Friday, April 30, 2010

[Seri Eksposisi] Matius 6:19-34

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div

Eksposisi pada hari ini diambil dari Mat 6:19-34. Minggu lalu kita berbicara mengenai bagaimana Yesus mengajar ibadah yang batiniah, bukan lahiriah, maka bagian ini merupakan bagaimana perilaku umum orang percaya soal materi, kepemilikan, dan juga tentang ambisi orang percaya. Pada bagian ini Yesus berbicara soal nilai hidup orang Kristen yang benar. Sebelum Yesus berbicara soal pentingnya orang tidak perlu kuatir di dalam hidupnya, Ia mengawali dengan dua alternatif dalam kehidupan.

1. Soal Harta: duniawi dan harta sorgawi (19-21)
Perlu diketahui bahwa harta orang pada saat itu adalah pakaian, yang gampang dimakan ngengat dan rayap. Tidak salah untuk bekerja keras atau menabung atau asuransi. Yang salah adalah jika kita menjadi serakah dan materialistis dan mengabaikan orang lain. Karena kita egois dan tamak maka kita fokus pada mengumpulkan harta, dan tidak ingat dengan orang lain apalagi membantunya. Menabung harta di Surga, yang tidak dimakan rayap, itu adalah jika kita melakukan kebaikan kepada orang lain. Kita menyatakan kasih dan menjadi berkat bagi orang lain.

2. Soal kondisi fisik: Terang atau Gelap (22-23)
Jika mata kita gelap, maka gelaplah seluruhnya. Artinya, sangat penting penglihatan yang tajam untuk melihat hal-hal yang rohani, yang mulia. Jika mata kita tidak bisa melihat dengan tajam lagi, oleh karena kerakusan dan ketamakan, maka kita bisa gelap dan tidak melihat lagi sesuatu itu benar atau tidak. Kita tidak bisa melihat orang lain yang membutuhkan pertolongan. Yesus memerintahkan agar kita memelihara mata kita agar bisa melihat dengan jelas. Banyak alumni yang terjebak karena mata rohani yang sudah kabur dimana tidak tahu membedakan mana yang dari Allah dan mana yang tidak.

3. Soal bagaimana loyalitas yang absolut: Allah atau Mammon (24).
Kita tidak bisa ikut Tuhan sekaligus ikut mammon. Banyak orang Kristen dan kita para almuni menginginkan keduanya, dalam arti kompromi. Pada hari minggu kita sangat rohani, tetapi pada hari yang lain kita kompromi. Kita terjebak dengan melihat yang abu-abu menjadi putih. Dengan kata lain jika mata rohani kita baik, maka yang abu-abu menjadi hitam, tetapi jika mata rohani kita gelap, maka yang abu-abu itu menjadi putih. Oleh karena itu Yesus mengingatkan bahwa kita membutuhkan loyalitas yang absolut. Penting iman dan loyalitas yang absolut kepada Allah. Apa yang Yesus ingin ajarkan adalah supaya jangan ada orang percaya yang bersandar kepada materi tetapi harus bersandar kepada Allah.

Mari kita melihat ayat 25, "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” Kalimatnya dimulai dengan ’karena itu’. Hal ini muncul karena ada dua alternatif dalam kehidupan seperti yang telah dikemukakan diatas. Jika kita menabur harta sorgawi, mata rohani tetap tajam, loyal kepada Allah maka kita tidak perlu kuatir. Ada bebarapa alasan untuk tidak kuatir. `Pertama, dalam ayat 25 dikatakan juga ’hidup itu lebih penting dari makanan’. Artinya adalah tanpa hidup tidak ada arti makanan. Oleh sebab itu kita makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Kedua, tubuh kita lebih penting dari pakaian (25). Tanpa tubuh, pakaian tidak berguna. Ingat, kata makan, minuman, dan pakaian berbicara soal seluruh apa yang kita butuhkan. Ketiga, kuatir tidak pernah menambah, tetapi pemborosan waktu, pikiran, dan energi (ay 27, ”Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?). Kita harus meyakini, jika Allah memandang baik, Dia pasti akan memberi- kannya. Keempat, Bapa di Sorga tahu, mau dan mampu untuk memenuhi apa yang kita perlukan (ay 32b, ”Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.”), bahkan Dia akan menambahkan kepada kita (ay 33b, ”...maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”). Bapa tahu apa yang kita perlukan. Oleh sebab itu jika belum terjadi sampai pada saat ini, berarti belum tepat menurut Bapa untuk memberikannya. Memang untuk menunggu jawaban Tuhan kita perlu berjuang. Di sinilah kita dikuatkan dan diingatkan akan Firman Allah. Kita harus menyerahkan diri kepada Allah, maka dikatakan bahwa Bapa yang di Surga itu adalah Bapa yang mampu memberikan apa yang kita perlu bahkan lebih lagi (bd. Ef 3:20-21, ”Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin”). Kelima, karena kesusahan sehari cukup untuk sehari, dan hari esok lebih baik dari hari ini (34b). Mari menikmati hidup ini yang tentu saja di dalam pemeliharaan Tuhan. Ada pengharapan bahwa hari esok lebih baik dari hari ini.

Mari kita lihat ayat 26, ”Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” Soal makanan, mari melihat burung yang tidak pernah menanam atau menuai, tetapi tetap hidup dipelihara oleh Allah. Bukankah kita lebih berharga daripada burung. Ada yang mengatakan, ”Iya, burung cukup dengan makan dan minum. Ia tidak butuh kendaraan dan harta.” Ini adalah keinginan manusia. Yang membuat orang kuatir bukan karena kecukupan, tetapi karena keinginan. Ingat, burung memang tidak membutuhkan harta, tetapi Allah memberi kita lebih. Kita memperoleh pendidikan dan mampu berpikir. Kita lebih bermartabat dari burung. Burung hanya bisa terbang, mengambil makanan, lalu pulang. Tetapi kita bisa bekerja, berpikir, dan melakukan yang lebih lagi.

Mari melihat soal pakaian yang dibandingkan dengan bunga bakung. Ayat 28-30, ”Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?” Pengertian dari pakaian disini adalah kebutuhan fisik dari luar (band. dengan makanan yang adalah kebutuhan fisik untuk dalam). Yesus menekankan bahwa manusia lebih tinggi harkat dan martabatnya dari pada burung dan bunga bakung. Karena itu jangan kuatir dalam hidup kita.

Kenapa orang terjebak dalam kekuatiran?
1. Karena kurang percaya/beriman (ay 30, ”Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?”).

2. Tanda bahwa kita tidak mengenal Allah (ay 32a, ”Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.”).
Orang stress atau kuatir soal makanan, minuman, dan kebutuhannya adalah bukti bahwa kita tidak mengenal Allah dengan benar. Bukan pengenalan kognitif yang dimaksud, tetapi perpaduan kognitif dan empirisme bahwa kita mengenal Allah secara benar. Orang kafir memfokuskan perhatian kepada apa yang dimakan, diminum, dan dipakai (ay 31-32, ). Jika fokus kita pada materi, sampai kapan pun kita akan tetap kuatir. Orang percaya justru harus memfokuskan perhatiannya kepada Allah (ay 33, ”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,...” ).

Ada dua jenis ambisi manusia. Pertama, ambisi duniawi secara materi yaitu keterjaminan segala kebutuhan badani dan dengan sukses tercapai semua keinginan duniawi. Hal ini membuat orang kuatir. Kedua, ambisi Rohani/Spiritual yaitu berkuasanya Kerajaan Allah dan kebenaranNya di dalam hidup orang percaya. Dalam ayat 33 dikatakan, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Apa yang dimaksudkan dengan Kerajaan Allah adalah berdaulatnya Allah di dalam keseluruhan hidup umatnya dan adanya tuntutan agar umat secara total mengabdi kepada Allah dimulai dari pertobatan, merendahkan diri dihadapan Allah, percaya penuh kepadaNya, dan menyerahkan diri kepada pimpinan Allah. Inilah yang dikatakan mencari Kerajaan Allah. Setelah ini muncullah ‘mencari kebenaranNya’. Allah mau agar umatNya mengerti kebenaran Allah dan mereka hidup di dalam kebenaran tersebut yaitu hidup dalam kesucian. Inilah kebenaran Allah yang dimengerti dan dihidupi. Allah mau kebenaranNya nyata dalam setiap kehidupan umatnya. Jika ini terjadi, maka ada jaminan pemeliharan Allah bagi orang percaya dan hal ini juga membuat orang percaya tidak perlu kuatir lagi. Jika Kerajaan Allah dan KebenaranNya nyata, maka Bapa yang tahu apa yang kita perlukan (makanan, miniman, pakaian, dst) akan memberi sesuai dengan kehendakNya. Bahkan Bapa itu akan memberi lebih dari apa yang kita perlukan. Ia akan menam- bahkan kepada kita. Mari belajar untuk tidak kuatir. Allah itu baik.

Yesus tidak pernah melarang untuk memikirkan apa yang kita akan makan, minum, danpakai. Justru Yesus mendorong, dan Alkitab melarang orang malas yang tidak bekerja. Karena itu mari belajar dari kalimat Jhon Wesley, pendiri Gereja Methodist, ”Carilah uang sebanyak-banyak- nya, tabunglah uang sebanyak-banyaknya, dan persembahkanlah uang sebanyak-ba nyaknya.” Bagaimana caranya? Tentu dengan hikmat Allah. Yesus juga tidak pernah melarang untuk merencanakan hidup. Justru harus! Jika Allah bukan perencana agung. Pada hari pertama ia menciptakan manusia, apa jadinya. Pasti tidak ada tempat dan makanannya. Oleh sebab itu manusia diciptakan pada hari yang keenam. Allah menyediakan terlebih dahulu segala-galanya baru menciptakan manusia. Inilah bukti pemeliharaan Allah dan sekaligus Allah adalah perencana. Oleh sebab itu Yesus juga mengajarkan agar kita merencanakan hidup, mengatur sedemikian rupa. Tetapi Yesus melarang kita agar jangan sampai kuatir. Persiapan hari esok adalah baik, bahkan wajib. Alkitab berkata adalah sebuah kejahatan kalau seorang percaya tidak memikirkan dan tidak memberikan apa yang perlu bagi keluarganya. Kekuatiran yang melelahkan dan menyita perhatian maupun energi itu, harus dihindari. Mari belajar untuk tidak kuatir.
Soli Deo Gloria!

No comments: