Denni B. Saragih
Hari ini kita akan merenungkan bagian yang terakhir tentang Musa dengan topik An Elegy of Passionate Leader --- Moses Seen from the End of His Life. Jika kita perhatikan orang-orang besar dalam dunia ini, mereka mati dengan cara yang unik. Yesus mati dengan berkata: ”Sudah selesai.” Paulus juga mengatakan hal yang sama. Ketika akan meningal dunia dia berkata: ”Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik.” Jika kelak kita meninggal dunia, apakah yang akan kita katakan? Alangkah celakanya jika kita mati dengan penyesalan, kepahitan, kesakitan, benci, dan kemarahan.
Mari kita lihat kisah kematian Musa seperti yang digambarkan dalam Ulangan 34:1-12. Perikop ini sangat luar biasa karena kalimat-kalimat yang dipakai untuk menggambarkan Musa sangat extraordinary. Jika kita merenungkan tentang Musa, maka dari bagian ini kita melihat lima refleksi tentang kematian Musa. Pertama, kematian seorang anak Manusia. Walaupun seorang tokoh besar, Musa tetaplah seorang anak manusia. Kematiannya juga adalah kematian seorang anak manusia. Kedua, kematian Musa digambarkan sebagai kematian seorang sahabat Allah. Ketiga, kematian Musa adalah kematian yang sangat indah. Keempat, kematian Musa adalah kematian dari serorang yang dicintai dan dikasihi. Kelima, kematian Musa adalah kematian yang meninggalkan warisan yang agung kepada pengikutnya.
Kematian Seorang Anak Manusia.
Ayat 1-4 dari ulangan tadi dimulai dengan bagaimana Tuhan membawa Musa ke atas gunung Nebo dan Tuhan menunjukkan seluruh tanah Kanaan kepada Musa. Dalam ayat 4 dikatakan: ”Dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Inilah negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub; demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri itu. Aku mengizinkan engkau melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi engkau tidak akan menyeberang ke sana." Musa adalah seorang tokoh yang besar. Jika kita ditanya, Musa menjadi seorang Musa, apakah rahasianya? Apakah karena bakatnya yang luar biasa? [ingat, kisah kelahiran Musa sangat luar biasa]. Apakah Musa menjadi tokoh yang besar karena pendidikan yang dia alami sebab selama 40 tahun ia belajar dengan pendidikan di Mesir? Atau apakah karena bentukan alam dan pengalaman luar biasa yang ia alami ketika ia menjadi penggembala domba di padang gurun? Atau apakah karena isterinya yang setia mendukung dia, karena kita sering mendengar ada ungkapan ’Dibalik pria-pria yang besar ada isteri yang besar’? Apakah Musa karena satu atau karena semua hal tersebut? Alkitab mencatat tidak, bukan karena satu atau semua hal diatas. Musa menjadi orang besar adalah karena Tuhan yang besar yang ia miliki. Dalam sebuah buku dikatakan bahwa dalam 40 tahun pertama dalam hidup Musa, dengan segala pencapaiannya, dia memiliki motto hidup ”I’m something!” Musa punya segala-galanya. Dia adalah seorang pangeran, pintar berperang, banyak pengetahuan, dan dia merasa siap menjadi juru selamat bangsa Israel. Musa memiliki kemampuan dan punya hati.
Tetapi ketika Musa merasa I’m something, Tuhan merasa bahwa ia belum siap untuk dipakai untuk rencanaNya. Kemudian 40 tahun berikutnya ia hidup di padang gurun. Musa tidak punya apa-apa. Kambing domba yang digembalakannya pun adalah milik mertuanya. Dia merasa I’m nothing. Musa merasa bahwa dia tidak punya apa-apa dan kelebihan apapun. Ketika dia berada pada titik nadir yang paling rendah dan merasa I’m nothing, ketika itulah datang panggilan Allah. Tuhan melihat pada waktu itu Musa siap untuk dipakai oleh Tuhan. Satu hal yang luar biasa. Tuhan sering bekerja dengan cara seperti ini. Justru orang-orang yang tidak punya kemampuan, tidak terpandang, dan tidak memiliki hikmat yang sering dipilih Allah untuk mempermalukan orang-orang yang terpandang. Kemudian dalam 40 tahun yang ketiga Musa melayani Tuhan. Motto hidupnya menjadi ”God is everything.”
Jika kita perhatikan pengalaman Musa, ia menjadi besar bukan karena karunia yang ia miliki, bukan karena pendidikan yang dialami, bukan juga karena bentukan alam yang ia alami. Musa menjadi besar karena Allah yang ia layani adalah Allah yang besar. Hal ini menjadi sebuah refleksi bagi kita, dimana kita menjadi besar bukan karena kehebatan-kehebatan kita, tetapi karena Allah yang kita sembah dan layani adalah Allah yang besar. Ketika Musa menjadi tokoh yang besar, ia tidak menjadi seorang yang tanpa kelemahan. Di dalam Alkitab juga kita menemukan bahwa tokoh-tokoh yang besar bukanlah seorang yang sempurna. Jika kita merasa jika kita ingin menjadi orang besar, lalu kita harus sempurna, maka kita gagal memahami siapa Tuhan kita dan gagal memahami kemanusiaan kita sendiri. Kita perhatikan tokoh-tokoh dalam Alkitab, semuanya adalah manusia-manusia luar biasa yang kita kagumi, tetapi pada saat yang sama mereka juga adalah manusia yang punya kelemahan-kelemahan. Jika ada orang seperti Daud, maukah kita mengundangnya sebagai pembicara di kantor kita? Daud pernah selingkuh dengan Betsyeba. Kita pasti akan berpikir ulang. Tetapi Daud yang dianggap Allah berkenan kepadaNya juga adalah seorang yang memiliki banyak kelemahan. Daud tidak hanya berzinah tetapi merensanakan pembunuhan untuk Uria (suami Betsyeba). Demikian juga dengan Abraham. Abraham adalah seorang pria yang tidak gentelemen. Ia rela mengorbankan isterinya demi keselamatan- nya ia meminta kepada Sarah agar mengaku sebagai adiknya. Ia membiarkan Sarah menghadapi resiko perzinahan dan pelecehan seksual demi keselamatan dirinya. Bahkan Paulus sendiri, seorang yang demikian agung dan kita rasa amat sempurna, adalah seorang yang berkata bahwa ia memiliki duri dalam daging. Dan duri dalam daging Paulus tidak diketahui dengan jelas melalui walau kita membaca kitab Kisah Para Rasul maupun surat-surat Paulus. Ada yang menghubungkannya dengan penyakit atau kelemahan fisik,ada yang menghubungkannya dengan godaan seksual atau temperamennya. Adalah hal yang sangat bagus jika duri dalam daging Paulus tidak diketahui dengan jelas agar semua kita yang punya kelemahan bisa mengi- dentifikasikan diri kita dengan Paulus di mana dalam kelemahannyalah kuasa Allah menjadi sempurna.
Menjelang akhir hidupnya Musa hanya bisa melihat tanah Kanaan. Dia tidak masuk kedalamnya. Musa adalah manusia yang merupakan tokoh yang besar tetapi pada akhirnya Musa adalah seorang manusia biasa seperti anda dan saya. Jangan kita pernah merasa bahwa kita tidak mampu karena kita bukan Musa atau tokoh besar lainnya. Ini adalah mentalitas dimana ada beda antara hamba Tuhan, orang yang fulltime dengan orang yang tidak fulltime. Hal ini dari dalam harus kita buang dari pikiran kita. Sebenarnya kita semua adalah fulltime bagi Tuhan, bukan fulltime untuk lembaga tertentu. Musa akhirnya mati sebagai tokoh besar yang juga adalah manusia biasa karena Musa juga memiliki kelemahan dan kemarahan (yang membuat dirinya tidak bisa pergi ke tanah Kanaan).
Kematian Seorang Sahabat Allah
Kenapa dikatakan kematian seorang sahabat adalah karena Allah sendiri yang mengebumikan Musa. Tuhan sendiri yang menghadiri kematian Musa dan Tuhan sendiri yang tahu dimana Musa dikebumikan. Ayat 5 dan ayat 6: ”Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN. Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini.” Digambarkan disini dimana ada seorang sahabat mengebumikan sahabatnya yang lain. Sahabat yang bernama YHWH mengebumikan sahabatnya yang bernama Musa. Musa mati dalam rangkulan Tuhan dan dikebumikan sendiri oleh Tuhan. Mucul sebuah pertanyaan, jika kita menjadi Musa, yang manakah yang akan kita pilih, mati di tanah Kanaan atau mati di pelukan Tuhan? Tidak bisanya Musa masuk ke dalam tanah Kanaan merupakan kelemahannya, tetapi di sisi lain seorang yang lemah itu juga diperlakukan Allah dengan sangat istimewa di dalam kematiannya. Allah sendiri berkenan untuk mengebumikan hamba- Nya yang bernama Musa dan tidak ada seorang pun yang tahu di mana kuburan Musa sampai saat ini. Musa bersahabat dengan Tuhan dan Tuhan pun senang dengan Musa. Musa bergumul dengan Tuhan dan bersoal dengan Tuhan dan Tuhan menyukainya. Dalam kisah antara Tuhan dan Musa kita menemukan kisah dimana Musa membujuk Allah yang akan mebinasakan umat Israel dan akan membangkitkan bangsa yang baru melalui Musa, dan akhirnya Allah ’menyesal’ dengan rencanaNya itu. Sewaktu Musa menantang Allah dan bergumul denganNya, Tuhan tidak marah bahkan menyenangi Musa. Sama halnya ketika Abraham tawar menawar dengan Tuhan ketika Sodom dan Gomora akan dihancurkan, Tuhan menyukai tawar menawar Abraham. Sama seperti Tuhan menyukai doa Jhon Knox yang berkata: ”Give me Scotland or let me die.” Tuhan menyukai doa seperti ini. Dan orang-orang yang memiliki hati seperti ini adalah orang-orang yang dicari Tuhan. Bergumul dengan Tuhan dengan mengharapkan hal-hal besar bagi Tuhan dan melakukan hal-hal yang besar bagi Tuhan. Akankah Tuhan menemukan diantara kita, orang-orang yang berani menantang Allah seperti Musa dan tokoh-tokoh besar lainnya. Orang yang berani menantang Allah adalah oang-orang yang menjadi sahabat-sahabat Allah.
Kematian yang Sangat Indah
Dalam ayat 7 dikatakan, ”Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang.” Sewaktu Musa mati, ia berumur 120 tahun dengan fisik yang masih kuat. Kematian Musa sepertinya kematian yang tragis karena ia tidak bisa masuk ke tanah perjanjian. Tetapi, apakah kematian Musa adalah kematian yang tragis? Tidak, kematian Musa adalah kematian yang indah karena Allah sendiri yang berkenan mengebumikan Musa dan Musa mati dengan fisik yang masih kuat. Kematian Paulus berbeda dengan Musa. Paulus mati menderita dipenggal di kota Roma. Tetapi kematian Paulus bukanlah kematian yang tragis, tetapi kematian yang sangat indah. Kematian yang tragis adalah kematian Yudas. Bagaimana nanti jika kita meninggal dunia? Apakah kematian kita adalah kematian yang indah atau kematian yang tragis.
Kematian Dari Seorang yang Dikasihi
Dalam ayat 8 dikatakan, ”Orang Israel menangisi Musa di dataran Moab tiga puluh hari lamanya. Maka berakhirlah hari-hari tangis perkabungan karena Musa itu.” Orang Israel menangisi Musa 30 hari lamanya. Hal ini berarti bahwa mereka sedih sekali. Musa ditangisi oleh orang yang dipimpinnya dan dia dikenang sebagai orang yang besar. Adakah pengikut/anggota yang senang ketika pemimpin mereka mati? Pandangan sebenarnya terhadap seorang pemimpin adalah ketika pemimpin tersebut tidak hadir lagi. Jika ada pemimpin dan ada pengikutnya tentu saja pandangan yang diutarakan pengikutnya terhadap pemimpinnya adalah yang positif. Ketika pemimpinnya tidak ada biasanya muncullah penilaian-penilaian yang lebih jujur dari pengikutnya terhadap pemimpin mereka. Bagaimana kita ingin dikenang jika kelak kita meninggalkan dunia ini? Musa meninggal dunia sebagai seorang yang sangat dikasihi. Selama 30 hari orang menangis ketika Musa meninggalkan dunia ini.
Kematian yang Meninggalkan Warisan yang Agung
Mari melihat ayat 9-12, ”Dan Yosua bin Nun penuh dengan roh kebijaksanaan, sebab Musa telah meletakkan tangannya ke atasnya. Sebab itu orang Israel mendengarkan dia dan melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukan- nya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.” Di sini kita melihat bagaimana Musa meneruskan kepemimpinannya kepada Yosua. Yosua adalah seorang pemimpin yang sangat berkaliber dan sangat besar. Musa meninggal dunia tidak meninggalkan jabatan yang kosong atau umat israel yang tercerai berai. Musa meninggalkan dunia dengan membiarkan seorang penerus yang juga sangat besar. Apakah seorang penerus adalah syarat terakhir seorang pemimpin? Banyak pemimpin menjadi pemimpin besar tetapi ktika dia meninggal dunia penerus-penerusnya tidak bisa melakukan apa yang dilakukannya. Yesus adalah seorang pemimpin yang luar biasa. Ketika Ia meninggalkan dunia, Ia meninggalkan 12 pemimpin besar yang kemudian menjadi pemimpin gereja padsa gereja mula-mula. Pemimpin-pemimpin akan selalu muncul, dan bagi setiap pemimpin kita perlu percaya bahwa the next generation will be better than us.
Inilah lima potret dari kematian Musa. Kematian Musa adalah kematian seorang tokoh yang juga adalah manusia biasa. Kematian Musa adalah kematian seorang sahabat Tuhan. Kematian Musa adalah kematian yang indah. Kematian Musa adalah kematian seseorang yang sangat dikasihi. Dan kematian Musa adalah kematian yang mening- galkan warisa yang agung kepada generasi selanjutnya. Bagaimanakah kelak kita ingin meninggalkan dunia ini? Apakah kita bisa memetik pelajaran dari kematian Musa agar kita juga kelak meninggalkan dunia dengan cara yang sama.
Elegy of Moses. Musa alah seorang yang mengawali karirnya sebagai seorang yang merasa I am Something. Tetapi di mata Tuhan dia gagal. Kemudian Musa dipanggil Tuhan sebagai seorang yang merasa I am Nothing dan ia tidak siap untuk melayani Tuhan. Tetapi Tuhan melihat Musa siap dan memakainya dengan luar biasa. Musa mengakhiri hidupnya dengan motto hidup ”God is Everything” karena ia telah menjadi sahabat Allah, mencintai Allah dan dicintai Allah, mencintai umat Israel dan dicintai umat Israel.
Soli Deo Gloria!
No comments:
Post a Comment