[Kotbah ini dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div pada ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat, 6 November 2009]
Hari ini kita akan membahas kitab Habakuk pasal yang ke-2. Pasal dua ini merupakan respon Allah terhadap seruan nabi Habakuk (tepatnya dimulai ayat 2). Sebuah respon Allah mengenai bangsa Babilonia atau Kasdim.
Dalam ayat 1 dikatakan: “Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.” Respon Habakuk ini sangat wajar karena dia sangat merindukan pertolongan Tuhan atas hidupnya dan atas bangsa Yehuda. Habakuk sangat berharap akan kedatangan Tuhan. Harapan inilah yang membuat dia sampai naik ke menara pengintaian di tembok.
Ada dua hal yang diharapkan nabi Habakuk, yaitu meninjau dan menantikan apa yang difirmankan Allah kepadaNya dan apa yang menjadi respon Tuhan atas pengaduan nabi Habakuk kepada Tuhan. Inilah yang dinantikan oleh nabi Habakuk. Sebuah kerinduan yang sangat wajar. Hal ini juga dapat terjadi kepada kita dimana kita menjadi seorang yang tidak sabaran dalam menantikan jawaban Tuhan. Hal ini dapat diibaratkan dengan situasi dimana kita sedang menantikan telepon dari seseorang yang kita sukai dan berjanji akan menghubungi kita. Tentu saja dalam kondisi seperti ini kita akan membiarkan ponsel kita agar aktif terus agar tidak kehilangan moment ketika ia menghubungi kita. Dan ketika ponsel kita berdering, maka kita selalu penuh harap bahwa itu adalah panggilan dari dirinya. Kita menjadi tidak sabaran. Mengapa demikian? Karena kita berada di dalam masa penantian. Menunggu yang sangat menyenangkan karena sangat penuh dengan harapan. Inlah yang dialami oleh nabi Habakuk sampai ia memanjat menara pengawal untuk menantikan respon Tuhan.
Dan Allah Tuhan kemudian menjawab. Dalam ayat 2, Tuhan berkata: ”Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: "Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.” Ini adalah sebuah perintah Tuhan kepada Habakuk agar Habakuk mempublikasikan penglihatannya ini kepada seluruh orang di Yehuda dan juga kepada orang Kasdim karena hal ini juga penting bagi mereka. Jika bagi bangsa Yehuda pesan ini memiliki arti bahwa Allah akan segera merestorasi bangsa mereka, dan sebaliknya bagi bangsa Kasdim penglihatan ini memilik arti arti penghukuman Allah yang akan dinyatakan kepada mereka.
Ada beberapa isi publikasi yang dituliskan ke dalam loh batu dan yang akan dipublikasikan tersebut. Isi yang pertama ada di dalam ayat 3. dikatakan disana: ”Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh”. Kejatuhan Babilonia adalah pada tahun 539 sM atau sekitar 66 tahun setelah penglihatan Habakuk. Perlu kita perhatikan, meskipun pengharapan itu ‘linger’ tetapi umat harus menantikannya. Dikatakan linger adalah karena pengharapan tersebut sepertinya sudah gelap, dan hampir mati, tetapi apa yang diharapkan pasti akan terjadi. Tuhan berkata bahwa restorasi itu tidak akan tertunda dan sungguh-sungguh akan datang. Dan itu terjadi 66 tahun kemudian. Ini adalah penantian yang amat panjang. Hal ini juga menjadi sebuah refleksi bagi kita. Berapa lama kita sudah bergumul? Apakah yang kita doakan sepertinya sudah mulai redup dan hilang? Jika ada, mari belajar dari hidup Habakuk, bahwa janji Allah itu adalah sebuah pengharapan yang linger. Inilah iman yang perlu kita miliki sebagai alumni.
Isi dalam loh batu ada di dalam ayat 4: ”Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” Ada sebuah perbandingan yang dibuat Tuhan dalam ayat 4 ini. Sebuah perbandingan antara orang yang membusungkan dadanya tetapi tidak lurus hatinya dengan orang yang benar yang hidup oleh percayanya. Ini adalah perbandingan orang Kasdim dengan umat Allah, bangsa Yehuda. Orang Kasdim yang membusungkan dadanya adalah tanda bahwa mereka bukan orang yang benar dan suci hatinya tetapi orang Yehuda adalah orang yang benar karena hidup oleh karena iman mereka.. Mungkin kita berpikir bahwa wajar orang Kasdim mengalami hal yang demikian karena mereka adalah orang jahat. Tetapi, mari coba melihat ke dalam kehidupan kita. Kapan kita pernah membusungkan dada kita dan merasa diri kita yang paling hebat? Menganggap diri mampu dan kekuatan tertentu? Sebenarnya ini adalah bukti orang yang tidak lurus hatinya. Orang yang benar itu seharusnya hidup oleh iman percayanya. Allah menegaskan dalam ayat 5 dengan berkata: ”Orang sombong dan khianat dia yang melagak, tetapi ia tidak akan tetap ada; ia mengangakan mulutnya seperti dunia orang mati dan tidak kenyang-kenyang seperti maut, sehingga segala suku bangsa dikumpulkannya dan segala bangsa dihimpunkannya." Khianat, kesombongan, dan keserakahan dipadukan menjadi ciri khas orang Kasdim yang tidak akan pernah dipuaskan dan Tuhan mengatakan bahwa mereka tidak akan ada lagi pada waktu tertentu. Orang Kasdim digambarkan seperti lobang maut dan kubur yang tidak pernah berkata cukup (band. Amsal 30:15-16).
Dalam bagian berikutnya, kita melihat ada dua pengelompokan yang sesuai dengan cara penyusunan Ibrani. Pertama ayat 6-14 dan kedua ayat 15-20. Setiap bagian diakhiri dengan pernyataan teologis yang sangat bagus (ayat 14 dan ayat 20). Pernyataan teologis ini didahului dengan celaan atau penghukuman dari Allah.
Mari melihat kelompok yang pertama. Dalam ayat 6 dikatakan: ”Bukankah sekalian itu akan melontarkan peribahasa mengatai dia, dan nyanyian olok-olok serta sindiran ini: Celakalah orang yang menggaruk bagi dirinya apa yang bukan miliknya--berapa lama lagi? --dan yang memuati dirinya dengan barang gadaian.” Ini adalah syair yang merupakan sebuah olokan yang ditujukan bangsa Babilonia. Tuhan berbicara soal keserakahan orang Kasdim karena mereka merampas yang bukan milik mereka. Ini adalah teguran bagi Kasdim karena mereka menjajah bangsa Yehuda dan menjarah dengan sangat buas harta bangsa yang ditaklukkannya. Oleh karena tindakan mereka inilah Tuhan mencela mereka dan berkata ’celaka’ kepada mereka. Mari kembali mengevaluasi hidup kita akan hal ini. Apakah ada benda atau sesuatu yang ada di rumah kita yang bukan menjadi hak kita? Apakah ada sesuatu di rumah kita yang kita dapat karena merampas kepunyaan orang lain? Inilah perbuatan yang dicela Tuhan.
Kemudian dalam ayat tujuh dijelaskan akibat dari keserakahan tersebut. Akibatnya adalah ”Bukankah akan bangkit dengan sekonyong-konyong mereka yang menggigit engkau, dan akan terjaga mereka yang mengejutkan engkau, sehingga engkau menjadi barang rampasan bagi mereka?” (7). Allah menegaskan bahwa jika mereka (bangsa Babilonia) tetap berlaku demikian, maka mereka juga akan menjadi korban dari orang-orang yang pernah mereka rampas. Hukuman berikutnya ada di dalam ayat 8, yang berbunyi: ”Karena engkau telah menjarah banyak suku bangsa, maka bangsa-bangsa yang tertinggal akan menjarah engkau, karena darah manusia yang tertumpah itu dan karena kekerasan terhadap negeri, kota dan seluruh penduduknya itu.” Apa yang dapat kita pelajari adalah bahwa dalam segala sesuatu yang kita miliki, maka sumbernya harus benar dan dalam usaha untuk memperolehnya kita tidak boleh mengorbankan siapapun. Teguran kepada bangsa Kasdim adalah teguran bagi kita juga.
Mari melihat kata ’celaka’ yang kedua dalam kelompok yang pertama. Dalam ayat 9-10 dikatakan: ”Celakalah orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan rumahnya, untuk menempatkan sarangnya di tempat yang tinggi, dengan maksud melepaskan dirinya dari genggaman malapetaka! Engkau telah merancangkan cela ke atas rumahmu, ketika engkau bermaksud untuk menghabisi banyak bangsa; dengan demikian engkau telah berdosa terhadap dirimu sendiri.” Celaka kedua yang diperingatkan kepada bangsa Kasdim adalah kesombongan material mereka berupa bangunan istana yang megah yang dibangun melalui laba/hasil yang tidak halal. Jika kita melihat pada masa kini, banyak orang terlibat dalam membunga-bungakan uang (rentenir). Ini adalah praktek yang menghasilkan laba/hasil yang tidak halal. Jika kita terlibat dalam hal ini, segera bertobat dan tinggalkan. Alkitab dengan jelas melarang praktek. Ada banyak ayat Alkitab yang melarang tentang riba. Jangan pernah mendapatkan keuntungan dengan tipu daya. Bangsa Kasdim membangun istananya yang megah dan membangun rumah mereka dengan sangat indah yang mereka maksudkan untuk kenyamanan hidup mereka. Mereka menikmati kemewahan dengan hasil yang tidak halal. Dalam ayat 11 dikatakan: ”Sebab batu berseru-seru dari tembok, dan balok menjawabnya dari rangka rumah.” Jika kita mendapat sepeda motor melalui hasil yang tidak halal, maka sepeda motor tersebut akan berteriak-teriak bahwa dia adalah hasil curian. Bangunan di dalam rumah kita pun akan berteriak-teriak jika dibangun dengan hasil yang tidak halal. Apakah hati nurani kita tidak berteriak ketika kita menggunakan barang yang didapat dengan cara yang tidak halal? Atau apakah kita merasa nyaman menggunakan fasilitas yang kita dapat melalui cara yang curang? Oleh sebab itu sangat penting bagi kita untuk memegang yang namanya kejujuran.
Mari melihat kata ’celaka’ yang berikutnya dalam ayat 12-13, ”Celakalah orang yang mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar benteng di atas ketidakadilan. Sesungguhnya, bukankah dari TUHAN semesta alam asalnya, bahwa bangsa-bangsa bersusah-susah untuk api dan suku-suku bangsa berlelah untuk yang sia-sia?" Inilah ucapan yang disampaikan Tuhan kepada Habakuk untuk mengingatkan orang Kasim bahwa mereka adalah orang yang celaka ketika mereka membangun di atas ketidak adilan sosial yang terjadi. Sebuah peringatan juga bagi kita pada pada zaman ini untuk tidak membangun di atas ketidakadilan tetapi membangun sesuatu dengan benar. Jika kita membangun di atas ketidak adilan atau dalam ketidak benaran maka kita hanya akan membangun dalam kesia-siaan. Setelah semua ucapan celaka ini maka pada ayat 14 muncullah pernyataan teologis yang sangat indah. Pernyataan tersebut berbunyi: ”Sebab bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang menutupi dasar laut.”
Bagian kedua dari pengelompokan adalah ayat 15-20. Ayat 15 berbunyi: ”Celakalah orang yang memberi minum sesamanya manusia bercampur amarah, bahkan memabukkan dia untuk memandang auratnya.” Ini adalah ucapan celakan bagi orang Kasdim akan kejahatan mereka. Mereka seolah-olah akan menolong raja dan bangsa Yehuda, tetapi sebenarnya mereka memusnahkannya. Mereka mendekati dengan baik, setelah bangsa Yehuda lengah, mereka merampas semua hartanya dan menindas dengan sangat jahat. Dalam ayat 16-17 dikatakan: ”Telah engkau kenyangkan dirimu dengan kehinaan ganti kehormatan. Minumlah juga engkau dan terhuyung-huyunglah. Kepadamu akan beralih piala dari tangan kanan TUHAN, dan cela besar akan meliputi kemuliaanmu (Ini soal Kasdim yang dihancurkan oleh Allah menjadi kehinaan) Sebab kekerasan terhadap gunung Libanon akan menutupi engkau dan pemusnahan binatang-binatang akan mengejutkan engkau, karena darah manusia yang tertumpah itu dan karena kekerasan terhadap negeri, kota dan seluruh penduduknya itu.“ Setelah berbicara soal kehancuran orang Kasdim, perhatikan juga ucapan Allah soal ilah bangsa Kasdim. Dalam ayat 18 dikatakan: “Apakah gunanya patung pahatan, yang dipahat oleh pembuatnya? Apakah gunanya patung tuangan, pengajar dusta itu? Karena pembuatnya percaya akan buatannya, padahal berhala-berhala bisu belaka yang dibuatnya.“ Dalam ayat 8 ini dikatakan dengan jelas bahwa berhala-berhala itu hanyalan sesuatu yang bisu dan tidak berdaya. Allah yang sejati bukanlah allah yang diberi makan tetapi Allah yang memberi makan. Allah yang benar bukanlah Allah yang dipelihara tetapi Allah yang memelihara. Allah orang Yehuda bukanlah Allah yang dijaga tetapi Allah yang menjaga. Jadi, rang kasdim bukan hanya dihancurkan dari segi negara saja, tetapi juga terhadap apa yang mereka sembah sebagai ilah mereka.
Ucapan 'celaka’ berikutnya ada di dalam ayat 19 dikatakan: ”Celakalah orang yang berkata kepada sepotong kayu: "Terjagalah!" dan kepada sebuah batu bisu: "Bangunlah!" Masakan dia itu mengajar? Memang ia bersalutkan emas dan perak, tetapi roh tidak ada sama sekali di dalamnya.” Apakah masih ada keluarga kita yang terlibat dalam kuasa kegelapan? Misalnya, dalam akhir tahun, pergi ziarah untuk buang sial, atau ritual-ritual lainnya. Ritual-ritual penyembahan berhala ini dicela oleh Tuhan.
Setelah ucapan celaka ini, maka Allah mengakhirinya dengan sebuah pernyataan teologis. Ayat 20 berbunyi demikian: ”Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!” Allah yang benar adalah Allah yang umatnya diam dihadapanNya tetapi berhala adalah allah yang diam di depan umatnya. Tuhan berkata agar Habakuk menyadarkan orang Kasdim akan siapa Allah yang benar. Ini juga merupakan sebuah peringatan bagi kita ketika kita pulang kampung diakhir Tahun. Jangan ada diantara kita yang terlibat dalam olkutisme dan jangan ada seorang pun diantara kita yang membiarkan orang terlibat dalam olkutisme. Oleh sebab itu mari melayani mereka (orang ayang terlibat olkutisme) agar tidak terjebak di dalam kuasa kegelapan ini. Mari mengingat bahwa Allah yang benar adalah Allah yang berfirman, mengajar dan mendidik.
SoliDeo Gloria!
No comments:
Post a Comment