Esni Naibaho, M. Div
Minggu lalu kita telah belajar mengenai misi integral. Ada dua hal yang perlu digaris bawahi ketika kita berbicara mengenai misi integral. Pertama adalah bahwa misi integral adalah misi Allah untuk kita kerjakan adalah memproklamasikan sekaligus mendemonstrasikan kerajaan Allah ke tengah dunia. Dan kedua, penginjilan dan aksi sosial memang berbeda tetapi keduanya merupakan tugas dan tanggung jawab misi orang Kristen dan dikerjakan secara terintegrasi. Kedua hal ini harus kita pahami agar kita tidak terjebak kepada penyimpangan/kesalahpahaman yang sering terjadi. Ada kelompok yang menekankan keterppisahan akan kedua hal ini. Ada kelompok yang menekankan bahwa penginjilan adalah aksi sosial. Kelompok ini menganggap bahwa jalan yang sesungguhnya untuk merubah sosial adalah dengan merubah manusia yang ada di dalamnya melalui kuasa transfromasi Injil. Kelompok yang lain menekankan bahwa aksi sosial adalah penginjilan. Kelompok ini menganggap bahwa perjuangan tentang ketidakadilan dan martabat manusia adalah penginjilan itu sendiri. Kelompok ini menganggap perjuangan terhadap ketidak adilan adalah penginjilan itu sendiri. Tetapi sebenarnya kelompok ini menghapuskan aspek proklamasi dan pentingnya penginjilan pribadi. Maka kedua-duanya harus kita lihat secara keseluruhan.
Kesalahan berikutnya adalah adanya dikotomi, yaitu perbedaan yang sekuler dan yang kudus. Aksi sosial dianggap sebagai bagian bersifat jasmani dan temporer sedangkan penginjilan adalah bersifat rohani dan kekal. Hal ini mengakibatkan anggapan bahwa penginjilan lebih prioritas atas aksi sosial. Kemudian ada pemenuhan kebutuhan fisik dapat dilakukan oleh semua orang sedangkan penginjilan hanya dilakukan oleh Kristen saja. Aksi sosial itu baik hanya untuk dunia sekarang sedangkan penginjilan berdampak significant terhadap dunia yang akan datang. Ini terjadi karena kurang memahami akan misi integral.
Transformasi
Transformasi berasal dari bahasa Yunani “metamorphoo”. Metamorfosis (perubahan tingkatan atau fase bentuk, sifat, fungsi) yang dipahami sebagai proses ulat masuk kedalam gelapnya kepompong untuk kemudian muncul kelak dengan perubahan yang baru dengan bentuk yang berbeda total dari yang sebelumnya. Transformasi adalah perubahan total dan biasanya kedalam bentuk atau kondisi yang lebih berguna dan baik.
Transformasi sosial diartikan sebagai perubahan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti tata nilai, pranata sosial, wawasan, cara berpikir atau kebiasaan yang telah lama terjadi di masyarakat dan sebagainya” (Dahlan, 1994,1). Perubahan tersebut ada kalanya sangat mendasar tetapi bisa juga bersifat umum; transformasi sosial juga mencakup perubahan mutu kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi masyarakat.
Dari sudut teologisnya transformasi berarti perubahan dari suatu kondisi keberadaan manusia yang bertolakbelakang dengan tujuan Allah ke arah atau menjadi manusia yang dapat menikmati kepenuhan hidup dalam hubungan yang harmonis dengan Allah.
Berbicara mengenai transformasi tidak lepas dari latar belakang persoalan bangsa kita. Transformasi yang dimaksud di sini bukan ke arah transformasi spiritual, tetapi lebih kepada bagaimana kita hadir bagi bangsa dan melakukan transformasi. Ada sepuluh krisis multidimensi yang saya rangkumkan, yaitu: Krisis multidimensi, Krisis moral atau etika, Krisis hukum dan keadilan, Krisis ekonomi, Krisis kepercayaan dan kepemimpinan, Krisis nilai budaya, Krisis social, Krisis ekologis, Kesehatan, keadilan, keamanan (terorisme), Bencana alam: ancaman gempa bumi, gunung meletus, banjir,dll, dan Krisis politik. Persoalan bangsa kita sangat rumit dan mengarahkan kita ke kondisi yang apatis terhadap bangsa ini.
Pertanyaannya adalah Masih mungkinkah terjadi transformasi di Indonesia?
Mari belajar dari kitab Yeheskiel 37:1-14.
Pada bagian ini kita melihat bagaimana Yehezkiel dibawa Allah ke tengah-tengah yang penuh dengan tulang-tulang yang kering (ay 1-2). Kemudian Allah bertanya kepada Yeheskiel: “Dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali?” (ay 3). Secara akal sehat, tulang-tulang kering ini tidak memiliki kehidupan lagi dan tidak mungkin hidup lagi. Apa yang Allah tanyakan adalah sesuatu yang mustahil. Tetapi jawaban Yehezkiel sangat menarik. Ia menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, Engkaulah yang mengetahui!" Ini adalah jawaban yang sangat menarik. Jika kita bandingkan dengan kondisi bangsa kita, ditengah-tengah krisis multidimensial yang terjadi, masih mungkinkah ‘tulang-tulang’ yang menjadi masalah diubahkan menjadi ‘tulang-tulang’yang hidup? Apa yang menjadi jawaban kita? Waktu Yehezkiel ditanya, dan sekalipun Yeheskiel memercayai bahwa tulang-tulang tersebut bisa dihidupkan dalam kuasa Tuhan, namun pemandangan itu tentu membuatnya kewalahan dan tak percaya. Kita tahu bangsa ini bisa berubah. Tapi sampai sekarang kita belum menemukan bagaimana cara Tuhan mengubah bangsa ini. Kita mungkin berpikir bahwa Allah akan menempatkan orang-orang benar dalam posisi yang bagus. Tetapi apa yang kita dengar adalah orang tersebut ikut arus. Kita percaya Allah bisa mengubah bangsa ini, tetapi kita bertanya-tanya bagaimana Allah memulihkan bangsa ini.
Tetapi kita akan melihat bagaimana Allah menolong Yehezkiel untuk menemukan jawaban bahwa Allah mampu menghidupkan tulang-tulang itu. Ada dua perintah yang diberikan Allah kepada Yehezkiel yaitu bernubuat kepada tulang-tulang yang berserakan tersebut dan bernubuat kepada angin. Sesuatu hal yang mustahil dan aneh dilakukan namun demikianlah Yeheskiel diperintahkan dan dia pun bernubuat dihadapan serakan tulang-tulang tersebut.
Kemudian Allah berfirman kepada Yeheskiel: "Bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepadanya: Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN! Beginilah firman Tuhan ALLAH kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali. Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu, Aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberikan kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN." Sesuatu yang tidak masuk akal. Allah menyuruh Yeheskiel berkata-kata kepada tulang-tulang. Tetapi Yeheskiel melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan (ay 7-9).
Yehezkiel hanya berkata-kata tetapi yang mengerjakan semuanya adalah Allah. Dalam ay 14b dikatakan, “Dan kamu akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan membuatnya, demikianlah firman TUHAN." (band 5b, 13, 16). Pekerjaan yang tidak mendatangkan harapan, sesuatu yang tidak mungkin menjadi sesuatu yang mengkin karena Allahlah yang berkerja. Yeheskiel dituntun untuk memahami dan melihat sendiri bagaimana Allah berkerja. Allah menuntun Yeheskiel untuk melihat bagaimana tulang itu dipulihkan satu persatu, bagaimana Allah melakukan sesuatu yang tidak mungkin dan menjadi mungkin dan melihat cara-cara tuhan bekerja.
Allah kemudian berkata bahwa tulang-tulang tersebut adalah keseluruhan kaum Israel (ay 11). Kitab Yeheskiel dilatarbelakangi pembuangan bangsa Israel. Bangsa tersebut sedang putus asa dan kehilangan pengharapan membangun kembali tanah kebanggaan mereka pasca pembuangan. Keputusasaan Israel ini mirip dengan kepustusasaan kita sekarang ini menghadapi persoalan bangsa kita. Orang miskin di negara kita tidak lagi percaya bahwa di hari esok sesuatu akan bisa lebih baik. Jika kitaketemu dengan orang miskin mereka menganggap itu adalah nasib dan takdir mereka. Sama seperti para buangan itu berkata “our bones is dried up, and our hope is lost”.
Negara kita sedang frustrasi dengan segala persoalan yang melilitnya. Kita mungkin hanya akan berkata mungkinkah tulang-tulang ini hidup kembali? Maka sebagai anak bangsa dan anak Allah kita harus memiliki keyakinan yang teguh bahwa perubahan/ transformasi mungkin terjadi. Ketika proses transformasi terjadi, sebagaimana Yeheskiel dituntun melihat bagaimana tulang-tulang itu dihidupkan, kita juga akan dituntun untuk melihat proses tranformasi terjadi. Kisah Yeheskiel seharusnya meneguhkan dan menguatkan kita untuk melakukan dengan tanpa mundur. Proses metamorphosis ke arah Indonesia baru sesuai dengan yang Tuhan inginkan sesungguhnya dalam kendali dan penyertaan Tuhan. Inilah yang seharusnya menjadi doa dan keyakinan kita. ada satu harapan bahwa ditengah-tengah kemungkinan, Allah bisa berkarya menjadikan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Mari mencoba berandai-andai sebentar. Bagaimana kira-kira respon dan tindakan Yesus di tengah kondisi bangsa dan kota kita yang demikian? Pastilah bahwa apa yang Yesus lakukan akan sama dengan apa yang telah pernah Yesus lakukan di tengah-tengah orang Yahudi yang juga sedang terpuruk (sedang dijajah bangsa Romawi). Kitab Injil menyingkapkan tindakan dan respon Yesus ketika Dia berada ditengah kondisi bangsa yang sedang menderita karena penindasan Bangsa Romawi dan sedang chaos baik pemerintahannya maupun kerohaniannya. Dalam Luk 4:16-21 kita melihat bagaimana Yesus membaca kitab nabi di Sinagoge. Di tengah-tengah kondisi yang terpuruk, Yesus mengabarkan kabar baik kepada orang miskin (bukan semata-mata mati masuk Surga), tetapi bagaimana Yesus meladeni mereka dan mengembalikan secara social hidup mereka. Kabar baik bukan hanya berita verbal tetapi memenuhi apa yang menjadi kebutuhan mereka. Yesus juga membebaskan orang-orang tahanan, penglihatan bagi orang-orang buta. Dalam Mat 10:7-8 dikatakan, “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma”.
Apa yang seharusnya menjadi respon transformatif orang Kristen. Yang selama ini terjadi adalah Gereja tertentu membentuk dan menciptakan komunitas yang membiara dan mencoba untuk tampil beda dengan lingkungan sekitar. Gereja di negara maju menekankan hidup sederhana sebagai respon terhadap kelaparan di dunia. Gereja di dunia ketiga menekankan pada suara kenabian kepada para pemegang kekuasaan dan otoritas.
Bagaimana seharusnya gereja dan orang percaya meresponi kondisi bangsa kita dalam melakukan transformasi? Pertama, orang Kristen harus menunjukkan dan mewujudkan identitasnya kepada dunia (Yer 29:7, Mat 5:13-16). Jadi jangan terlalu perduli dengan diri sendiri. Sudah waktunya untuk memberikan dampak dan melakukan transformasi dalam lingkungan di mana kita berada. Kedua orang Kristen harus terlibat secara langsung dan melakukan tindakan yang transformatif. Dengan cara Membawa Firman Allah kedalam dunia (peran nabi), Membawa pergumulan dan kebutuhan dunia kepada Allah dan kuasa Allah ke dalam dunia (peran imam), dan Mengelola dunia dalam pimpinan Allah (peran raja). Apa yang dimaksud dengan peran sebagai nabi adalah bagaimana kita bisa menyuarakan suara kenabian di tengah-tengah bangsa ini. Hal ini bisa kita lakukan dengan membuat tulisan-tulisan dalam media yang akan dibaca banyak orang. Suara kenabian ini akan menajdi kumulatif jika kita bergabung dalam kelompok yang secara rutin berdiskusi dan mengeluarkan ide-ide yang membangun. Peran iman bisa kita lakukan dengan membawa kondisi bangsa ini di dalam doa kita. berdoa syafaat bangsa ini. Peran raja adalah mengelola dunia dengan kapasitas yang kita miliki. Apa yang dipercayakan kepada kita, kita kelola dengan pemikiran bagaimana apa yang kita kerjaakan mensejahterakan orang banyak.
Transformasi memiliki harga. Kita dipanggil untuk mengerjakan pekerjaan transformasi yang Allah sedang kerjakan. Melakukan transformasi bukanlah pekerjaan yang singkat dan gampang melainkan menuntut kerja keras sepanjang hidup serta membutuhkan kesabaran serta ketekunan bahkan kesediaan untuk berkorban dan kehilangan apa yang patut bagi kita. Pekerjaan yang kita lakukan ini tidak akan sia-sia karena Allah terlibat dan menghendaki kita mengerjakannya. Oleh karena itu mari merenungkan dengan baik bahwa dalam melakukan transformasi kita harus menghayati bahwa kita harus melakukan transformasi dengan berinkarnasi. Kita juga harus berjuang untuk taat walaupun dibayang-bayangi kematian. Ketaatan sampai mati merupakan jalan yang menghasilkan buah. Aksi sosial merupakan perlawanan terhadap kekuasaan yang sedang merantai dunia dan dimensi social. Kita berada dalm peprangan, tetapi kita akan menang karena Allah dipihak kita.
Transformasi adalah kehendak dan bisnis Allah dan kita sebagai umat tebusannya tidak seharusnya mengabaikannya. Allah secara aktif memanggil kita untuk terlibat dan berkolaborasi dengan Dia untuk mentransformasi dunia dan manusia bagi Dia. Sebagai alumni Kristen dan kaum intelektual bangsa, kita dipanggil untuk masuk dan turut serta dalam barisan yaitu untuk mentransformasi bangsa dan kota bagi Tuhan. Sudah terlibatkah saudara?
No comments:
Post a Comment