Sunday, March 29, 2009

Seri LDS 5: The Joy of Waiting

By: Ir. Indrawaty Sitepu, MA



Kali ini kita akan membahas topik terakhir dari seri LDS, yaitu The Joy of Waiting.
Hasil survey menunjukkan bahwa ada beberapa sikap/respon orang yang masih melajang.

1. Hidup dalam ketidakbahagiaan karena tegang dan frustrasi.
Biasanya kondisi ini tidak dialami oleh mereka yang berusia di bawah 17 tahun. Mereka yang pada point pertama ini selalu berkeluh kesah dan sering sekali mereka meragukan dan melupakan bahwa Allah mengasihi mereka. Mereka selalu bertanya-tanya mengapa dalam hal yang lain Allah menjawab doa mereka tetapi ‘tidak’ dalam hal pasangan hidup. Orang-orang seperti ini tidak produktif dan tidak bahagia. Mereka sering menjengkelkan dan tidak menjadi berkat bagi orang lain.

2. Hidup menutup diri
Orang-orang dalam kondisi seperti ini selalu murung, tidak bergairah, dan penuh penyesalan. Bahkan ada beberapa orang yang benar-benar menutup diri dan tidak menerima lagi ada pria/wanita untuk menjadi pasangan hidupnya.

3. Masa bodoh, cuek, dan tidak serius.
Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada mereka yang masih muda (di bawah 17 tahun).

4. Menerima status bujangan sebagai pembentukan Allah untuk menjadi pria/wanita sejati.

Dari empat point diatas, point keempatlah yang seharusnya menjadi pilihan kita, bukan yang lain.

Dalam hidup ini ada ‘kelas-kelas’ pembentukan sebelum pernikahan. Ada orang yang dalam ‘kelas’ itu hanya tiga tahun dan setelah itu menikah. Ada juga yang lama dalam menjalani ‘kelas’nya. Tetapi semuanya menjadi waktu atau tempat dimana Tuhan membentuk kita menjadi pria/wanita sejati.

Kita akan melihat I Korintus 7:1-15 dalam ayat per ayat.
Pada ayat yang pertama kita melihat ada jawaban Paulus atas pertanyaan orang Korintus tentang perkawinan, melajang, dan perceraian. Kita bisa menemukan pernyataan bahwa lebih baik bila tidak menikah. Bila kita melihat bagian yang lain pada I Kor 7 ini (ay 32-35), orang yang tidak menikah memiliki tiga alasan, yaitu memusatkan diri pada Tuhan, untuk fokus pada Tuhan, dan untuk melayani tanpa gangguan. Jadi berbeda dengan orang yang tidak kawin dengan alasan yang lain. Bukan berarti ada larangan kawin pada bagian ini, karena kawin bukanlah dosa da bukan pula lebih ‘rendah’ posisinya dibandingkan dengan mereka yang tidak kawin.

Pada ayat yang kedua dijelaskan tentang bahaya percabulan. Jika karena tidak kawin pria/wanita jatuh dalam percabulan, lebih baiklah mereka kawin. (bd I Kor 6, tentang nasihat akan percabulan.)

Pada ayat 3-4 kita melihat ada konsep tentang pernikahan. Pada bagian ini kita dapat melihat bahwa ada pemenuhan secara rohani dan jasmani antara suami isteri. Kata ‘memenuhi’ disini memiliki arti yang mirip dengan bayar hutang (bhs Yunani). Jadi ada konsep yang harus kita pegang sehingga keduanya bisa saling melengkapi. Ingat, hutang harus dibayar dan merupakan kewajiban.

Ayat 5-6 adalah semacam peringatan yang mengatakan agar suami isteri tidak saling menjauhi. Jangan bertarak jika sudah menikah. Jangan ada penolakan di mana yang satu tidak ingin memenuhi, tetapi yang satu lagi ingin dipenuhi. Tetapi ada satu kelonggaran untuk bertarak-walaupun tidak harus demikian-di dalam hubungan ini. Tetapi kelonggaran ini harus memenuhi tiga syarat, yaitu harus disetujui bersama, bersifat sementara, dan memiliki tujuan rohani dan benar supaya mendapat kesempatan untuk berdoa. (bd Pengkhotbah 3:5, dan Yoel 2:15-16). Ada waktu-waktu yang baik untuk berpisah dengan pasangan untuk mendekatkan diri pada Tuhan

Dalam ayat ketujuh kita melihat bagaimana pernyataan Paulus yang menga- takan alangkah baiknya bila semua orang seperti dirinya (melajang). Tapi dalam hal ini, saya mengajak kita untuk berpikir jangan melajang sekedar melajang, akan tetapi kita harus memiliki alasan yang tepat. Mari kita lihat dalam Mat 19:11-12. Pada bagian ini kita dapat melihat alasan kenapa kita melajang dan bagaimana kita mengisi masa lajang kita. Kita dapat melihat, betul, bahwa kita melihat karunia Tuhan di sana. Tetapi yang sesungguhnya adalah, pertama, ada orang yang tidak kawin karena kelainan tertentu. Kedua, karena orang lain, mis trauma, sakit hati dll. Ketiga, karena kemauannya sendiri oleh karena kerajaan Surga. Jadi, pada bagian yang ketiga ini kita melihat ada orang, yang tentu saja dalam karunia Tuhan, dia memilih untuk taat. Demi ketaatan itu, dia menyerahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain ada ketaatan yang melahirkan penyerahan diri demi kerajaan Allah.
Bagian dari ayat 8-9 ini mirip dengan ayat 1-2. Hanya saja pada bagian ini ada dijelaskan tentang ‘kawin’ dan ‘kawin lagi’. Jadi jelaslah ada yang single karena melajang, dan ada yang single karena sudah menjadi janda/duda. Bagi Paulus, orang-orang seperti ini lebih baik tidak kawin. Tetapi diingatkan lagi agar hal ini tidak dipaksakan, karena tidak ada nilainya dan yang muncul hanya kehangusan. Bila kebutuhan seseorang tidak terpenuhi secara emosional, hidupnya akan menjadi kacau. Jika demikian halnya, lebih baiklah mereka kawin. Kenapa Paulus menganjurkan agar mereka tidak kawin? Mari kita bandingkan dengan ayat I Kor 7: 26, 32-35 di mana dalam bagian ini menjelaskan bahwa banyak tugas yang harus diselesaikan dan tugas ini mendesak, yaitu pelayanan demi Kerajaan Allah yang harus segera dituntaskan.
Ayat 10-15 berbicara tentang perceraian. Mari kita lihat dahulu Mark 12:25 “Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” . Dari ayat ini kita dapat melihat bahwa bila orang bangkit dari kematian, lembaga kematian akan dihapus atau terhapus dengan sendirinya karena lembaga ini bersifat sementara. Walaupun demi kian, perkawinan harus dijaga dengan penuh hormat. Jangan karena per- kawinan hanya ada di dunia, kita boleh semba- rangan. Ini tidak benar dan tidak Alkitabiah. Justru Alkitab mengajarkan bah- wa pernikahan itu harus dijaga dan dihormati (Ibrani 13:4). Dalam kondisi inilah, ketika pasangan saling menghormati dan menjaga, bukan saling menjatuhkan atau menyakiti, pernikahan memiliki martabat yang tinggi.
Ada fakta berdasarkan survei pada tahun 80-an.

• Di Inggris, 1 dari 3 perkawinan cerai.
• Di AS >1 dari 2 perkawinan cerai, berarti yang satu lagi hampir cerai.

Oleh sebab inilah kita sering melihat profil single parent di dalam film-film. Hal ini merupakan tindak lanjut dari konsep pernikahan yang salah dan dangkal. Di Indonesia juga, fenomena ini sudah mulai terjadi.

Bukan seperti ini rancangan Allah di dalam pernikahan . Markus 10:1-12 adalah lara- ngan Yesus akan perceraian. Jika ada yang bercerai, itu terjadi karena pilihannya sendiri bukan sebuah pemenuhan perintah Tuhan. Dalam Mark 10:1-12 dinyatakan bahwa orang yang hidup dalam perceraian berarti hidup dalam perjinahan. Oleh karena itu hati-hatilah jika kita melangkah dalam pernikahan. Melangkah ke dalam pernikahan adalah langkah yang mulia sekaligus penuh tanggung jawab.

Mari kita lihat persoalan dan cobaan seorang lajang (dalam masa penantian)

1. Menolak diri sendiri.
Ada perasaan dimana kita ditolak karena penampilan kita yang kurang menarik dimana akhirnya kita menolak diri kita.

2. Merasa bersalah
Bisa terjadi kalau dulu kita memiliki standart yang terlalu tinggi dalam mencari pasangan hidup.

3. Hidup dalam kerapuhan

4. Mementingkan diri sendiri

Merasa begitu menderita sehingga harus diistimewakan.
5. Kesepian

6. Dorongan-dorongan seksual

7. Kekuatiran akan hari depan.

8. Gelisah bila menghadapi pria atau wanita

Bagaimana mengisi masa penantian dengan bahagia dan penuh makna?

1. Berdoa. Dalam Mat 7:7-11, …apalagi Bapamu yang di surga,…
Dalam Roma 8:32 dapat kita lihat kasih dan kuasa Tuhan. Allah mengasihi kita dan berkuasa untuk mewujudkannya.

2. Tujuan seorang Kristen adalah menjadi serupa dengan Kristus (untuk tercapainya itu, Tuhan mengijinkan seseorang untuk mengalami kesukaan dan kedukaan melajang atau menikah)

3. Matangkan pemahaman tentang pernikahan Kristen yang sesuai dengan rancangan Tuhan.

4. Menjalin friendship, mengenal keunikan, dan bergaul dengan pria/wanita secar positif. Mungkin dari hal ini kita kana melihat tipe yang cocok sebagai pasangan hidup kita. Ingat, cinta tanpa seks adalah persahabatan.

5. Terus belajar untuk peka akan kehendak Allah (FT, Doa, yakini, relasi, nyatakan:pria/wanita, doa sama, jawaban: ya/tidak)

6. Bertumbuh dan melayani ‘tanpa gangguan’.

7. Atasi dorongan-dorongan seksual dengan datang padaNya karena dorongan seksual tidak bisa diatasi dengan hanya segera menikah. Kita harus bersyukur bila kita memiliki dorongan seksual karena berarti kita normal. Mari berdoa agar kita bisa melaluinya tetap dalam kesucian.

8. Hadapi tuntutan/keberatan keluarga de- ngan menunjukkan teladan. Ajarkan dan bagikan.

9. Jadilah wanita/pria sejati, bukan patung dingin. Jadilah anugerah, bukan musibah karena
masa lajang adalah masa menjadi anugerah bagi pasangan kita. jadi, bila sampai sekarang kita belum ketemu pangeran/putri itu, berarti kita belum siap menjadi putri/pangeran. Masa sekarang adalah masa bersiap-siap dan membenahi diri. Belajarlah juga untuk mendemostrasikan keibuan/kebapaan kepada anak-anak sehingga bisa lebih siap lagi

10. Trust and obey,…percaya dan lakukan bagian kita, karena Allah sudah-sedang-dan akan terus melakukan bagianNya.

SAH : Still Alone Happy.

Soli Deo Gloria!

No comments: