Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div
Sore hari ini kita akan membahas mengenai topik dari seri Knowing God yang terakhir untuk tahun 2008. Kenapa topik ini harus digali dan dibahas adalah karena tidak akan pernah ada satu penyembahan yang benar jika pengenalan terhadap aspek yang dipuja atau sembah itu absurd (kabur). Seorang teolog pernah berkata, “If you want to know God, love Him more and to be like Him more.” Ada juga pemahaman teologia yang mengatakan bahwa setiap orang yang mengenal Allah, (1) memiliki satu energi yang besar untuk Allah dan mau berkorban untuk Allah, (2) memiliki keberanian yang tulus untuk Allah, keberanian untuk berkorban, mengikuti, dan membayar harga, dan (3) memiliki satu rasa tenang atau puas dan menikmati hidup di dalam Allah (contenment in God). Artinya ketika dia tidak mendapatkan apapun dari dunia ini, tetapi ketika dia memiliki Allah dan mencintai Allah, dia mendapatkan lebih dari segala-galanya.
The Majesty of God identik dengan The Greatness of God, karena kata ‘majesty’ berasal dari bahasa Latin yang sama artinya dengan kata ‘greatness’. Jadi, berbicara tentang The Majesty of God, berarti berbicara juga mengenai The Greatness of God. Kita harus dapat melihat kebesaran Allah karena di dalam diri Allah ada satu kebesaran, sehingga kita mampu menyatakan kekaguman, penghormatan dan pujian kita kepada Allah. Itulah sebabnya penting memahami mengenai The Majesty of God. Misalnya, di Inggris ada sebutan untuk ratu yaitu ‘Her Majesty’ the Queen. Hal ini berarti ratu Inggris adalah orang yang paling agung dan mulia di Inggris. Perlu kita ketahui, bahwa gelar kebangsaan di Inggris tidak diberikan dengan gampang. Orang yang mendapat gelar adalah orang yang berjasa. Misalnya adalah Alex Ferguson. Dia mendapat gelar kehormatan ‘Sir’ karena prestasinya membawa klub sepakbola Manchester United meraih tiga penghargaan dalam satu tahun. Dalam masyarakat Inggris, gelar ‘Sir’ adalah gelar yang terhormat dan sangat agung, tetapi keagungannya tidak dapat dibandingkan dengan gelar ratu Inggris yaitu ‘Her Majesty’ the Queen. Hal ini penting untuk membantu kita melihat hal yang sama dalam diri Allah. Ketika kita memahami bahwa Allah adalah mulia atau majesty, maka kita pun bisa menyatakan penghormatan kita kepadaNya. Itulah sebabnya kita harus mengenal The Majesty of God agar kita mengenal siapa Allah dan akhirnya kita bisa memiliki penghormatang yang benar kepada Dia.
The Majesty of God dipahami dalam hubungannya dengan the Greatness of God sebagai pencipta (creator) dan Tuhan kita (our Lord). Dalam bingkai inilah kita melihat kemuliaan dan kebesaran Allah, sebagai pencipta dan Tuhan kita. Artinya kita adalah ciptaan dan Tuhan adalah pencipta kita dan betapa agung, besar dan mulianya Dia dan Dialah Tuhan dan kita adalah hambaNya yang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Dia. Dalam kondisi inilah muncul kekaguman dalam diri kita. Maka kita memahami konsep The Majesty of God di dalam the Greatness of God sebagai pencipta dan Tuhan kita, sang Pemimpin dan pemilik hidup kita.
Itulah sebabnya jika kita memperhatikan kitab Kej 1, di dalamnya ada pemahaman yang menyatakan bahwa The Majesty of God adalah Allah sebagai pencipta segala sesuatunya. Bayangkan kita, sebagai ciptaan, berhadapan dengan Allah sang pencipta. Bukankah kemuliaan sang Pencipta ada di dalam ciptaanNya? Kehormatan pencipta dilihat dari karyaNya. Sampai sekarang kita tidak mungkin lupa dengan Thomas Alfa Edison dengan temuan listriknya, Albert Enstein dengan teori relativitasnya, ataupun Sigmund Freud dengan psikoanalisanya. Artinya adalah mereka semua dikenal melalui karya mereka. Oleh karena itu The Majesty of God, sebagai pencipta, ada di dalam diri kita sebagai ciptaanNya. (bd Kej 1:1-31; Mzm 93:1-2; mzm 145:4-5; 2 Ptr 1:17; Ibr 1:3; 8:1; Mzm 48:2; 95:3-6).
The Majesty of God dipahami bukan sesuatu yang absurd dalam arti bukan sesuatu tanpa kejelasan. Tetapi The Majesty of God dihubungkan dengan Dia sebagai satu pribadi (personal). Ketika kita berkata, “He is great and wonderful God”, maka kita mengatakannya kepada satu pribadi dan sebutan ini dalam nama YHWH di sebut dengan Elshaddai- God Almighty, Allah Maha Kuasa. Jadi, ketika kita mengatakan, “ You are the Majesty of God,” berarti kita menujukannya pada satu pribadi karena kita mengacu pada objek kekaguman dan pemujaan yang benar.
