[Kotbah ini dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat, 30 Januari 2009]
Malam ini kita akan berbicara mengenai God The Judge-Allah adalah hakim. Jika kita berbicara kepada orang lain bahwa Allah itu baik, kasih, atau murah hati pasti orang akan senang dan menerimanya dan mengatakan: ”Amin!” Tetapi ketika bicara soal Allah yang adalah hakim yang adil dan Allah akan membalaskan setiap perbuatan manusia, apa respon mereka? Jika kita ditanya mengenai konsep kita akan Allah---Allah itu baik atau Allah itu adil---yang mana menjadi pemahaman kita? Banyak dari kita akan memilih pemahaman yang pertama. Kita tidak ragu memilih yang pertama karena kotbah yang sering kita dengarkan adalah mengenai Allah yang baik dan kasih.
Allah yang adalah kasih juga adalah Allah yang adil. Dan salib adalah perpaduan antara kasih dan keadilan Allah. Yoh 3:16 berkata: ”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” dan Ulangan 32:4 berkata, ”Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia.” Kasih dan keadilan Allah berjalan bersama dan harus dipahami dengan berimbang. Jika kita tidak memaminya dengan baik, maka akan ada ketimpangan yang akan mempengaruhi bagaimana hidup kita. Teologia menentukan cara dan nilai hidup manusia dan akan mewarnai hidup. Jika kita hanya fokus kepada kasih, kebaikan, dan kemurahan Allah, maka bisa saja hidup seseorang itu menjadi tidak tertib dan suka bermain-main. Jika kita hanya fokus kepada Allah yang adil, maka kita bisa hidup di dalam ketakutan. Itulah sebabnya jika kita perhatian Fil 2:12 dikatakan, ”Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir.” Ada sikap penuh hormat dan taat kepada Allah dan penting ada kesimbangan antara Allah yang kasih dan Allah yang Adil. Di dalam kasih Allah kita tenang dan di dalam keadilan Allah kita membutuhkan disiplin dan rasa hormat dan taat kepada Allah. Allah adalah Hakim sebagai penyataan karakterNya dan penanaman pentingnya nilai moral dalam kehidupan manusia. Allah bukan hanya hakim di akhir zaman, melainkan Dia adalah juga Hakim pada setiap masa (presentis dan eskatologis).
Allah adalah hakim (Maz 75:8, ”tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain”) dan Dialah Hakim segenap bumi (Kej 18:25, ”Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?”). Yesus juga adalah agen Bapa dalam penghakiman. Maksudnya adalah untuk melaksanakan pemnghakiman, Bapa melimpahkannya kepada Yesus ( Mt.7:13-27; 10:26-33; 12:36; Lk.13:23-30; 16:19-31; Yoh.5:22-30. lih. Mt.25:31 -; Dan.7:13-14).
Sebagai Pencipta, Allah adalah pemilik; sebagai Pemilik, Dia berkuasa atas ciptaan, karena itu Dia berhak untuk membuat hukum/peraturan bagi manusia ciptaanNya. Dengan hukum, Allah memberi pahala bagi yang menaati dan hukuman bagi yang melanggar. Allah Pemberi hukum sekaligus juga hakim untuk pelaksanaan hukum. Allah adalah Hakim yang adil dan membenci hal yang serong. Allah adalah hakim yang mahatahu dan penuh hikmat penyelidiki hati manusia, sehingga tidak seorangpun dapat membohongi Allah. Jika pengadilan di dunia bisa membalikkan fakta, yang salah jadi benar atau benar jadi salah, tetapi pengadilan Allah tidak demikian. Karena kemahatauanNya tidak ada satu orangpun yang bisa membohongi Allah karena Dia dapat menyelidiki hati manusia. Sebagai hakim, Allah membuat hukum, menjatuhkan hukuman dan pelaksana hukuman itu sendiri. Allah adalah Hakim yang sempurna moral, kebenaran, keadilanNya, hikmat, kemahatahuan, dan kemahakuasaanNya sehingga keputusan yang dilakukanNya selalu benar. Sebagai Hakim yang adil maka Allah menuntut pembalasan dimana setiap orang menerima apa yang pantas mereka terima, yaitu membalas yang baik dengan yang baik dan yang jahat dengan yang jahat (Rom.2:6-11; 2 Kor.5:10-11).
Banyak pemahaman yang mengatakan jika Allah yang adil membalaskan yang adil kepada yang adil dan yang jahat kepada yang jahat, berarti Allah tidak punya kelebihan apapun dan tidak ada bedanya dengan manusia. Jika hanya demikian halnya, bukankah ada satu kontradiksi di dalam pemahaman ini? Bukankah seorang bapak yang jahatpun tahu memberi yang baik kepada anaknya apalagi Bapa yang di Surga? Bukankah ini satu kontradiksi? Jawabannya adalah bukan! Allah tetap adil dengan membalaskan yang baik kepada yang baik dan membalaskan yang jahat kepada yang jahat dan ini tidak bisa dipungkiri oleh siapapun dan pasti terjadi kepada setiap orang baik yang percaya maupun yang tidak percaya. Jika Allah menuntut pembalasan kepada setiap orang bukan berarti mengurangi standart esensi Allah yang adalah adil. Oleh sebab itulah Allah tidak pernah salah dalam memberi keputusanNya. Di dalam Roma 2:6-11 dikatakan Paulus mengatakan, ” Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.. Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani. Sebab Allah tidak memandang bulu.” Hal ini relevan dengan Gal 6:7-8 dimana dikatakan, ”Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” Allah adalah Hakim yang adil dan Paulus dalam 2 Kor 5:10-11, menggambarkan hal ini, ”Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat. Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang. Bagi Allah hati kami nyata dengan terang dan aku harap hati kami nyata juga demikian bagi pertimbangan kamu”.
Bagaimana dengan jeritan Asaf dalam Mzm.73:2-14. ‘Allah tidak adil’? Benarkah demikian? Jika kita membaca Mazmur ini, sering sekali dalam kehidupan kita kita berkata seperti yang tertulis di Mazmur ini. Kita berkata Allah tidak adil karena melihat hidup orang fasik lebih berbahagia dibandingkan kita dengan orang fasik sedangkan kita adalah anak Tuhan. Ini pergulatan di dalam diri kita masing-masing. Dan Mazmur ini adalah self-talk yang dilakukan oleh Asaf. Inti dari Mazmur ini 73 ini adalah ayat 1, ”Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya.” dan ayat 25 dan 26, ”Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Sebenarnya di dalam Mazmur ini Asaf sedang berdialog dengan Tuhan. Prinsip-prinsipnya ada di dalam ayat 1 dan 15 sampai selanjutnya. Dan dalam ayat 2-14 dia menanyakan dimana keadilan Tuhan dalam self-talknya dan hal yang sama sering kita tanyakan di depan Allah. Sangat menyakitkan jika kita dipimpin oleh orang yang tidak kompeten dibandingkan dengan kita, hanya karena KKN atau karena suku maka dia menjadi bos kita. Oleh sebab itu kita mempertanyakan keadilan Allah. Tetapi ingat Allah adalah adil---God the Judge, dan Dia akan tetap membuat keputusan yang benar dan dia tidak pernah tidak adil. Dengan segala kondisi kita mari berkata, ”Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Apapun yang terjadi, tidak akan menggeser cintaku kepada Allah. Oleh sebab itu sering-seringlah berdoa dengan self-talk kepada Allah dan izinkan Tuhan berbicara kepadamu dan terbukalah dihadapan Allah.
Di dalam PL ada beberapa penghakiman yang dilakukan oleh Allah. Di dalam peristiwa Kejatuhan. Kej.3:17-19 dan pengusiran dari taman Eden, pada masa Nuh (Kej.6-8.), peristiwa Sodom dan Gomorah. (Kej.18-19), 10 tulah bagi orang Mesir (Kel.7-12), Anak lembu emas (Kel.32:26-35) ketika Harun dipaksa bangsa Israel membuat patung lembu emas. PL penuh dengan catatan kasih dan penghakiman Allah dan akibatnya adalah maut. Dan penghakiman Allah di dalam PL juga hadir di dalam PB. Contohnya adalah Ananias dan Safira yang langsung meninggal karena membohongi Allah (Kis 5:1-11). Jika penghakiman seperti ini terjadi bagi kita sekarang ini, ada tidak yang diantara kita masih hidup? Contoh lain adalah Herodes yang sombong (Kis 12:21-23) yang menyatakan tidak ada Tuhan langsung mati. Elimas, tukang sihir yang menentang Injil (Kis 13:8-12) yang langsung dihukum Tuhan melalui Paulus. Demikian juga halnya dengan orang Korintus yang tidak menghormati Perjamuan Tuhan langsung dihukum Tuhan (1 Kor 11:27-32).
Satu pertanyaan yang menjadi evaluasi bagi anda, apakah anda menerima bahwa Allah adalah hakim bagi dirimu pada zaman ini sehingga wajar anda menerima apa yang terjadi dalam hidup anda sekarang ini? Pernahkan anda merasa dihakimi dan dihukum oleh Allah sekarang ini? Ibrani 12:5-8 mengatakan bahwa anak yang dikasihi pasti Tuhan hajar. Adakah Allah yang adil sebagai hakim sedang bekerja dalam diri kita sedang menghakimi kita? Hal ini pasti. Jangan berpikir bahwa Allah menjadi hakim hanya pada akhir zaman. Hari inipun Allah adalah hakim yang adil yang membalaskan sesuai dengan perbuatan kita.
Allah juga adalah hakim dalam penghakiman terakhir. Penghakiman terakhir dihubungkan dengan 2nd coming of Christ (Mrk.8:38; 1 Kor.4:5; bd. 2 Tes.1:5-10) dan Hakim itu adalah Allah sendiri (Kej.15:25;Yak.4:12; Why.20:11) dan hakim itu adalah Kristus sendiri sebagai perwakilan Allah (Mt.16:27; Yoh.5:22-27). Semua orang akan dihakimi (2 tim 4:1, ”Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya;), baik hidup dan yg mati (Kis.10:42, ”Dan Ia telah menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati); percaya atau bukan (Rom.14:10-12, ”Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. Karena ada tertulis: "Demi Aku hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku dan semua orang akan memuliakan Allah." Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah”). Oleh sebab itu jangan bermain-main di dalam hidup kita apalagi teogia Lutheran yang memahami sola gratia, sola scriptura, dan sola fide sehingga kurang berbicara mengenai keadilan Allah dan akhirnya bermain-main di dalma hidup ini. Dengan pemahaman bahwa Allah adalah adil, maka tidak ada seorangpun yang akan bermain-main karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Standar penghakiman adalah kebenaran Allah diperhadapkan kepada perbuatan manusia (Mt.16:17; 2 Tim.4:14; 1 Ptr.1:17). Jika kita diperhadapkan dengan Paulus saja, mungkin kita akan menjadi kecut. Bayangkan jika kita diperhadapkan kepada Allah yang tanpa noda, pasti kita akan melihat kenajisan diri kita sendiri. Jika kita bercermin di air kubangan maka kita tidak akan melihat kekurangan diri kita. Diperhadapkan dengan Allah itu adalah penghakiman. Allah yang suci dan benar diperhadapkan dengan segala kebenaran kita, maka pastilah tidak seorangpun kita yang mampu berdiri ditahta keadilan Allah. Tetapi ketika kita bercermin di cermin yang bersih, maka kita akan melihat segala noda di wajah kita. Standart penghakiman adalah kebenaran Allah dibandingkan dengan kebenaran kita. Itulah sebabnya tidak seorangpun berani berdiri di tahta pengadilan Allah jika bukan karena anugerah. Ini berarti hukuman atau kebinasaan bagi yang tidak percaya dan keselamatan (pahala) bagi yang ada dalam Kristus (Mt.10:32-33). Berbicara soal keselamatan, Allah adalah hakim yang adil, dan oleh karena keadilanNya dosa kita yang sudah ditmpakan kepada Yesus, itulah yang menyelamatkan kita. Tetapi bagi mereka yang tidak menerima Yesus maka pengadilan dengan penghukuman kekal. Tetapi ingat, orang yang lahir barupun dihukum oleh Tuhan, tetapi tidak berbicara soal keselamatan yang hilang. Jangan berpikir jika kita sudah lahir baru kita tidak menghadap tahta pengadilan Allah. Tetapi kita akan tetap selamat. Penghakiman disediakan juga bagi para malaikat (2 Ptr.2:4; Yudas.6). Penghakiman dilaksanakan bagi orang yang tidak pernah mendengar Injil atau tidak mengenal Allah (Kis.14:17; Rom.1:19-23; 2:14-16)
Siapakah objek penghakiman Allah? Pkh 11:9; 12:14; Rom 2:16 menyatakan bahwa kita semuanya objek dari penghakiman. Baik malaikat, lahir baru atau tidak, kenal Allah atau tidak, semua akan menjadi objek penghakiman Allah. Hakim berdiri di depan pintu (Yak.5:9) dan siap untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati (1 Ptr.4:5), orang yang percaya atau tidak. Menjadi pertanyaan, di mana letak penghakiman bagi orang percaya atau tidak? Mari melihat 1 Kor 3:10-15. Dari bagian tadi kita melihat bahwa jika memiliki dasar yang adalah Kristus, maka keselamatan mereka tidak akan hilang. Keselamatan orang lahir baru tidak pernah hilang, tetapi pertanggungan jawab akan hidup selama di dunia tetap ada. Dan hal ini berbicara soal pahala (2 Tim 4:7-8). Allah berdiri sebagai hakim yang adil (2 Kor 5:10-11; Yoh 5:24) dan bagaimana Allah membalaskan sesuatu sesuai dengan perbuatannya dan bagaimana bagaimana pengampunan secara cuma-cuma dan pembenaran oleh iman diselaraskan dengan penghakiman berdasarkan perbuatan (Wahyu.20:11-15; 1 Kor.3:10-15). Jangan sampai berpikir yang penting sudah lahir baru dan selamat. Tetapi Allah yang kita pelajari adalah Allah yang membalaskan tindakan kita dan kita harus pertanggungjawabkan. Kita akan selamat, tetapi alangkah lebih baik jika Allah berkata, ”Hai hambaku yang setia, masuklah dan duduklah makan bersama-sama dengan aku". Penghakiman itu juga dasarnya adalah pengetahuan. Pengetahuan bagi orang yang tidak tahu sama sekali dia tidak bisa menuntut Allah, tetapi yang memiliki pengetahuan akan dituntut lebih besar. Mari melihat Luk 12:47-48, dikatakan, ”Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” Jika kita banyak tahu, banyak karunia, ilmu atau apapun, maka kepada kita banyak dituntut. Inilah pengetahuan. Tahu kebenaran tetapi tidak dilakukan tuntutannya lebih besar. Inilah penghukuman Allah bagi kita. Oleh sebab itu jangan bermain-main.
Berbicara soal penghakiman, jadikan sang Hakim tersebut menjadi Juruselamat. Yesuslah Hakim sekaligus juga Pembela bagi orang percaya. Inilah jaminan keselamatan kita. Untuk keselamatan kita tidak pelu takut, tetapi mempertanggungjawabkan hidup adalah wajib bagi kita. Tujuan pertobatan atau lahir baru bukan hanya masuk Surga. Jika hanya sekedar masuk Surga maka kita bisa bermain-main dengan hidup kita. Masuk Surga adalah buah dari lahir baru. Tujuan percaya/lahir baru adalah hidup suci (Efesus 1:4, ”Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya”; band ayat 11). Tuntutan hidup suci dan penuh kebaikan supaya tidak kedapatan bercela.” (bd. Flp.2:12-13; Ef.1:4,11). Hal ini juga penting agar kita dapat berkarya nyata bagi Dia (Mt.25:31-46). Bukan hanya hidup suci, tetapi mari berkarya bagi Allah karena Dia adalah Allah yang adil bagi hidup kita. Sebagai anak-anak Tuhan yang sudah dikuduskan, mari kita senang untuk tidak berdosa. Jika kita hanya takut untuk berdosa, seolah-olah kita hanya memandang Allah sebagai hakim yang adil. Jauh dibalik itu kita ingin menyenangkan hati Tuhan oleh sebab itu kita senang untuk tidak berdosa.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment