By: Denni Boy Saragih, M. Div
Seringkali kita kita tidak memiliki pemahaman dan pengenalan yang jelas tentang bagaimana Allah bekerja di dalam kehidupan ini, apakah secara langsung atau tidak. Melalui Kejadian 39:1-10; 21-23, kita akan mencoba menjawab pertanyaan ini. Mari kita membayangkan seluruh kehidupan Yusuf sebagai konteks dari kotbah ini. Terlebih dahulu kita akan melihat pandangan yang ada di dunia, yaitu dua ekstrim tentang bagaimana Allah bekerja dan hadir di tengah-tengah dunia ini.
1. Allah menjadikan segala sesuatu itu sebagai takdir. Misalnya, pandangan yang disebut deisme mengatakan bahwa dunia ini seperti jam berputar sedemikian kompleks dimana mesinnya saling berkait dan semua berjalan dengan sendirinya. Pandangan ini mengatakan segala sesuatunya telah diatur sedemikian rupa.
Kemudian ada paham yang lain, paham dunia yang sering ditemukan pada orang kristen yaitu determinisme. Paham ini berpandangan bahwa semua telah ditentukan oleh Allah dan tidak ada kejadian didunia ini yang kebetulan. Ini adalah pandangan dimana segala sesuatunya merupakan hal yang tidak terhindarkan. Pandangan seperti ini tidak alkitabiah. Karena dalam pandangan seperti ini Tuhan selalu menjadi Tuhan yang jauh dan kaku. Dia menjadi Allah yang tidak terlibat, dimana semuanya telah diatur sedemikian rupa sehingga kita tinggal mengikuti langkah demi langkah dan Allah ‘tenang-tenang’ di surga, mungkin sambil melihat lihat dan memandang hasil reka-rekaanNya. Allah yang seperti ini bukan Bapa yang dekat dengan anakNya, bukan Allah yang terlibat, yang bahkan sudah datang kedunia sebagai manusia seperti yang telah dinyatakan di Alkitab.
2. Allah membiarkan semuanya sebagai kebetulan semata. Allah menciptakan dunia ini, tetapi Allah tidak mencampuri apa yang terjadi. Manusia yang menentukan apa yang terjadi di tengah-tengah dunia ini. Misalnya ada pandangan dalam dunia Kristen yang disebut pelagianisme (dari kata pelagianus, seorang tokoh gereja) dan humanisme. Pelagianisme ini berkata bahwa semua tergantung kepada keputusan manusia, tidak ada hubungannya dengan Tuhan.
Atau pandangan humanisme dimana manusia menjadi pusat segala sesuatu dari, dan oleh dan untuk manusia. Dalam pandangan ini segala sesuatu adalah kebetulan saja. Apa yang salah dalam pandangan ini ? Yang salah adalah Tuhan itu tidak hadir dan tidak ada bedanya dengan hidup seorang ateis. Apa Tuhan ada, atau tidak ada semuanya tergantung keputusan manusia. Makanya tidak heran kalau ada anak Tuhan sampai pada kesimpulan bahwa atasannya lebih berkuasa dari pada Tuhan.
“Tema atau pokok renungan kita pada hari ini adalah bahwa kehidupan pribadi, situasi umat Tuhan dan keadaan dunia berada dalam providensia Tuhan untuk menggenapkan rencanaNya yang kekal”.
Yang pertama, mari kita bicara tentang kenyataan providensia. Firman Tuhan berkata, secara khusus dalam hidup Yusuf, banyak peristiwa kecil dan peristiwa biasa di dunia ini sedang disusun Tuhan untuk mewujudkan rencanaNya. Contohnya (ingat kita akan tetap merenungkan cerita Yusuf sebagai background dalam kotbah ini). Yang pertama, Yusuf lahir dari Rahel, apakah itu kebetulan semata? Apakah Yusuf dicintai oleh karena Rahel, hanya kebetulan semata? Apakah Yakub lebih mencintai Rahel dibanding isterinya yang lain tidak ada hubungannya dengan rencana Allah? Menurut kita ya, tetapi cerita Yusuf berkata lain. Kedua, Yakub sebagai orangtua mengasihi Yusuf lebih dari saudara-saudara yang lain. Apakah semua ini merupakan konflik kecil dalam rumah tangga yang tidak ada artinya? Apakah Allah tidak terlibat di sini? Saudara-saudara, konflik ini merupakan bagian dari rencana Allah. Jika kita bandingkan dengan diri kita, di mana kita lahir bagaimana keluarga kita, dan hal-hal sederhana yang mungkin tidak berarti dalam diri kita, tetapi bukan berarti Allah tidak mengerjakan sesuatu di dalam semua itu.
Kita lihat hal sederhana yang lain. Yusuf diberi oleh bapaknya baju berwarna-warni. Seorang bapak memberikan anak kesayangannya baju warna-warni. Apakah ini hal yang biasa? Tidak. Justru baju warna-warni ini yang menjadi skandal. Baju ini menjadikan Yusuf dibenci saudara-saudaranya, dan akhirnya dijual ke Mesir, menjadi penguasa dan menyelamatkan bangsanya dari kelaparan, dan janji Tuhan pada Abraham tergenapi. Peristiwa kecil merupakan bagian dari skenario Allah yang besar. Yusuf menghantarkan makanan kepada sudaranya. Seorang anak kesayangan disuruh bapaknya menghantarkan makanan abang-abangnya yang menggembalakan domba-domba. Apakah ini peristiwa yang besar? Ini adalah peristiwa yang kecil. Tetapi Allah memakai peristiwa ini untuk menggenapkan rencanaNya. Peristiwa lain, (ayat 40). Pedagang-pedagang Ismael pergi berdagang budak ke Mesir. Ini peristiwa kecil. Yusuf dibawa ke Mesir. Kita tahu persis kalau Yusuf tidak berada di Mesir Israel akan punah sebagai satu bangsa. Tetapi dengan adanya Yusuf maka bencana kelaparan dapat diatasi, semua saudaranya selamat, dan mereka bertambah banyak di tanah yang di berikan Firaun. Kalau kita menganggap semua peristiwa yang terjadi dalam hidup kita hanya kebetulan semata dan Tuhan tidak terlibat peristiwa itu, berarti kita mengabaikan kesempatan2 dan rencana yang Allah sedang kerjakan dalam hidup kita. Kita lihat hal yang lain di mana Potifar membeli budak di pasar. Hal yang kecil. Contoh lain, yang agak aneh, Potifar memiliki isteri yang tinggi libidonya. Ini seolah-olah tidak ada hubungannya dengan rencana Allah. Tetapi kita tahu justru karena Potifar memiliki isteri yang seperti inilah maka Yusuf di penjara, ketemu juru minum dan juru masak raja, dan menjadi penguasa, dan selanjutnya yang seperti kita ketahui. Kita dapat melihat bagaimana providensia Allah terjadi dalam peristiwa ini.
Saudara, kalau kita perhatikan, pertama, banyak peristiwa kecil dan biasa di dunia ini sedang dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencanaNya.
Apakah kalau begitu semua peristiwa ada artinya? Ada orang mengatakan bahwa semua peristiwa ada artinya. Ini adalah penafsiran yang salah. Ingat saudara, setiap peristiwa dapat dipakai Tuhan untuk menggenapkan rencanaNya, tetapi tidak semua peristiwa adalah sesuatu yang Allah tetapkan dan Allah atur sehingga hal itu terjadi sedemikian rupa. Alkitab tidak mengatakan bahwa Allah mengatur semua detail-detail dalam hidup kita, tetapi perbedaannya adalah bahwa Allah bisa memakai setiap detail peristiwa untuk menggenapkan rencanaNya. Yang perlu kita renungkan adalah kita perlu bertanya mana peristiwa yang sedang dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencanaNya. Kalau kita memahami konsep ini maka kita pun belajar dengar-dengaran akan gerakan dan pimpinan Tuhan serta maksud Roh Kudus dalam peristiwa-peristiwa yang kita alami. Tuhanlah yang menentukan apa maksud dari setiap peristiwa, bukan kita. Tuhan tidak mengatur setiap peristiwa sesuai dengan keinginan kita. Banyak peristiwa yang Tuhan pakai untuk mewujudkan rencanaNya. Peristiwa-peristiwa kecil sering juga Tuhan pakai untuk menyatakan kehendakNya, tetapi tidak semua peristiwa harus kita kita tafsirkan sebagai maksud Allah yang kudus. Itulah sebabnya kita perlu belajar tentang ‘knowing God’ dan ‘God’s will’, karena dalam dunia di mana kita hadir, Allah bekerja dan ada peristiwa-peristiwa yang sebagai manusia cenderung kita lewatkan tapi mungkin melalui itu Allah sedang bekerja untuk menyatakan sesuatu didalam hidup kita.
Yang kedua, kejahatan juga dapat dipakai Allah untuk mewududkan rencanaNya kepada hamba yang dipakaiNya. Wah… konsep yang radikal. Apakah kejahatan merupakan kecelakaan dalam penciptaan? Tidak. Allah dalam providensiaNya mengatur dan bekerja didalam dunia yang penuh dengan kejahatan supaya kejahatan juga dapat dipakai untuk mewujudkan rencanaNya. Mari kita lihat firman Tuhan secara lebih dalam dan jelas. Apakah sebuah keluarga yang tidak harmonis itu baik? Tentu tidak baik. Tetapi saudara keluarga Yakub yang tidak harmonis itu membuat Yusuf terbuang ke Mesir. Apakah sudara-saudara Yusuf yang membenci Yusuf bukan kejahatan? Seorang membenci adiknya. Ini merupakan kebencian yang tidak alamiah. Apakah ini suatu kebaikan? Tentu tidak. Tetapi justru kebencian saudaranyalah yang membuat Yusuf terbuang ke Mesir. Yang berikutnya adalah istri Potifar yang ingin berzinah dengan Yusuf. Hal ini tidak baik. Tetapi kalau ini tidak terjadi Yusuf tidak akan masuk penjara. Contoh lain, ada satu peristiwa yang paling jahat di dunia. Yesus mati di kayu salib adalah kejahatan yang luar biasa. Bagaimana seorang tidak bersalah, anak Allah sendiri, yang tidak berdosa, mati dan berdarah-darah di kayu salib. Tetapi justru didalam kejahatan seperti ini maksud Allah mengampuni seluruh dunia dan manusia tercapai.
Kalau begitu apakah Tuhan pencipta dosa ? Apakah Tuhan menggunakan kejahatan ? Apakah Tuhan menggunakan kejahatan terjadi sehingga melalui kejahatan rencana Allah terjadi ? Ini adalah penafsiran yang salah. Mari kita lihat Kejadian 50 :20 ‘ Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hiudup satu bangsa yang besar’
Mengapa Allah bekerja dalam diri Yusuf dengan menggunakan kejahatan ? Firman Tuhan berkata dengan jelas manusia mereka-rekakan kejahatan tetapi Allah merencanakan kebaikan. Kejahatan manusia tidak menghalangi rencana agung dari Tuhan. Bahkan dalam reka-reka manusia dengan kejahatan, ada reka–reka Allah membawa kejahatan untuk memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Apa yang terjadi dalam hidup Yusuf adalah penggenapan janji Allah pada Abraham. Allah telah berjanji pada Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang besar. Lewat peristiwa, termasuk kejahatan yang dialami oleh Yusuf dalam hidupnya, maka janji Allah pada Abraham menjadi tergenapi. Rencana Allah tidak terhalangi, bahkan dunia ini tidak dapat menghalangi Allah dalam mencapai kehendakNya. Tidak semua kejahatan adalah kehendak Tuhan. Ada dosa yang bisa dicegah dan Tuhan berkali-kali mencegah orang berbuat dosa. Ada juga dosa yang tidak tercegah, dan dosa seperti ini tidak disebabkan oleh Tuhan tetapi dipakai Tuhan untuk membawa kebajikan, untuk menggenapkan rencanaNya dalam dunia, Tuhan tidaklah penyebab dosa tetapi Tuhan memakai dosa untuk menggenapkan rencanaNya untuk menolong kita bertumbuh.
Ketiga, situasi dunia bisa dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencanaNya. Kalau kita mempelajari situasi-situasi dunia yang dialami oleh Yusuf, hal itu adalah bagian dari rencana Allah untuk mewujudkan rencanaNya. Kita perhatikan di Mesir terjadi bencana alam. Tetapi bencana alam ini dipakai Allah untuk membuat Firaun bermimpi dan lewat mimpinya, Yusuf naik ke atas dan menjadi perdana menteri. Situasi dimana Yusuf dipenjara umurnya adalah 17 tahun ketika konflik itu muncul (Kejadian 37:2). Umur Yusuf keluar dari penjara adalah 30 tahun (Kejadian 41:46). Yusuf dalam penjara, kira-kira 10 tahun (jika dia bekerja pada Potifar selama tiga tahun). Tidak singkat. Situasi itu dipakai Tuhan membuat Yusuf belajar bahwa dunia ini berada dalam pimpinan Tuhan dan Yusuf diajak melihat bahwa apa yang terjadi memiliki satu rencana didalamnya. Saudara-saudara, kalau kita memperhatikan disini maka providensia Tuhan tidak membuang rencana dan tindakan manusia bahkan progres manusia menjadi bagian di dalam providensia Allah.
Allah bekerja didalam peristiwa-peristiwa kecil, Allah bekerja di dalam kejahatan. Allah bekerja dalam situasi dunia, di dalam pengalaman-pengalaman yang kita miliki. Allah bekerja di dalam providensia apa yang terjadi di Indonesia. Memang pandangan Allah berbeda dengan pandangan dunia. Ada peristiwa yang besar dimata dunia, kecil di mata Tuhan dan ada peristiwa yang kecil dimata dunia, besar dimata Tuhan. Sebagai kesimpulan Allah bekerja dalam peristiwa kecil, kejahatan, dan dunia dan persoalan yang ada didalamnya. Ini adalah providensia Allah.
Ada tiga hal sebagai aplikasi sebagai orang yang mengerti ajaran providensia :
1. Orang yang hidup dalam providensia Allah, hidup dalam contentmen* ) Orang yang sadar bahwa Allah bekerja dalam semua yang terjadi ia tidak akan mengkritik keadaan yang ada. Tidak bersungut-sungut.
2. Orang yang memahami akan providensia, maka imannya akan bertumbuh di dalam rencana Allah. Yusuf tidak menjadi pahit hatinya ketika ia dipenjara bukan karena kesalahannya. Bagaimana dengan kita? Orang yang tidak dalam providensia akan kecewa terhadap dunia dan Allah. Tidak percaya bahwa Allah sedang bekerja Orang yang hidup dalam providensia, tidak saya katakan mudah tetapi akan banyak tantangan , namun dia akan bisa menerima apa yang telah terjadi dalam dirinya.
3. Orang yang memahami providensia akan memiliki penyerahan diri dalam memasuki masa depan. Seperti Yesus yang menyerahkan dirinya dalam providensia Allah, dimana melalui kematiannya maka dunia diselamatkan.
Soli Deo Gloria!
No comments:
Post a Comment