Saturday, July 20, 2013

Efesus pasal 5


Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th


Efesus 5:1-12 merupakan lanjutan dari cara hidup yang baru sebagai orang yang beriman kepada Kristus (lanjutan dari Ef 4:17-32). Bagian ini juga merupakan pendahuluan dari prinsip relasi suami-isteri, orangtua-anak, dan majikan-hamba (5:22-6:9). Tanpa sebuah pembaharuan hidup (inner renewal [21-23] and outer renewal [25-32]) secara personal maka tidak mungkin seseorang bisa membangun relasi yang baik dengan siapapun. Dengan kata lain jika relasi seseorang dengan orang lain selalu penuh dengan masalah, bisa dikatakan bahwa belum ada pembaharuan personal dalam diri orang itu. Jika kita memiliki rohani yang bagus maka perbuatan orang yang membuat kita jengkel pun tidak akan menjadi masalah bagi kita. Itulah sebabnya mengapa Paulus menempatkan bagian ini (Ef 5:1-21) sebagai dasar perintah relasi suami-isteri, tuan-buruh, atau anak-orang tua. Tidak akan mungkin semua relasi ini berjalan dengan baik tanpa sebuah pembaharuan yang personal.

Pada bagian selanjutnya kita melihat bagaimana Paulus memberikan perintah kepada jemaat di Efesus. Sebagai kelanjutan dari kehidupan rohani yang baru (4:25-32) Paulus memerintahkan mereka agar mereka menjadi peniru Kristus (be imitator of Christ) (ay 1). Peniru Kristus maksudnya adalah bagaimana mereka menyerupai Kristus dalam semua aspek kehidupan mereka dan hal ini dimungkinkan jika ada pembaharuan total dalam hidup mereka. Ada beberapa cara agar hal ini bisa dilakukan. Pertama, dengan memiliki hidup dalam kasih dengan standar kasih Kristus (2 - band. 1 Yoh 4:8, 16). Jadi, sebagai peniru Kristus mereka harus hidup dalam kasih dan kasih itu harus sama kualitasnya dengan kasih Allah.

Kedua adalah hidup suci dengan menghindari tindakan amoral (3-5). Jadi, selain sisi negatif yang harus ditanggalkan (3-5) harus ditambahkan dengan sisi positif. Mari menghindari semua ucapan-ucapan yang tidak baik (khususnya dalam hal pornografi) dimana, jangankan untuk melakukan, untuk mengucapkan saja kita tidak pantas. Hal ini tentu saja berbeda dengan pendidikan seks karena yang dimaksud disini adalah ucapan-ucapan yang berbau pornografi yang merangsang birahi yang bisa membuat kita jatuh dalam perbuatan percabulan (sexual immorality). Jadi, ada baiknya kita harus hati-hati dengan setiap perkataan kita khususnya dalam bercanda kita. Jangan bercanda dengan kata-kata kotor dan mengandung pornografi karena hal ini tidak pantas tetapi mari mengeluarkan kata-kata yang positif yang membangun dan penuh dengan ucapan syukur (ay 4, band. Ef 4:29). Dalam ay 5 dikatakan, “Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.”  Paulus menyamakan yang sundal dan perzinahan, yang cemar dalam perzinahan dan serakah dalam materi dan seksual sama dengan penyembahan berhala (Kol 3:6). Jika orang dulu meyembah berhala dengan menyembah patung dan batu, maka salah satu penyembahan berhala dalam konteks jemaat di Efesus (termasuk juga dalam dunia modern) adalah penyembahan berhala dengan percabulan. Dan mereka tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Ketiga adalah memiliki komunitas yang membangun. Dalam ay 6-7 dikatakan, “Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka.”  (band. Kol 2:8). Orang-orang yang memiliki filsafat kosong dan menyesatkan harus dijauhi dan dihindari. Perlu diingat, hal ini tentu saja berbeda dnegan konteks penginjilan. Kalau dalam konteks penginjilan hal yang berlalu adalah apa yang Paulus paparkan dalam 1 Kor 9:19-23 (“19 Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. 20 Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. 21 Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. 22 Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. 23 Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.”)

Perintah yang Paulus berikan dagar mereka menjadi peniru Kristus (ay 1) adalah karena perubahan status dimana dahulu mereka adalah kegelapan tetapi sekarang adalah terang (ay 8). Jadi bukan sekedar pindah kedalam terang, tetapi mereka sendirilah terang itu (band Mat 5:15). Perubahan status ini melahirkan perintah kedua yaitu hidup sebagai terang (8b) yang berbuahkan kebaikan, kebenaran, dan keadilan (9, band. Mat 5:16).

Kemudian baru muncul perintah agar kita mencari dan mengusahakan serta menemukan apa yang berkenan kepada Allah (10, band. Rom 12:2). Apa maksudnya? Hal ini berarti abhwa kita bukan sekedar tidak melakukan yang jahat, tetapi lebih dari itu kita harus mencari apa yang berkenan kepada Allah. Tidak berbuat dosa bukanlah titik dimana kita berhenti dan berpuas diri. Adalah baik jika kita secara pasif tidak melakukan dosa apapun. Tetapi keinginan Allah bagi hidup kita bukan sampai disini. Yang Allah harapkan dari kita bukanlah sekedar pasif tidak berbuat dosa tetapi Allah menginginkan kita secara aktif mengusir dosa, bukan hanya sekedar mengusir tetapi menelanjangi dosa itu sampai orang melihat bahwa itu adalah dosa. Dalam ay 11 dikatakan, “Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu.” Ingat, alumni adalah agent of change. Ketika kita menjadi agent of change maka dimana kita hadir orang tidak berani melakukan korupsi atau cakap kotor dan tidak berani berbuat yang macam-macam lagi. Disinilah level kita, bukan pasif tetapi aktif. Alasannya adalah “Sebab menyebutkan saja pun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang. Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu." (12-14).

Perintah berikutnya adalah agar menjadi bijaksana (be wise) (15). Bagaimana caranya? Pertama dalam mempergunakan waktu (kronos dan kairos) yang ada, karena waktu-waktu ini adalah jahat (16). Paulus hendak mengatakan karena hidup kita hanya sekali maka seharusnyalah hidup kita menjadi berarti.  Kedua adalah dengan mengetahui kehendak Allah (17). Ketiga adalah hidup penuh dnegan Roh, bukan anggur (18). Ingat, anggur merangsang hawa nafsu. Mengapa Paulus menekankan hal ini adalah karena orang di Efesus yang kebanyakan Yunani adalah orang yang memiliki pergaulan bebas. Itulah sebabnya tidak heran jika dalam gaya hidup mereka seks bebas adalah sesuatu yang lumrah bahkan mereka terbiasa dengan pelacur bakti, yaitu melakukan hubungan seks di dalam kuil sebagai bukti peribadatan kepada dewi Artemis. Keempat adalah selalu mengucap syukur dalam segala hal (20, band. Kis 16:25-26). Setelah semua itu, muncullah relasi suami dan isteri (22-33 dimana ay 21-24 difokuskan kepada para isteri dan 25-33 difokuskan kepada suami).

Jadi relasi suami isteri - selain didasari hidup yang baru (4:17-32-5:1-21) – tetapi juga diperintahkan dalam ay 21, “rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” (band. Penurut Kristus dn hidup dalam kasih – 5:1-2, dan hidup penuh Roh – 5:18). Jika tidak memiliki kualitas rohani seperti yang sudah dipaparkan diatas (4:17-5:20) dan ditambah dnegan perintah dalm ay 21, maka tidak mungkin ada isteri yang tunduk benar kepada suaminya. Ketundukan didasarkan kepada sebuah kondisi rohani yang sehat. Perintah kepada isteri adalah tunduk kepada suami seperti kepada Kristus (ay 22). Ada dua pemahaman teologia mengapa Paulus focus pada keluarga untuk pertama kali. Pertama karena lembaga pertama yang dibangun oleh Allah di dunia adalah keluarga. Keluarga adalah sesuatu yang sangat penting dan strategis dalam hidup manusia sekaligus suatu perwujudan mandat Allah (Kej 2:18-25). Dalam PL ikatakan pernikahan disebut juga dengan covenant. Itulah sebabnya pernikahan itu adalah sesuatu yang sakral yang tidak bisa dipisahkan oleh apapun kecuali oleh kematian. Covenant berbeda dengan agreement. Agreement bisa batal jika ada satu pihak yang tidak setuju. Tetapi tidak demikian dengan covenant, suatu perjanjian yang tidak bisa dibatalkan. Alasan kedua adalah karena pada masa itu kehidupan pernikahan dalam jemaat Efesus sangat berantakan karena poligami yang luat biasa.  

Ketundukan isteri kepada suami sama seperti ketundukannya kepada Kristus. Sebuah ketundukan yang muncul karena penghormatan. Gambaran ketidaktundukan isteri kepada suami merupakan bukti ketidaktundukannya kepada Kristus. Kalau ada isteri yang tunduk kepada Kristus pasti ia akan tunduk dan hormat kepada suaminya. Sikap tunduk dan hormat kepada suami karena menyadari bahwa suami adalah kepala dalam rumah tangga (1 Kor 11:3 – kepala isteri adalah suami, kepala suami adalah Kristus dan kepala Kristus adalah Bapa). Ketundukan isteri kepada suami (24) sama seperti ketundukan jemaat kepada Kristus dalam segala sesuatu. Selama yang diperintahkan suami kepada isteri sesuai dengan firman Tuhan, tidak ada cara lain, sang isteri harus tunduk dan taat. Ketika suami memerintahkan yang salah tidak wajib untuk tunduk. Kristus tidak pernah memerintahkan dan berbuat yang salah itulah sebabnya mutlak jemaat taat karena mengetahui Kristus sang kepala jemaat itu melakukan yang baik, benar, dan suci.

Perlu kita ketahui bahwa pengorbanan total dari seorang suami akan melahirkan ketundukan total dari isteri. Jadi ketundukan ini muncul karena isteri telah menikmati kasih dan pengorbanan total dari suami. Kasih suami membuat isteri menjadi tunduk, dan ketundukan isteri bisa melahirkan kasih suami.
Bagaimana perintah kepada suami? Mari melihat ay 25-33.

Pertama, suami harus mengasihi isteri dengan standar sama dengan Kristus yang menyerahkan nyawanya bagi jemaat. Kristus mau berkorban kepada jemaat adalah karena kasih. Demi kebaikan dan kesejahteraan isteri suami harus rela berkorban. Kristus mengorbankan diriNya bukan hanya membawa pengampunan bagi jemaat tetapi membawa pembaharuan hidup yang suci bagi pengantinNya yaitu jemaat Kristus. Itulah pengorbanan seorang suami. Yesus menyerahkan nyawa, suami juga harus menyerahkan nyawa. Artinya suami yang berkorban dan mengasihi dengan tulus akan melahirkan ketundukan dari isteri. Mengasihi isteri sama dengan mengasihi diri sendiri (28-30) karena perkawinan telah membuat mereka menjadi satu daging (ay 31). Sebagai orang beriman kita satu tubuh dalam Kristus, tetapi  orang yang menikah adalah satu daging (Kej 2:24), artinya tidak bisa dipisahkan. Tidak ada manusia normal yang melukai dirinya sendiri bukan? Demikian juga dengan pernikahan. Tidak ada suami yang normal yang menyakiti atau menghina isterinya, tetapi akan menjaga isterinya dengan baik. Melukai isterinya berarti melukai dirinya sendiri karena mereka telah menjadi satu daging.


Misteri hubungan suami isteri sama dengan misteri hubungan Kristus dengan jemaat (32). Karena itu suami  harus mengasihi isteri dan isteri harus tunduk kepada suami. Kasih melahirkan sikap tunduk dan hormat. Ketundukan dan sikap hormat melahirkan kasih suami. Kalau suami kurang mengasihi isteri ada baiknya isteri menambahkan ketundukan dan hormatnya kepada suami dengan demikian kasih suaminya akan semakin bertambah. Demikian juga dengan suami, jika isteri kurang tunduk, mari menambahkan kasih kita dengan demikian ketundukan dan hormat isteri akan semakin bertambah kepada suami. Kalau ditanya siapakah seharusnya yang pertama berinisiatif untuk melakukan? Berkaca kepada apa yang Kristus lakukan kepada jemaat, maka seharusnyalah suami yang pertama bertindak dengan menunjukkan kasih yang melimpah kepada isterinya. Artinya suamilah yang harus terlebih dahulu menambahkan kasihnya kepada isteri. Ketika isteri menikmati kasih suami yang bertambah rasa hormat dan ketundukan isteri kepada suami juga akan semakin bertambah. Kristus yang duluan berkorban dan mengasihi jemaat, barulah jemaat itu bisa meresponi dengan hormat dan tunduk kepada Kristus. Dalam keluarga, yang pertama itu tetap pria duluan mengasihi.  Jadi, hai suami, tambahkanlah kasih dan pengorbanan serta pengertian kepada isteri maka dari isteri akan muncul ketundukan. Kasih melahirkan sikap tunduk dan hormat, ketundukan dan sikap hormat memunculkan kasih suami. 

Solideo Gloria!

No comments: