Denni B. Saragih, M. Div
Saat ini kita akan belajar mengenai seri Christian Hope yang ketiga yang merupakan bagian yang terakhir. Kita akan memulainya dengan mengingat beberapa poin refleksi teologis yang penting sebagai bagian dalam pengharapan Kristiani di bawah judul live out our hope in the modern world - bagaimana kita menghidupi pengharapan dalam dunia modern.
Pengharapan Kristiani berakar dari satu realita dimana manusia dengan segala pencariannya akan keadilan, kebenaran, cinta, Tuhan, dan keindahan adalah satu pencarian yang Tuhan akan jawab. Pengharapan juga berakar dari Perjanjian Lama dimana ada pengharapan Israel menantikan Tuhan yang Esa untuk menyelesaikan persoalan dunia ciptaan yang telah jatuh ke dalam dosa. Segala persoalan yang ada, seperti pemberontakan manusia dalam tatanan ciptaan dan segala hubungan manusia dengan manusia lainnya, akan Tuhan jawab. Pengharapan ini juga berakar dan mengambil wujud dalam Gereja Perjanjian Baru, yang menantikan pembenaran umat Tuhan dimana akan ada deklarasi bahwa umat Tuhan adalah umat yang benar. Meskipun jumlahnya kecil dan mengalami aniaya, tetapi dalam umat ini, Tuhan menunjukkan bahwa mereka percaya pada Juruselamat yang benar yaitu Yesus Kristus. Gereja juga menantikan dimana Tuhan secara publik akan membenarkan mereka. Kepercayaan Kristiani bukan kepercayaan private (yakin dengan apa yang dipercayai), tetapi kepercayaan yang suatu saat nanti akan dinyatakan secara publik bahwa kita percaya pada Juruselamat yang benar. Yesuslah Juruselamat yang benar, bukan kaisar pada zaman itu atau Amerika pada zaman sekarang. Gereja juga menantikan pemulihan ciptaan dalam kedatangan Yesus yang kedua. Bahwa kedatangan Yesus yang kedua bukan hanya sekedar ‘saya akan menikmati Sorga’ tetapi dunia yang telah jatuh ini akan Tuhan pulihkan. Hal ini bukanlah sebuah pengharapan yang individualistis tetapi pengharapan yang kosmis, bukan hanya mengenai saya tetapi dunia dan segala isinya.
Beberapa waktu yang lewat kita membahas bahwa pusat pengharapan Kristiani adalah kebangkitan. Pengharapan kita bukan dunia yang material atau dunia spiritual dimana ketika kita masuk Sorga, maka kita samasekali tidak memiliki hubungan lagi dengan realitas pada masa sekarang ini. Sekali lagi ditekankan bahwa jika puncak pengharapan kita adalah Sorga, maka kita keliru memahami bahwa Sorga adalah sementara dan dunia ini selama-lamanya. Pengharapan kita bukan pada kehidupan setelah kematian (Sorga), tetapi pada kehidupan setelah kehidupan setelah kematian, dan inilah yang disebut kebangkitan. Kebangkitan menegaskan ulang tempat dunia fisik dalam rencana Allah akan masa depan. Allah tidak merencanakan sama sekali dunia yang tidak ada hubungannya dengan fisikalitas kita pada masa ini. Hal ini juga konsisten dengan dunia fisik yang juga telah dirangkul Allah dalam misteri inkarnasi. Ketika Yesus datang ke dunia, Dia mengambil alih tubuh manusia. Dan ketika Dia naik ke Sorga, Ia tidak meninggalkan tubuh itu, tetapi membawanya bersama-sama dengan Dia. Dunia fisik di mana Yesus hidup, bahagia, menderita, mencintai dan dicintai, bekerja, melayani, kesakitan, dilukai, dan mati adalah dunia fisik dimana kita juga mengalami hal yang sama. Dunia ini bukanlah dunia fisik yang ditolak oleh Allah meskipun banyak di antara kita yang menolak dunia fisik tersebut. Dunia fisik ini adalah dunia yang dirangkul Allah kembali dalam proyek kebangkitan. Kebangkitan menegaskan di mana sebenarnya tempat kepeduliaan Allah yang paling dalam. Oleh karena itulah tidak heran ketika kita melihat di dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam kitab Taurat, kita tidak menemukan pengharapan setelah kematian. Dalam PL, berkat dinyatakan dalam bentuk fisik. Misalnya, berkat pada Abraham adalah berkat untuk memiliki keturunan seperti bintang di langit dan pasir di pantai, dan punya relasi untuk diberkati dan menjadi berkat. Dunia yang ditekankan dalam kitab Taurat, dunia dimana kita berada, kembali ditekankan dalam Perjanjian Baru. Tetapi bukan dengan Sorga melainkan dengan kebangkitan. Sorga penting dan merupakan sebuah tempat yang indah dan (sebagian) kita akan kesana. Tetapi Sorga bukanlah puncak pengharapan kita. Yang menjadi puncak pengharapan kita adalah kehidupan setelah kehidupan setelah kematian.
Oleh karena itu, maka fisikalitas dunia adalah sesuatu yang harus kita rangkul. Kita harus hidup di dunia ini. Kita harus bahagia, menghayati penderitaan, mencintai dan dicintai, melayani, kesakitan, dan mati di dunia ini. Dunia ini adalah kenyataan yang harus kita rangkul bukan sesuatu kenyataan yang kita tolak atau sesuatu yang kelak akan kita tinggalkan. Semua hal ini membuat belajar dan memperdalam iman kita akan sesuatu yang sangat indah yang nanti Tuhan akan berikan. Sesuatu yang tersembunyi dibalik hidup menderita, bahagia, mencintai dan dicintai, kesakitan, dan mati, yang semua adalah bayang-bayang dari sesuatu yang lebih baik. Oleh sebab itu bukanlah satu kebetulan ketika Marthin Luther ditanya, ”Apa yang akan anda lakukan hari ini jika Yesus datang besok hari?”, lalu ia menjawab, ”Aku akan pergi ke ladangku dan menanam pohon apel.” Yang dimaksudkan Marthin Luther di sini adalah ia akan hidup sebagaimana ia hidup dan akan menghayati kemanusiaanya sebagaimana ia menghayati kemanusiaannya.
Pengharapan yang seperti ini akan mencegah kita menjadi seorang yang Escapist (melarikan diri dari realita) dan Uthopist (berharap berlebihan dan sesuatu yang sempurna pada kekinian). Pengharapan ini mengajar kita menjadi orang Kristen yang realist, yang merangkul kenyataan dan kehidupan dengan pengharapan Kristiani.
Escapist
Eskapis adalah orang yang lahir dari dunia dan ingin menyelesaikan segala sesuatu di Sorga. Dan mereka memiliki motto (dan celakalah orang Kristen yang memiliki moto seperti ini), ”Biar bodoh, miskin, terbelakang asal masuk Sorga.” Motto ini adalah milik para pengecut dan tidak ingin menyelesaikan persoalan di dunia ini tetapi dunia yang akan datang. Tuhan pun menyelesaikan persoalan di dunia ini. Dan Dia akan menyelesaikannya dengan membangkitkan kita dan mendeklarasikan kepada publik bahwa banyak orang yang tidak percaya kepada Yesus serta yang menjungkirbalikkan kebenaran akan kena hukuman. Escapist juga membuat kita tidak serius akan panggilan. Kita tidak serius dengan pangilan kita untuk memperbaiki pendidikan. Mungkin kita memperbaiki pendidikan bukan dalam rangka agar pendidikan ditebus untuk kemuliaan Allah, tetapi memperbaiki pendidikan hanya memberikan yang terbaik karena alasan selama kita masih hidup di dunia ini. Hal ini tidak Alkitabiah dan merupakan pengharapan orang yang minimalis. Orang yang Escapist juga mengerjakan pendidikan hanya karena dia adalah seorang guru, maka harus mengajar dengan baik dan bersaksi lewat profesi sebagai seorang guru. Semua hal ini benar. Tetapi kita harus melihat lebih jauh, bahwa Allah berencana untuk menebus pendidikan untuk mencerahkan apa artinya pendidikan dan bagaimana pendidikan itu dilakukan dalam konteks penharapan Kristiani. Hal yang sama kita lakukan dalam dunia ekonomi di mana bisnis harus ditebus sehingga menjadi bisnis yang merefleksikan kadilan bukan ketamakan, yang mementingkan orang banyak dan pelayanan bukan memiliki lebih banyak. Hal ini ini berlaku untuk bidang hukum bahwa yang salah harus dinyatakan salah sekuat apapun dia, dan yang benar dikatakan benar selemah apapun dia. Dan semua ini berlaku untuk semua bidang yang ada dimana semua akan dipulihkan ketika Yesus datang kedua kali. Jika kita sadar akan panggilan dalam kebangkitan, maka kita akan serius memikirkan bagaimana kita dalam profesi kita masing-masing terlibat dalam proyek kebangkitan ini dimulai dari sekarang. Bukan sekedar berbuat sesuatu atau sekedar PI di tempat kerja. Jika kita hanya sekedar PI saja maka apa yang kita lakukan hanya akan mengecilkan Injil itu sendiri. Injil bukan hanya sekedar ’mati lalu masuk Sorga’ tetapi kita harus mengingat bahwa pekabaran Injil sendiri adalah Injil kebangkitan. Bahwa dalam Injil adalah satu pemulihan dunia dan fisikalitas dimana kita berada. Karena itu kita harus menolak eskapist. Kita tidak boleh lari dari dunia, tetapi telibat dalam dunia. Orang-orang yang eskapist memberikan image dan pesan yang buruk tentang Tuhan dimana Tuhan hanya ekslusif bagi sekelompok orang tertentu, Gereja hanya bagi orang yang memiliki kecenderungan spiritualitas tertentu, dan Injil adalah resep lain diantara resep-resep yang ada dimana bisa hidup tenang ditengah-tengah dunia yang sibuk dan penuh kebisingan ini. Injil, Gereja, dan Tuhan bukan seperti ini.
Utophist
Pandangan ini adalah pandangan yang mementingkan dunia masa kini demi dunia masa kini semata. Pandangan yang memperbaiki pendidikan itu untuk kepentingan pendidikan itu sendiri, bukan untuk menebus pendidikan bagi kemuliaan Allah. Orang-orang utophist akan berkata, “Selagi ada kesempatan nikmatilah pengetahuan, keindahan, kesenangan, kemajuan dan kemungkinan.” Seolah-olah kita hanya hidup pada dunia sekarang ini dimana kebangkitan tidak segera akan datang. Pandangan ini membuat kita menggantikan pengharapan dengan kenyataan, masa depan dengan kekinian dan menggantikan manusia dengan Tuhan. Orang utophist merangkul kenyataan tanpa Tuhan dan merangkul kemanusia tanpa masa depan dan pengharapan. Ingatlah, pada akhirnya dunia akan binasa.
Christian Realist
Karena itu, kita harus menjadi orang Kristen yang realist dan memiliki pengharapan yang realist. Seperti yang dikatakan Martin Lther, ”Kita hidup pada hari ini dalam terang hari itu.” Jadi apa yang kita ingin Yesus temukan dimana kita sedang lakukan pada saat Ia datang kelak, maka kita akan melakukannya. Jika kita ingin Yesus menemukan kita sedang melayani, bekerja, dengan tekun, bersekutu, maka hal inilah yang akan kita lakukan. Dan apa yang kita tidak ingin Yesus temukan pada saat kita melakukannya ketika Ia datang, maka kita tidak akan melakukannya. Inilah yang dimaksud denga ’hidup pada hari ini dalam terang hari itu’. Kita merangkul dunia dengan segala kompleksitasnya sebagai seorang yang realist dengan tidak menyerderhanakannya, tetapi dunia dengan segala kompleksitasnya menjadi arena di mana pengharapan Kristiani hidup dan dinyatakan. Dunia pendidikan, ekonomi, sosial, hukum dan keindahan adalah bagian dari rencana penebusan bukan pemusnahan. Tetapi kita sadar bahwa kita tidak akan menemukan perwujudan yang sempurna di dunia ini. Karena itu kita tidak menarik diri ataupun bermimpi tetapi secara realist menyadari bahwa kita berada dalam keadaan eskatologis “Already and Not-Yet”--- penebusan sudah dimulai tetapi belum sempurna.
Oleh sebab itu mari kita live out our Hope. Kebangkitan Tubuh sebagai pusat dari jati diri kita. Jika kita yang sekarang bertemu dengan kita yang telah dibangkitkan, maka kita akan tersungkur dan terkagum-kagum karena kita mengira sedang bertemu dengan malaikat. Jika inilah kemuliaan yang akan kita dapatkan nanti, bagaimanakah kita hidup pada zaman sekarang ini? Inilah jati diri kita. Kebangkitan itu juga menjadi tujuan hidup kita. Oleh sebab itu kita harus hidup semakin mulia dan semakin mulia dari hari kehari. Sebagai anak-anak Kerajaan yang mulia, kita jangan merendahkan diri kita. Jika kita hanya hidup untuk uang, karir, atau keluarga, maka Tuhan kita terlalu kecil dan pengharapan kita terlalu kecil karena kita tidak tahu apa yang akan Tuhan sediakan bagi kita di masa yang akan datang. CS Lewis menjelaskan hal ini dengan menggambarkan seorang anak yang hanya bermain-main pasir di pantai karena dia tidak tahu artinya berlibur di pantai yang indah. Demikianlah orang yang hanya hidup demi kesenangan seks, kenikmatan dan kekayaan, sementara Allah menyediakan pengharapan yang indah dalam hidupnya. Kebangkitan tubuh harus menjadi pusat dari kehidupan kita. Panggilan dan hidup kita harus berpusatkan pada kenyataan bahwa suatu hari kelak kita akan dibangkitkan. Kebangkitan Tubuh adalah redefinisi atas makna panggilan. Siapapun kita dan apapun pekerjaan kita mari kita belajar menghayati bahwa fisikalitas di mana kita berada adalah bagian dari sesuatu yang Allah akan tebus dan karena itu mari mulai terlibat dalam proyek penebusan itu, memulihkan bidang-bidang panggilan dimana kita berada dan bagaimana kita membawa kehidupan kebangkitan yang sudah mulai terjadi dalam diri kita, lewat kelahiran kembali dan pertumbuhan rohani kita, di transfer dan mentransformasi sistem, nilai-nilai dan praktek dari lingkungan dimana kita kita dipanggil. Kebangkitan Tubuh adalah pencerahan bagi Christian Worldview atas Pendidikan, sosial, ekonomi, Hukum, Politik, dll.
Kebangkitan Tubuh juga menjadi jembatan empati bagi pencarian kemanusiaan. Dimanapun kita menemukan orang mencari keindahan, keadilan, cinta dan keintiman, spiritualitas dan Tuhan, kebenaran dalam ambisi pengetahuan, kita tahu apa yang mereka cari akan dijawab oleh Tuhan. Kita telah menerima janji itu, dan hal ini mejadi empati bagi kita untuk merasakan bahwa apa yang mereka cari juga merupakan apa yang kita cari dan kita ingin menceritakan kepada mereka Injil, bahwa kita tahu di mana mereka seharusnya mencari dan apa yang menjadi jawaban daripada segala pencarian itu dengan cara yang lebih bijaksana.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment