Saturday, April 24, 2010

Seri Musa 3: The Man and His God

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div

Hari ini kita akan membahas mengenai Musa dalam topik The Man and His God. Dalam bagian ini kita akan belajar tentang relasi antara Musa dengan Allah. Bagaimana Musa membangun hubungannya dengan Tuhan, bagaimana Musa meresponi panggilan Tuhan dan bagaimana Allah berbicara dan bersikap terhadap Musa di dalam kehidupannya dan kepemimpinannya di dalam pelayanannya.

Kita akan melihat hal ini di dalam kitab Keluaran dan kita hanya akan mengambil kutipan-kutipannya saja. Di dalam Keluaran 2:1-10 kita melihat bagaimana Musa dilahirkan dan dibesarkan di dalam lingkungan Istana Firaun tetapi tetap disusui oleh ibunya sendiri. Dibalik peristiwa kelahiran Musa, ada satu aturan dimana semua anak laki-laki dari bangsa Israel harus dikubur karena semakin berkembangnya populasi bangsa Israel ditanah Mesir [ Kel 1:22 "Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: "Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup"]. Di dalam kondisi seperti itu, ada satu cara Allah yang diberikan kepada Musa untuk menyelamatkan anaknya tersebut. Apa yang kita lihat adalah bagaimana providensia Allah yang terjadi di dalam diri Musa. Providensia Allah yang pertama adalah sejak dia lahir, bagaimana dia di asuh dan diselamatkan serta dididik di Mesir sekitar 40 tahun.

Hidup Musa sebenarnya dibagi kedalam 3x 40 tahun. 40 tahun pertama adalah di Mesir, 40 tahun kedua adalah di Midian, dan 40 tahun ketiga adalah memimpin umat Allah – Israel. Jadi masa 40 tahun yang pertama itu, providensia Allah terus dinyatakan. Jadi kita melihat di dalam hal ini bagaimana Tuhan bekerja di dalam segala sesuatu yang dialami oleh Musa dan bagaimana providensia Allah nyata di dalam hidupnya. Jika kita merefleksikan di dalam hidup kita, apakah dalam satu situasi di dalam hidup kita, kita melihat Allah bekerja di dalamnya? Apakah itu di dalam kondisi yang sulit. Musa mengalami hal yang sulit di dalam hidupnya, dimana sebagai anak orang Ibrani, dia harus dibunuh. Apakah di dalam hidup yang sulit atau tantangan, kita masih melihat tangan Tuhan ada dan menyertai kita, bahwa Tuhan menyatakan pemeliharaanNya dan tuntunannya?

Setelah Musa diberikan kepada putri Firaun dan diangkat menjadi anaknya, maka Musa dididik di dalam ilmu pengetahuan dan budaya Mesir. Pada zaman itu, salah satu budaya/peradaban dan pendidikan yang besar adalah Mesir. Dan di dalam pendidikan ini, Musa diperlengkapi untuk satu panggilan Allah ke depan. Tentu saja masa ini adalah masa yang sulit bagi Musa karena dia adalah seorang Ibrani. Jika kita melihat hidup kita, apakah kita juga melihat dan menyadari bahwa apapun yang terjadi di dalam hidup kita, termasuk masa-masa yang sulit, Allah bekerja di dalamnya?

Kemudian, ketika Musa punya beban dan berbelas kasihan kepada orang Israel, dan ketika Musa melihat orang Mesir menindas orang Israel--tanpa membenarkan tindakan Musa--Musa sampai membunuh orang Mesir itu. Akhirnya Musa menjadi buronan dan melarikan diri di Midian. Di Midian Musa bertemu dengan Mertuanya dan dia menikah di sana dan akhirnya menjadi seorang gembala selama 40 tahun. Allah membentuk dia dengan caraNya sendiri sampai Musa menjadi siap mengembalakan umat Allah. Seringkali di Alkitab seorang gembala dipanggil Allah menjadi penggembala manusia. Misalnya Daud, Gideon, dll. Masa pembentukan bagi Musa selama 40 tahun kedua juga merupakan cara bagi Allah untuk memperlengkapi Musa untuk masuk di dalam mandat Allah dalam pelayanan ke depan. Di dalam satu kondisi seperti ini kita melihat bahwa Allah terlibat dan senantiasa menyertai Musa dan membentuk Musa. Ketika melihat bagaimana Tuhan membentuk Musa, kita juga bisa merefleksikan hal tersebut di dalam hidup kita, bagaimana Allah membentuk hidup kita melalui semua peristiwa dan melalui semua keadaan di dalam diri kita. Oleh sebab itu jangan terlalu cepat kecewa atau putus asa dan mengatakan menyerah. Tetapi mari kita melihat segala sesuatu dari kacamata rohani atau perspektif ilahi setiap hal yang terjadi di dalam hidup kita agar kita tetap bersyukur dan menatap penuh iman dan pengharapan kepada Allah [Rom 8:28-29, ”Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara].

Ketika sedang menggembalakan domba, Musa bertemu dengan Allah [Kel 3:2-6]. Lawatan Tuhan kepada Musa adalah sebuah titik balik akan panggilan Musa untuk kembali mencintai umat Tuhan – Israel. Tuhan membukakan bahwa erangan bangsa Israel sampai kepada Allah dan hal inilah dasar bagi Tuhan untuk memanggil Musa. Tuhan kembali membukakan beban yang pernah dimiliki Musa. Di pasal sebelumnya kita melihat Musa pernah menjadi buronan karena cintanya kepada orang Israel. Tuhan mengingatkan kembali pada Musa beban, misi, atau kasih yang pernah dia miliki untuk umat Tuhan. Apa yang dialami Musa memiliki durasi waktu yang sangat panjang. Setelah 40 tahun sangat mungkin Musa melupakan bebannya terhadap bangsa Israel. Mungkin dia akan merasakan nyaman dengan ternak yang dia miliki. Barangkali Musa juga lupa karena isteri dan anak-anaknya. Akhirnya Allah mengingatkan Musa kembali ketika Allah melawat Musa ketika menggembalakan domba. Memori-memori mengenai beban Musa terhadap bangsa Israel kembali diingatkan Tuhan kepada Musa dengan menyatakan bagaimana erangan dan teriakan bangsa Israel sampai kepada Allah dan bagaimana Musa dipanggil kembali untuk hal itu. Mari mereview hidup kita kembali. Sangat memungkinkan bahwa ada sekian tahun yang lewat dimana ada beban yang telah kita lupakan. Beban/hati/belas kasihan yang pernah kita miliki tetapi sekarang sudah pudar bahkan lupa oleh karena kita terlena dengan kenyamanan atau pergumulan hidup kita. Apakah kita pernah punya beban untuk pelayanan tertentu apakah sosial, pendidikan, atau apapun? Apakah kita telah lupa akan beban kita itu? Dalam kisah Musa, Allah kembali mengingatkan Musa akan bebannya melalui lawatannya bagi diri Musa. Dan setelah Allah membukakan beban itu kepada Musa, Tuhan memanggil dan mengutusnya untuk membebaskan umatNya. Tapi ada suatu konflik dalam pribadi Musa antara beban membebaskan umat Allah. Musa banyak membuat alasan atau dalih yang dibuat-buat karena mungkin dia tidak ingin meninggalkan comfort zone-nya. Di sini kita melihat bagaimana Musa berargumentasi dan berdialog dengan Allah melalui pergumulannya yang sebenarnya tidak masuk akal di hadapan Allah. Kita bisa melihat pada diri kita, apa kendala atau dalih kita sehingga kita tidak mau terlibat dalam misi yang Allah panggil bagi kita sehingga beban itu mulai pudar atau tidak tajam, apakah terlalu nyaman dengan diri kita, perkerjaan kita, atau panggilan itu terlalu berat? Atau mungkin beban itu tajam tapi kita berdalih dengan cara lain. Kita sudah melihat bagaimana argumentasi-argumentasi Musa dipatahkan oleh Allah. Sejak awal Musa disucikan Allah untuk mengerjakan sebuah mandat yang besar.

Ada masanya Musa mempertanyakan keabsahan panggilannya [Kel 5:22-23, ”Lalu Musa kembali menghadap TUHAN, katanya: "Tuhan, mengapakah Kauperlakukan umat ini begitu bengis? Mengapa pula aku yang Kauutus? Sebab sejak aku pergi menghadap Firaun untuk berbicara atas nama-Mu, dengan jahat diperlakukannya umat ini, dan Engkau tidak melepaskan umat-Mu sama sekali."]. Ini adalah fluktuasi kehidupan Musa dimana dia melihat umat itu malah semakin menderita ketika Musa meminta izin agar bangsa itu dibawa keluar dari Mesir dan ia sendiri ditolak. Hal ini pun mungkin sering kita tanyakan pada diri sendiri ketika melayani Tuhan. Kita melayani tapi kondisi semakin tidak baik atau malah tambah hancur, jalan untuk sebuah pelayanan misi sepertinya makin tertutup dll. Kita bergulat dengan panggilan ini juga sebagaimana dialami Musa. Kita seakan-akan ”menyalahkan” Tuhan atas pengutusanNya, seakan-akan Dia salah mengutus orang! Namun Dia tidak pernah salah, malah Tuhan kembali meneguhkan orang yang mau terus bertanya/bergumul. Setelah Musa melewati fase itu, Tuhan memberikan ”posisi yang tinggi” atau ”baik” kepada Musa [Kel 7:1-2, ”Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Lihat, Aku mengangkat engkau sebagai Allah bagi Firaun, dan Harun, abangmu, akan menjadi nabimu. Engkau harus mengatakan segala yang Kuperintahkan kepadamu, dan Harun, abangmu, harus berbicara kepada Firaun, supaya dibiarkannya orang Israel itu pergi dari negerinya".]. Dengan jelas kita melihat bahwa jika panggilan Allah jelas, IA akan menyertai, memperlengkapi, menolong dan memberikan sesuatu untuk mengerjakan mandat itu. Di sepanjang perjalanan hidup Musa, kita menyaksikan bagaimana ia mengalami sebuah fluktuasi hidup. Kadang ia menyesal, lalu Tuhan hiburkan dan berkali-kali demikian yanag terjadi. Namun kita perhatikan ada sebuah hal yang menarik bahwa Musa bergaul karib dengan Allah dalam kehidupannya. Di sisi lain, Tuhan juga memakai Musa untuk memperlengkapi umatNya dari segi kerohanian dengan memberikan Hukum Taurat kepada Musa. Dalam proses pembebasan ini, umat memberontak, bersungut-sungut, dan berkali-kali ingin kembali ke Mesir, bangsa ini marah kepada Musa sehingga Tuhan murka kepada bangsa ini karena kedegilan hatinya. Kita melihat bagaimana Musa melunakkan hati Allah, ia berdiri di antara umat dan Allah yang menunjukkan seorang pemimpin yang dekat dengan orang yang dipimpin dan dekat dengan Allah. Ia bergumul tentang umat Allah dan di sisi lain ia memohon kemurahan Allah. Musa melunakkan hati Allah dengan mengorbankan segala yang berarti dalam hidupnya. Bebannya semakin dalam, tajam sehingga ia mampu berkorban begitu besar bagi orang yang dilayaninya. Cinta Musa kepada Allah dan umat membuat Musa marah kepada Harun dan bangsa Israel karena mereka melanggar kekudusan Allah dengan menyembah berhala. Adakah cinta kita bertumbuh pada dua sisi: kepada Allah dan orang yang kita layani? Musa sangat membutuhkan pertolongan Allah sehingga Musa berkata tidak mau melangkah tanpa penyertaan Tuhan [Kel 33:15-17, ”Berkatalah Musa kepada-Nya: "Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini. Dari manakah gerangan akan diketahui, bahwa aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini? Bukankah karena Engkau berjalan bersama-sama dengan kami, sehingga kami, aku dengan umat-Mu ini, dibedakan dari segala bangsa yang ada di muka bumi ini?" Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Juga hal yang telah kaukatakan ini akan Kulakukan, karena engkau telah mendapat kasih karunia di hadapan-Ku dan Aku mengenal engkau."]. Musa semakin hari semakin dekat dan bergantung dengan Allah. Inilah Musa dengan Allahnya. Ia bergantung penuh dan mengandalkan Tuhan dan sampai dia berani berkata bahwa yang membedakan mereka (bangsa Israel) dengan yang lain adalah bahwa Tuhan menyertai diri mereka. Apa yang yang membedakan kita dengan orang lain? Sama-sama karyawan, guru, manager, atau pekerjaan yang lain. Kita harus berani mengatakan bahwa yang membedakan kita dengan orang lain sama dengan membedakan Musa beserta umat Allah dengan bangsa yang lain, hanya satu hal yaitu Allah menyertai kita. Apakah kita yakin bahwa Allah menyertai kita di tempat pekerjaan kita masing-masing? Dalam pasal 34:8-9 juga menyatakan bagaimana dia mengandalkan penyertaan Tuhan. Dikatakan disana, ”Segeralah Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah serta berkata: "Jika aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, ya Tuhan, berjalanlah kiranya Tuhan di tengah-tengah kami; sekalipun bangsa ini suatu bangsa yang tegar tengkuk, tetapi ampunilah kesalahan dan dosa kami; ambillah kami menjadi milik-Mu.” Mari melihat hal ini secara benar di dalam hidup kita. Apapun profesi kita, dimanapun pelayanan kita, yakini dan berani melangkah karena Tuhan yang menyertai kita. Itulah sebabnya pergumulan selalu terjadi di dalam diri kita. Apakah Tuhan menyertai pelayanan ini atau tidak.

Musa juga dekat dengan Allah. Hal ini terlihat dengan bagaimana dia ’melihat’ Allah (Kel 33:18-23). Musa sangat bergaul karib dengan Allah sampai dia bisa melihat Allah. Kembali Tuhan memberikan kesepuluh Firman Tuhan kepada Musa dan ini dipakai Allah sebagai alatnya untuk menyampaikan kebenaran-kebenarannya melalui Musa. Di dalam Bilangan 12:1-10, ketika Miryam dan Harun berencana untuk menjatuhkan dan mengata-ngatai Musa, dia dibela oleh Tuhan. Ketika itu Tuhan menampakkan dirinya dikemah pertemuan dan menyatakan pembelaannya terhadap Musa. Musa tidak meminta hal ini kepada Allah. Musa tulus kepada Allah. Tetapi Tuhanlah yang membela dia. Dan akhirnya Harun dan Miryam meminta Musa berdoa agar mereka diampuni dan mereka diampuni. Allah selalu membela hambanya. Mungkin di pekerjaan kita menjadi korban konspirasi, dan mau diintimidasi atai mau menjatuhkan kita, ingat kembali, Allah pasti membela dan berada dipihak kita, dan Allah pasti akan memberikan kemenangan bagi kita sama seperti Allah membela Musa. Mungkin di perjalanan hidup kita, Allah menjadi pembela di dalam pergumulan kita.

Dalam Ulangan 34:1-4, Musa tidak diizinkan Tuhan masuk ke tanah Kanaan. Ia dibawa Allah ke sebuah gunung dan Tuhan hanya diizinkan memandang tanah perjanjian dari puncak gunung itu. Hal ini disebabkan karena Allah murka ketika ada persoalan di Mara dan Meriba [band Bil 20:12-13, ”Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." Itulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka."]. Tetapi apapun alasannya, antara Musa dengan Tuhannya, apakah Musa gagal? Tentu TIDAK. Artinya Musa memang dipanggil Allah untuk membebaskan umat Allah keluar dari tanah Mesir dan dituntaskan oleh ’anak buahnya’ yaitu Yosua. Musa berhasil memimpin umat Allah dan hanya tinggal menyebrangi sungai Yordan. Perjuangan Musa memang hanya Tuhan ijinkan sampai disitu, dan Musa adalah seorang pemimpin yang berhasil. Walaupun dia tidak sampai ketanah Kanaan, tetapi perjuangan Musa tidak sia-sia. Sama dengan perjuangan pahlawan yang tidak sampai menikmati hari kemerdekaan. Apakah perjuangan para pahlawan tersebut sia-sia? Tentu tidak. Tuhan juga memakai Musa dengan cara demikian. Pejuangan yang dilakukan oleh Musa sesuai dengan visi yang diberikan Tuhan kepada dirinya walaupun dia tidak diizinkan sampai ketanah Kanaan.

Apa yang kita perjuangkan sekarang belum tentu harus kita yang menikmati dan menyelesaikan sampai tuntas. Apa yang kita lakukan ketika memimpin kelompok merupakan secuil harapan, tetapi apakah merupakan akhir dan sia-sia? Tentu saja tidak. Karena hal ini adalah perjuangan untuk satu perubahan yang besar di depan dan Musa melakukan hal itu. Perjuangan yang tulus yang kita lakukan untuk Allah, ingat, semuanya tidak akan sia-sia dan Allah akan selalu memperghitungkannya mungkin kita tidak akan sampai akhir, tetapi benih yang kita tanam bisa dinikmati oleh banyak orang. Di sinilah Musa berada. Walau dia tidak diijinkan Allah memasuki tanah Kanaan, tetapi misi yang sesuai dengan panggilan Allah, dikerjakan Musa dengan baik. Apa yang Tuhan tanamkan atau panggil untuk kita kerjakan, mari kerjakan dengan tulus. Ada bagian kita dan ada yang menjadi bagian Allah. Do your best and God will do the rest. Tidak ada satu catatan pun di Alkitab yang mengatakan bahwa Musa mengeluh kepada Tuhan. Pergulatan musa dengan Allah mungkin juga menjadi pergulatan kita dengan Allah setiap hari soal panggilan, beban bahkan bagaiman kita berjuang semakin hari semakin dekat dengan Allah, dan bagaimana kita terus taat kepada Allah dan dipakai menjadi alatnya.

Solideo Gloria!






No comments: