Saturday, July 20, 2013

Efesus pasal 4

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th

[Kotbah ini dibawakan pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat 18 Januari 2013]



Secara umum Efesus pasal 4 berbicara mengenai pentingnya kesejajaran antara status (being) dengan cara hidup (doing) (ay 1-2). Bagian ini merupakan lanjutan dari apa yang Paulus telah paparkan mulai dari pasal 1. Efesus pasal 1 berbicara soal tujuan pemilihan dan pemanggilan umat Allah untuk hidup kudus (Ef 1:4, 11). Pada pasal 2 kita melihat bagaimana pemanggilan ini digenapi dengan anugerah. Dan anugerah ini, pada pasal 3, bukan hanya untuk bangsa Israel tetapi juga untuk orang diluar bangsa Israel. Karena itu Paulus menganjurkan agar orang yang beriman kepada Kristus harus bersatu (pasal 3). Dan kemudian hal ini dilajutkan adanya kesejajaran antara status dan tindakan (pada pasal 4). Dengan kata lain bagaimana setiap orang percaya harus hidup berpadanan dengan panggilan itu sendiri.

Dalam Ef 4:1 dikatakan, “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil (untuk hidup suci) berpadanan dengan panggilan itu.”  Ada sebuah penekanan akan kesejajaran antara status sebagai orang yang percaya dengan cara bagaimana hidup dengan benar sesuai dengan etika Kristen. Dalam hal ini ada sebuah karakter yang dibangun untuk sebuah kesatuan. Dalam ay 2 dikatakan, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.” Kesatuan itu tidak pernah muncul jika tuntutan itu dialamatkan kepada orang lain melainkan harus kepada diri sendiri secara personal. Sering sekali kita menuntut orang lain berubah bukan diri kita sendiri. Tetapi ketika kita menuntut diri kita untuk berubah maka akan terjadi pembaharuan. Kemudian kesatuan itu akan terpelihara, selain oleh lahir baru, adalah masalah karakter. Masalah karakter yang paling banyak membuat perpecahan apakah egoisme atau kesombongan, atau yang lain. Bahkan dalam kepanitian atau kepengurusan yang sering sekali membuat perselisihan adalah karakter. Maka kesatuan orang percaya yang memiliki kesejajaran antara tindakan dan status dapat dibangun dengan sebuah karakter yang benar yaitu rendah hati, lemah lembut dan sabar (2).

Rendah hati adalah bisa mensyukuri apa adanya diri kita dan bisa menerima dan mensyukuri apa adanya orang lain dan tidak pernah ingin menjadi orang lain. Lemah lembut berbicara soal pengampunan. Artinya tidak akan ada kesatuan jika tidak ada kelemah lembutan. Kelemah lembutan bukan soal nada bahasa (walaupun nada bahasa penting). Sedangkan kesabaran bisa dikatakan sabar menerima orang lain apa adanya. Sering sekali kita menerima orang lain apa maunya kita dan itu bukanlah kesabaran. Kesabaran itu kira-kira ketika kita cepat dan orang lain lambat dan kita bisa menerima mereka maka kita bisa disebut sabar. Tetapi ketika kita lambat dan orang lain juga lambat, dan kita sama-sama menerima, itu bukanlah kesabaran. Jadi sabar menerima orang lain apa adanya dan dan terus berusaha menolong dia untuk bangkit dan lebih baik.

Karakter yang membangun untuk kesatuan dapat juga ditunjukkan melalui kasih saling membantu (band 1 Yoh 3:16). Ingatlah bahwa kita bisa memberikan sesuatu tanpa kasih, tetapi kita tidak mungkin mengasihi tanpa memberi. Jadi mari menunjukkan kasih dengan saling membantu. Inilah kesatuan yang diminta Paulus pada jemaat di Efesus.

Selain karakter yang Paulus sebutkan tadi, ada hal lain yang penting untuk menjaga kesatuan yaitu dengan mengingat bahwa kita adalah satu tubuh (ay 4). Kesatuan yang dibangun bedasarkan karakter bukanlah kesatuan yang hakiki, tetapi kesatuan yang sejati dasarnya adalah menyadari bahwa kita adalah satu tubuh di dalam Kristus yang tidak bisa dipisahkan. Karakter yang dipakai untuk membangun kesatuan (ay 2-3) dasarnya adalah menyadari bahwa kita satu tubuh dan satu roh (4).

Dala ay 7-11 kita bisa melihat bentuk kesatuan yaitu kesatuan di dalam kepelbagaian bukan dalam keseragaman (ay 7). Seragam pakaian belum tentu bersatu. Itu sebabnya jika dasarnya ay 4 dan 6 kita tidak terlalu pusing apakah kita harus seragam atau tidak dalam konteks kepelbagaian. Bagi kita bukan metode tetapi esensi. Itulah sebabnya tidak masalah jika metode ibadah tiap gereja berbeda-beda. Yang penting dasarnya adalah satu.

Dalam kesatuan jemaat juga Allah memberikan karunia yang berbeda kepada umatNya agar umat Allah bukan dependent atau independent, tetapi inter-dependent (16). Dalam hal ini mengapa demikian agar interdependent (saling kebergantungan). Oleh sebab itu mari melihat perbedaan sebagai potensi atau kekuatan, bukan ancaman. Jika tidak ada perbedaan, maka yang ada adalah kekacauan (band Kol. 3:10-11).
Ada beberapa tujuan yang bisa kita lihat (dalam ay 12-16) mengapa Allah memberikan karunia. Pertama adalah memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan. Kedua adalah untuk pembangunan tubuh Kristus (12). Dengan target jemaat bisa mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (ay. 13). Karunia diberikan agar kita tidak berfokus kepada diri sendiri melainkan agar orang yang kita layani mencapai pengenalan yang sempurna akan Kristus. Jangan sampai orang lebih kegum kepada kita daripada kepada Kristus. Target berikutnya adalah jemaat memiliki kedewasaan penuh, yaitu tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (ay. 13). Artinya adalah bahwa pola piker, karakter, dan cara hidup kita dipenuhi oleh Kristus, sesuatu yang akan kita peroleh seutuhnya ketika Allah menyempurnakan kita. Target berikutnya adalah agar jemaat  tidak diombang-ambingkan oleh angin rupa pengajaran (bidat) (ay. 14). Dan  target kemudian adalah agar jemaat bertumbuh dengan kokoh dalam ajaran dan bertumbuh dalam segala hal ke arah Kristus sang Kepala (ay.15). Pertumbuhan anggota tubuh Kristus berada dibawah kendali Sang Kepala rapi tersusun dan terikat jadi satu. Kesatuan juga tercipta dengan mutualisme pelayanan umat sesuai dengan karunia (11-13) dan pertumbuhan kedewasaan dan kesatuan tidak mungkin terjadi tanpa kasih (2, 15).

Setelah memaparkan smeuanya itu Paulus melanjutkan pada ay 17 dengan berkata,  Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia”. Paulus telah mengatakan pentingnya dibangun kesatuan dengan karakter yang benar (2-3) dan dengan dasar kesatuan yang sejati (4-6) serta pentingnya bagi jemaat diberi karunia yang berbeda untuk interdependent dan pertumbuhan rohani dan dengan karunia yang diberikan jemaat bertumbuh dan kokoh dalam Kristus. Setelah mengatakan hal demikian Paulus kemudian berkata “sebab itu”. Paulus mengatakan bahwa manusia barulah yang menjadi dasar untuk membangun sebuah kesatuan. Paulus kembali mengingatkan umat agar mereka  memiliki hidup yang berbeda dengan mereka yang belum mengenal Allah. Paulus membangun sebuah kontradiksi. Diawal Paulus menunjukkan bagaimana cara hidup beriman (1-16). Orang yang memiliki cara hidup demikian janganlah hidup seperti orang yang tidak mengenakl Allah. Orang yang tidak menghidupi apa yang Paulus paparkan dalam ay 1-6 adalah orang yang identik dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran” (17-19). Jadi, agar kita hidup seperti yang dipaparkan dalam ay 1-16 maka Paulus berkata, “Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia”. Paulus ingin mengatakan bahwa orang yang hidup dalam ay 1-16 inilah hidup yang menunjukkan sebuah pembaharuan yang radikal dalam dirinya, jika tidak berarti masih manusia lama.

Dalam ay 17-19 Paulus memaparkan  ciri-ciri orang yang tidak mengenal Allah. Pertama pikiran yang sia-sia (17). Ini artinya memikirkan yang tidak bermanfaat (band Fil 4:8-9). Kedua, pengertiannya gelap, yaitu diajari pun tidak bisa mengerti. Ketiga jauh dari hidup persekutuan dengan Allah (doa dan firman), karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Keempat, Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Orang seperti ini adalah orang yang berdosa tetapi tetap sejahtera. Semua ini karena kebodohan mereka dan kedegilan mereka dan akibatnya mereka menyerahkan diri pada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Berbuat jahat saja sudah dosa apalagi serakah untuk melakukan kejahatan.

Dalam ay 20-24 muncul kalimat pembaharuan. Paulus mengatakan, bahwa sebagai orang percaya, kita tidak demikian karena kita telah belajar mengenal Kristus sebagai orang yang lahir baru (20) (band. Ef 2:1). Jemaat yang menerima surat Efesus adalah orang yang beriman. Kedua, mereka juga  telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus (21). Karena itu tanggalkan manusia lama (22), dibaharui dalam roh dan pikiran kemudian mengenakan manusia baru ( band 2 Kor 5:17). Bayangkan jika satu minggu pakaian kita tidak berganti? Bukan sesuatu yang menyehatkan bukan? Inilah yang ingin Paulus ungkapkan, agar kita menanggalkan manusia lama kita dan mengenakan manusia yang baru kita dalam roh dan pikiran kita. Jika pikiran kita memikirkan hal-hal yang benar (band. Fil 4:8) maka akan melahirkan cara hidup yang benar. Ketika menaggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru ada dua hal yang diselipkan Paulus yaitu pembaharuan semangat yang baru untuk melakukan yang benar dan yang kedua adalah cara berpikir yang baru yaitu memikirkan yang mulia yang benar dan suci. Jadi manusia baru adalah diciptakan oleh Allah dnegan iman di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya, bukan usaha manusia.

Kita diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.  Ini adalah tindakan yang monergis atau mutlak karya Allah. Lahir baru dan keselamatan adalah monergis sifatnya. Sedangkan pertumbuhan rohani sinergisme. Inilah yang disebut dengan new being (manusia baru). Setelah manusia baru muncul, kemudian ada nasihat mengenai kesejajaran antara status dan perilaku. Yang bicara rohani atau jabatan rohani belum tentu rohani hidupnya. Tetapi yang rohani hidupnya seharunya melahirkan tindakan yang rohani. Itulah sebabnya dalam ay 25-32 yang ditekankan adalah persamaan status dengan tindakan orang beriman. Kalau kita anak raja , mari berperilaku seperti anak raja. Kalau kita anak Tuhan mari berperilaku seperti anak Tuhan. Betapa pentingnya kesejajaran dalam membangun kesatuan dalam tubuh Kristus.

Sebagai orang yang dilahirkan baru tentu saja ada sisi negative yang harus kita buang. Pertama, dosa soal perkataan (25). Ada dua dosa soal perkataan yang harus berubah yaitu antara berkata bohong dan berkata-kata sesuatu yang tidak pantas. Paulus menkankan hal ini menjadi yang pertama dalam konteks ini adalah karena di Efesus banyak orang kafir dan mereka biasa berbohong dan mberbicara sesuatu yang tidak pantas (ay 29). Inilah kesejajaran yang pertama, yaitu kesejajaran dalam perkataan. Mari menjadikan hal ini sesuatu yang penting. Apapun alasannya jangan pernah berbohong.

Kemudian dalam ay 26-27 kita melihat kesejajaran antara status dan tindakan dalam hal emosi yaitu soal amarah. Kalau marah jangan bebuat dosa artinya marah suci. Marah suci itu bisa dikatakan seperti marah antara orangtua kepada anaknya. Tidak ada orang tua marah karena benci tetapi karena sayang. Inilah marah suci seperti yang ditunjukkan Yesus ketika menjungkirbalikkan meja dagangan di bait Allah karena Allah tidak ingin rumahNya dinodai dan dicemari. Kalau marah karena kasih atau cinta, silahkan marah. Kemudian, kalaupun marah, jangan tahan dan cepat selesaikan atau jangan sampai mata hari terbenam. Mengapa demikian adalah karena agar jangan diberi kesempatan kepada Iblis. Jika terlalu lama didiamkan, kesalahan orang lain yang lama-lama pun akan muncul.

Dalam ay 30 kita melihat soal mendukakan Roh. Perbuatan dalam ay 25-31 merupakan sebuah contoh pernuatan yang mendukakan Roh. Roh Kudus yang sudah dimateraikan (Ef 1:4) mengingatkan dan menyadarkan akan dosa tetapi orang tersebut tetap melakukan dosa. Inilah yang namanya mendukakan Roh. Jadi ketika kita tergoda untuk melakukan dosa apapun ingatlah Roh Kudus senantiasa mengingatkan kita dengan berkata  jangan jangan, tetapi tetap melakukan itu mendukakan Roh.

Kemudian dalam ay 31 dikatakan, “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.” Kadang ada orang memiliki akar pahit yang tidak bisa diselesaikan. Meskipun ada kekecewaan yang besar mari mencurahkannya kepada Tuhan dan membuang semia akar pahit dalam hidup kita. kemudian kegeraman. Ketika ada orang memiliki akar pahit dan ketika mengingat seseorang itu kegeraman muncul dari dalam dirinya. Ingat Mat 5:9, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” 
Kemudian dalam ay 32 dikatakan, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Ingat jika orang lain bersalah kepada kita, ingatlag betapa banyaknya dosa kita yang sudah diampuni oleh Allah agar kita lebih mudah mengampuni orang lain. Dalam Mat 18:21 dikatakan, “Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Jadi pengampunan itu tidak terbatas. Orang yang sulit mengampuni orang lain adalah orang yang kurang menikmati pengampunan Allah. Pengampunan yang diterima dari Allah mendorong seseorang lebih mudah mengampuni dalam kasih karena itu inilah karakter yang harus kita bangun bersama sebagai orang yang beriman kepada Kristus. Kasih mendasari kesatuan, membangun sebuah karakter yang benar, membangun sebuah persekutuan, dan membangun sebuah komunitas yang hidup di dalam Kristus sebagai orang yang beriman.

Solideo Gloria!


No comments: