Saturday, March 28, 2009

Seri LDS 1: God Original Plan

By: Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div


Kejadian 2: 8-25; Kejadian 1:28

Saudara-saudara, sebenarnya kalau kita perhatikan rencana Allah setelah penciptaan terencana dengan sangat baik, agung, dan mulia. Bila kita perhatikan dalam alur penciptaan, bagaimana Allah menjadikan manusia, menyatakan pemeliharaanNya, dan menyediakan apa yang diperlukan oleh manusia pertama untuk menggenapi mandat atau rencana Allah.
Kita perhatikan ayat 8-16. Dalam bagian ini Allah menciptakan segala sesuatunya, dan setelah Dia membuat Taman Eden, ditempatkanNyalah manusia di sana. Ketika Allah menempatkan manusia, Ia tidak membuat manusia hanya pasif melainkan manusia diperintahkan oleh Allah untuk bisa berkarya. Dalam perjalanan karya atau menggenapi mandat Ilahi, Allah memberi perintah sekaligus peringatan kepada manusia (Kej 2:16). Mari kita perhatikan Kejadian 1:28, ada tugas yang mulia yang diberikan Tuhan Allah pada manusia yaitu mengusahakan alam atau bumi ciptaan Allah.

Di dalam menggenapi mandat Ilahi ini, Allah memberikan satu peringatan pada manusia (ay 16 dan 17). Tetapi kalau kita perhatikan pada ayat yang 19 dan 20, setelah Allah menjadikan baik binatang maupun tumbuh-tumbuhan, baru diserahkanNya pada manusia untuk memberikan nama. Sewaktu Adam memberi nama untuk semua ciptaan itu, Adam tidak menemukan satu pribadi yang sepadan dengan dia. Dapat dikatakan bahwa Adam kecarian, dan bisa saja hal ini menjadi pergumulan manusia yang pertama ini

Saudara-saudara, pernikahan adalah satu rancangan Allah yang murni bukan rancangan manusia. Selain itu, pernikahan merupakan kebutuhan menurut pandangan Ilahi. Dalam Kejadian 1:28 dikatakan “…beranak cuculah penuhilah bumi dan taklukkanlah itu…”. Yang mau saya katakan di sini adalah ada satu mandat yang diberikan Allah kepada manusia sebagai salah satu penggenapan rencana Allah bagi dunia. Mandat Allah ini adalah sebagai satu perwujudan atau cara untuk merealisasikan rencana Allah yang agung dan di dalam hal ini salah satu adalah dengan pernikahan.

Pernikahan itu bukan dibuat oleh manusia. Pernikahan itu adalah rancangan Allah dalam menjabarkan mandat Allah. Itulah sebabnya menikah atau tidak menikah ada di dalam rangka mandat Allah, bukan sebatas kebutuhan atau keinginan walau hal itu perlu. Tetapi menikah atau tidak ada di dalam rangka menggenapi mandat Allah. Mari kita lihat beberapa hal. Pertama, pernikahan adalah rancangan Allah yang murni dari diriNya sendiri. Ketika kita melihat bahwa manusia pertama kecarian, Allah melihat bahwa manusia tidak baik untuk seorang diri. Dari ayat 18 dapat kita baca bahwa yang pertama melihat kebutuhan Adam adalah Allah, bukan dirinya sendiri. Dan kalau kita perhatikan lagi Allah tidak pernah menjawab keinginan manusia untuk memuaskan keinginan hati manusia, tetapi Allah memberikan kebutuhan manusia menurut cara pandang Allah sendiri. Allah melihat kebutuhan manusia itu adalah penolong yang sepadan dengan bagiNya.

Kalau kita bertanya pada diri kita, kenapa kita belum punya calon teman hidup sampai hari ini, itu berarti menurut Tuhan belum waktunya. Jadi, pernikahan sebagai satu rancangan Allah dimana Dia akan merencanakan yang terbaik bagi manusia. Allah tahu kebutuhan kita. Kalau kita baca Matius 6 dikatakan burung pipit yang tidak menanam dan menuai dipelihara oleh Allah. Artinya burung pipit yang “tidak ada apa-apanya” pun dipelihara oleh Allah, apalagi kita sebagai anak-anakNya, yang berharga di mata Allah.

Kalau kita perhatikan di sini, rancangan Allah dalam pernikahan adalah untuk menggenapi mandatNya dengan menyediakan yang dibutuhkan manusia. Pada ayat 20-21, Allah yang berencana itu berniat untuk menyediakan apa yang menjadi kebutuhan manusia demi menggenapi rencanaNya (Kej 1:28). Karena itu, kalau Allah merencanakan saudara menikah demi menggenapi mandatNya, Ia akan menyediakannya. Allah melihat setiap kebutuhan manusia dan Ia tidak hanya berdiam diri, tetapi bertindak. Ia menyuruh Adam tidur dan diambilNya tulang rusuk Adam dan dijadikanNyalah perempuan. Allah menyediakan yang terbaik, dan yang penting semuanya dalam menggenapi rencanyaNya. Oleh karena itu pernikahan ada di dalam rencana Allah supaya mandat itu tergenapi.

Kedua, Allah akan menyediakan orang yang tepat bagi kita dalam pernikahan, supaya rencanaNya tergenapi. Ini yang perlu kita sadari, walaupun tidak semua manusia harus menikah (Matius 19:11-12). Mari kita bertanya pada diri kita; apakah saya lebih bisa menggenapi mandat Allah dengan menikah atau tidak menikah. Itulah sebabnya kepada kita diberikan free will-kehendak bebas. Tetapi free will ini tetap dalam rencana Allah. Dalam I Korintus 7 : 32-34, ada orang yang dikatakan Paulus sebaiknya tidak perlu menikah. Artinya, kalau laki-laki tidak punya isteri, bisa lebih banyak memberikan perhatiannya untuk pekerjaan Tuhan, bagaimana ia berkenan di hadapan Tuhan. Kalau seorang laki-laki menikah, dia akan berusaha untuk memikirkan perkara-perkara duniawi. Pada ayat 32, sorang laki-laki mungkin terjebak pada kekuatiran karena dia ingin menyenangkan isterinya ataupun sebaliknya. Kalau kita yakin bahwa rencana Allah akan digenapi dengan maksimal melalui pernikahan, silahkan menikah. Tetapi kalau lebih maksimal tanpa menikah, silahkan untuk tidak menikah. Ini adalah pikiran atau panggilan demi kemaksimalan panggilan hidup.

Ketika Allah yang merancang pernikahan, maka kriteria orang yang diberikan oleh Allah adalah penolong yang sepadan (ayat 18). Penolong yang sepadan ini, kalau kita perhatikan kembali ke rencana Allah, supaya mandat Allah (Kej 1:28) digenapi. Artinya melalui manusia, yang diberikan mandat oleh Allah untuk beranak cucu dan bertambah banyak, menaklukkan dunia dan menguasainya, dipakai untuk memuliakan Allah, membuat dunia semakin baik, dan dalam rangka inilah disediakan seorang penolong. Karena itu, kalau saudara meyakini untuk menikah, maka ada standart yang ditentukan Allah terhadap calon isteri atau suami, yakni penolong yang sepadan ini untuk merealisasikan rencana Allah.

Tujuan penolong yang sepadan itu juga untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Kalau ‘dia’ seorang penolong yang sepadan, mari kita evaluasi; apakah dengan dia kehidupan kita maksimal dipakai Allah? Kalau tidak berarti dia adalah perongrong yang sepadan. Menikah dengan orang yang tepat, berarti dia penolong dan menikah dengan orang yang tidak tepat berarti perongrong. Oleh karena itu jangan menikah hanya karena kesepian, kebutuhan akan seks, anak, dll, tetapi mari kita pikirkan kembali, ‘apakah dengan menikah mandat Allah digenapi melalui hidup kita?’. Seorang penolong berarti dengan dia kita semakin bertumbuh dan mengasihi Tuhan dan lebih maksimal dalam pelayanan.

Di dalam pernikahan, ada satu tujuan untuk menghadirkan kerajaan Allah sesuai mandat dalam Kej 1:28. Membuat dunia menjadi ‘surga’, membuat ciptaan Allah dikelola atau dieksplorasi manusia untuk kesejahteraan, dan pernikahan ada di dalam rencana itu. Apakah dengan menikah kita dapat menghadirkan Kerajaan Allah di tengah keluarga kita? Apakah dengan pernikahan damai sejahtera dan kebenaran semakin nyata di dalam hidup kita? Kalau tidak, berarti ada sesuatu yang harus segera dibenahi. Oleh sebab itu, mari kita sebagai anak-anak Tuhan jangan berpikir dari pada tidak ada calon pendamping membuat kita menurunkan standart (kompromi).

Pada ayat 23 dikatakan bahwa pernikahan dalam rancangan Allah ada dalam bentuk kesatuan yang sempurna yaitu satu daging. Saya dengan anda (kita ini) adalah satu tubuh, yaitu tubuh Kristus, tetapi seorang suami dengan isterinya adalah satu daging. Inilah yang dikatakan ‘tulang dari tulangku dan daging dari dagingku’. Oleh sebab itu antara kita dan pasangan kita harus memiliki hubungan yang harmonis, artinya tidak saling menghina, mengejek, dan menyakiti. Inilah yang dijanjikan oleh Allah, bahwa rencana Allah di dalam pernikahan merupakan perpaduan yang sempurna yang saling membangun, saling menguatkan, dan saling menolong. Hal ini bukan berarti tidak ada konflik dalam pernikahan orang Kristen. Rencana Allah sangat agung. Mari kita lihat Matius 19:5-6. perhatikan kata ‘dipersatukan’. Kata ini pasif bagi manusia dan Allah yang aktif. Jadi tidak mungkin ada pernikahan dalam rencana Allah yang bukan dirancang oleh Allah. Jangan berpikir kalau sudah lahir baru, sudah cukup. Tentu tidak. Tetapi mari kita merenungkan bahwa tidak mungkin Allah mempersatukan seseorang dengan orang yang tidak tepat. Kalau hal ini terjadi, itu pasti karena kita sendiri, bukan karena Allah.
Pada ayat 24 dikatakan bahwa manusia laki-laki itu meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya. Dengan demikian mereka menjadi satu daging. Kita lihat di sini ada satu kemandirian dan kedewasaan. Memang ada ahli biblika mengatakan bahwa ayat 24 dan 25 adalah catatan redaksi bukan bagian akhir dari satu narasi sebelumnya. Tetapi menurut saya pastilah penempatan ayat ini juga karena pimpinan Roh dan harus diakui otoritasnya dan memiliki tujuan yang jelas Kita perhatikan pada ayat ini bahwa dalam pernikahan, mereka yang dipersatukan akan semakin mandiri dan dewasa dari segi karakter, pola pikir, nilai hidup, termasuk dalam hal finansial. Mereka bisa menyelesaikan konflik mereka sendiri di dalam Tuhan (mandiri), tanpa bergantung kepada siapapun.

Mari kita baca ayat 25. Ada banyak penafsiran akan ayat ini. Misalnya ada yang mengatakan “itukan wajar, karena manusia yang ada hanya mereka berdua. Jadi tidak perlu malu”. Ada juga yang mengatakan ini adalah simbol keintiman. Mereka sangaty intim sekali, sehingga tida ada rasa malu lagi. Dan rasa tidak malu di sini bukan hanya karena simbol seks. Tetapi berkaitan dengan keterbukaan antara suami isteri. Suami tidak malu menerima apa adanya isteri atau sebaliknya.

Tetapi dilihat dari segi teksnya, lebih tepat ada dua hal yaitu intimacy dan the Exclusiveness of Love. Keintiman bisa dengan atau tanpa seks. Seks tanpa cinta sama dengan pelacur. Cinta tanpa seks adalah persahabatan dan cinta dengan seks adalah pernikahan. Cinta dengan seks menunjukkan adanya satu intimacy atau kedekatan, kemesraan, dan Allah menciptakan pernikahan yang sedemikian rupa. Seks merupakan buah dari cinta. Mari kita tunduk pada rencaana Allah di dalam diri kita dan tidak perlu kuatir dan malu kalau kita belum punya pasangan sebab segala sesuatu indah pada waktunya.

Roma 8:32 mengatakan bahwa “Ia yang tidak menyayangkan anakNya sendiri, tetapi menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepadakita bersama-sama dengan Dia?” Kalau menurut Allah seseorang tepat untuk menikah, Dia pasti menyediakan seorang penolong yang sepadan baginya, walaupun usia semakin bertambah, mari tetap hidup dalam pengharapan kepada Allah bahwa segala sesuatu yang dari Dia merupakan yang terbaik bagi kita. Sebagai seorang yang percaya, selayaknya kita terus mengkaji hidup apakah akan lebih maksimal bagi Tuhan dengan menikah atau tidak. Yang pasti, semua hidup kita harus dalam rencana Allah yang mulia. Tuhan memberkati!
Soli Deo Gloria!

No comments: