Friday, April 30, 2010

[Seri Eksposisi] MAZMUR 126 - J O Y

Denni B. Saragih, M. Div

Kita sampai pada seri Eksposisi Mazmur yang kedua dan hari ini kita akan belajar dari Mazmur 126-The Joy.

Seorang penulis yang bernama Philip McGinley, pernah mengatakan bahwa ketika gereja pertama kali akan merumuskan kitab-kitab mana yang akan masuk ke dalam kanon, maka salah satu syarat yang mereka berikan adalah kitab itu harus berisi sukacita. Philip McGinley mengatakan:” Saya ingin tahu pasal mana dan ayat mana tiap-tiap Alkitab yang ada dalam Perjanjian Baru yang berisi sukacita.” Jika kita mempelajari tempat sukacita dalam kekristenan, kita mendapatkan bahwa ada sekelompok orang yang merasa bahwa kegembiraan bukanlah bagian dari kehidupan Kristen. Seseorang itu akan makin rohani jika dia serius, keningnya selalu bekerut dan menegur dengan keras jika ada orang yang salah.

Dalam sejarah kekristenan, Martin Luther memiliki teman bernama Philip Melangton. Philip Melangton masih muda tetapi sudah sangat serius dan pemikir yang dalam (salah satu perumus Out of Confession). Sangat serius dan mengerjakan yang hanya perlu. Tidak memikirkan mengenai pacaran dan kehidupan duniawai. Yang ada dipikirannya hanya melayani, membaca Alkitab dan menggalinya, mengajar, dan memikirkan perdamaian. Dia sangat berbeda sekali dengan Luther. Martin Luther tiap sore duduk di bar dan minum bir sambil menyanyikan lagu-lagu rakyat Jerman. Ketika Luther melihat Philip Melanton, dia menegur dan berkata: ”For heaven sake! Why don’t you go out, and sin a little!” [Kenapa kamu tidak pergi keluar dan berdosalah sedikit]. And God deserve to have something to forgive for you.” [Tuhan itu layak untuk punya sesuatu supaya dia memaafkan engkau]. Bahkan satu kutipan dari Marthin Luther adalah “It’s good to do a little sin [adalah bagus untuk sekali-kali berbuat dosa]. Tetapi maksud Marthin Luther bukan kita harus berbuat dosa. tetapi kadang-kadang orang punya kesan bahwa mengikut Tuhan itu berarti tidak ada kegembiraan, karena kegembiraan itu identik dengan keduniawian seperti menonton ke bioskop dan menyanyikan lagu-lagu pop yang sedang tren.

Sewaktu kita membaca Mazmur 126, di tengah-tengahnya ada kalimat “mari kita bersukacita”. Dalam bahasa Inggris, kalimat ini bukan ajakan tetapi sebuah pernyataan “We are glad” (NIV). Jika kita memperhatikan Mazmur ini, pada pusat dari struktunrnya ada ”kita bersukacita”. Pada ayat 1-2, pemazmur berbicara mengenai bagaimana Allah melakukan satu sukacita dengan cara yang mengejutkan. Dikatakan di sana: ”Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" Jadi, pusat sukacita itu diapit dengan bagaimana Tuhan mengerjakan sukacita dan dirayakan oleh Pemazmur ini. Tetapi pada ayat 4-6, pemazmur mengantisipasi bahwa sukacita akan lahir dari satu kesulitan atau kesusahan. Dikatakan di sana: ”Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.”

Karena itu kita pada saat ini akan merenungkan tiga poin, yaitu:
1. Sukacita merupakan pusat kehidupan orang Kristen.
2. Sukacita itu berasal dari Tuhan dan mengejutkan.
3. Sukacita yang ilahi adalah sukacita yang sering kali lahir dari kesulitan dan air mata.

Sukacita merupakan pusat kehidupan orang Kristen.
Jika kita merenungkan tempat sukacita dalam hidup manusia, kita akan menemukan bahwa sukacita itu bukan satu keadaan, tetapi sukacita itu membutuhkan energi. Sukacita adalah sebuah vitalitas yang didorong oleh sebuah kekuatan luar biasa. Kita tidak dapat bersukacita terlalu lama dengan kekuatan sendiri. Jika kita memaksa bersukacita dengan kekuatan sendiri, maka akan ada waktunya kita kehilangan vitalitas, energi, dan tidak mampu lagi bersukacita. Jika kita tetap memaksa satu sukacita dengan kekuatan sendiri, maka nanti yang tinggal hanyalah sukacita yang palsu dan dibuat-buat. Karena itulah manusia membutuhkan orang lain untuk membuat dirinya sukacita. Manusia menciptakan entertainment. Kita mengharapkan vitalitas atau energi sukacita yang dimiliki orang lain ditransfer sedikit kepada kita, baik melalui film, sirkus, dll. Semuanya dirancang agar energi sukacita ditranfer kepada kita dan oleh mereka, kita mengalami sukacita. Tetapi yang menarik, ketika mesin-mesin sukacita semakin banyak ditemukan manusia, yang kita dapati bukanlah semakin banyak orang bersukacita, tetapi semakin banyak manusia menemukan dirinya membosankan dan dangkan. Ini adalah sebuah paradoks dari kehidupan pada zaman ini.. Sebuah buku bahkan mengatakan bahwa manusia semakin bosan dalam kebudayaan yang penuh dengan hiburan.

Alkitab menjelaskan kepada kita melalui Mazmur ini, bahwa dalam situasi demikian, dalam tantangan dunia modern di mana orang-orang berlomba mendapat sukacita, sesungguh sukacita itu harus dimiliki harus berada dalam pusat kehidupan orang Kristen. Artinya, dari kehidupan kristiani yang benar akan ada dampak lahirnya sukacita. Hal ini sudah menjadi kepercayaan dari pada gereja mula-mula. Itulah sebabnya dikatakan diawal sewaktu mereka membuat kanon mereka mencari yang mana bagian-bagian Firman Tuhan yang mengalir sukacita. Sangat menarik, jika kita membaca kalimat dari Agustinus yang mengatakan bahwa orang Kristen adalah orang yang dari ujung rambut sampai ujung kaki semuanya ’Halleluya’. ’Halleuya’ berada dalam pusat kehidupan orang Kristen. Sukacita berada dalam pusat kehidupan orang Kristen bukan karena orang Kristen memiliki vitalitas atau kekuatan dan kemampuan untuk bersukacita, tetapi karena di dalam diri orang Kristen ada satu pusat energi yang luar biasa. Energi yang lahir dari kehidupan baru di mana Roh Kudus membawa aliran-aliran yang penuh dengan sukacita. Itulah sebabnya sukacita orang Kristen yang berada dalam pusat kehidupannya adalah sukacita yang ilahi.

Dengan kata lain, dalam teologia kristiani, sukacita adalah milik Tuhan. Sukacita bukan milik anda dan saya, tetapi sukacita adalah vitalitas yang berasal dari Allah. Allah punya kekuatan untuk selalu bersukacita. Allah memiliki energi untuk memberikan sukacita. Jika kita tersambung dengan energi tersebut, maka dari dalam hati kita akan mengalir aliran-aliran sukacita.

Sukacita itu berasal dari Tuhan dan mengejutkan.
Ayat 1 mengatakan: ”Ketika Tuhan memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang yang bermimpi.” Apa yang digambarkan di sini adalah bahwa sukacita yang diberikan oleh Allah adalah satu sukacita yang pada saat kita menerimanya, hal tersebut seperti sesuatu yang tidak diharapkan, seperti bukan sesuatu yang kita duga-duga, tetapi datang dan kita terima. Kita seperti bermimpi menerimanya. Dalam Perjanjian Lama, ini adalah mode-mode Allah memberikan sukacita kepada umatnya. Dalam PL, sewaktu orang Israel merenungkan sukacita, maka ada beberapa kisah yang mereka renungkan. Pertama, dalam kisah Keluaran dari tanah Mesir. Secara teologia mereka hidup dalam satu situasi dimana dalam situasi itu mereka ditindas dan mengalami penganiayaan, mereka tidak mengharapkan akan ada kelepasan bagi mereka. Ditengah-tengah situasi seperti itu, yang tidak ada titik dimana tidak ada terang yang akan masuk kepada mereka, Tuhan mengirim Musa. Musa membawa mereka keluar dari tanah Mesir ke tanah Kanaan. Penindasan mereka berubah menjadi kemerdekaan. Ada satu sukacita yang mengalir karena tindakan Allah yang mengejutkan dengan membebaskan mereka dari perbudakan.

Kedua, kisah dalam kehidupan Daud. Pada saat itu Daud dikejar-kejar oleh Saul. Dan dalam satu Mazmurnya, dia menceritakan sukacita yang dialami. Suatu sukacita karena Allah membebaskan dia dari kejaran-kejaran maut yang dilakukan oleh Saul. Di tempat lain kita mengetahui bahwa Saul, yang terancam oleh Daud, tanpa ada sasuatu yang dilakukan Daud, disingkirkan Tuhan melalui peperangan. Daud mengalami satu keterkejutan, seperti dalam mimpi, dimana tekanan-tekanan yang dialami selama ini tidak ada lagi.

Ini jugalah yang dialami ketika murid-murid melihat kebangkitan Yesus. Kebangkitan Yesus adalah satu tindakan Allah yang membuat terkejut. Satu Sabtu pagi yang sunyi tidak ada lagi pengharapan, Mesias yang mereka harapkan mati. Sabtu itu menjadi Sabtu yang betul-betul kelabu dan penuh keputus asaan. Tetapi kebangkitanNya pada hari Minggu membawa kembali pengharapan. Jika kita ingin menikmati sukacita yang dari pada Allah, kita harus memiliki hati yang terbuka untuk mengharapkan dan menantikan tindakan Allah yang luar biasa. ketika Allah melakukan tindakan yang mengejutkan, mulut kita penuh dengan tawa dan lidah kita penuh dengan sorak-sorai. Hal ini tidak dapat dibuat-buat atau berasal dari hiburan tetapi dari pengalaman ketika Allah mengisi mulut kita dengan tertawa yang luar biasa.

Kapan kita terakhir kali mengalami hal ini? Sebuah sukacita yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, tetapi kita merasakan sukacita tersebut. Kita tidak diminta untuk mencari sukacita tersebut, tetapi diminta untuk siap menerima sukacita tersebut. Siap dengan keterkejutan yang akan dihasilkan melalui sukacita tersebut. Sukacita adalah sebuah anugerah dan anugerah itu diberikan Allah dengan cara yang mengejutkan.

Sukacita yang ilahi adalah sukacita yang sering kali lahir dari kesulitan dan air mata.
Ayat 4-5 mengatakan: ”Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb. Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.” Mungkin kita pernah mendengar Teologia Arsik. Bagi saya Teologia Arsik merupakan teologia sukacita yang Kristiani. Arsik adalah satu masakan dengan sejuta rasa. Dalam Arsik ada cabe yang pedas, bawang yang anyir, kunyit yang pahit, dan lainnya. Jika hanya satu yang kita makan, maka rasakan akan menjadi sangat tidak enak. Tetapi jika dicampur rasanya sangat enak. Teologia Arsik ini menggambarkan sukacita yang Alkitabiah. Sukacita yang Alkitabiah kadang keluar dari kesakitan dan air mata bercampur dengan kepedihan. Seperti seorang wanita yang akan melahirkan, dari rasa sakit yang dialaminya sewaktu persalinan, keluarlah sebuah kehidupan di tengah-tengah dunia ini. Ketika bayi ini lahir, semua kesakitan yang dialami si Ibu menjadi hilang, dan yang tinggal adalah sebuah sukacita.

Demikianlah cara Tuhan menghadirkan sukacita di tengah-tengah dunia. Melewati sebuah kesakitan yang luar biasa dan diakhiri dengan sebuah kelepasan yang mendatangkan kelegaan. Di dalam kehidupan kekristenan, Allah menghadirkan sukacita dengan demikian unik. Sukacita ilahi kita itu mungkin disertai dengan satu kesakitan atau air mata yang kita lahirkan ketika kita mencoba bertahan menjadi pengikut Tuhan, mencoba bertahan untuk setia menjalani nilai-nilai Kristiani kita, mencoba bertahan dalam panggilan kita, mencoba bertahan melakukan apa yang baik bagi kita, dan mencoba bertahan melewati titik-titik dimana kita ingin menyerah. Ketika melewati lembah derita dan air mata itu, lahirlah sukacita yang dari Tuhan. Sukacita ketika kita melewati masa-masa membosankan dengan merenungkan Alkitab setiap pagi dimana kita tanpa menikmati. Tetapi ada titik diman seolah-olah rasa itu pecah dan lahirlah sukacita. Kita merasakan betapa indahnya Firman Tuhan, melayani, dan mengikut Tuhan, menyangkal diri, dan hidup sebagai pengikutnya.

Ini adalah sukacita kekristenan. Sukacita kekristenan bukan sukacita murahan, yang dapat dibeli dari orang lain atau dengan menonton film atau sukacita yang datang atau hilang, tetapi sebuah sukacita yang kita dapatkan dengan cara yang luar biasa. Sebuah anugerah Tuhan kita alami di pusat hidup kita melewati masa-masa yang mungkin berurai air mata. Tetapi ketika kita menerimanya, kita tahu bahwa hal ini tidak dapat digantikan dengan uang, permata, atau pengalaman apapun. Ini adalah sukacita yang hanya dialami orang Kristen yang menabur dengan air mata.
Soli Deo Gloria!

1 comment:

Barthimeus Sumbayak, S.Pd. said...

Terima kasih, penjelasannya mudah dicerna.Jadi terbantu utk persiapan.