Beberapa dampak jika kita tidak mampu melihat The Majesty of God.
- Membuat iman kita menjadi lemah (feeble). Feeble ini berarti weak-lemah, bukan dalam pengertian secara fisik atau badan yang lemah, tetapi lemah tidak ada semangat, tidak tegar. Jika kita bisa memahami dan menginternalisasi, maka kita akan bermuara pada iman yang freeble. Jika kita bisa memahai hal ini dengan benar dan sungguh-sungguh, maka kita akan memiliki iman yang tegar karena melihat kemuliaan Allah dan Kemuliaan Allah tersebut membuat kita kagum.
- Ketidakmampuan melihat The Majesty of God akan membuat kita terjebak dalam penyembahan yang flabby (tertatih-tatih). Artinya kita punya penyembahan yang mekanis, yang seolah-olah dipaksakan. Jika kita tidak mengenal Allah, kita tidak bisa melihat keagungan dan kebesaran Allah, maka iman kita akan lemah dan penyembahan kita pun dilakukan antara suka dan tidak suka.
- Jika orang tidak memiliki pemahaman yang jelas akan muncul penyebutan Allah yang sembarangan. Nama Allah menjadi sesuatu yang murahan. Jika kita memahami The Majesty of God, maka kita tidak menyebut nama Allah dengan sembarangan. Mari melihat orang Yahudi yang tidak berani menyebut YHWH. Mereka memanggil Allah dengan nama Adonai, Elohim, dan lainnya, dimana nama-nama ini jauh sekali dari YHWH. Walaupun dalam teologia PB kita dekat dengan Allah dan Allah hadir bersama dengan kita, tetapi jangan sampai nama Allah itu menjadi murahan dan kita jangan sampai bermain-main dalam penyebutan nama Allah. Itulah sebabnya kita dilarang bersumpah. Dalam Mat 5:37 ditulis, ”Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” Apa yang igin dikatakan Kristus di sini adalah jangan sembarangan menempatkan Allah. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami The Majesty of God yang memampukan kita menempatkan Allah pada posisinya.
Ada beberapa cara agar kita mampu melihat Kebesaran Allah, yaitu: Pertama adalah menjauhkan pemikiran bahwa Allah itu terbatas (dalam hal waktu, kuasa, kemampuan, ataupun pengetahuan, dll). Jika kita melakukan hal ini, maka kita membuat Allah menjadi kerdil dan terbatas, sempit, tidak mampu melakukan segala sesuatunya, dan hal ini akan membuat kita tidak dapat melihat kemuliaan Allah. Jadi, tanggalkan pemikiran bahwa Allah terbatas. Allah mampu melakukan segala perkara, dan belum tentu Allah yang mampu melakukan segala perkara itu mau menyatakan kuasanya seperti yang kita mau. Kedua, mari membandingkan Allah denga semua kuasa dan kekuatan yang kita anggap besar. Terkadang muncul pertanyaan dalam diri kita, bukankah Suharto yang berkuasa selama 32 tahun di Indonesia lebih hebat dari Allah? Atau Fidel Castro di Kuba selama 42 tahun? Atau Adolf Hitler dengan segala kekuasaannya? Bukankah orang-orang di atas penuh dengan kekuasaan? Di mana Kebesaran Allah? Orang-orang yang disebutkan tadi memang hebat, tetapi ingat, mereka semua lenyap ditelan oleh waktu. Tetapi The Majesty of God kekal adanya. Maka ketika kita membandingkan Allah, tidak ada satu pun yang bisa seperti Allah. Dalam Mzm 139:1-18, dikatakan, ”... Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau...”. Kita tidak bisa lari dari hadapan Tuhan. The Majesty of God dipahami dari segi, yaitu: The Omnipotence (Allah Maha Kuasa), The Omnipresence (Allah Maha Hadir), dan The Omniscience (Allah Maha Tahu).Ketiga karakteristik Allah ini membuat kita menjadi kagum kepadaNya. Jika kita menyadari dengan kacamata iman dan teologia yang benar siapa Allah, Dia tidak ada bandingannya.
Mari melihat Yes 42:12-26. dalam bagian firman ini kita akan melihat bagaimana Allah dibandingkan dengan beberapa hal.
- Ayat 12-14. Dalam bagian ini mari melihat Allah dari karya dan kemampuanNya, dari apa yang bisa dilakukanNya. Tidak ada seorang manusia pun yang bisa melakukan apa yang bisa dilakukan oleh Allah. Jika kita membandingkan Allah dari segi karyaNya, tidak ada seorangpun yang bisa menandingi Dia. Bukankah kita melihat bahwa Allah mulia, besar, dan agung?
- Ayat 15-17. Penulis Yesaya berkata, setelah membandingkan Allah oleh karena apa yag dilakukanNya, maka bandingkanlah Allah dengan bangsa-bangsa. Bangsa manakah yang bisa dibandingkan dengan Allah? Pada masa itu Libanon merupakan bangsa yang luar biasa dan begitu besar, hanya seperti titik yang sebentar ada. Tidak ada arti dan kuasanya di hadapan Tuhan.
- Ayat 19-22. Lihatlah pada dunia! Dunia ini ternyata kecil, seperti kain yang dibentangkan oleh Allah.
- Ayat 23-24. Lihatlah kepada pembesar-pembesar di dunia! Seperti yang kita telah bahas diatas, mereka semua akan lenyap oleh waktu.
- Ayat 25-26. Lihatlah pada bintang-bintang! Siapakah yang menciptakannya? Tidak ada yang bisa menciptakannya, dan Allah satu-satunya pencipta, penopang, pemelihara, bahkan yang dapat menghanguskannya. Mari kita melahirkan rasa kekaguman, hormat, dan kemuliaan bagi Allah.
Saya tidak tahu sampai dimana kita hormat dan kagum kepada Allah. Apakah engkau lebih banyak kagum kepada pacar atau kepada Tuhan? Apakah lebih kagum kepada seseorag yang kita idolai daripada kepada Tuhan? Mari memiliki kekaguman yang benar oleh karena kita melihat The Majesty of God (kebesaran Tuhan).
Beberapa dampak dari The Majesty of God.
- Jika kita bisa melihat The Majesty of God, maka iman kita akan teguh untuk bersandar dan mengandalkan Allah yang besar itu. Itulah sebabnya Jeremia berkata, “Terkutuklah manusia yang mengandalkan dan menaruh harapannya pada manusia” (Jer 17:5-6), dan Jeremia melanjutkan di ayat tujuh, “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”
- Sikap hormat (respect) akan muncul dan semakin bertumbuh. Jika kita bisa melihat The Majesty of God, akan melahirkan sikap pemujaan dan rasa hormat kita kepada Allah. Itulah sebabnya ketika seseorang berdoa, bisa sampai bersujud. Ada orang yang tidak mau berdoa di atas tempat tidur. Dia bersujud di samping tempat tidur dengan tangan di atas tempat tidur dan berdoa. Ini adalah salah satu sikap penghormatan kepada Allah. Allah memang melihat hati, tetapi sikap tubuh kita merupakan pancaran hati kita. Penghormatan yang muncul kepada Allah terpancar dari sikap kita. Itulah sebabnya kita tentu tidak mungkin berdoa dengan kaki diangkat sambil berbaring di tempat tidur bukan? Calvin juga melarang orang jika sedang mendengar kotbah, mendengarnya sambil angkat kaki atau mengobrol. Oleh sebab itu, mari tunjukkan sikap hormat kepada Allah melaluyi sikap kita dalam ibadah, doa, saat teduh, dan lainnya. Jika di dalam ibadah kebaktian saja kita tidak bisa tertib, di mana lagi kita bisa?
- Jika kita mengalami The Majesty of God, kekaguman kepadaNya akan muncul. Dengan sukacita dan penghayatan yang dalam, kita dapat meneteskan air mata ketika kita menyanyikan lagu, ”ku kagum...hormat akan Engkau...!”
- Jika kita melihat The Majesty of God, maka penyembahan dan pemujaan kita kepada Allah makin hari semakin nikmat. Ini bukanlah penyembahan yang kosong atau semu. Tetapi ketika kita beribadah dan menghadap Alalh yang mulia dan agung, jiwa kita akan terangkat, roh kita diangkatkan dan kita rasanya dekat sekali dengan Allah dan melihat cahaya kemuliaan Allah.
- Jika kita melihat The Majesty of God, ada Humbleness before The Majesty One. Ada satu sikap rendah hati. Maka, ketika kita takut dan rasa hormat datang terhadap Allah. Selain mengandalkan Allah, secara rendah hati kita juga menyembah dan memujaNya.
- Jika kita memahami The Majesty of God dalam diri kita, akan lahir ketaatan yang ’inner drive’ karena sikap hormat dan kagum kita kepadaNya. Salah satu alasan kenapa seseorang gampang jatuh ke dalam dosa adalah karena dirinya tidak melihat kemuliaan Allah dalam hidupnya. Jika kita bangga berjalan dengan seorang pejabat, kita seharusnya jauh lebih bangga lagi ketika kita berjalan bersama dengan Allah. Apakah kita masih bangga dengan Allah kita ketika kita tidak naik jabatan oleh karena iman kita? Apakah kita masih bangga kepada Allah jika oleh karena Kristus kita ditekan? Apakah kita bangga berjalan dengan Kristus dengan segala konsekuen- sinya? Apakah kita masih melihat kemuliaan Tuhan jika Tuhan belum menjawab doa kita?
- Jika kita bangga berjalan dengan Dia, ada kesenangan bahkan bangga menderita bersama dengan Tuhan karena kita mengasihiNya. Kita senang dan bangga bila menderita bagi Dia yang mulia. Ketika kita melihat kemuliaan Allah bersinar dengan mata kita secara iman, kita harus bangga jika menderita demi ketaatan dan kekaguman kepada Allah. Mari para alumni, mari bangga menderita karena sang mulia itu.
Soli Deo Gloria!
No comments:
Post a Comment