Tuesday, November 15, 2011

[Seri Eksposisi] Surat Kepada Jemaat di Laodikia (Wahyu 3:14-22)

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Th

Hari ini, kita akan membahas bagian ke dua dari kitab Wahyu, yaitu Surat kepada Jemaat di Laodikia. Jika Jemaat di Efesus adalah Jemaat yang kehilangan kasih mula-mula, maka Jemaat Laodikia ini adalah jemaat yang mati segan hidup tak mau atau Jemaat yang suam-suam kuku.
Jika kita perhatikan keadaan Laodikia, secara geografis, Laodikia adalah kota dekat dengan Kolose (sekitar 10 mil). Kota ini juga dikelilingi oleh lembah sungai Likus. Kota ini juga terkenal kemakmurannya karena kota ini adalah pusat bisnis dan merupakan rute perdagangan dan juga tanah yang subur. Jemaat Lodikia merupakan Jemaat yang berada di paling selatan dari ketujuh Jemaat yang ada. Tidak diketahui kapan Injil sampai di sana, tetapi diperkirakan dibawa oleh Epafras. Jemaat ini dulu maju sekali, tetapi belakangan sangat merosot. Itulah sebabnya Tuhan sangat mencela Jemaat ini. Perlu diketahui bahwa Jemaat ini tidak mengalami aniaya atau penderitaan sedikitpun, berbeda dengan Jemaat di Efesus. Dan kepada Jemaat inilah Tuhan berkata: "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”(ay 1).

Dari Wahyu 3:15-17 ini kita akan melihat diagnosa Allah akan kondisi Jemaat ini. Diagnosa pertama Kristus akan Jemaat ada pada ayat 15. Dikatakan demikian, “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!” Dari ayat 15 ini kita melihat bahwa diagnosa pertama Kristus adalah bahwa Jemaat ini merupakan Jemaat yang suam-suam kuku (tidak dingin dan tidak panas). Artinya adalah sikap hidup atau hati yang tidak memiliki status yang jelas, antara musuh atau kawan. Yang ingin dikatakan oleh Tuhan adalah, bahwa Jemaat Efesus tetap melakukan satu ibadah, rutinitas dalam pelayanan, tetapi ibadah di dalam Jemaat ini adalah pelayanan yang suam-suam kuku. Jadi, kegagalan Jemaat ini, selain mereka kehilangan cinta kasih kepada Allah, mereka juga menjadi Jemaat yang mati segan hidup tak mau. Oleh sebab itu dikatakan bahwa jika mereka dingin, baiklah sedingin es, dan jika panas, baiklah sepanas air mendidih, agar status mereka jelas, apakah masih mencintai Kristus atau sudah menjadi musuh Kristus [band Rom 12:11, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”]. Hal ini menyebabkan kondisi jemaat Lodikia menjadi lesu dan tidak memiliki lagi semangat sekaligus kekurangan energi atau ‘darah rohani’ untuk memuji dan memuja Allah. Mereka tetap beribadah dan melakukan pelayanan, tetapi mereka sudah kehilangan dinamika rohani, semangat, power, atau dorongan yang menggerakkan mereka menaikkan pujian yang benar kepada Allah.

Tidak ada orang yang ingin dicintai setengah hati. Semua ingin cinta dan perhatian yang sungguh-sungguh. Jika manusia ingin hal seperti itu, apalagi Allah. Oleh sebab itulah Allah berkata kepada Jemaat Laodikia agar mereka tidak suam-suam kuku. Di dalam gereja atau persekutuan sekarang ini, apa yang dialami oleh Laodikia bisa terjadi. Kita bisa tetap beribadah, saat teduh, melakukan PA pribadi, atau tetap ikut kelompok kecil. Tetapi kita bisa terjebak dimana kegiatan rohani yang kita lakukan tidak lagi memiliki dinamika rohani atau power. Ketika kita bernyanyi pun, nyanyian tersebut tidak dapat mengangkatkan hati kita kepada Allah. Pujian itu tidak bisa menghiburkan dan menguatkan kita, karena dinyanyikan tanpa penghayatan dan pemahaman yang benar. Dinyanyikan tanpa cinta kasih kepada Allah. Inilah dosa Jemaat Laodikia yang didiagnosa oleh Kristus.

Kasih membuat kita taat dan apapun yang kita lakukan bagi Allah, tanpa kasih, tidak ada artinya. Apapun yang kita lakukan, tanpa ada kasih kepada Allah, tidak akan pernah diperhitungkan oleh Allah. Jika karena kita cinta kepada Allah kita melakukan sesuatu, maka Allah menghargai dan menghormati apapun yang kita lakukan. Jika kita tidak melakukan karena cinta, maka kita melakukan segala sesuatunya bagi Allah dengan setengah hati. Kita melayani setengah hati, bahkan datang ke persekutuan pun dengan setengah hati. Jika ada waktu, maka datang, jika tidak ada waktu, maka tidak datang. Kita tidak pernah memberikan hati untuk datang dengan ketaatan. Ada banyak alasan lagi yang dapat diberikan oleh orang-orang untuk tidak menghadiri sebuah persekutuan. Orang seperti inilah orang yang suam-suam kuku-yang tidak memiliki status yang jelas. Kristus mengharapkan kita, yang percaya kepadaNya, sungguh-sungguh tulus dan hangat untuk mencintaiNya. Jika orang mengikut Tuhan dengan suam-suam kuku maka mereka akan menjadi orang yang kaku, tidak memiliki kekuatan untuk menyembah Allah dengan sungguh-sungguh.

Kesalahan lain Jemaat di Laodikia ada di ayat 17. Dikatakan di sana: “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,...”. Hal kedua yang didiagnosa oleh Kristus terhadap Jemaat ini adalah bahwa Jemaat Laodikia ini merasa diri mereka hebat, dan masih layak di hadapan Allah. Ada satu kecongkakan di dalam Jemaat dimana mereka merasa diri mereka kaya. Ingat, Jemaat ini di kota perdagangan yang sangat kaya, yang sangat di distorsi oleh nilai materialisme, maka kalimat di sini banyak berbicara kalimat perdagangan [band ay 18]. Dari ayat 17 kita bisa melihat keangkuhan Jemaat ini. Jemaat yang seperti ini cenderung tidak akan membutuhkan Tuhan lagi karena mereka cukup secara materi dan segala hal. Jika kita perhatikan bagian firman ini, ada sesuatu yang sangat kontras. Mereka yang mengatakan mereka kaya dan memperkaya diri dan tidak kekurangan apa-apa, dihadapan Allah mereka miskin, melarat, buta, dan telanjang. (17b, ”karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,”). Orang yang berpuas diri, merasa diri layak, dan merasa diri rohani, gampang terjebak dalam kondisi seperti ini. Hal ini juga sering terjadi kepada kita. Jika kita merasa sudah cukup baik, sudah cukup memberi, sudah cukup berkorban untuk pelayanan, bisa membuat kita kurang bergantung kepada Allah dan akhirnya cinta kita kepada Allah menjadi suam-suam kuku. Mari menyadari akan hal ini. Jangan sampai seorang pun diantara kita merasa cukup layak dan tidak membutuhkan Allah lagi, sehingga semangat untuk memuji Allah tidak ada lagi. Inilah dua diagnosa yang dinyatakan oleh Kristus terhadap Jemaat di Laodikia.

Bukan hanya mendiagnosa, Kristus juga memberikan terapi atau nasihat kepada Jemaat Laodikia ini. Dalam ayat 18 dikatakan: ”; maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.” Ada satu perintah untuk membeli dari Tuhan [ingat kembali, ini adalah bahasa bisnis konteks Laodikia di mana masyarakatnya materialistis (ay 18)]. Hal ini tidak berarti bahwa keselamatan dapat dibeli. Mereka yang merasa cukup, kaya, dan puas dengan dirinya sendiri itu, kini harus belajar dengan meenyadari bahwa mereka tidak memiliki apa-apa. Mereka miskin, melarat, buta, dan telanjang. Mereka harus membeli/datang kepada Kristus. Ada tiga hal yang ditawarkan Kristus. Yang pertama adalah emas yang sudah teruji agar mereka kaya. Kedua, yaitu pakaian putih agar keterlanjangan mereka tertutup. Ketiga yaitu minyak yang melumas, agar dioleskan ke mata dan mata mereka dicelikkan dan mereka bisa melihat. Apa yang bisa kita lihat di sini adalah sebuah terapi atau solusi yang dikatakan oleh Tuhan agar Jemaat ini tidak suam-suam kuku. Kristus mengatakan kepada mereka agar mereka memiliki kekayaan bukan dengan apa yang ada pada diri mereka. Kekayaan itu ada di dalam Kristus. Kenapa mereka dikatakan telanjang? Artinya adalah mereka hancur total, dimana mereka seharusnya malu total dengan perbuatan, sikap hidup, dan moralitas mereka yang tidak benar dihadapan Allah. Oleh sebab itulah Allah menawarkan pakaian putih kepada mereka agar mereka tidak malu lagi. Dengan membeli minyak pelumas maka mata mereka dapat dicelikkan. Dengan demikian mereka bisa melihat mana kepuasan yang sesungguhnya, yang akan dapat mereka lihat di dalam Kristus. Mat 5:3 berkata : "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.”. Mari belajar mencari kepuasan, kenikmatan, dan kecukupan di dalam Kristus. Mereka yang merasa cukup dengan keberadaannya (berpuas diri), kini harus belajar berkecukupan dan puas di dalam Kristus [lihat ayat 17: “aku tidak kurang apa-apa:”]. Terapi berikutnya yang diberikan oleh Tuhan adalah Jemaat Laodikia harus menyadari kekurangan dan kebutuhan mereka. Salah satu tahapan yang bisa di sadarkan adalah bahwa mereka sadar bahwa mereka miskin, melarat, buta, dan telanjang. Sering sekali kita merasa tidak ada kekurangan lagi secara rohani sehingga ketergantungan kita kepada Tuhan semakin hilang. Mari sadari bahwa kita hancur dan tidak apa-apanya dihadapan Allah. Terapi berikutnya, Kristus mengajak Jemaat untuk memahami bahwa kebutuhan tersebut hanya di dapatkan di dalam Kristus.

Dalam ayat 19 dikatakan bahwa orang yang dikasihi Tuhan ditegur dan dihajar [band Ibr 12:5-11]. Sering sekali kita menjadi generasi yang cengeng. Kita hanya ingin yang enak saja, seperti puji-pujian, sanjungan-sanjungan. Tetapi kita tidak ingin ketika kita dikoreksi dan orang lain menyatakan kesalahan kita. Tetapi kita menikmati sanjungan dan pujian. Hati-hati dengan hal ini. Mari belajar mulai sekarang untuk menikmati kritikan dalam arti agar kita bertobat. Cara untuk bangkit dari suam-suam kuku tidak ada lain selain mau ditegur dan dihajar oleh Allah. Mari rela untuk dikoreksi oleh Allah. Allah bisa mengoreksi kita melalui firmanNya, tetapi juga bisa melalui orang-orang disekitar kita. Mari merelakan diri kita untuk ditegur oleh Allah dan mari bertobat. Mari menjadi anak-anak yang dikasihi oleh Allah, yang merelakan hati kita untuk ditegur dan dihajar oleh Allah. Tidak hanya sampai titik ini, tetapi ada pertobatan dari hari ke hari.

Perhatikan ayat 16, “Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.” Di dalam ayat 16, dengan tegas Allah menyatakan bahwa Allah akan memuntahkan kita jika melakukan sebuah pelayanan dengan suam-suam kuku. Sangat pentingnya bagi kita untuk tidak suam-suam kuku, tetapi bangkit dan bertobat adalah agar Tuhan tidak memuntahkan kita karena Allah jijik melihat kita. Yesus menolak/benci dengan kesalehan atau kerohanian yang palsu atau berpura-pura, mekanis, formalis, dan dingin. Apakah ketika kita masih bersaat teduh masih ada spirit-nya atau hanya karena terpaksa? Jika hanya karena rutinitas, semua ibadah kita, saat teduh, pelayanan, dan juga khotbah, akan dimuntahkan oleh Allah karena hal tersebut menjijikkan bagi Allah. Oleh karena itu penting sekali kerohanian yang sehat dengan tetap semangat melayani Tuhan (dinamis). Ingat Rom 12:11-12. dikatakan di sana: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”. Perhatikan ‘janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan’. Jangan kiranya ada diantara kita yang datang ke persekutuan dengan setengah hati, berdoa, bernyanyi, dan melayani setengah hati. Jangan melayani hanya karena sekedar pengurus atau panitia, tetapi mari melayani karena roh yang menyala-nyala. Jika bertobat dan mengundang Yesus berdaulat dalam kehidupan, selain dipulihkan, mereka juga akan mengalami keharmonisan atau kemesraan. Mari memperhatikan ayat 20, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” Artinya adalah Tuhan selalu siap menantikan perkabungan dosa kita, memanggil kita untuk bertobat. Ada hubungan yang dipulihkan ketika kita betobat. Ketika ada pengampunan, maka lahirlah kemesraan. Ketika ada rekonsiliasi, maka lahirlah keharmonisan. Kita kembali berangkulan dengan Allah. Ketika kita menaikkan pujian dengan kondisi seperti ini, maka kita akan menikmati pujian kita. Tuhan senyum melihat hidup dan mendengar pujian kita. Mari melatih untuk hal ini. Salah satu alasan kenapa kita suam-suam kuku adalah karena kita masih berdiam di dalam dosa kita. Jamuan bersama dengan Tuhan, makan dan minum bersama dengan Dia adalah hubungan yang harmonis. Mari melihat Wahyu 19:9: ”Lalu ia berkata kepadaku: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah.".

Ayat 21 dari Wahyu 3: “Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku pun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.” Tuhan berkata jika Jemaat Laodikia bertobat dari dosa mereka, maka mereka akan menjadi pemenang dan mereka akan didudukkan dalam tahta Kristus. Mari melihat janji Tuhan pada murid-murid di Luk 22:29-30. Dikatakan di sana: “Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.” Pasti kita akan bangga jika satu meja makan dengan Presiden RI atau dengan orang yang kita kagumi. Tetapi, kita kan jauh lebih bangga jika satu meja dengan Bapa dan menjadi hakim bagi dunia ini. Ini adalah penghormatan yang luar biasa.

Mari merelakan diri kita untuk ditegur dan dihajar oleh Tuhan, dan bertobat agar kita tidak suam-suam kuku. Tetapi kita bangkit dan mencintai Tuhan dan mentaati Dia. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat (22).
Solideo Gloria!

No comments: