Thursday, October 13, 2011

Knowing God 2011: Allah Sebagai Hakim


Tiopan Manihuruk, M. Th

Kita mungkin sudah mengenal bahwa Allah adalah kasih. Tetapi sering sekali pengenalan kita akan Allah yang adalah kasih tidak disertai dengan pemahaman bahwa Allah juga adalah adil. Artinya, orang lebih suka mendengar bahwa Allah itu baik, penuh kasih karunia tetapi jarang menyetarakan bahwa Allah yang kasih itu adalah Allah yang menghakimi dan adil. Keadilan dan kasih Allah tidak bisa dipisahkan. Dalam Ul 32:4 dikatakan, “Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia.” Jadi tidak ada sebuah paradoks di dalam diri Allah. Jadi berbicara soal Allah ada kesejajaran bahwa Allah yang kasih itu juga adalah Allah yang menghakimi.

Kasih dan keadilan Allah berjalan bersama dan harus dipahami secara berimbang. Jika kita hanya memahami kasih yang dominan dibandingkan dengan keadilan Allah, biasanya hidup kita kurang tertib dan kurang disiplin, tidak didorong untuk taat dan setia karena rasa takut dan hormat kepada Allah berkurang. Tetapi jika dominan terhadap penghakiman Allah akan membuat kita menjadi takut (dalam artian yang negatif), di mana Allah itu adalah Allah yang akan membinasakan. Oleh sebab itu kedua karakter ini perlu dipahami dengan seimbang. Ketimpangan pemahaman kedua hal ini akan mewarnai cara seseorang dalam menjalani kehidupan.

Allah adalah Hakim sebagai penyataan karakter-Nya dan penanaman pentingnya nilai moral dalam kehidupan manusia. Ketika kita berbicara bahwa Allah adalah kasih, itu adalah sebuah pernyataan karakter Allah. Jika kita katakan Allah sebagai hakim, itu pun juga menyatakan karakter Allah. Tetapi di dalam pemahaman ini juga sekaligus ada penanaman pentingnya nilai moral agar manusia sebagai orang yang sudah diselamatkan memiliki hidup yang tidak sembarangan, tertib, dan tidak seenaknya di dunia. Allah bukan hanya hakim di akhir zaman, melainkan Dia adalah juga Hakim pada setiap masa (presentis dan eskatologis). Sering sekali kita berpikir bahwa penghakiman akan kita terima ketika kita menghadap tahta pengadilan yang terakhir (penghakiman eskatologis). Tetapi penghakiman Allah memiliki dua sifat , presentis dan eskatologis. Selama kita hidup di dunia ini pun (bahkan sejak kejatuhan Adam dalam dosa) penghakiman Allah telah terjadi sampai nanti Yesus datang kedua kali. Dan ketika Yesus datang kedua kali, di situlah terjadi penghakiman yang Eskatologis. Oleh sebab itulah di dalam 2 Tim 4:1 Paulus berkata, “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya:”. Melihat kedua karakter ini secara berimbang akan membantu kita tidak hanya berpikir bahwa ketika kita selamat maka kita akan masuk Surga dan tidak perlu melakukan apa-apa lagi, tetapi bagaimana kita mempertanggungjawabkan seluruh aspek hidup kita dimasa kini, karena penghakiman Allah berlaku untuk masa kini dan eskatologis.

Banyak catatan di dalam Alkitab yang secara jelas menunjukkan bahwa Allah adalah Hakim. Dalam Maz 75:8 dikatakan, “tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain.” Dalam Kej 18:25 kita bisa menemukan bahwa Allah adalah Hakim segenap bumi. Yesus juga adalah agen Bapa dalam penghakiman (Mat 7:13-27; 10:26-33; 12:36; Luk 13:23-30; 16:19-31; Yoh.5:22-30. band. Mt.25:31; Dan.7:13-14). Allah yang adalah hakim itu adalah Allah sang Pencipta. Karena itu mari menyadari bahwa Allah bukan hanya menciptakan dan membiarkan kita apa adanya dan hidup semaunya. Tetapi Allah adalah pemilik hidup kita. Ada sebuah paham yang berkembang di Eropa yang disebut dengan Deisme. Dalam deisme dipahami bahwa ketika Allah telah menciptakan langit dan bumu dan segala isinya, maka Allah menyerahkan bumi ini kepada hukum Allah dan Allah tidak terlibat lagi. Ini adalah paham yang mengatakan bahwa Allah itu pasif setelah penciptaan. Tetapi ini bukan pemahaman yang benar. Kita adalah ciptaan Allah dan sekaligus Allah adalah pemilik kita. Jika kita memiliki sesuatu maka kita berkuasa menentukan mau kemana sesuatu itu. Berarti selain berkuasa mengarahkan dan menggunakan sesuatu itu, kita juga berkuasa untuk melakukan apapun terhadap sesuatu itu. Allah bukan hanya pemilik tetapi berkuasa atas seluruh ciptaanNya. Karena itu Dia berhak membuat hukum bagi manusia ciptaanNya. Ini adalah dasar dari Allah sebagai hakim.
Dengan hukum, Allah memberi pahala bagi yang menaati dan hukuman bagi yang melanggar. Allah Pemberi hukum sekaligus juga hakim untuk pelaksanaan hukum (bandingkan dalam peradilan dunia dimana hakim dan eksekutor adalah dua pihak yang berbeda). Allah adalah Hakim yang adil dan membenci hal yang serong. Allah adalah hakim yang mahatahu dan penuh hikmat penyelidiki hati manusia, sehingga tidak seorangpun dapat membohongi Allah.
Allah adalah Hakim yang sempurna moralNya, sempurna kebenaran dan keadilanNya, hikmatNya, kemahatahuan dan kemahakuasaanNya. Jadi, sangat masuk akan jika tindakan penghakimanNya adalah sesuatu yang pasti adil dan tidak akan pernah salah. Semua keputusan Allah itu tidak ada yang salah dan oleh sebab itulah tidak alasan orang menolak penghakiman Allah. Semua keputusan Allah pasti benar dan jauh dari ketidakadilan. Sebagai Hakim yang adil maka Allah menuntut pembalasan. Setiap orang menerima apa yang pantas mereka terima, yaitu membalas yang baik dengan yang baik dan yang jahat dengan yang jahat dan tidak ada alasan orang untuk membela diri (Rom 2:6-11; 2 Kor 5:10-11).

Bagaimana dengan jeritan dalam Mzm.73 :2-14 di mana sepertinya ‘Allah tidak adil’? Dalam Maz ini kita menemukan bagaimana orang fasik makin sejahtera sedangkan orang yang takut kepada Tuhan semakin menderita. Seolah-olah menyesal menjadi pengikut Tuhan. Kita juga mungkin dalam situasi yang sama, di mana kita adalah pelayan Tuhan tetapi didalam keluarga kita belum dikaruniakan anak, sedangkan mereka yang tidak mengenal Tuhan memiliki banyak anak. Inilah seruan Asaf dalam Maz 73 ini. Apakah Asaf sedang mempertanyakan keadilan Tuhan? Tidak! Asaf bukan sedang mempertanyakan keadilan Tuhan. Dia sedang melakukan self-talk. Pada dasarnya dia mengakui kebaikan dan kedaulatan Tuhan (Maz 73:1, 15-28, 25-26; band. Rom 2:4-11).

Ada banyak jenis penghakiman yang telah Allah nyatakan bagi dunia ini (presentis). Pertama, sewaktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa (Kej 3:17-19), maka Allah mengusir mereka dari Taman Eden. Bukan hanya ini hukuman Allah, tetapi bagi Adam akan berpeluh dalam mencari nafkah, dan bagi Hawa berjuang dalam mengandung dan melahirkan. Kedua, penghukuman pada masa Nuh (Kej 6-8), di mana pada masa ini yang selamat hanya satu keluarga, yaitu Nuh, isterinya, ketiga anaknya dan menantunya. Manusia yang lain dilenyapkan. Ketiga, masa Sodom dan Gomora (Kej 18-19). Dosa sodomi membuat Allah menghukum mereka dengan meluluhlantakkan kota Sodom dan Gomora (band Rom 1). Keempat, 10 tulah bagi orang Mesir karena tidak mengijinkan bangsa Israel keluar dari Mesir (Kel 7-12). Kelima, penghukuman karena Anak Lembu emas (Kel 32:26-35). Perjanjian Lama penuh dengan catatan kasih dan penghakiman Allah. Oleh sebab itu jangan kita berpikir bahwa Alah akan menghakimi setelah kita mati. Sekarangpun ada penghakiman dan sering sekali kita tidak peka.
Dalam Perjanjian Baru juga ada penghukuman. Pertama Ananias dan Safira (Kis 5:1-11). Mereka dihukum karena ketidakjujuran dihadapan Roh Kudus dan ingin dianggap murah hati. Jika begini cara penghakiman Allah pada kita sekarang, maka sudah banyak orang yang mati. Kedua, Herodes yang sombong yang mati seketika (Kis 12:21-23). Ketiga, Elimas, tukang sihir yang menentang Injil (Kis 13:8-12) yang juga mati seketika. Keempat, orang Korintus yang tidak menghormati Perjamuan Tuhan (1 Kor 11:27-32). Oleh sebab itu mari menghargai kemurahan Allah. Terkadang kita bisa lupa bahwa Allah sedang menghukum kita karena kita tidak sensitive.

Bagaimana dengan penghakiman yang terakhir? Penghakiman ini dihubungkan dengan kedatangan Kristus kedua kalinya (Mark 8:38; 1 Kor 4:5; band 2 Tes 1:5-10). Ketika Yesus datang keduakali, Ia akan menghakimi semua orang. Hakim itu adalah Allah sendiri (Kej 15:25; Yak 4:12; Why 20:11) dan direpresentasikan melalui Kristus (Mt.16:27; Yoh.5:22-27). Semua orang akan dihakimi (yang hidup dan yang mati) Kis 10:42; percaya atau bukan (Rom.14:10-12). Tetapi orang beriman bangkit untuk mendapatkan kehidupan ekkal dan yang tidak beriman dibangkitkan untuk mendapatkan penghukuman yang kekal dari Allah.
Standar penghakiman adalah kebenaran Allah yang diperhadapkan kepada perbuatan manusia (Mt.16:17; 2 Tim.4:14; 1 Ptr.1:17). Ini berarti hukuman atau kebinasaan bagi yang tidak percaya dan keselamatan (pahala) bagi yang ada dalam Kristus (Mt.10:32-33 band. 2 Tim. 4:7-8). Penghakiman disediakan juga bagi para malaikat (2 Ptr.2:4; Yudas 6). Penghakiman dilaksanakan bagi orang yang tidak pernah mendengar Injil atau tidak mengenal Allah (Kis.14:17; Rom.1:19-23; 2:14-16 band. Pkh.11:9; 12:14; Rom.2:16). Jadi bagi orang yang tidak mendengarkan Injilpun tidak ada alasan bahwa mereka tidak pernah mendengarkan kebenaran karena Allah berbicara melalui alam ciptaan dan hati nurani. Penghakiman akan diperhadapkan kepada semua orang apapun agamanya, imannya, pernah atau tidak mendengar injil. Hakim berdiri di depan pintu (Yak 5:9) siap untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati (1 Ptr.4:5), orang yang percaya atau tidak. Apapun agama manusia hakimnya tetap Yesus Kristus. Dia adalah Hakim yang adil.

Dasar penghakiman Allah itu sangat jelas. Dalam 2 Kor 5:10-11 dikatakan, “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat. Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang. Bagi Allah hati kami nyata dengan terang dan aku harap hati kami nyata juga demikian bagi pertimbangan kamu” dan Yoh 5:24, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup.” Bagaimana pengampunan secara cuma-cuma dan pembenaran melalui Kristus oleh iman diselaraskan dengan penghakiman berdasarkan perbuatan? Dalam Yoh 5:24 kita tidak akan dihukum lagi dalam arti tidak akan masuk ke dalam kematian yang kekal. Tetapi 2 Kor 5 berbicara kepada orang yang percaya dari segi cara dia menjalani kehidupan (lih. Wahyu.20:11-15; 1 Kor.3:10-15). Bagi orang yang tidak beriman, penghakiman berarti penghukuman (kematian kekal. Dan bagi orang yang beriman, penghakiman berelasi dengan pahala (mahkota). Jika kita semua beriman kepada Kristus maka kita semua sudah selamat. Tetapi ada pertanggungjawaban hidup kita kepada Allah dan hal ini berbicara soal upah ketika kita menghadap tahta pengadilan Allah (band 2 Pet 1:11 – and you will receive a rich welcome in to the eternal Kingdom - NIV).

Penghakiman itu juga didasarkan kepada pengetahuan. Rom 2:12 berkata, “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.”, dan Luk 12:47-48 berkata, “Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Jika Tuhan percayakan banyak maka Tuhan menuntut banyak.

Jadi, apa yang harus kita lakukan? Mari menjadikan sang Hakim tersebut menjadi Juruselamat. Yesuslah Hakim sekaligus juga Pembela bagi orang percaya. Masa kini Yesus adalah Juruselamat yang penuh anugerah tetapi pada kedatangan yang kedua, Dia adalah Hakim yang adil. Inilah sebabnya mendorong kita memberitakan Injil agar bagi mereka Yesus bukan hanya hakim yang adil tetapi juga juruselamat. Tuntutan hidup suci dan penuh kebaikan supaya tidak kedapatan bercela (bd. Flp.2:12-13; Ef.1:4,11). Ada banyak hal di mana kita tidak bisa menandingi orang lain. Tetapi ada satu pertandingan yang alkitabiah dimana kita bisa mengejar orang lain yaitu dalam hal kebaikan dan kesucian hidup. Inilah ambisi yang tidak pernah salah sampai kapanpun. Masuk Surga bukan tujuan pertobatan. Allah memanggil kita bukan untuk masuk Sorga. Masuk Sorga itu adalah akibat. Tetapi panggilan Allah adalah bertujuan agar kita hidup suci. Agar kita tidak main-main di dalam hidup ini. Mari berkarya nyata bagi Dia (Mt.25:31-46). Mari belajar bahwa hal yang kecil pun dihargai Tuhan, tetapi jika ada hal yang benar kenapa kita tidak memberikannya? Mari memberikan yang terbaik karena Allah juga telah memberikan yang terbaik melalui diri Kristus.

SoliDeo Gloria!










”Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;
itulah yang akan menyembuhkan tubuhmu dan menyegarkan tulang-tulangmu”
[Amsal 3:7-8]

No comments: