Drs.
Tiopan Manihuruk, M. Th
[Kotbah ini dibawakan pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat 18 Januari 2013]
[Kotbah ini dibawakan pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat 18 Januari 2013]
Secara umum Efesus pasal 4 berbicara mengenai
pentingnya kesejajaran antara status (being) dengan cara hidup (doing)
(ay 1-2). Bagian ini merupakan lanjutan dari apa yang Paulus telah paparkan
mulai dari pasal 1. Efesus pasal 1 berbicara soal tujuan pemilihan dan
pemanggilan umat Allah untuk hidup kudus (Ef 1:4, 11). Pada pasal 2 kita
melihat bagaimana pemanggilan ini digenapi dengan anugerah. Dan anugerah ini,
pada pasal 3, bukan hanya untuk bangsa Israel tetapi juga untuk orang diluar
bangsa Israel. Karena itu Paulus
menganjurkan agar orang yang beriman kepada Kristus harus bersatu (pasal 3). Dan
kemudian hal ini dilajutkan adanya kesejajaran antara status dan tindakan (pada
pasal 4). Dengan kata lain bagaimana setiap orang percaya harus hidup berpadanan
dengan panggilan itu sendiri.
Dalam Ef 4:1 dikatakan, “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena
Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil (untuk hidup
suci) berpadanan dengan panggilan itu.” Ada sebuah penekanan akan kesejajaran antara
status sebagai orang yang percaya dengan cara bagaimana hidup dengan benar
sesuai dengan etika Kristen. Dalam hal ini ada sebuah karakter yang dibangun
untuk sebuah kesatuan. Dalam ay 2 dikatakan, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.” Kesatuan itu tidak pernah
muncul jika tuntutan itu dialamatkan kepada orang lain melainkan harus kepada
diri sendiri secara personal. Sering sekali kita menuntut orang lain berubah
bukan diri kita sendiri. Tetapi ketika kita menuntut diri kita untuk berubah
maka akan terjadi pembaharuan. Kemudian kesatuan itu akan terpelihara, selain
oleh lahir baru, adalah masalah karakter. Masalah karakter yang paling banyak
membuat perpecahan apakah egoisme atau kesombongan, atau yang lain. Bahkan
dalam kepanitian atau kepengurusan yang sering sekali membuat perselisihan
adalah karakter. Maka kesatuan orang percaya yang memiliki kesejajaran antara
tindakan dan status dapat dibangun dengan sebuah karakter yang benar yaitu
rendah hati, lemah lembut dan sabar (2).
Rendah hati adalah bisa mensyukuri apa adanya
diri kita dan bisa menerima dan mensyukuri apa adanya orang lain dan tidak
pernah ingin menjadi orang lain. Lemah lembut berbicara soal pengampunan.
Artinya tidak akan ada kesatuan jika tidak ada kelemah lembutan. Kelemah
lembutan bukan soal nada bahasa (walaupun nada bahasa penting). Sedangkan
kesabaran bisa dikatakan sabar menerima orang lain apa adanya. Sering sekali
kita menerima orang lain apa maunya kita dan itu bukanlah kesabaran. Kesabaran
itu kira-kira ketika kita cepat dan orang lain lambat dan kita bisa menerima
mereka maka kita bisa disebut sabar. Tetapi ketika kita lambat dan orang lain
juga lambat, dan kita sama-sama menerima, itu bukanlah kesabaran. Jadi sabar
menerima orang lain apa adanya dan dan terus berusaha menolong dia untuk
bangkit dan lebih baik.
Karakter yang membangun untuk kesatuan dapat
juga ditunjukkan melalui kasih saling membantu (band 1 Yoh 3:16). Ingatlah
bahwa kita bisa memberikan sesuatu tanpa kasih, tetapi kita tidak mungkin
mengasihi tanpa memberi. Jadi mari menunjukkan kasih dengan saling membantu.
Inilah kesatuan yang diminta Paulus pada jemaat di Efesus.
Selain karakter yang Paulus sebutkan tadi, ada
hal lain yang penting untuk menjaga kesatuan yaitu dengan mengingat bahwa kita
adalah satu tubuh (ay 4). Kesatuan yang dibangun bedasarkan karakter bukanlah
kesatuan yang hakiki, tetapi kesatuan yang sejati dasarnya adalah menyadari
bahwa kita adalah satu tubuh di dalam Kristus yang tidak bisa dipisahkan.
Karakter yang dipakai untuk membangun kesatuan (ay 2-3) dasarnya adalah
menyadari bahwa kita satu tubuh dan satu roh (4).
Dala ay 7-11 kita bisa melihat bentuk kesatuan
yaitu kesatuan di dalam kepelbagaian bukan dalam keseragaman (ay 7). Seragam
pakaian belum tentu bersatu. Itu sebabnya jika dasarnya ay 4 dan 6 kita tidak
terlalu pusing apakah kita harus seragam atau tidak dalam konteks kepelbagaian.
Bagi kita bukan metode tetapi esensi. Itulah sebabnya tidak masalah jika metode
ibadah tiap gereja berbeda-beda. Yang penting dasarnya adalah satu.
Dalam kesatuan jemaat juga Allah memberikan
karunia yang berbeda kepada umatNya agar umat Allah bukan dependent atau independent,
tetapi inter-dependent (16). Dalam
hal ini mengapa demikian agar interdependent
(saling kebergantungan). Oleh sebab itu mari melihat perbedaan sebagai potensi
atau kekuatan, bukan ancaman. Jika tidak ada perbedaan, maka yang ada adalah
kekacauan (band Kol. 3:10-11).
Ada beberapa tujuan yang bisa kita lihat (dalam
ay 12-16) mengapa Allah memberikan karunia. Pertama adalah memperlengkapi
orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan. Kedua adalah untuk pembangunan
tubuh Kristus (12). Dengan target jemaat bisa mencapai kesatuan iman dan
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (ay. 13). Karunia diberikan agar kita
tidak berfokus kepada diri sendiri melainkan agar orang yang kita layani
mencapai pengenalan yang sempurna akan Kristus. Jangan sampai orang lebih kegum
kepada kita daripada kepada Kristus. Target berikutnya adalah jemaat memiliki kedewasaan
penuh, yaitu tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (ay. 13).
Artinya adalah bahwa pola piker, karakter, dan cara hidup kita dipenuhi oleh
Kristus, sesuatu yang akan kita peroleh seutuhnya ketika Allah menyempurnakan
kita. Target berikutnya adalah agar jemaat
tidak diombang-ambingkan oleh angin rupa pengajaran (bidat) (ay. 14).
Dan target kemudian adalah agar jemaat
bertumbuh dengan kokoh dalam ajaran dan bertumbuh dalam segala hal ke arah
Kristus sang Kepala (ay.15). Pertumbuhan anggota tubuh Kristus berada dibawah
kendali Sang Kepala rapi tersusun dan terikat jadi satu. Kesatuan juga tercipta
dengan mutualisme pelayanan umat sesuai dengan karunia (11-13) dan pertumbuhan
kedewasaan dan kesatuan tidak mungkin terjadi tanpa kasih (2, 15).
Setelah memaparkan smeuanya itu Paulus
melanjutkan pada ay 17 dengan berkata, “Sebab
itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi
sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang
sia-sia”. Paulus telah mengatakan pentingnya dibangun kesatuan dengan
karakter yang benar (2-3) dan dengan dasar kesatuan yang sejati (4-6) serta
pentingnya bagi jemaat diberi karunia yang berbeda untuk interdependent dan pertumbuhan rohani dan dengan karunia yang
diberikan jemaat bertumbuh dan kokoh dalam Kristus. Setelah mengatakan hal
demikian Paulus kemudian berkata “sebab itu”.
Paulus mengatakan bahwa manusia barulah yang menjadi dasar untuk membangun sebuah
kesatuan. Paulus kembali mengingatkan umat agar mereka memiliki hidup yang berbeda dengan mereka yang
belum mengenal Allah. Paulus membangun sebuah kontradiksi. Diawal Paulus
menunjukkan bagaimana cara hidup beriman (1-16). Orang yang memiliki cara hidup
demikian janganlah hidup seperti orang yang tidak mengenakl Allah. Orang yang
tidak menghidupi apa yang Paulus paparkan dalam ay 1-6 adalah orang yang
identik dengan orang-orang yang tidak
mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap,
jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam
mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga
mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala
macam kecemaran” (17-19). Jadi, agar kita hidup seperti yang dipaparkan
dalam ay 1-16 maka Paulus berkata, “Sebab
itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi
sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang
sia-sia”. Paulus ingin mengatakan bahwa orang yang hidup dalam ay 1-16
inilah hidup yang menunjukkan sebuah pembaharuan yang radikal dalam dirinya,
jika tidak berarti masih manusia lama.
Dalam ay 17-19 Paulus memaparkan ciri-ciri orang yang tidak mengenal Allah.
Pertama pikiran yang sia-sia (17). Ini artinya memikirkan yang tidak bermanfaat
(band Fil 4:8-9). Kedua, pengertiannya gelap, yaitu diajari pun tidak bisa
mengerti. Ketiga jauh dari hidup persekutuan dengan Allah (doa dan firman),
karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Keempat,
Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa
nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Orang seperti ini
adalah orang yang berdosa tetapi tetap sejahtera. Semua ini karena kebodohan
mereka dan kedegilan mereka dan akibatnya mereka menyerahkan diri pada hawa
nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Berbuat jahat saja
sudah dosa apalagi serakah untuk melakukan kejahatan.
Dalam ay 20-24 muncul kalimat pembaharuan.
Paulus mengatakan, bahwa sebagai orang percaya, kita tidak demikian karena kita
telah belajar mengenal Kristus sebagai orang yang lahir baru (20) (band. Ef
2:1). Jemaat yang menerima surat Efesus adalah orang yang beriman. Kedua, mereka
juga telah mendengar tentang Dia dan
menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus (21).
Karena itu tanggalkan manusia lama (22), dibaharui dalam roh dan pikiran
kemudian mengenakan manusia baru ( band 2 Kor 5:17). Bayangkan jika satu minggu
pakaian kita tidak berganti? Bukan sesuatu yang menyehatkan bukan? Inilah yang
ingin Paulus ungkapkan, agar kita menanggalkan manusia lama kita dan mengenakan
manusia yang baru kita dalam roh dan pikiran kita. Jika pikiran kita memikirkan
hal-hal yang benar (band. Fil 4:8) maka akan melahirkan cara hidup yang benar.
Ketika menaggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru ada dua hal yang diselipkan
Paulus yaitu pembaharuan semangat
yang baru untuk melakukan yang benar dan yang kedua adalah cara berpikir yang baru yaitu memikirkan yang mulia yang benar dan
suci. Jadi manusia baru adalah diciptakan oleh Allah dnegan iman di dalam kebenaran
dan kekudusan yang sesungguhnya, bukan usaha manusia.
Kita diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Ini adalah tindakan yang monergis atau mutlak
karya Allah. Lahir baru dan keselamatan adalah monergis sifatnya. Sedangkan pertumbuhan
rohani sinergisme. Inilah yang disebut dengan new being (manusia baru). Setelah
manusia baru muncul, kemudian ada nasihat mengenai kesejajaran antara status
dan perilaku. Yang bicara rohani atau jabatan rohani belum tentu rohani hidupnya.
Tetapi yang rohani hidupnya seharunya melahirkan tindakan yang rohani. Itulah
sebabnya dalam ay 25-32 yang ditekankan adalah persamaan status dengan tindakan
orang beriman. Kalau kita anak raja , mari berperilaku seperti anak raja. Kalau
kita anak Tuhan mari berperilaku seperti anak Tuhan. Betapa pentingnya
kesejajaran dalam membangun kesatuan dalam tubuh Kristus.
Sebagai orang yang dilahirkan baru tentu saja
ada sisi negative yang harus kita buang. Pertama, dosa soal perkataan (25). Ada
dua dosa soal perkataan yang harus berubah yaitu antara berkata bohong dan
berkata-kata sesuatu yang tidak pantas. Paulus menkankan hal ini menjadi yang
pertama dalam konteks ini adalah karena di Efesus banyak orang kafir dan mereka
biasa berbohong dan mberbicara sesuatu yang tidak pantas (ay 29). Inilah
kesejajaran yang pertama, yaitu kesejajaran dalam perkataan. Mari menjadikan
hal ini sesuatu yang penting. Apapun alasannya jangan pernah berbohong.
Kemudian dalam ay 26-27 kita melihat
kesejajaran antara status dan tindakan dalam hal emosi yaitu soal amarah. Kalau
marah jangan bebuat dosa artinya marah suci. Marah suci itu bisa dikatakan
seperti marah antara orangtua kepada anaknya. Tidak ada orang tua marah karena
benci tetapi karena sayang. Inilah marah suci seperti yang ditunjukkan Yesus
ketika menjungkirbalikkan meja dagangan di bait Allah karena Allah tidak ingin
rumahNya dinodai dan dicemari. Kalau marah karena kasih atau cinta, silahkan
marah. Kemudian, kalaupun marah, jangan tahan dan cepat selesaikan atau jangan
sampai mata hari terbenam. Mengapa demikian adalah karena agar jangan diberi
kesempatan kepada Iblis. Jika terlalu lama didiamkan, kesalahan orang lain yang
lama-lama pun akan muncul.
Dalam ay 30 kita melihat soal mendukakan Roh.
Perbuatan dalam ay 25-31 merupakan sebuah contoh pernuatan yang mendukakan Roh.
Roh Kudus yang sudah dimateraikan (Ef 1:4) mengingatkan dan menyadarkan akan
dosa tetapi orang tersebut tetap melakukan dosa. Inilah yang namanya mendukakan
Roh. Jadi ketika kita tergoda untuk melakukan dosa apapun ingatlah Roh Kudus
senantiasa mengingatkan kita dengan berkata
jangan jangan, tetapi tetap melakukan itu mendukakan Roh.
Kemudian dalam ay 31 dikatakan, “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan,
pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala
kejahatan.” Kadang ada orang memiliki akar pahit yang tidak bisa
diselesaikan. Meskipun ada kekecewaan yang besar mari mencurahkannya kepada
Tuhan dan membuang semia akar pahit dalam hidup kita. kemudian kegeraman.
Ketika ada orang memiliki akar pahit dan ketika mengingat seseorang itu
kegeraman muncul dari dalam dirinya. Ingat Mat 5:9, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut
anak-anak Allah.”
Kemudian dalam ay 32 dikatakan, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang
terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah
di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Ingat jika orang lain bersalah
kepada kita, ingatlag betapa banyaknya dosa kita yang sudah diampuni oleh Allah
agar kita lebih mudah mengampuni orang lain. Dalam Mat 18:21 dikatakan, “Kemudian datanglah Petrus dan berkata
kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku
jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Jadi pengampunan itu
tidak terbatas. Orang yang sulit mengampuni orang lain adalah orang yang kurang
menikmati pengampunan Allah. Pengampunan yang diterima dari Allah mendorong
seseorang lebih mudah mengampuni dalam kasih karena itu inilah karakter yang
harus kita bangun bersama sebagai orang yang beriman kepada Kristus. Kasih
mendasari kesatuan, membangun sebuah karakter yang benar, membangun sebuah persekutuan,
dan membangun sebuah komunitas yang hidup di dalam Kristus sebagai orang yang
beriman.
Solideo Gloria!
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment