Friday, April 30, 2010

[Seri Eksposisi] Matius 6:5-15

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div

Bagian Firman Mat 6:5-15 ini merupakan lanjutan dari khotbah di bukit dan berbicara soal bagaimana memiliki ibadah yang tulus. Ibadah agamawi yang bukan ritual tetapi spiritual, bukan mekanis melainkan dinamis, bukan simbolis tetapi esensis. Kita sendiri sangat gampang terjebak dalam hal seperti ini di mana ibadah dan doa kita menjadi mekanis. Misalnya, karena kita sudah lama ke gereja maka kita ke gereja agar orang lain tidak membicarakan kita. Jadi kita pergi ke Geraja bukan karena pemahaman teologia dan kerinduan yang dalam. Contoh lain, pernahkan kita merasa malu tidak memberi persembahan ke Gereja? Jika ada kita bersyukur memberikannya, dan jika tidak adapun kita tetap bersyukur karena tidak memberi. Sadar atau tidak, kita terjebak dalam hal yang ritualis, simbolis, dan mekanis. Jadi saat ini Tuhan Yesus memperingatkan kita soal bagaimana beribadah harus tulus dan ikhlas.

Teks ini diawali dan diakhiri dengan peri- ngatan akan bahaya kefasikan dan kemunafikan. Teks ini diawali dengan cara orang Kristen memberi di mana dalam memberi tidak perlu diketahui oleh orang (6:2-4). Kemudian soal berdoa yang tidak benar yaitu doa kafir dan doa Farisi (6:5-8), dan mengenai puasa orang Farisi dan Kristen (6:16-18).

Bagian yang pertama dari Eksposisi kita berbicara tentang doa orang Farisi. Ada satu kontradiksi antara kesalehan agamawi dan kesalehan batiniah (ay 5). Doa orang Farisi lebih menunjukkan kesalehan agamawi. Mereka melaku- kannya dengan cara bedoa agar dilihat orang, berdoa di perempatan, dan berdoa di depan rumah ibadah. Tidak salah berdoa dilihat orang lain, tetapi menjadi salah agar dilihat orang. Kesalehan orang Farisi dalam doa mereka adalah kesalehan yang menyenangi pujian manusia. Doa hanya menjadi sekedar simbol dan aktifitas agamawi serta sebagai kesombongan rohani. Doa memang aktifitas rohani tetapi bukan hanya sekedar aktifitas rohani. Puasa pun adalah aktifitas rohani tetapi bukan hanya sekedar puasa. Di sinilah kita biasanya salah. Kita diperingatkan oleh Tuhan Yesus melalui murid-murid juga pada zaman itu bagaimana berdoa yang benar.

Bagian yang kedua adalah doa yang Alkitabiah. Doa orang Kristen ada seperti pada ayat 6, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Doa Kristiani yang dikatakan di sini memiliki satu hubungan batiniah yang tulus dan privasi sifatnya. Itu sebabnya dikatakan ‘masuklah ke dalam kamarmu’ bukan menekankan agar tidak dilihat orang, walau hal ini pun penting. Dalam kesendirian kita bisa menikmati doa dengan khusuk, tenang, teduh, berdua dengan Tuhan, dan jauh dari penglihatan orang yang tidak penting. Sebab itu penting sekali motivasi yang murni dan kerinduan mencari wajah Allah. Ingat Maz 27:8, “Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku"; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN”. Kata ‘tersembunyi’ memakai kata tamelon (Yun) yang berarti ruangan yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan harta benda. Artinya, jika kita tulus, konsentrasi, sungguh-sungguh, dan dengan motivasi murni datang ke hadapan Allah, maka ada jaminan Bapa akan mendengar seruan kita.

Bagian yang ketiga adalah doa orang Kafir. Mari melihat ay 7-8. Dalam ayat ini dikatakan bahwa orang Kafir berdoa denga bertele-tele (Battalegeo – Yun- kata yang diulang-ulang dimana jika semakin diulang-ulang dan semakin keras maka Tuhan akan mendengar karena mereka biasa berdoa kepada Baal). Doa mereka ini adalah doa yang mekanis. Mereka berpikir bahwa jawaban doa mereka ditentukan oleh banyaknya kata-kata (ay 8). Pernahkah kita berdoa di mana kalimat itu tidak lahir dari hati kita? Kita sering terlalu mengatur kata-kata kita agar bagus didengar oleh orang lain. Ingat doa berbicara mengenai ketulusan. Orang percaya berdoa dengan segenap hati dan pikiran karena dalam doa harus melibatkan hati dan akal budi. Artinya dengan hati kita beriman dan dengan akal budi hikmat Allah menyertai kita berdoa, maka doa yang tulus itu bukan seperti suara yang terlepas ke udara, tanpa suara, makna, penghayatan, dan iman. Oleh sebab itu sebelum memohon kepada Tuhan Allah, pikirkan. Jika kita berdoa, “Bapa kekasih jiwaku,…”, apakah kita memang kita memandang Tuhan sebagai kekasih jiwa kita? Jika tidak, berarti kita telah berdosa. Jadi, jangan sembarangan mengucapkan kata-kata yang sembarangan dan hampa dalam doa.

Kita harus melibatkan hati dan akal budi kita karena Bapa mengetahui apa yang kita perlukan sebelum diminta. Bukan berarti kita tidak perlu berdoa. Karena kita mengetahui Bapa kita itu baik, maha kuasa, dan memperhatikan kita, maka kita berdoa. Martin Luther mengatakan bahwa melalui doa kita lebih mewajibkan diri kita dari pada mewajibkan Allah. Jadi bukan agar Allah bekerja-walau Allah juga bekerja dengan doa-tetapi kita juga mewajibkan diri kita. Artinya, kita yakin bahwa Allah tahu dan mau memberikan kebutuhan kita, dan kita yakin Allah mampu memberi apa yang kita perlukan dan Dia sangat mengasihi kita. Hal inilah yang menggerakkan kita berdoa. Pemahaman seperti inilah yang perlu kita miliki dalam kehidupan doa kita.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dia Farisi itu munafik tetapi doa Kristen itu tulus. Doa Farisi berpusat kepada diri sendiri, tetapi doa Kristen berpusat kepada Allah. Doa Kafir mekanis, tetapi doa Kristen itu dinamis. Doa Kristen real-bersahaja, bersungguh hati sebagai lawan dari kemunafikan; dengar-dengaran sebagai lawan dari mekanis. Doa Bapa Kami merupakan contoh doa Kristen yang sejati.

Ayat 9-13 merupakan doa Kristen yang sejati. Menurut Matius, doa ini merupakan pola doa yang perlu diteladani (9). Tetapi Lukas mengatakan bahwa doa ini sebagai bentuk yang dipakai. “Berdoalah demikian!” (Luk 11:2). Jika Lukas menekankan pada perintah, tetapi Matius menekankan pada sebuah pola.

Doa Bapa Kami terdiri dari dua bagian yaitu Theosentris (ay 9-10) dan Anthroposentris (ay 11-13/14-15).

THEOSENTRIS
Kalimat yang pertama adalah “Bapa Kami yang di Surga,..”. Ada beberapa hal yang perlu kita pahami dari hal ini. Pertama, Allah adalah suatu pribadi yang berbeda dengan berhala Kafir yang tanpa esensi. Kedua, ada satu relasi yang khusus antara kita dengan Allah. Ingat, yang berhak mengatakan Bapa Kami yang di Surga adalah mereka yang telah lahir baru (Yoh 1:12; Rom 8:14-15; Gal 4:6). Ketiga, kalimat diatas menunjukkan Bapa sebagai pribadi yang penuh kasih sayang dan perhatian. Keempat, kalimat ini ingin menunjukkan bahwa Surga bukan hanya sebatas alamat. Melainkan manyatakan bahwa Dia Maha Kuasa.

Allah bukan saja Bapa yang baik, tetapi dia juga berkuasa untuk menyatakan kebaikannya (Mat 7:-11). Pengenalan akan pribadi Allah yang demikian akan membuat kita sungguh-sungguh datang ke hadirat Allah. Pengenalan akan siapa Allah akan membuat kita berdoa dengan mendahulukan kepentingan Allah. Maka kita berkata, “Dikuduskanlah namaMu, datanglah kerajaanMu, dan jadilah kehendakMu di bumi seperti di Surga”. Di dalam doa, kita lebih dahulu menempatkan kewajiban kita terhadap Allah barulah diikuti oleh kebutuhan kita. Inilah teologia doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.

“…dikuduskanlah namaMu…”
Artinya Allah itu diperlakukan sebagai pribadi yang kudus. Dengan pemahaman bahwa kita tidak pernah membuat Allah menjadi kudus. Kekudusan Allah tidak pernah bertambah dan berkurang walau semakin banyak orang memuji Dia. Maksud kalimat ini adalah bahwa kita sebagai umat memperlakukan Allah sebagai pribadi yang kudus dengan datang kepada Dia di dalam kekudusan dan inilah dorongan bagi kita untuk hidup dalam kekudusan (I Pet 1:15-16). Kepada Dia yang kudus diberi penghormatan yang selayaknya. Oleh karena itu jika kita ingin berdoa mari datang kepadanya dengan kekudusan (bd Yes 9:51). Salah satu jaminan doa dijawab adalah mari datang dalam kekudusan.

“…datanglah KerajaanMu…”
Kita mengimani dan mengakui Kerajaan Allah bahwa Dia betul-betul Raja. Kita menempatkan Dia sebagai Raja yang sesungguhnya, Raja yang mahakuasa yang memerintah dan berdaulat. Kemudian muncul ‘datanglah KerajaanMu’. Ada sebuah ketegangan di sini antara already but not yet. Artinya Kerajaan Allah telah datang di dalam diri Yesus ketika datang ke dunia. Tetapi Kerajaan Allah juga akan datang bagi orang yang mau percaya kepadaNya. Dimana orang percaya kepada Kristus, di situ hadir Kerajaan Allah. Dimana kebenaran dihidupi dan diperluaskan, disitu Kerajaan Allah semakin luas. Kerajaan Allah semakin luas melalui PI. Kesempurnaan Kerajaan Allah terjadi dalam kedatangan Yesus ke dua kali (2 Tim 4:1. Tetapi ketika kita berdoa ‘datanglah KerajaanMu’, hal ini berbicara soal hal bagaimana kebenaran Allah semakin dihidupi dan diperluas dan dialami oleh orang lain.

“…jadilah kehendakMu di Bumi seperti di Surga.”
Ingat Rom 12:2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Kehendak Allah itu baik dan sempurna. Karena itu wajar jika kehendak Allah yang baik dan sempurna itu terjadi di bumi. Artinya, Bapa yang Maha Kuasa dan Kudus dan Sang Raja, layaklah apabila kehendakNya yang baik dan sempurna itu kita alami di bumi. Yesus mau supaya kita berdoa agar kehidupan dibumi semakin menyerupai nilai-nilai Surga seperti lebih damai, dalam kebenaran dan penuh sukacita.

ANTROPOSENTRIS
Setelah berpusat kepada Allah, barulah doa itu diarahkan pada kebutuhan manusia. Ada peralihan dari prinsip mengutamakan Allah kepada kebutuhan manusia. Ada pemahaman akan pribadi Allah yang melahirkan ketergantungan manusia kepada kasih karuniaNya. Pengenalan akan Allah akan menciptakan keberanian dan dengan iman menyampaikan permohonan akan kebutuhan kita. Apakah kebutuhan kita?

“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”
Kata makanan bukan hanya sekedar perut, tetapi kebutuhan pangan, sandang, papan, cuaca, suasana, dll. Tetapi ingat, bukan keinginan melainkan kebutuhan. Allah tidak pernah menjawab keinginan manusia untuk dipuaskan, tetapi Allah menjamin bahwa Dia akan memberi kebutuhan umatNya. Kata ‘hari ini’ diajarkan supaya ada ketergantungan setiap saat kepada Allah. Jika ada jaminan sampai kita mati bahwa semuanya akan berkecukupan, mungkin kita akan kurang berdoa. Jadi penekanannya adalah ada satu ketergantungan kepada Allah. A. M Hunter menyatakan demikian, “Jika berdoa Doa Bapa Kami pada pagi hari, berarti agar kecukupan kebutuhan sampai sore hari dan malam hari, dan jika diucapkan pada malam hari, berarti kebutuhan untuk esok hari.”

“…dan ampunilah kami akan kesalahan kami,…”
Ini adalah kebutuhan akan jaminan pengampunan akan kesalahan. Jika makanan menjadi kebutuhan utama bagi tubuh kita, maka pengampunan dosa merupakan kebutuhan utama bagi kesehatan jiwa. Ketika kita berkata “Ampunilah kesalahan kami...”, kita bukan sedang berbicara soal Surga dan Neraka. Hal ini berbicara soal penyucian bukan pembenaran. Hal ini penting karena orang yang tidak diampuni dosanya pasti mengalami kehampaan dan ketertekanan jiwa (bd Mzm 32:1-4). Jika kita mengalami seperti yang Daud gambarkan dalam ayat 1-4 ketika berdosa, berarti engkau dan saya masih sehat rohaninya. Jika sudah sejahtera dalam dosa, berarti bahaya! Oleh sebab itu Yesus mengajar kita untuk meminta pengampunan dari Tuhan yang akhirnya ada kelegaan dan ketenangan dan sukacita. Pengampunan dosa juga merupakan syarat permohonan kita didengarkan oleh Allah (bd Yes 59:1-2).

“…seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.”
Pengampunan dosa oleh Allah bukan di dasarkan karena sudah mengampuni kesalahan orang lain. Tetapi, ada jaminan pengampunan dosa dan sebagai bukti pertobatan yang sejati (ay 14-15) menjadi dasar bagi kita untuk mengampuni orang lain. Karena terlalu besarnya kita melihat dosa orang lain, dan terlalu kecil kita lihat dosa kita, maka kita sulit mengampuni orang lain. Tetapi ketika kita menyadari bahwa begitu banyaknya dosa kita yang diampuni oleh Allah, maka kita digerakkan untuk mengampuni orang lain. Jika kita sulit dan berat mengampuni orang lain, berarti kita kurang menikmati pengampunan dari Allah. Orang yang gampang mengampuni adalah orang yang menikmati pengampunan dari Allah (bd Mat 18:21-35). Apa yang mau diajarkan oleh Tuhan Yesus adalah pengampunan tanpa batas. Sadarilah bahwa kita sudah diampuni oleh Tuhan. Kemurahan mengampuni orang lain adalah pertanda bahwa kita telah diampuni Tuhan terlebih dahulu.

“Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.”
Pemahaman disini adalah Allah tidak pernah mencobai (tempt) manusia dan Allah tidak akan pernah mencobai manusia (Yak 1:13). Yang benar adalah Allah melakukan test and try. Test adalah ujian, dan try adalah situasi dimana setelah dilakukan berbagai perbaikan kemudian di coba. Inilah yang dilakukan oleh Allah (Kej 22:1-14; Yak 1:2). Dicobai (tempt) adalah dari Iblis. Dalam Matius 4, ketika Yesus dicobai, kata yang dipakai adalah tempt. Tempt itu meruntuhkan, sedangkan test untuk melihat apakah cocok ‘naik kelas’. Tempt menghancurkan, sedangkan try mencoba apakah sudah bisa berfungsi dengan baik. Yang berasal dari Allah adalah test and try karena Allah tidak pernah mencobai. John Stott menyatakan bahwa yang dimaksudkan jangan membawa kami ke dalam pencobaan adalah, jangan izinkan kami di bawa ke dalam pencobaan si Iblis yang dapat membuat kami kewalahan bahkan kalah. Oleh sebab itu muncul seruan untuk dilepaskan dari pada yang jahat di mana Allah memberi kekuatan.
Jika kita perhatikan dalam bagian ini, ada tiga kebutuhan manusia dalam doa, yaitu:
1. Kebutuhan Materi yaitu kebutuhan sehari-hari
2. Kebutuhan Spiritual yaitu pengampunan dosa.
3. Kebutuhan Moral yaitu kelepasan dari yang jahat.

Ketiga-tiganya sangat kita butuhkan setiap hari. Itulah sebabnya kita berdoa setiap hari kepada Allah.
Ayat 13 adalah sebuah doxology, makanya dinyanyikan. Dalam teks asli, ayat 13 tidak ada (dibuat dalam kurung). Ayat 13 ini adalah catatan redaksi karena dulu ketika orang berdoa, muncul satu ekspresi yang berkata “Terpujilah Engkau ya Allah!” Itulah sebabnya dinyanyikan (termasuk dalam Gereja suku pada saat ini). Dalam naskah purba, doa ini diakhiri dengan pujian kepada Allah pemilik Kerajaan, Yang Mahakuasa, dan Yang Mulia selama-lamanya.
Mari jangan berdoa seperti orang Farisi yang berpusat kepada dirinya sendiri yang munafik dan untuk dipuji. Dan juga jangan terjebak seperti doa orang Kafir yang bertele-tele dan seolah-olah memaksa Allah. Mari berdoa dengan tulus, ada hati nurani, keterlibatan hati dan akal budi dengan iman berdoa kepada Bapa dengan kita mengenal pribadi Allah yang kepadaNya kita berdoa. Baru kemudian dimunculkan dengan tiga hal bagaimana kita menempatkan Allah sebagai pribadi yang kudus, bagaimana KerajaanNya harus datang, dan bagaimana kedaulatanNya dinyatakan. Barulah, ketika keutamaan Allah ditempatkan, lahirlah pernyataan kebutuhan kita kepada Allah yang pribadinya kita kenal, yaitu trilogi kebutuhan manusia: kebutuhan material, spiritual, dan moral, yang kita perlukan setiap hari.
Soli Deo Gloria!

No comments: