[Kotbah ini dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div dalam Mimbar Bina Alumni Jumat, 14 November 2008]
Injil Matius ditulis bagi orang Yahudi dengan tujuan untuk meyakinkan mereka dan mendemonstrasikan bahwa semua nubuatan di dalam PL telah digenapi di dalam diri Kristus yang adalah Mesias. Dari empat Injil dalam PB, kita menemukan Injil penuh dengan hukum Kasih sebagai pengganti Taurat. Karena Injil Matius adalah untuk orang Yahudi, maka di dalam Injil ini tidak digunakan istilah Kerajaan Allah dan yang ada adalah Kerajaan Surga. Hal ini disebabkan oleh karena orang Yahudi sangat tabu menyebut nama Allah. Narasi tentang pencobaan dihubungkan dengan pembaptisan Yesus yang dilanjutkan dengan proklamasi ‘Yesus sebagai Anak Allah’, sesuatu yang sangat penting bagi misiNya sebagai Mesias yang datang ke dunia. Pada bagian narasi ini kita menemukan pengalaman yang pararel bagi perjalanan bangsa Israel yang keluar dari Mesir dengan kehidupan Yesus. Narasi ini (tentang Yesus yang dicobai) merupakan tipologi dalam perjalanan pembebasan umat Allah dari Mesir.
Tetapi ada yang berbeda. Jika Israel, dalam perjalanannya keluar dari Mesir, mengalami kegagalan dan ketidaksetiaan, tetapi Yesus sebagai pribadi berhasil dalam menyatakan jati diri sebagai hamba dan Anak Allah yang taat dan setia. Dan deklarasi ketika Yesus dibaptis, yaitu deklarasi yang menunjukkan bahwa Dia berkenan kepada Bapa, muncul juga dalam deklarasi akhir hidup Kristus. Di salib Yesus berkata: ”Sudah Selesai.” Banyak Teolog yang menyatakan ketika Yesus mengucapkan kalimat ini, ada juga ucapan dari Surga yang mengatakan: ”Ya.., Engkau telah melaksanakan tugas dan Engkaulah AnakKu yang Kukasihi dan kepadaMulah Aku berkenan.” Artinya adalah, hidup Yesus dimulai dengan deklarasi perkenanan Bapa kepadaNya, dan diakhir hidupnya, Kristus juga mendapat pengakuan dari Bapa karena ketaatan dan kesetiaanNya.
Mari melihat ayat 1, ”Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.” Ayat ini menimbulkan perdebatan teologis. Artinya, jika kita melihat Yak 1:13 (Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun”), dikatakan bahwa Allah tidak pernah mencobai. Tetapi kenapa di dalam Mat 4:1 dikatakan bahwa Roh Kudus yang menuntun Yesus untuk dicobai oleh Iblis? Bagian ini adalah narasi dari Matius yang menunjukkan tipologi perjalanan Israel selama 40 tahun Israel dalam diri Kristus yang melakukan puasa selama 40 hari dan tibalah sekarang Yesus mengalami berbagi pencobaan yang merupakan gambaran pencobaan yang dialami orang-orang Israel di dalam perjalanan mereka menuju tanah Kanaan. Roh Allah memimpin Yesus pada masa pencobaan (testing) memiliki pemahaman seperti ini. Allah pasti tidak mencobai. Tetapi hal ini diizinkan oleh Allah terjadi kepada Yesus. Gerhardson mengatakan bahwa ada satu pemahaman bagi orang Yahudi bahwa semua hal yang terjadi Allah tidak pernah tidak tahu, minimal Allah tahu hal itu, dan semua ada di dalam rencana Allah. Artinya, Allah berada di belakang dari semua hal yang terjadi di dalam hidup manusia. Hal ini pararel dengan Ulangan 8: 2, ”Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.” Ayat ini menggambarkan bagaimana Israel yang keluar dari Mesir itu diijinkan Allah untuk dicobai.
Dalam ayat kedua dikatakan setelah berpuasa selama 40 hari maka Yesus dalam keadaan lapar. Puasa 40 hari yang dilakukan Yesus sama seperti puasa yang dilakukan Musa (Kel 34:28) dan Elia (1 Raj 19:8) dan Puasa ini penuh dengan penuh penderitaan. Dan dalam kondisi yang lemah karena lapar, si pencoba datang kepada Yesus dan mencobai dia. Pencobaan yang datang dari Iblis ini bertujuan untuk menghancurkan. Penting bagi kita untuk membedakan ujian dan pencobaan. Dalam Kej 22 yang dipakai adalah test dan di dalam Mazmur yang dipakai juga kata try. Test dan try berasal dari Allah dan tujuannya adalah pertama, bukan dimaksudkan untuk berbuat dosa tetapi memampukan kita mengalahkan dosa. Kedua tidak dimaksudkan membuat kita menjadi jahat tetapi membuat kita lebih baik. Artinya, jika kita mendapatkan sesuatu ujian pasti tidak akan mendatangkan keburukan tetapi kebaikan. Ketiga, tidak dimaksudkan untuk memperlemah kita, tetapi membuat kia lebih kuat, murni atau suci. Keempat, bukan sebuah hukuman dari esensi manusia tetapi sebuah kehormatan bagi seorang manusia. Dalam Narasi Matius 4 ini, Iblis memang ingin menghancurkan Kristus dengan urusan-urusan di dalam dunia ini.
Dalam ayat 3 dikatakan, ”Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." Dalam ayat 3 ini kita melihat ada double temptation yang dialamatkan oleh Iblis kepada Yesus. Kita melihat bagaimana Iblis menawarkan sesuatu untuk membuat Yesus tergoda untuk menggunakan kuasaNya secara egois. Inilah temptation yang pertama. Kedua adalah soal kebutuhan jasmani. Ketika Yesus dalam keadaan lapar, Iblis menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti untuk membuktikan bahwa Dia adalah anak Allah. Jika dalam kondisi yang kenyang, pasti pencobaan itu tidak berat. Berbeda dengan kondisi Yesus yang baru saja puasa selama 40 hari 40 malam. Kondisi Yesus pasti dalam keadaan lemah dan sangat lapar. Tetapi Yesus menang dengan prinsip yang Ia pegang teguh. Dalam ayat 4 dikatakan, ”Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. (Hal ini pararel dengan Ul 8:3, ”Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN). Dalam ayat 4 kita melihat bagaimana pentingnya sebagai pengikut Kristus, kita belajar untuk mengingat Firman Allah yang menjadi kekuatan atau senjata bagi kita untuk melawan Iblis. Itu sebabnya di dalam Efesus 6:17, Paulus mengatakan: ”...dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,”. Pedang Roh adalah Firman yang digunakan sebagai senjata untuk melawan Iblis. Sebagai alumni yang bekerja dalam profesi, kita harus mengingat betapa pentingnya Firman Tuhan karena hanya Firman yang akan dibisikkan Roh kepada kita dan memampukan kita untuk tetap bertahan di dalam benteng kebenaran.
Kita melihat juga bahwa Yesus---yang punya kuasa dan kemampuan---tidak menggunakan kuasa dan kemampuan untuk kepuasanNya sendiri. Hal ini menjadi sebuah refleksi bagi kita. Bagaimana dan situasi apa yang membuat kita tergoda akhirnya dengan salah menggunakan kekuasaan (power, jabatan) dan kemampuan yang kita miliki untuk memuaskan keinginan kita? Yesus bisa mengubah batu menjadi roti, tetapi Ia tidak mau memakai kuasa itu secara sembarangan. Jika kita punya otoritas, jabatan atau power untuk melakukan apapun, mari kita belajar untuk menundukkan hal itu kepada Allah sehingga kita tidak menggunakannya dengan sembarangan. Sering sekali kita tidak membalaskan perlakuan jahat orang kepada kita bukan karena kita tidak ingin melakukannya tetapi karena kita tidak mampu melakukannya. Ingat, Yesus mampu dan mau melakukanya. Oleh sebab itu mari belajar untuk menundukkan semuanya kepada Allah.
Setelah puasa Yesus pasti sangat lapar. Tetapi dalam kondisi seperti itu Yesus mau menundukkan semua kondisi yang sangat terjepi, tertekan dan sangat lapar kepada Allah. Hal ini menjadi pembelajaran bagi kita. Kapan kita bisa tergoda? Apakah sewaktu kita terjepit, tertekan, kebelet atau dalam keadaan sulit sekali, apakah kita tergoda untuk tidak taat kepada Allah sehingga kita melakukan hal yang salah apakah dosa maupun mereduksi kebenaran? Yesus menang di dalam hal ini. Ingat, Iblis selalu mencobai kita dari sisi lemah kita. Jika kita lemah dalam hal seks, Iblis pasti akan menyerang dari arah sini. Dalam hal apapun kita lemah, semua dipakai Iblis untuk menyerang kita. Iblis tahu ketika Yesus lapar. Oleh sebab itu Iblis menawarkan makanan. Dan hal ini sering dilakukan Iblis kepada kita, para alumni, sehingga kita sering jatuh ke dalam dosa. Tetapi ingat apa yang dilakukan Yesus. Kekuatan kita bukan dari diri kita. Jika menghadapi pencobaan seperti ini mari menggunakan Firman Allah menjadi kekuatan kita untuk mengalahkan tipu daya si Iblis. Yesus menjawab godaan Iblis dengan jelas di dalam ayat 4, "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Relasi Yesus dengan Bapa mengalahkan segala sesuatu di dalam kehidupanNya secara pribadi. Hal inilah yang penting kita miliki agar kita tidak digilas oleh zaman maupun ambisi kita. Yesus punya kuasa, kemampuan dan Dia sangat lapar, tetapi Dia tidak mau dipuaskan dengan cara menuruti godaan dari Iblis. Yesus ingin mentaati BapaNya di Surga.
Dalam ayat 5-6 kita melihat Iblis tidak langsung berhenti. Dikatakan di sana, ”Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." Setelah Iblis gagal dari datu sisi, ia menyerang dari sisi yang lain. Pada bagian ini Iblis menyerang dengan tujuan agar Yesus meragukan kuasa Allah Bapa. Iblis membawa Yesus ke bubungan Bait Allah. Bubungan Bait Allah adalah sebuah tempat di mana imam berdiri untuk meniup terompet yang mengarah ke Hebron. Pada waktu pagi hari pertama (Minggu) dia meniup terompet sebagai tanda bahwa waktu untuk memberikan korban pagi telah tiba. Dari tempat inilah Iblis menyuruh Yesus melompat dan mengatakan bahwa malaikat akan menangkap Dia. Yesus pasti bisa melompat dan tidak terluka sama sekali. Tetapi bila hal ini diikuti Yesus, ini adalah sebuah tindakan yang sensasional. Tentunya tindakan ini tidak akan pernah menarik manusia datang kepadaNya. Tuhan pasti mampu melepaskan kita untuk tidak jatuh ketika melompat dari atap gedung berlantai 30 sekalipun. Dan Tuhan juga pasti mau. Allah mampu dan Allah mau. Tetapi ini adalah tindakan yang konyol dan bodoh. Artinya kita menempatkan diri kita dalam kondisi yang sulit yang seharusnya tidak perlu kita alami. Dan ketika kita masuk ke dalamnya, kita mengharapkan Allah menolong kita. Ini adalah tindakan konyol dan tidak Alkitabiah. Oleh sebab itu Yesus berkata kepada Iblis dalam ayat 7: ”Yesus berkata kepadanya: "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!”
Hal yang sama bisa terjadi di dalam perjalanan hidup kita. Iblis mencobai kita dan kita sendiri pun bisa melakukan hal yang salah dengan menempatkan diri kita dalam kondisi yang sulit karena egoisme dan kedagingan kita. Setelah ‘terantuk kaki’ baru kita minta tolong pada Tuhan. Ini adalah sebuah kebodohan. Jika kita melakukan tindakan seperti ini, Allah pasti mampu menolong. Tetapi persoalanya adalah, apakah tepat jika Allah melakukannya dengan cara seperti itu? Allah tidak bisa dicobai dan jangan bermain-main dalam hal ini. Yesus bisa melompat dan menyelamatkan diri dari bubungan. Tetapi Yesus tidak mau menggunakan hal itu dengan cara konyol. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang sensasional, karena Dia tahu bahwa hal itu tidak akan membawa orang kepadaNya. Oleh sebab itu, jangan pernah berpikir untuk bermain-main dengan Allah dengan mencobai Dia. Hal seperti ini juga bukanlah cara untuk menggunakan kuasa Allah (ayat 7, band Ul 6:16, “Janganlah kamu mencobai TUHAN, Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa”; Kel 17:1-7). Tidaklah tepat membuat diri masuk dalam situasi bahaya atau terancam dan bertindak ceroboh dan tak perlu, lalu mengharap pertolongan Allah dalam situasi tersebut. Kapan kita tergoda untuk mau mencobai atau membuktikan kuasa dan kesetiaan Allah? Atau, kapan dan dalam situasi bagaimana kita tergoda untuk meragukan kuasa, kesetiaan, dan kebaikan Allah dalam hidup kita? Yesus dalam hal ini tidak pernah meargukan kuasa dan kesetiaan Allah, tetapi Yesus tetap tidak mau mencobai kuasa Allah.
Dalam ayat 8 dan 9 kita melihat Iblis tidak tinggal dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Hal ketiga yang ditawarkan oleh Iblis adalah pencobaan dengan tawaran tahta dan harta. Kerajaan dunia dan segala kemegahan merupakan tawaran akan materialisme. Iblis juga menawarkan kekuasaan dunia tetapi dengan syarat Yesus menyembah Iblis. Tetapi tawaran Iblis ini tidak menggoyahkan Yesus karena dalam ayat 10 dikatakan: ”Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" Kekuasaan dan materialisme sering berjalan bersama. Dan inilah dua hal yang sering diambisikan manusia karena dianggap merukan kunci keberhasilan dan kebanggaan manusia. Ingat Mat 6:24, ”Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Inilah pertentangan antara Allah dan mamon dan inilah kekuatan besar yang berjuang di dalam diri manusia. Oleh karena itu, sebagai pengikut Kristus, jangan pernah bergeser dari nilai hidup kita. Ketika kita ingin mendapatkan sesuatu, apakah hal tersebut hanya sekedar pemuasan untuk meraih sesuatu dan meyembah Iblis dan jauh dari Allah dan persekutuan. Jika hal ini yang terjadi, maka hal ini tidak benar dan tidak berkenan di hadapan Allah. Penyembahan berhala bukan hanya sekedar menyembah batu atau kayu, tetapi penyembahan berhala adalah ketika ada yang menggeser posisi Allah dalam hidup kita termasuk materialisme, teman hidup, kerja atau yang lain.
Kita sering berjuang antara memiliki dan menikmati. Dan dalam kenyataanya sering sekali kita hanya memiliki tanpa menikmati. Oleh sebab itu sangat penting contentment in Jesus --- having Jesus is more than enough. Hal inilah yang perlu kita latih. Mari belajar untuk memiliki kepuasan di dalam Kristus. Ketiga hal ini yang sering menjadi godaan bagi alumni. Mari melihat dan mengevaluasi hidup kita. Adakah kita secara egois menggunakan kuasa kita atau apakah kita karena kebutuhan yang sangat mendesak dan terjepit akhirnya melakukan dosa dan menggeser Allah dari kehidupan kita? Ingat, jangan pernah meragukan kuasa dan kesetiaan Tuhan. Dan jangan pernah menggeser nilai dan ambisi hidup kita sebagai pengikut Kristus oleh karena kuasa dan harta. Yesus dalam kondisi yang lemah dan lapar berhasil melawan semua godaan ini. Dan iniliah titik awal yesus masuk ke dalam pelayanan. Setelah Ia dibaptis, masuk dalam pencobaan dan setelah menang dari pencobaan Ia masuk ke dalam sebuah pelayanan. Hanya ketika kita bisa menang dalam kedagingan dan kuasa si jahat, di sinilah kita bisa dipakai oleh Allah untuk masuk dan bekarya untuk memuaskan hati Allah. Mai berjuang dalam hal ini dan mari belajar dari Kristus.
Ketika Yesus mengusir Iblis, Iblis meninggalkan Dia dan malaikat-malaikat datang melayani Yesus (ayat 11). Inilah adalah simbol kesenangan dari Allah. Allah senang melihat Kristus. Hal ini juga sekaligus lambang dari kemuliaan setelah menang melawan si jahat. Jangan pernah menyembah hal apapun dalam dunia kecuali menyembah Allah dengan kesetiaan kepadaNya.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment