Friday, October 28, 2011

Shalom

Esni Naibaho, M. Div

Kita sudah sering mendengar kata ‘shalom’. Kata ini juga digunakan dalam berbagai situasi. Shalom dipakai sebagai salam pembuka atau penutup dari sebuah ibadah yang berarti menyatakan dan mendoakan damai sejahtera untuk hadirin. Kemudian, tanpa kita sadari, posisi kata ini menjadi ucapan pembuka atau aba-aba sebagai sebuah penanda bahwa ibadah akan dimulai. Penggunaan kata ini seolah-olah sejajar dengan ‘selamat siang’, ‘semoga beruntung’, dll. Ada juga yang menggunaan kata shalom (peace) sebagai nama pribadi maupun perusahaan. Walaupun hal ini tidak sedang menunjukkan bahwa perusahan tersebut memproduksi damai. Kata shalom mempunyai konsep yang berbeda-beda, misalnya untuk menunjukkan damai yang dipersiapkan untuk perang, juga kepada ketiadaan kejahatan dan perlakuan kasar. Shalom (peace) didapatkan melalui pertarungan, di mana biasanya memenangkan pertarungan dianggap membawa damai kepada suku (pihak) yang menang. Dalam konteks sekuler, peace berarti absennya kejahatan atau kekerasan.

Apa sebenarnya shalom yang ingin kita lihat sebenarnya. Kata “shalom” adalah bahasa Ibrani yang berarti “peace” digunakan dalam PL. Kata ini memiliki arti yang sama dengan “Eirene” yang digunakan dalam PB. Arti dasar dari “shalom” adalah completeness (lengkap, sempurna), wholeness (keseluruhan, secara utuh): to be faultless (tak bercacat), healty (sehat), complete (komplit). Dapat dikatakan bahwa shalom secara sederhana diartikan sebagai “an expression of the well being that comes from God” (sebuah ekspresi dari keberadaan yang baik yang meliputi sehat, nyaman, makmur, umur panjang yang datangnya dari Allah) yang meliputi seluruh area kehidupan. Membawa shalom berarti membawa kesejahteraan yang meliputi seluruh aspek hidup yang sehat secara jasmani, jiwa, dan rohani.

Di dalam Alkitab, kata ‘shalom’ sering menunjukkan kepada bangsa Israel. Bagi Israel, shalom digunakan sebagai salam ketika akan memasuki rumah seseorang. Sekarang pun masih berlaku. Juga ungkapan harapan dan doa bagi orang lain (Kej 15:15, Kej 37:14, Mark 5:34 ). Shalom juga dipahami sebagai lawan dari perang (Maz 120) atau ketiadaan perang (Hak 21:13). Shalom sebagai keadaan yang harus diwujudkan dan dihadirkan di tengah-tengah Bangsa Israel dan bangsa sekitarnya (PL&PB). Hal ini bisa kita lihat dalam kisah 1 Tawarikh 22:9. Dikatakan di sana, “Sesungguhnya, seorang anak laki-laki akan lahir bagimu; ia akan menjadi seorang yang dikaruniai keamanan. Aku akan mengaruniakan keamanan kepadanya dari segala musuhnya di sekeliling. Ia akan bernama Salomo; sejahtera dan sentosa akan Kuberikan atas Israel pada zamannya”.

Dalam PL, konteks shalom dimulai dalam penciptaan (Kel 1-2:7); Maz 104). Allah menciptakan segala isi dunia di dalam keharmonisan, diciptakan dalam keteraturan yang sungguh amat baik (created all things in order). Bumi yang tadinya kosong dan tak berbentuk menjadi bumi yang dipenuhi ciptaan dan hidup dalam keharmonisan. Allah telah membawa kondisi yang tidak teratur tadi menjadi teratur. Dalam Maz 104 juga kita menemukan bagaimana ada gambaran penciptaan yang demikian harmonis, antara ciptaan dengan Pencipta, ciptaan dengan sesama (antara Adam dengan Hawa), dan antara manusia dengan ciptaan yang lain. Inilah shalom yang diawali sejak penciptaan.

Lawan kata dari shalom adalah kelemahan dan kejahatan (Maz 34:15, Yes 48:22). Karena itu, shalom yang kita hadirkan adalah shalom sebagai perlawanan terhadap musuh kemanusiaan yaitu ketidakadilan, penindasan, eksploitasi, penyakit, kelaparan, pertikaian antar suku, agama, dll. Contohnya adalah shalom Allah bagi Israel. Allah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Suara mereka didengar oleh Allah. Dia melihat dan turun untuk menolong mereka melalui Musa (Kel 3:7-8).

Shalom tidak hanya untuk pribadi melainkan untuk seluruh ciptaan. Dalam Maz 122:6-8, “Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem: "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada di lingkungan tembokmu, dan sentosa di dalam purimu!" Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!”. ‘Ada didalammu’ menunuk kepada Yerusalem. Dan bukan sedang menggambarkan secara personal tetapi kepada keseluruhan yang ada di Yerusalem (band Yes 11:1-9).

Damai yang sejati adalah ketika kasih dan pengampunan bertemu dan kebenaran dan damai berciuman satu dengan yang lain (Maz 85:11); hidup dalam kebenaran (Mal 2:6, Yes 32:17); to be at peace is to practice justice (Yes 59:8). Ketika kejujuran sudah dianggap menjadi kejahatan, hal ini menggambarkan sebuah sikap permisif terhadap ketidakjujuran. Itulah kondisi yang terjadi sekarang ini. Bangsa kita berada di dalam ketidakdamaian. Hal ini terjadi ketika kebenaran tidak lagi dibela. Banyak sekali kita melihat ketidakadilan terjadi di sekeliling kita bahkan di tempat kerja kita sendiri. Sebagai umat Allah, apa yang sudah kita lakukan di tengah-tengah kondisi seperti ini? Ketika kebenaran diwujudkan, kita sedang menghadirkan shalom.
Shalom berarti ada damai dengan Allah, dengan sesama atau dengan ciptaan. Jadi, seseorang harus menanyakan apakah rancangan semula Allah atas hubungan kita dengan Allah, orang lain, ciptaan lainnya. Sebagai umat Tuhan tidaklah benar jika kita masih menjadi orang-orang yang mengekploitasi sekeliling kita atau bekerja di tempat yang tidak mensejahterakan orang banyak. Hal ini sama dengan perintah Tuhan kepada bangsa Israel “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” (Yer 29:7).

Tetapi dosa menghancurkan keharmonisan hubungan dan keteraturan yang Tuhan ciptakan (from order to chaos). Dan Allah terus bekerja mengembalikan hubungan dan keteraturan itu dari zaman ke zaman sampai sekarang (put order to chaos). Orang banyak putus asa karena menganggap kodisi yang terjadi sekarang tidak mungkin berubah. Tetapi Allah sendiri terus bekerja. Tujuan utama Allah adalah menghadirkan shalom atas dunia ciptaanNya. Ketika manusia sedang pasif, Allah terus bekerja. Jangan membiarkan fakta dosa menutupi mata kita bahwa Allah sedang bekerja di tengah kondisi yang sangat chaos ini. Jika Tuhan terus bekerja, mengapa kita berhenti?

Karena itu mari melihat shalom Allah, bagaimana Allah bekerja menghasilkan shalom. Allah bekerja menghadirkan shalom di bumi. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa manusia diusir dan dosa semakin bertambah. Kemudian ada penghukuman dan ada harapan muncul dnegan adanya air bah. Kemudian ada generasi yang ditinggalkna oleh Tuhan dan generasi ini bisa menghasilkan generasi yang lebih baik dari sebelumnya. Kita melihat bahwa dalam kondisi ini Allah tetap bekerja. Tuhan yang meyakinkan Nuh di tengah-tengah manusia yang sudah semakin berdosa (Kej 8, 12, Kel 3, dst).

Allah menjanjikan dan menghadirkan shalom bagi Israel yang terbuang (Yeh 34:25-31 dan Yeh 47:1-12). Israel karena kejahatannya mengalami pembuangan. Tetapi, Allah memilih nabi-nabiNya untuk tetap berbicara kepada bangsa Israel, bahwa Allah tetap memperdulikan mereka dan akan membawa mereka pulang serta menghadirkan shalom bagi mereka di tanah perjanjian. Allah mengikat perjanjian “shalom” dengan umatNya (Yeh 34:25-31) bahkan perjanjian damai yang kekal (Yeh 37:26…lih. Im 26:1-13). Perhatikan janji damai yang Allah nyatakan.

Yesus sediri, pembawa shalom, datang ke dunia. Jika dalam PL, Allah melalui perantaranya datang, teapi dalam PB, Allah sendiri turun melalui Yesus Kristus. Yesus datang memproklamasikan dan mendemonstrasikan shalom Kerajaan Allah kepada setiap orang: yang sakit, cacat, tertindas, termarjinalkan, dll. Yesus mempersembahkan diriNya menjadi pendamai antara manusia dan seluruh ciptaan dengan Allah. (Ef 2:11-22, Kol 1:19-23). Dalam rangka menghadirkan shalom kita harus berani berinkarnasi dan mempersembahkan diri kita.

Keadaan bangsa yang chaos akibat dosa. Bangsa kita mengalami krisis multidimensi yang melputi krisis moral atau etika, krisis hukum dan keadilan, krisis ekonomi, krisis kepercayaan dan kepemimpinan, krisis nilai budaya, krisis sosial, krisis ekologis, krisis politik, masalah kesehatan, keadilan, keamanan (terorisme), bencana alam: ancaman gempa bumi, gunung meletus, banjir,dll. Gambaran pemimpin dan rakyat: haus kekuasaan dan membuat dinasti, permisif terhadap kecurangan, pudarnya jiwa nasionalisme, mental instant, gampang terprovokasi, gap kaya dan miskin semakin lebar dll. Bagamana kita membawa shalom di tengah-tengah kondisi demikian?

Pertama, mari mengingat perintah Allah agar kita menghadirkan shalom (Rom 12:14-21). Hal praktis yang bisa kita lakukan secara pribadi adalah memberkati ornag yang menindas kita dan jangan mengutuk. Orang lain mungkin tidak menjadikan hal ini sebagai kamus mereka, tetapi sebagai bagian dari umat Tuhan, ini adalah bagian kita dalam rangka menghadirkan shalom di tengah-tengah kota di mana kita berada. Kemudian mari mengembangkan sikap empati terhadap orang lain.

Kedua, panggilan untuk mengusahakan kesejahteraan kota (bangsa) (Yer 29:4-14). Kesejahteraan kota berarti jelas bukan kesejahteraan pribadi atau keluarga melainkan seluruh warga kota. Mengusahakan kesejahteraan kota berarti menciptakan keharmonisan hubungan juga mengusahakan penghidupan yang layak dan baik serta menciptakan kehidupan yang tanpa penyakit dan masalah di kota tersebut. Mengusahakan kesejahteraan kota tidak menunggu sampai kita hidup mapan, mempunyai posisi yang tinggi, dan telah siap dari segi dukungan, melainkan sekarang waktunya yaitu melalui kapasistas dan peran yang kita perankan sekarang ini sebagai alumni kristen di kantor/tempat bekerja, di masyarakat, di organisasi, di gereja, dan kota.

Ketiga, panggilan menjadi dan kebahagiaan dari pembuat damai. Sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk membawa kesembuhan dan kepenuhan shalom disekilingnya (Mat 5:9).

Keempat, harga seorang pembawa damai (Yer 38:1-13). Yeremia diminta oleh Tuhan untuk menuruh bangsa Israel menyerah kepada Babel. Sebuah pesan yang sangat ditentang masyarakat karena menubuatkan yang tidak masyarakat harapkan. Hal ini akhirnya mengakibatkan Yeremia mengalami hal-hal yang menyakitkan. Apa yang menjadi harga yang harus kita bayar ketika kita memberitakan tentang shalom di tengah-tengah komunitas kita? Ketika kita mengutarakan ide terbaik dsn kesejahteraan untuk orang banyak, perusahaan justru terancam dengan sikap kita dan berkomplot ingin menyingkirkan kita? Mendatangkan kesejahteraan kota bukanlah pilihan yang mudah tetapi harus diemban oleh setiap orang percaya dimanapun, kapanpun, bagaimanapun (Sebagai buangan, Israel tetap dipanggil untuk mengusahakan kesejahteraan Babel---Yer 29:7).

Kelima, shalom pasti akan terjadi. Apakah dengan kita atau tanpa kita. Allah senantiasa memanggil orang-orang untuk mengadirkan shalom di tengah-tengah dunia ini. Alangkah merupakan satu kebahagiaan jika kita merupakan alat Tuhan yang mendengar panggilanNya untuk menghadirkan shalom di tengah-tengah dunia ini. Allah tidak akan bisa dihalangi. Shalom pasti terjadi. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:1-4).

Sebagai anak-anak Tuhan biarlah kita memliki pemahaman yang semakin dalam bahwa kehadiran kita di tengah-tengah bangsa ini adalah untuk bangsa ini. Bukan untuk membangun diri sendiri atau kemapanan diri sendiri, yang terutama yang menjadi panggilan kita adalah bersama-sama dengan Allah dan kekuatan yang berasal dari Allah menghadirkan shalom di tengah-tengah di mana kita berada.

No comments: