bodoh. Tujuannya jelas sekali supaya
ada garis batas yang jelas antara yang benar dan salah, orang percaya yang
sejati dengan orang percaya yang palsu, pengikut Yesus atau hanya penggemar
Yesus. Tuhan Yesus membuat batasan yang jelas.
Mari melihat Mat 7:21-23. Dalam bagian ini
Yesus menunjukkan ada dua macam orang. Pertama pengikut yang sesungguhnya,
kedua adalah penggemar. Apakah kita pengikut Yesus atau hanya penggermarNya?
Apa beda pengikut dengan penggemar? Pengikut Yesus yang sejati melakukan
kehendak Tuhan sedangkan penggemar Yesus sering menyebut nama Tuhan tapi tidak
melakukan perintah Tuhan. Pengikut Yesus yang sejati memiliki hubungan yang
pribadi dengan Tuhan, sedangkan penggemar Yesus hanya aktif dalam pelayanan
tapi tidak memiliki hubungan yang pribadi dengan Tuhan. Penggemar aktif dalam
pelayanan, selalu nampak dalam kegiatan rohani, tetapi kehilangan hubungan
pribadi dnegan Tuhan. Hubungan pribadi disini bukan sekedar saat teduh, tetapi
ada saling kenal dengan Tuhan, kita mengenal
Tuhan dan Tuhan mengenal kita. Inilah yang tidak dimiliki penggemar. Apakah
kita pengikut Yesus yang sejati atau hanya sekedar penggemar. Penggemar hanya
menyebut nama Tuhan tetapi tidak melakukan Firman Tuhan.
Dari perumpamaan yang kita pelajari kita
menemukan bahwa pengikut yang sejati terwujud bukan sekedar penampilan luar,
bukan sekedar mulut yang mengaku ‘Tuhan… Tuhan…’, tetapi hidup yang
sungguh-sungguh memiliki hubungan yang
pribadi dengan Tuhan dan melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Jika kita menelurusi bagian ini kebelakang
lagi, kita akan menemukan kisah mengenai dua jalan, yang lebar dan sempit
(7:12-14). Yang lebar itu banyak memilih karena lebih gampang dilalui,
sedangkan yang sempit sedikit pemilihnya karena sukar dilalui. Apa hubungannya
dengan kisah dua macam dasar? Mengapa orang lebih banyak membangun di atas
pasir? Jawabannya adalah karena lebih gampang dan tidak capek dibandingkan
dengan membangun di atas batu.
Sulit memang jadi orang yang bijaksana tetapi
Tuhan, melalui perumpamaan hari ini, ingin menyampakan kepada kita bahwa dia
tidak menginginkan kita membangun rumah di atas pasir tetapi di atas batu yang
kokoh, yaitu mendengar Firman Tuhan dan melakukannya dalam kehidupan kita. Jika
Tuhan bertanya mau dibawa kemana hubungan kita ini?, apa yang menjadi jawaban
kita? pertanyaan ini bukanlah pertanyaan seorang wanita kepada pria yang sudah
lama dipacarinya. Tetapi pertanyaan Yesus kepada kita. Dia menginginkan
hubungan yang lebih serius dengan kita. Dia tak ingin kita hanya menjadi
penggemar-penggemarNya. Tetapi yang Dia rindukan adalah kita menjadi
pengikut-pengikutNya yang taat, menjadi murid-murid Yesus yang lebih sungguh.
Solideo Gloria!