Ada dua sifat dalam atribut Allah. Pertama, Incommunicable, yaitu sifat yang hanya ada pada Allah. Menempatkan kualitas yang menonjolkan sifat transendensi Allah dan menunjukkan betapa berbedanya Allah dari ciptaanNya. Yang tercakup dalam hal ini adalah independensi, ketidakberubahan, ketidakterbatasan dan kesederhanaan Allah (tidak ada unsur di dalam dirinya yang bertentangan). Kedua, Communicable, yaitu atribut Allah yang dapat dikomunikasikan kepada manusia seperti kerohanian dan masalah spiritual. Kemudian atribut moral seperti kekudusan dan kesalehan dan juga hikmat Allah yang bisa dikomunikasikan kepada manusia.
Allah mengkomunikasikan semua atribut tersebut kepada manusia dan itulah yang disebut dengan manusia diciptakan sebagai peta dan teladan Allah (imago deo). Dalam kisah penciptaan (Kej1:26-27), Allah menciptakan manusia sebagai mahluk rohani yang bebas, sebagai agen moral yang bertanggung jawab dengan kuasa memilih dan bertindak, mampu bersekutu dengan Allah, mampu untuk menolak Dia, mampu untuk percaya kepadaNya. Tetapi imago deo adalah sempurna sebelum Adam jatuh ke dalam dosa. Peta dan teladan itu menjadi rusak ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Menurut calvinisme, semua manusia sudah rusak secara total, maka manusia itu tidak memiliki hal baik di dalam dirinya, berbeda dengan Calvin, Lutheran menyatakan tidak semua bagian dalam diri manusia itu yang rusak, ia masih punya potensi untuk baik, bermoral, tetapi tidak punya kemampuan untuk baik dan bermoral. Di dalam Kristus, apakah kehancuran total atau masih memiliki kebaikan, mengalami pemulihan dan pembenaran (Kol 3:10; 2 Kor 3:18). Salah satu dari atribut Allah yang bisa dikomunikasikan adalah soal hikmat.
Allah penuh hikmat dalam segala yang Ia ciptakan dan rencanakan lakukan ucapkan dan harapkan. Jika pemahaman ini ada bagi kita, maka kita tidap perlu mengeluh atau menggerutu. Ketika Allah menjadikan sesuatu di dalam hikmatNya, maka Allah tidak pernah salah. Jangan berkata mengapa diciptakan pohon terlarang? Mengapa manusia jatuh ke dalam dosa? Allah menciptakan segala sesuatu di dalam hikmatNya dan hikmat Allah tidak bisa diselami oleh manusia. Karena hikmatNya sempurna, Allah tidak pernah salah dalam hal apapun juga. Apakah Allah gagal menciptakan adam dan hawa dan dalam rencanaNya ketika Abraham mengambil Hagar menjadi isterinya? Apakah Allah dalma hal ini tidak sempurna? Jika kita perhatikan dengan baik, letak kesalahannya bukan pada Allah tetapi di dalam diri manusianya (Abraham). Rancangan Allah tidak bisa dikerjakan Abraham dengan maksimal.
Allah, dalam hikmatNya tidak pernah salah memperlakukan setiap orang baik dalam menyelamatkan atau untuk menghukum orang tertentu. Di dalam konsep pemilihan dan penetapan Allah, di dalam Rom psl 8-11, secara khusus dalam ayat 11:34 dikatakan, “Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” Allah tidak pernah butuh penasihat dan Allah tidak pernah kekurangan hikmat. Inilah yang memunculkan ayat 36, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”
Hikmat Allah yang sempurna menjadikan Allah menjadi bijaksana untuk bertindak membiarkan atau menolong. Apakah Allah bijaksana ketika membiarkan tsunami terjadi di Aceh atau Jepang? Atau apakah Allah bijaksana mebiarkan seseorang mati di usia muda? Dll. Eksistensi Allah tidak pernah berubah dan Ia tetap bijaksana. Allah juga tetap bijaksana dalam mengabulkan atau menolak doa kita. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Allah tidak peduli, sebab sesungguhnya Allah itu peduli. Itulah cara dia memperlakukan kita supaya kita mengakui kedaulatannya.
Dan dalam setiap keputusan apapun di dunia ini, Allah itu tetap bijaksana dan tidak pernah dalam keputusanNya atau dalam hal apapun di dunia ini termasuk dalam kehidupan setiap orang. Apakah Allah dalam hikmatNya membiarkan orang lahir cacat? Apakah Allah bijaksana ketika ada orang lahir di luar pernikahan? Konsep kita harus jelas bahwa tidak seorangpun yang lahir ke dunia ini tanpa rencana dan di luar sepengetahuan Allah. Apakah dalam hal ini Allah mengijinkan? Ya, Allah dalam hikmatNya membiarkan hal ini terjadi.
Allah juga bijaksana dalam latar belakang. Mengapa kita harus lahir sebagai orang batak, bukan orang Italy atau salah satu Negara di Eropa atau Amerika? Atau mengapa kita tidak lahir dalam keluarga yang memiliki kondisi yang lebih baik dari pada apa yang kita miliki sekarang? Ingatlah, baik dalam latar belakang sosial, keluarga, atau ekonomi, Allah itu dalam hikmatNya membiarkan hal ini terjadi. Allah dalam hikmat-Nya memberlakukan kita sesuai dengan cara pandang-Nya bukan menurut apa yang kita mau.
Apakah Allah bijak sana ketika kita ingin mengambil jurusan Teknik Sipil tetapi lulus di jurusan Fisika? Atau ingin lulus di ITB, tetapi masuk ke Panca Budi? Apakah Allah bijaksana dan berhikmat untuk memberikan siapa yang menjadi pasangan kita? Allah tidak kurang bijaksana walaupun sampai saat ini kita belum menikah, atau mendapat kerja, atau mengalami sakit, atau tidak memiliki uang. satu hal yang harus kita pahami adalah bahwa Allah dalam segala hikmatNya tetap bijaksana.
Bagaimana dengan hikmat manusia? Hikmat adalah kemampuan untuk menafsirkan atau mengetahui kehendak dan rencana Allah. Dengan hikmat Allah kita dimampukan melakukan apa yang benar dalam situasi aktual kehidupan sehari-hari. Untuk hidup bijaksana harus tanpa ragu-ragu bersikap realis dan cepat mengerti dalam memandang kehidupan sebagaimana adanya. Seseorang tdk akan mendapat hikmat sebelum memandang kehidupan sebagaimana adanya. Hikmat tidak berjalan dengan ilusi/mimpi yang nyaman (kepala di langit dan kaki di bumi), perasaan yang menipu atau penggunaan kacamata berwarna. Kacamata apa yang kita gunakan sehari-hari? Dan apakah hal tersebut membuat kita semakin bijak atau berhikmat atau tidak. Sebagai orang Kristen kita diminta untuk berhikmat. Lawan hikmat adalah bebal. Secara IQ orang pintar, tetapi belum tentu orang yang berhikmat.
Hikmat berarti takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatah. Oleh sebab itu pengalaman Ayub (Ayub 28:28) menceritakan bahwa tidak akan pernah orang bisa mendapatkan hikmat ilahi jika rasa takut kepada Allah tidak ada di dalam dirinya. Jika orang hidup di dalam dosa dan kejahatan maka dia tidak akan pernah bisa mendapatkan hikmat. Allah memberikan hikmatNya kepada orang yang takut akan Dia dan yang menjauhi kejahatan. Oleh sebab itu hikmat pasti membuat kita semakin dekat dengan Allah. Sesuatu yang kita lakukan tidak membuat kita semakin takut kepada Allah itu bukan hikmat yang benar. Di dalam Yak 3:17 juga dikatakan , “Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik”. Ini adalah ciri-ciri hikmat.
Allah adalah sumber hikmat. Yak 1:5 dikatakan, “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, -- yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit --, maka hal itu akan diberikan kepadanya.” Jika kita kekurangan hikmat kita bisa memintanya kepada Allah. Dalam Ams 2:6 dikatakan bahwa Tuhan akan memberikan hikmat kepada umat-Nya. Artinya orang yang bukan di dalam Kristus tidak akan pernah memiliki hikmat yang benar. Hikmat yang sejati adalah hikmat yang berasal dari Allah. Amsal 1:7 dikatakan, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.” Inilah permulaan segala hikmat. Jika kita semakin lama semakin tidak berhikmat itu bukti bahwa kita semakin tidak takut kepada Tuhan. Jadi, tidak heran jika ada orang semakin tua justru semakin tidak bijaksana. Karena apa? Karena rasa takut kepada Allah hilang dari dirinya (band. Ams 9:10).
Hikmat tidak muncul dari mana-mana, kecuali dari kitab suci. 2 Tim 3:15 berkata, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” Sumber hikmat adalah Allah dan dinyatakan di dalam kitab suci. Jika orang bergaul karib dengan kitab suci dan firman Allah, pasti dia akan semakin bijaksana dan berhikmat (band Maz 19:8; ). Karena itu, mari bergaul karib dengan firman Allah agar sikap kita menunjukkan semakin dewasa karena kita semakin bijaksana dan berhikmat dalam segala hal. Sumber hikmat itu juga dari Allah dan akan terjadi bagi kita melalui didikan pengajaran dari disiplin. Ams 29:15 dikatakan, “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.” Jika kita tidak pernah mendapat didikan atau disiplin atau tidak pernah mendisiplinkan diri kita tidak akan menjadi orang yang berhikmat. Orang yang mau menerima didikan, ajaran, dan disiplinlah yang bisa memperoleh himat atau yang semakin berhikmat. Maukah kita ditegur orang lain? Ada banyak orang yang tidak mau ditegur lagi dan orang seperti ini tidak akan pernah semakin bijak karena menganggap dirinya tetap rohani. .
Hikmat juga berhubungan dengan kelemahlembutan (Yak 3:13). Hikmat tidak pernah muncul dari sesuatu yang bernama kekerasan tetapi kelemahlembutan, bukan hanya kalimat tetapi juga sikap hati yang lemah lembut. Hati yang lemah lembut di sini memiliki arti hati yang lemah lembut, mau diajari, mau menerima nasihat dan mau mengampuni.
Sumber hikmat juga ada bagi orang yang rendah hati (Ams 11:2). Rendah hati berarti bisa menerima apa adanya dia baik secara fisik atau siapa dia di hadapan Allah dan mensyukuri dan menggunakan apa yang ada padanya untuk Tuhan. Rendah hati juga bisa menerima orang lain apa adanya orang itu dan tidak akan rendah diri atau merendahkan orang lain apalagi membanding-bandingkan. Jika kita realis menerima diri kita akan semakin berhikmat. Jika kita bergaul dengan orang bijak maka kita pun terdidik dan terbiasa dengan hikmat dan membuat kita semakin bijaksana (Ams 13:20)
Hikmat itu sangat penting karena lebih berharga daripada permata (Ams. 8: 11; 16: 16). Dalam realita sekarang orang lebih mengejar kebutuhan untuk makan dari hikmat itu sendiri. Kita lebih mengejar materi saja. Apa pun yang bisa diraih manusia tidak pernah menyamai hikmat. Kaya tidak berhikmat tidak ada gunanya. Salomo ketika ingin memimpin tidak minta kekayaan atau kekuasaan tetapi meminta hikmat. Hikmat juga lebih baik dari keperkasaan (Pkh. 9: 16). Sering sekali apa yang terjadi di negara ini memakai kekerasan. Jadi jika kita memiliki hikmat kita lebih perkasa dari mereka yang memakai kekerasan. Hikmat juga membuat wajah bercahaya (Pkh. 8: 1). Hikmat juga memelihara hidup pemiliknya (Pkh. 7: 12). Hikmat juga membuat seseorang berhasil (Pkh. 10: 10). Hikmat itu mewarisi kehormatan (Ams. 3: 35) kita dihormati orang bukan karena jabatan tetapi karena memiliki hikmat. Dan hikmat membuat lebih berwibawa (Ams. 24: 5).
Allah bijaksana dan dengan hikmat-Nya Dia mau agar kita melekat pada-Nya dan hidup bagi Dia dalam terang firman-Nya di dalam suka dan duka (segala keadaan). Hikmat membuat seseorang lebih rendah hati, lebih bersukacita, lebih saleh, lebih cepat tahu kehendak Tuhan, lebih mantap melakukan kehendak-Nya dan lebih sedikit masalahnya (bukan berkurang sensitifitasnya, melainkan berkurang kebingungannya) ketimbang ketika seseorang berada dalam hal-hal yang gelap dan menyakitkan hidup di dunia ini.
Beberapa aplikasi hikmat bisa kita temukan dalam hal waktu (Mzm. 90: 10-12). Bagaimana kita bisa menggunakan waktu karena kesempatan tidak datang dua kali (band. Ef 5:14-15). Mari jangan terlalu santai dan mengampuni diri. Orang lain sudah melakukan banyak hal, tetapi kita lebih banyak melakukan hal-hal yang tidak penting. Mari menggunakan waktu dengan hikmat.
Dalam hal kerja (Ams. 6: 6). Semut kita lihat tidak pernah istirahat bahkan malam pun semut bekerja. Hikmat juga ada di dalam perkataan (Kol. 3: 16; 4: 5-6, bd. Mzm. 37: 30; 49: 4; Ams. 10: 31-32). Mari menegur orang dengan hikmat. Hikmat juga penting dalam meresponi segala sesuatu (Rom. 8: 28; Kej. 50: 20). Mari jangan reaktif, tetapi proaktif dengan apa yang terjadi. Bagaimana caranya? Dengan menjalani hidup ini secara realis. Hikmat juga penting untuk membangun (Mt. 7:24; Ams. 24: 3). Hikmat juga penting dalam perencanaan (Lk. 14: 28-30; Kej. 1) dan strategi hidup/perang (Lk. 14: 31-32 bd. Abigail. 1 Sam. 25:23-28). Hikmat juga penting dalam masa penantian dan berjaga (Mt. 25: 4). Hikmat dalam kepemimpinan & hakim, misalnya raja Salomo (1 Raj. 3: 6-14, 16-28; 4: 29-30). Mari memiliki hikmat dalam hidup ini. Takut akan Allah, menghormati Allah dan menjauhi kejahatan baru kita bisa menerima hikmat.
SoliDeo Gloria!
Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian,
sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,
penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.
Fil 1:9-11
sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,
penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.
Fil 1:9-11
No comments:
Post a Comment