Saturday, July 19, 2014

Eksposisi Tokoh: YUSUF



Alex Nanlohy

Jika kepada kita ditanyakan, apa kisah dari hidup Yusuf yang kita ingat? Salah satunya adalah kisah Yusuf dengan isteri Potifar. Dan pada malam hari ini kita akan belajar dari kisah Yusuf khususnya melalui Kej pasal 39. 
Sebelum melihat hidup Yusuf, mari membuka Rom 15:4, “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci”. Kisah PL dituliskan sebagai pembelajaran bagi kita pembacanya. Agar kita berpegang teguh kepada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari kitab suci. Ini adalah tujuan kisah-kisah dalam PL diceritakan bagi kita dan kita pelajari bersama-sama. Dan ini jugalah kerinduan kita ketika belajar dari kisah hidup Yusuf.
Siapakah Yusuf? Ia adalah anak dari Yakub, anak ke 12 dari 13 (karena nanti ada Benyamin). Nama Yusuf memiliki arti ‘menambahkan kepadaku’ atau ‘mudah-mudahan Allah menambah’ (Kej 30:22-24). Kisah tentang Yusuf termasuk kisah yang panjang dalam Kitab Kejadian (mulai pasal 37-50) dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain. Sosok Yusuf disorot sedemikian detail, khususnya realita dalam Kej 39. Semua peristiwa dalam hidup Yusuf di ‘zoom’ sedemikian rupa sehingga kita bisa melihat lebih dekat, termasuk kisah dalam Kej 39 – Yusuf dengan isteri Potifar. Mari malam ini melihat lebih jauh lagi tentang Yusuf.
Saya secara khusus memberikan judul malam ini “Mendaki Puncak”. Bicara soal hidup alumni sering sekali berbicara mengenai mendaki puncak. Hidup yang semakin naik dalam kehidupan - karir, atau keluarga. Bukan sesuatu yang salah jika kita ingin yang semakin baik dalam hidup kita, tetapi bagaimana kita mencapai itu? Inilah yang akan kita pelajari dari Yusuf.
Yusuf adalah anak kesayangan dari Yakub (Kej 37:1-11). Jika kita perhatikan dengan baik, kita akan menemukan bahwa keluarga Yusuf bukanlah keluarga yang harmonis. Yakub sudah memiliki dua isteri. Ketika dia tidak memiliki anak dari satu isterinya, maka isterinya memberikan pembantu mereka menjadi isteri Yakub. Dan akhirnya Yakub memiliki empat isteri dan akhirnya juga memiliki banyak anak dari mereka. Kemudian ditambah lagi dengan Yakub sendiri yang sangat favorit kepada Yusuf. Saking sayangnya, Yakub memberikan jubah yang maha indah kepada Yusuf. Bahkan ketika saudara-saudaranya sedang menggembalakan ternak, Yusuf di rumah, bebas tugas. Bahkan disuruh bapaknya untuk memeriksa apa yang sedang dikerjakan dilakukan abang-abangnya.
Hal ini menyebabkan ada dinamika emosi yang terjadi pada abang-abangnya terhadap Yusuf. Mari perhatikan emosinya. Dalam Kej 37:1-4 dikatakan, “1 Adapun Yakub, ia diam di negeri penumpangan ayahnya, yakni di tanah Kanaan.2 Inilah riwayat keturunan Yakub. Yusuf, tatkala berumur tujuh belas tahun -- jadi masih muda -- biasa menggembalakan kambing domba, bersama-sama dengan saudara-saudaranya, anak-anak Bilha dan Zilpa, kedua isteri ayahnya. Dan Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya. 3 Israel lebih mengasihi Yusuf dari semua anaknya yang lain, sebab Yusuf itulah anaknya yang lahir pada masa tuanya; dan ia menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi dia. 4 Setelah dilihat oleh saudara-saudaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau menyapanya dengan ramah.“ Abang-abangnya benci kepada Yusuf dan tidak mau menyapanya dengan ramah.
 
Kemudian dalam ay 5 dikatakan, “Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya.” Mengapa? Karena dalam mimpinya berkas padi abang-abangnya menyembah berkas padi Yusuf (Kej 37:6-8). Lihat, kadar kebencian mereka bertambah dari benci menjadi lebih benci. Bahkan kemudian dia kembali menceritakan mimpinya di mana matahari, bulan, dan sebelas bintang menyembah kepada dia (37:9). Kali ini Yakub menegur Yusuf, walau sudah terlambat. Akibat mimpinya ini sangat jelas. Dalam ay 11 dikatakan, “Maka iri hatilah saudara-saudaranya kepadanya, tetapi ayahnya menyimpan hal itu dalam hatinya dan menyimpan perkara itu dalam hatinya.” Perhatikan dinamikanya, dari benci menjadi lebih benci dan akhirnya iri hati.
Pada bagian selanjutnya kita melihat kisah di mana saudara-saudaranya menggembalakan domba di Sikhem. Kemudian Yakub memanggil Yusuf dan menyuruh dia kepada mereka untuk melihat apakah baik keadaan saudara-saudaranya dan keadaan kambing domba dan membawa kabar itu kepada Yakub. Ketika Yusuf pergi ke padang dan mencari saudara-saudarnya dan mendapat informasi bahwa saudara-saudaranya ada di Dotan. Dalam ay 18 dikatakan, “Dari jauh ia telah kelihatan kepada mereka. Tetapi sebelum ia dekat pada mereka, mereka telah bermufakat mencari daya upaya untuk membunuhnya”. Yusuf kelihatan dari jauh karena jubah maha indah. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa harus memakai jubah yang maha indah jika hanya ke tempat penggembalaan?
Apa yang terjadi kemudian adalah saudaraya tidak jadi membunuh Yusuf tetapi membuangnya ke sumur dan akhirnya menjual kepada pedagang Ismail yang sedang menuju Mesir. Di Mesir, Yusuf akhirnya dibeli Potifar. Yusuf anak kesayangan dan kemudian menjadi budak belian. Yusuf yang adalah anak kesayangan tiba-tiba dibenci saudara-saudaranya dan akhirnya menjadi budak. Bisakah kita merasakan psikologis Yusuf? Pastilah tidak mudah bagi Yusuf menghadapi situasi ini, dimana ia menjadi budak di tanah yang jauh dari orang tua dan abang-abangnya tinggal.
Tetapi di situasi seperti inilah kita melihat Tuhan memakai dia. Apa yang terjadi? Di rumah Potifar dia menjadi kepercayaan, menjadi kepala rumah tangga Potifar. Lebih maju lagi, ketika di penjara dia juga menjad kepercayaan kepadala penjara. Dan lebih maju lagi dia menjadi orang nomor dua yang paling berkuasa di Mesir. Ini adalah kisah from zero to hero. Semua pengalaman hidup yang sulit Tuhan ijinkan dialami Yusuf dalam hidupnya mendaki puncak. Apa yang bisa kita pelajari dari hidup Yusuf yang mendaki puncak? 
Dalam kehidupannya, Yusuf pasti mengalami kepahitan. Kita cenderung mengabaikan hal ini karena kita sudah tahun akhir dari ceritanya. Tetapi Yusuf belum tahu sama sekali. Dia pasti sangat bergumul ketika dimasukkan dalam sumur kering atau menjadi budak, bahkan ketika di penjara. Memang tidak diceritakan dengan detail kepada kita tetapi kita meyakini bahwa Yusuf mengalami pergumulan karena dia sama sekali tidak tahu rencana Allah dalam hidupnya sampai di akhirnya. Jangan mengecilkan pergumulan Yusuf. Dan dari kondisi inilah kita belajar bagaimana Paulus belajar mencapai puncak.
Ada tiga hal yang bisa kita pelajari dari Yusuf dalam belajar mencapai puncak. Pertama, ketika menjadi budak di rumah Potifar, Allah menyertai Yusuf. Kej 39:2 mengatakan, “Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu.” Yusuf disertai oleh Tuhan dan membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya (baca ay 3, 5, 23). Apa yang ditekankan ayat-ayat ini adalah Tuhan menyertai Yusuf. Tidak ada keberhailan apapun dalam hidup terlepas dari tangan Tuhan yang berkuasa. Inilah yang harus kita pelajari dari hidup Yusuf. Bukan karena Yusuf cukup mampu atau bertahan melawan godaan, tetapi yang terutama adalah karena tangan Tuhan yang kuat menyertai Yusuf. Inilah yang disebut dengan iman. Kesuksesan Yusuf tidak terlepas dari Tuhan yang menyertai dia.  
Kata ‘menyertai’ sebenarnya memiliki makna yang sangat dalam. Disertai Tuhan menyatakan perbedaan dengan lingkungan sekitarnya. Ada satu respon ketaatan dimana Yusuf harus hidup seturut yang Tuhan mau. Dalam Kel 33 ada kisah di mana bangsa Israel menyembah anak patung lembu emas ketika Musa sedang berada di atas gunung Sinai. Tuhan berkata, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Pergilah, berjalanlah dari sini, engkau dan bangsa itu yang telah kaupimpin keluar dari tanah Mesir, ke negeri yang telah Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub, demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri itu -- Aku akan mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu dan akan menghalau orang Kanaan, orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus – (Kel 33:1-2). Allah mengijinkan bangsa Israel memasuki Kanaan, tetapi Allah tidak akan bersama dengan mereka tetapi akan mengutus malaikatNya karena jika Allah berjalan dengan mereka, oleh karena bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk, Allah bisa membinasakan mereka. Sekilas tidak ada yang salah dengan penawaran ini. Tetapi Musa tidak menerima penawaran ini. Musa memiliki satu prinsip hidup yang luar biasa. Dalam K3l 33:15-17 dikatakan, "Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini.  Dari manakah gerangan akan diketahui, bahwa aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini? Bukankah karena Engkau berjalan bersama-sama dengan kami, sehingga kami, aku dengan umat-Mu ini, dibedakan dari segala bangsa yang ada di muka bumi ini?”
Kesuksesan bagi Musa bukanlah ketika mereka masuk ke tanah Kanaan, ketika mereka bersama dengan Tuhan. Ketika Musa meminta kepada Tuhan untuk berjalan bersama dengan mereka, itu adalah permintaan yang luar biasa karena permintaan ini disertai sebuah komitmen bahwa bangsa Israel mau hidup kudus di hadapan Tuhan. Musa meminta dan dia tahu konsekuensinya. Tetapi bagi Musa lebih baik berjalan bersama Tuhan di dalam gelap dari pada berjalan sendirian di dalam terang. Ini adalah prinsip hidup yang luar biasa.

Memiliki ambisi bukanlah sesuatu yang salah. Tetapi penyertaan Tuhan jauh lebih penting dari sekedar ambisi kita. Dipimpin Tuhan adalah yang terutama dalam hidup. Jika kita melihat Yesus lebih penting maka mungkin ketika Tuhan mengijinkan sebuah peristiwa terjadi, kita rela kehilangan nyawa supaya Yesus ditinggikan dari hidup. Mudah? Tidak saja tidak! Disertai Tuhan memiliki konsekuensi Tuhanlah segala-galanya dalam hidup dan kesetiaan serta ketaatan untuk dipimpin oleh Tuhan.  Mari mengalami perjalanan hidup dengan Tuhan, mendaki puncak, baik dalam karir atau dalam segala hal. 
Penyertaan Tuhan itu tidak bisa diprediksi. Dalam Mazmur dikatakan bahwa Firman itu pelita bagi kakiku terang bagi jalanku. Gambaran yang dipakai adalah pelita, bukan lampu sorot. Kita selalu mengharapkan Firman Tuhan itu seperti lampu sorot yang bisa memperlihatkan ujung dari hidup kita. tidak demikian. Allah menuntun kita seperti pelita. Jika kita memegang pelita, apa yang Nampak hanyalah sekitar dua meter ke depan. Jika kita ingin tahu dua meter lagi, maka kiha harus maju dua meter. Ini adalah cara Tuhan memimpin kita. Ada cara-cara Tuhan yang (mungkin) melampaui apa yang kita mau. Yang menarik dari Yusuf bukanlah ketika dia ada di dalam sumur, di penjara, atau jadi orang yang berkuasa, tetapi bagaimana Tuhan menyertai dia, sebuah penyertaan yang bahkan nyata bagi orang lain (Potifar, Kepala Penjara, bahkan bagi Firaun sendiri). Ingat, penyertaan Tuhan harus menjadi yang nomor satu dalam hidup kita. 
Hal kedua yang kita pelajari dari hidup Yusuf selain dari penyertaan Tuhan adalah kompetensi yang dimilikinya. Tuhan juga pasti memberikan kompetensi kepada Yusuf. Tuhan menyertai adalah bagian Tuhan yang Tuhan memang kerjakan dalam hidup anak-anakNya. Tetapi mari melihat kompetensi dasar yang Yusuf miliki. Hasil dari pekerjaannya membuat ia dikasihi baik ketika di rumah Potifar maupun di dalam penjara. Dari sini kita melihat bagaimana Yusuf memiliki kemampuan managerial yang baik. 
Jangan lupa bahwa Tuhan juga memberi kemampuan bagi kita untuk mengembangkan potensi dalam hidup kita. Tuhan memberi kesempatan bagi kita untuk berkarya secara luar biasa. Di satu sisi Tuhan memberkati, disisi lain kita memaksimalkan segala talenta yang Tuhan berikan. Jika kita melihat lebih jauh lagi hidup Yusuf ketika ia dipanggil menghadap Firaun, ternyata ia mampu memberikan solusi atas permasalahan yang akan di hadapi bangsa Mesir. Dari mana ia belajar? Tentu saja dalam perjalanan hidupnya. Penyertaan Tuhan bukan membuat segala sesuatu terjadi secara instan tetapi ada kompetensi yang kita persembahkan dan maksimalkan. 
Saya tidak tahu apa yang Tuhan mau dalam hidup kita masing-masing dan kemampuan apa yang harus kita kembangkan? Tetapi, dalam ijin Tuhan, mari mengembangkan kompetensi kita dengan maksimal yang mungkin melampaui ilmu kita. Di sinilah kita akan melihat apa yang Tuhan tanamkan, yaitu ada sisi-sisi yang tidak kita temukan ketika kita belum mengembangkan ilmu kita. Banyak dari kita yang Tuhan siapkan untuk menjadi lebih besar. Oleh sebab itu setialah. Mari peka dan melihat Tuhan sedang melakukan apa dalam hidup kita.
  
Hal ketiga yang kita pelajari dari hidup Yusuf untuk mendaki ke puncak adalah memiliki integritas. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa integritas adalah who you are when no ones lookingsiapa anda ketika tidak ada orang yang melihat. Integritas adalah keutuhan seluruh aspek hidup. Keutuhan hidup (completeness, wholeness) itu penting untuk kita kembangkan. Yusuf memiliki hal ini. 
Perlu kita ketahui bahwa konsep Allah pada zaman itu beda dengan konsep zaman pada zaman ini. Pada masa itu konsep allah adalah allah local. Di Kanaan allah itu adalah allah Kanaan. Ketika pindah ke Mesir allahnya adalah allah Mesir. Jadi tiap pindah lokasi allahnya pasti berbeda.  Tetapi Allah Israel memperkenalkan diri bahwa Dia adalah Allah seluruh bumi. Dan hal inilah yang ditangkap dan dipahami oleh Yusuf. Ketika dia digoda oleh isteri Potifar dia berkata “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kej 39:9b). Dia tahu bahwa dia sedang berada di Mesir bukan di Kanaan, tetapi dia memahami dnegan benar bahwa Allah Israel itu adalah Allah atas seluruh bumi. Hal ini membuat yusuf menyadari bahwa dia sedang berdiri dihadapan Allah. Inilah integritas Yusuf. 
Banyak sekali alumni yang tidak melakukan dosa bukan karena integritas atau menyadari bahwa dia berdiri dihadapan Allah, tetapi karena takut ketahuan. Banyak alumni yang kelihatan berintegritas, tetapi ketika kita gali alasan mereka sebanrnya adalah karena takut ketahuan. Ketika masih mahasiswa, seseorang itu kita lihat tidak mau korupsi, rajin saat teduh. Tetapi dia melakukannya hanya karena takut ketahuan sama teman-temannya yang yang lain. Ketika menjadi alumni dan tidak ada yang mengawasi dia menjadi lebih ganas. Saat teduh ditinggalkan bahkan menjadi seorang koruptor.
Itulah sebabnya melihat kehidupan Yusuf menyadarkan saya bahwa dia adalah pemuda yang luar biasa. Kita bisa melihat bagaimana isteri Potifar dengan gigih menggoda Yusuf untuk tidur dengan dia. Bahkan sampai-sampai pada satu hari tidak ada orang di rumah. Bagaimana mungkin tidak ada orang di rumah, karena mereka memiliki banyak pembantu? Kemungkinan besar kerena isteri Potifar mengatur sedemikian rupa.
Dalam kondisi tidak ada orang, isteri Potifar kembali menggoda Yusuf dengan gigihnya. Ingat, Yusuf masih muda, masih 17 tahun yang bergumul dengan hal-hal seksual dan ada yang menjadi pelampiasa, siteri Potifar yang menggoda dia. Suasana mendukung, kebutuhan ada, dan kemudian Isteri Potifar itu memegang baju Yusuf. Jangan pikir Yusuf tidak bergumul. Apa kemudian yang dilakukan Yusuf? Lari. Jika kita tidak sanggup, jalan satu-satunya kita harus lari. Pengenalan Yusuf akan Allah membuat dia memiliki kehidupan yang takut akan Tuhan. Walaupun tidak ada orang yang melihat, Yusuf menyadari bahwa dihadapan Allah rayuan dari isteri Potifar adalah dosa.
Yusuf tahan godaan bukan karena ia mampu. Jika ia mampu ia tidak akan lari. Lari menjadi satu indikasi sebenarnya Yusuf punya nafsu. Yusuf sadar dia tidak tahan itulah sebabnya dia lari. Integritas adalah taruhannya ketika kita mau mendaki ke puncak bersama Tuhan. Mari memiliki integritas dan relasi dengan Allah yang bisa menolong kita setia. Yusuf tidak melakukannya bukan karena takut ketahuan. Bukankah suasana sangat mendukung dimana tidak ada orang dirumah? Tetapi Yusuf menolaknya karena ia mengenal siapa Allah. Memiliki hidup yang takut akan Allah akan menolong kita untuk tetap berintegritas bahkan di tempat paling sepi sekalipun.
Dalam mendaki mencapai puncak dengan integritas kita akan menghadapi tantangan. Tantangan bagi masing-masing kita pasti berbeda. Yang pasti Iblis akan menyerang kita pada hal-hal yang kita lemah. Martin Luther pernah berkata ”Saudara tidak mungkin melarang burung terbang di atas kepala saudara, tetapi engkau bisa mencegahnya bikin sarang di kepalamu.” Tidak mudah menghadapi tantangan atau rayuan si jahat, tetapi Tuhan akan memberikan kekuatan. 
Mendaki ke puncak ada bagian yang Tuhan sediakan dan ada bagian kita. Yusuf ditolong untuk melewati itu. Saya tidak tahu apa pergumulan dari masing-masing kita dan dimana sekarang posisi kita dalam karir kita. Pertanyaannya adalah apakah kita disertai Tuhan? Apakah kita sebagai alumni senantiasa mengembangkan kompetensi kita sampai maksimal? Termasuk ketika Tuhan meminta atau mengizinkan kita mempelajari hal-hal yang baru? Apakah integritas kita terus diuji dan kita selalu tampil sebagai pemenang?
Kiranya tokoh Yusuf pada malam hari ini menginspirasi kita dan juga mengingatkan kita bahwa kepahitan hidup tidak membuat Yusuf memiliki hubungan yang pahit kepada Tuhan. Tetapi Yusuf menemukan Tuhan dalam segala keadaan dan Yusuf tetap setia kepada Tuhan dalam segala keadaan. Mendaki puncak, apakah yang akan saudara lakukan?
Solideo Gloria!


No comments: