Aswindo Sitio
Pendahuluan
Kitab Hagai adalah yang pertama
dari ketiga kitab nabi pasca pembuangan
dalam PL (Hagai, Zakharia dan Maleakhi). Dia mungkin
menjadi salah seorang dari sebagian kecil orang Yahudi yang, setelah kembali
untuk tinggal di Yerusalem, dapat mengingat Bait Suci Salomo sebelum
dibinasakan oleh pasukan Nebukadnezar pada tahun 586 SM (Hag 2:4). Ada dua hal yang perlu kita ketahui. Pertama adalah
latar belakang dan kedua makna Bait Suci dalam konteks PL.
Latar belakang sejarah kitab ini penting untuk memahami beritanya. Pada
tahun 538 SM, Raja Koresy dari Persia mengeluarkan maklumat mengizinkan orang
Yahudi buangan untuk kembali ke negeri mereka untuk membangun kembali Yerusalem
dan Bait Suci sebagai penggenapan nubuat Yesaya dan Yeremia (Yes 45:1-3; Yer
25:11-12; Yer 29:10-14) dan syafaat Daniel (Dan 9:1-27). Rombongan orang Yahudi
pertama yang kembali ke Yerusalem meletakkan dasar Bait Suci yang baru pada
tahun 536 SM di tengah-tengah kegembiraan dan harapan besar (Ezr 3:8-10). Akan
tetapi, tidak lama kemudian orang Samaria dan tetangga lainnya secara jasmaniah
menentang rencana pembangunan itu dan mematahkan semangat para pekerja sehingga
pembangunan itu terhenti pada tahun 534 SM. Kelesuan rohani mulai timbul, dan
umat itu lalu mulai membangun rumah mereka sendiri. Pada tahun 520 SM, Hagai,
dengan ditemani nabi Zakharia yang lebih muda, mulai mendorong Zerubabel dan
umat itu untuk melanjutkan pembangunan rumah Allah. Empat tahun kemudian Bait
Suci itu selesai dibangun dan ditahbiskan (bd. Ezr 4:1--6:22).
Kedua, kita perlu mengetahui bahwa bait suci dalam kitab Hagai, khususnya
dalam konteks PL, tidak sekedar berbicara soal bangunan fisik saja. Keberadaan
bait suci sama dengan keberadaan Allah di tengah-tengah umat. Bait Suci adalah
tempat kehadiran Allah dibumi. Bait suci juga adalah lambang perkenanan Allah
akan umat. Pembangunan bait suci yang diperintahkan oleh Allah menunjukkan bahwa
Allah tidak melupakan keselamatan yang dijanjikanNya.
Kitab Hagai ini secara umum dibagi menjadi empat bagian, yang sering
juga disebut empat pidato Hagai.
Yang pertama adalah Hagai 1:1-11. Hagai pertama-tama menegur para mantan
buangan itu karena lebih memperhatikan rumah mereka sendiri yang dipapani
dengan baik sedangkan rumah Allah masih merupakan reruntuhan (Hag 1:4). Dua
kali nabi Hagai menasihati mereka untuk "perhatikanlah keadaanmu!"
(Hag 1:5,7), yang menunjukkan bahwa
Allah telah menarik berkat-Nya dari mereka karena cara hidup mereka (Hag
1:6,9-11). Sebagai tanggapan atas perkataan Hagai, maka Zerubabel, Yosua, dan
semua orang itu takut akan Allah dan melakukan pekerjaan (Hag 1:12--2:1).
Bagian kedua, tiga dan empat kita bisa temukan pada pasal 2 (Hagai 2:2;
Hagai 2:11; Hag 2:21).
Janji Penyertaan Allah
Kisah pada pasal 2 ini diawali ketika Zerubabel telah melakukan
pembangunan. Beberapa minggu kemudian, penilaian beberapa orang kembali
mematahkan semangat mereka, yaitu mereka yang telah melihat kemuliaan bait
Salomo sehingga menilai usaha membangun kembali itu tidak berarti jika
dibandingkan (Hag 2:4). Hagai menasihati para pemimpin untuk meneguhkan hatinya karena:
1.
Tuhan meyakinkan mereka bahwa Ia masih menyertai
mereka dan Allah akan tinggal di tengah-tengah mereka sesuai dengan janjiNya
(6). Allah menegaskan bahwa usaha
mereka merupakan bagian dari gambaran nubuat yang lebih luas (Hag 2:5-8).
Mereka harus meninggalkan ketakutan mereka
beserta masa lalu yang telah silam, sebab Ia bermaksud menggenapi
janjiNya bahwa “kemuliaan Tuhan akan
memenuhi seluruh bumi” dalam melaksanakan perjanjian Abraham dan Daud, yang
sangat jelas terkandung disini. Meskipun langit, bumi, laut, dan bangsa-bangsa
harus digoncangkan untuk melaksanakan hal ini, perjanjian itu akan terjadi
(7-8, band Ibrani 12:26-29).
Keberhasilan pembangunan bait Allah pada zaman mereka yang melibatkan
tangan Persia (Ez 6:8) merupakan bukti awal bahwa Tuhan sanggup menggerakkan
semua bangsa seperti yang Ia janjikan (2:7-8, 22-23: band Yes 60:5-13).
2.
"Kemegahannya
yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula" (Hag 2:10). Istilah
“Rumah ini” tidak perlu berarti bait suci yang waktu itu sedang didirikan,
melainkan “bait Allah” sebagai suatu lembaga ilahi, yang menurut maksud Allah
akan dipenuhi sekali lagi “dengan kemegahan” (8), yaitu kehadiranNya yang
ilahi.
Dengan kata lain Allah hendak
berkata, “Jangan kuatir tentang
kemuliaan sebelumnya, tentang perak atau emas. Aku memiliki seluruh dunia,
seluruh emas dan perak adalah milikKu (9). Itu bukanlah jenis kemuliaan yang
Kupikirkan. Aku akan memenuhi Rumah ini dengan jenis kemuliaan yang berbeda,
sehingga semarak Bait Allah yang baru akan lebih besar dari semarak Bait Allah
yang lama.” Dari tempat itu akan mengalir “damai sejahtera” bagaikan sungai
(band Yes 48:18; 66:12).
Ketaatan dan Pertobatan
Bagian yang ketiga dalam kitab Hagai adalah 2:11-20, yaitu panggilan
kepada umat untuk hidup dalam ketaatan yang kudus. Mereka menganggap ketika
mereka terlibat dalam sesuatu pekerjaan yang kudus maka mereka akan dikuduskan.
Dan ketika mereka menganggap diri mereka kudus tetapi mereka masih belum
diberkati mereka kembali melemah. Dari ay 16-19 kita mendapat kesan bahwa bangsa
Israel merasa mereka telah mengerjakan bait Allah selama dua bulan, tetapi
kehidupan mereka masih sulit.
Hagai kembali mengingatkan mereka dalam beritanya yang ketiga. Dalam ay
13-14 dikatakan, “13 Andaikata seseorang
membawa daging kudus dalam punca bajunya, lalu dengan puncanya itu ia menyentuh
roti atau sesuatu masakan atau anggur atau minyak atau sesuatu yang dapat
dimakan, menjadi kuduskah yang disentuh itu?" Lalu para imam itu menjawab,
katanya: "Tidak!" 14 Berkatalah pula Hagai: "Jika seseorang yang
najis oleh mayat menyentuh semuanya ini, menjadi najiskah yang disentuh
itu?" Lalu para imam itu menjawab, katanya: "Tentu!” Apa yang ingin
dikatakan disini sangat jelas! Dilibatkan
dalam suatu pekerjaan ditempat yang kudus tidak serta merta membuat mereka
kudus, berhubungan dengan benda-benda yang suci tidak membuat orang itu suci.
Demikianlah pelaksanaan upacara agama yang lahir tidak dapat menguduskan bangsa
Israel, sementara hati dan hidup mereka tetap najis. Sebaliknya kenajisan hati dan hidup mereka akan menajiskan segala
persembahan dan semua pekerjaan yang mereka usahakan. Ketaatan untuk
membangun Bait Allah harus disertai pertobatan dan menjaga kekudusan (18 - secara
khusus Zakharia memanggil bangsa Israel untuk berobat (Zakharia 1).
Ingat, bangsa ini dalam
kenajisannya (15), yaitu karena mementingkan diri sendiri, kelalaian dan
dosanya. Pencemaran mereka adalah ketidaktaatan dalam pembangunan bait Allah.
Mereka mendapatkan hukuman mereka dari Tuhan (16-18).
Dalam bagian terakhir kitab ini Hagai mendorong mereka untuk
menyelesaikan pembangunan dengan cara memberitakan janji-janji Allah. Mulai dari hari ketaatan mereka akan ada
bukti yang segera tentang perkenanan Ilahi. Mulai dari sekarang akan
terjadi perbaikan musim-musim – “Aku akan
memberi berkat.” Kata “berkat” sering dipakai dalam PL berhubung dengan
masa-masa yang subur (band Ulangan 28:8; Maleakhi 3:10). Dengan kata lain,
Tuhan akan memberkati panen mereka (2:19-20).
Janji kepada Zerubabel
Bagian yang keempat (2:21-24) adalah berita yang berisikan jaminan atau
janji bahwa Tuhan akan menjungkirbalikkan bangsa-bangsa dan meneguhkan
keturunan Daud (2:21-24). Ditengah-tengah kondisi meningkatnya kekuatan bangsa
Persia pada masa itu, ada jaminan kepada Zerubabel bahwa Allah akan merobohkan
tahkta kerajaan bangsa-bangsa, melemahkan kuasa mereka, melenyapkan kuasa
angkatan perang dan menyebabkan mereka berperang sesama sendiri, dalam
melaksanakan maksud ini (22-23, band. Yehez 38:21; Zakharia 14:13).
Kemudian dalam ay 24 ada janji yang ditujukan kepada Zerubabel secara
pribadi. Dikatakan, “Pada waktu itu,
demikianlah firman TUHAN semesta alam, Aku akan mengambil engkau, hai Zerubabel
bin Sealtiel, hamba-Ku -- demikianlah firman TUHAN -- dan akan menjadikan
engkau seperti cincin meterai; sebab engkaulah yang Kupilih, demikianlah firman
TUHAN semesta alam." Ini adalah janji Tuhan untuk meneguhkan keturunan
Daud. Ya, Zerubabel adalah keturunan Daud dan Hagai juga menyebutnya sebagai
Hamba Allah.
Peneguhan atas Zerubabel, salah satu keturunan Daud (1Taw 3:16-19),
sebagai pemimpin loka bangsa Yehuda ibarat cincin materai dari Tuhan. Allah
akan menjadikan seperti cincin materai. Cincin
materai adalah tanda kekuasaan. Jadi karena pemilihan Allah, Zerubabel
diberikan kuasa dari Allah. Ini bukan jaminan pribadi kepada Zerubabel saja,
sebab ia dan keturunannya tidak memerintah di Yerusalem ataupun kemasyuran
dalam kerajaan-kerajaan di dunia ini. Tetapi dalam diri Zerubabel, telah
dilambangkan keabadian keturunan Raja. Ketatan Zerubabel menjadikannya terlibat
dalam misi Allah.Yah, dari keturunan Zerubabellah mesias akan lahir (band
Luk1:31-33).
Penutup
Bait suci merupakan lambang kehadiran dan perkenanan Allah dan juga lambang
bahwa Allah tidak melupakan janji keselamatanNya bagi bangsa Israel. Dalam
konteks sekarang kita adalah bait suci Allah, dimana Allah berdiam dalam kita. keberadaan
Allah dalam hidup kita membuktikan bahwa kita adalah umat pilihan Allah. Tempat
kediaman Allah adalah orang percaya. Dalam I Korintus 3:16 dikatakan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu
adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”
Kita sebagai orang-orang Kristen adalah “rumah” tempat dimana Allah
berdiam, dan ketika Allah berbicara tentang membangun RumahNya, Dia sedang
membicarakan tentang diri kita menjadi tempat kediaman yang layak dan pantas
dihuni bagi RohNya. Banyak hal-hal yang
akan melemahkan kita, apakah itu masalalu kita, apakah kondisi sekeliling kita.
Oleh sebab itu mari berjuang untuk menjaga dengan hidup dalam ketaatan
yang kudus. Dengan demikian melalui hidup kita janji Allah atau misi Allah akan
dunia ini digenapi melalui hidup kita. Persekutuan kepada Alah yang dilandasi dengan
ketaatan yang kudus akan menjadikan kita menjadi alat Allah dalam mengerjakan
misiNya di dunia ini.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment