Wednesday, November 2, 2011

[Knowing God 2007-03]: The Mystery of Providence 2

By: Denni Boy Saragih, M. Div


Kisah dalam Daniel 3:1-30 merupakan cerita yang sangat indah. Apakah pesan kisah ini? Ada yang berpendapat bahwa kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa ketika penderitaan datang, masalah menghantam, Tuhan akan melepaskan kita dari masalah hidup seperti yang terjadi pada Sadrakh, Mesakh, dan Abednego.
Mungkin saudara-saudara masih mengingat kisah Polycarpus, seorang bishop di Smirna (abad 1 atau 2). Dia diperkirakan murid Yohanes (murid yang dikasihi Tuhan Yesus). Polycarpus ditangkap dan dipaksa untuk menyangkal imannya. Karena dia tidak mau, dia dibakar. Anehnya, menurut kesaksian, ketika dibakar, Polycarpus tidak terbakar tetapi diselubungi api. Karena raja takut, akhirnya algojo diperintahkan untuk menikam Polycarpus sehingga dia mati sebagai martir.
Cerita yang bersamaan isinya tetapi memiliki akhir yang berbeda sekali. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego bersaksi dan mereka diselamatkan. Tetapi Polycarpus bersaksi dan dia binasa. Kenapa providensia Allah berbeda dalam dua peristiwa ini? Apakah Allah berlaku berbeda kepada Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, dan berbeda pula kepada Polycarpus? Kita akan menelusuri prtanyaan ini lebih jauh.
Apakah kita ingin kalau kita berhadapan dengan ancaman, providensia Allah secara langsung menyelamatkan kita dari ancaman tersebut? Terkadang hal-hal seperti ini enak, ketika Tuhan melepaskan kita dari ancaman dengan cara yang luar biasa. Semua orang akan senang. Tetapi dalam pergumulan iman kita biassanya muncul ketegangan “apakah Tuhan akan menyelamatkan saya?” atau ‘Apakah Tuhan tidak akan menyelamatkan saya?” Sore hari ini kita akan mencoba menjawab pertanyaan itu. Saya sendiri bergumul akan providensia Allah. Contohnya, ketika melihat orang sakit saya bergumul apakah mendoakan dia untuk sembuh atau bersabar. Ketegangan iman seperti ini juga terjadi dalam kisah ini.
Kalau kita melihat kembali ke cerita ini, secara wajar cerita ini dapat dibagi menjadi empat bagian. Pertama, ayat 1-7 ‘Dunia didalam providensia Allah-Potret yang tidak ideal namun nyata.’ Dunia dalam providensia Allah bukanlah dunia yang serba teratur, tetapi dunia dimana diktator muncul sekali waku. Dalam cerita ini kita melihat potret seorang diktator yang luar biasa sempit pemikirannya dan yang mengacaukan kehidupan orang, dan membuat keputusan yang semena-mena dakam diri Nebukadnezar.  Kedua, kita perhatikan pada ayat 8-18 bagaiman Sadrakh, Mesakh, dan Abednego belajar mengimani providensia dengan iman yang proporsional, iman yang pada tempatnya. Mari kita perhatikan pada ayat 17-18. Ada kalimat yang luar biasa tentang keyakinan mereka akan Allah tetapi tidak memaksa Allah melakukan seperti yang mereka inginkan. Ketiga, pada ayat 19-27, kita akan melihat providensia dimana digambarkan Tuhan bersama umatNya di dalam pembakaran tersebut dan kemudian pada bagian terakhir berbicara tentang providensia tentang Tuhan yang menyelamatkan dan di dalam keselamatan itu tidak hanya berdampak kepada Sadrakh, mesakh, dan Abednego tetapi juga berdampak kepada Nebukadnezar yang akhirnya meninggikan Allah didalam kehidupan kerajaannya.
Mari kita lihat bagian demi bagian dan kita akan merenungkannya :
1.  Ayat 1-7, tentang potret yang tidak ideal namun nyata. Kisah ini dimulai dengan pikiran Nebukadnezar untuk membangun sebuah patung. Kalau orang punya kekuasaan dan kekayaan, dia suka melakukan hal yang aneh-aneh. Contohnya TD Pardede yag mengawetkan mayat Istrinya agar dilihat orang atau Sukarno yang membangun tugu terbesar di Asia dan Stadion yang termegah di Asia Tenggara. Kalau saudara punya atasan yang memegang saham paling banyak di perusahahan, dia adalah tipe  atasan yang biasanya suka aneh-aneh. Hari ini berbeda dengan yang kemarin, selalu gonta-ganti keputusan. Hal inilah yang akan kita hadapi kalau kita berjumpa dengan orang yang menjadi atasan dan punya kekuasaan yang tidak terbatas.
Patung ini dibuat dari emas. Hal ini diulang sebanyak tujuh kali. Tentu saja pengulangan seperti ini ada maksudnya karena pada pasal ke dua ayat 38 sudah ada mimpi tentang patung  yang besar dan kepala patung ini terbuat dari emas. Dari sini sudah ada gambaran, bahwa patung emas itu adalah patung dewa tetapi kelihatannya patung yang agak mirip dengan Nebukadnezar. Kalau kita perhatikan dari segi ukuran, patung ini punya tinggi 60 hasta dan lebar 6 hasta*. Jadi patung ini adalah patung cungkring (sangat kurus). Pada ayat 4 dan 5,  Nebukadnezar memberikan ketetapan bahwa semua orang harus menyembah patung itu. Bagian ini sebenarnya ini adalah gambaran yang komikal. Gambaran  yang menyindir. Bagaimana patung cungkring ini dengan iring-iringan musik yana riuh disembah orang-orang dan orang-orang ini adalah pejabat-pejabat yang secara komikal digambarkan ikut saja. Tidak ada yang menolak, semua ikut tanpa pikir panjang. Saudara-saudara dunia alumni, dimana anda bekerja bukan sekali duakali bertemu dengan orang seperti ini, diktator yang sangat kuat dan orang yang ada disekelilingnya dengan gampang dan  tanpa berpikir panjang mengikuti apa yang dikatakan diktator tersebut.
Kita melihat disini bahwa Firman Tuhan mau mengatakan kepada kita sebenarnya, lewat gambaran-gambaran ini, supaya kita harus berhati-hati dengan kekuasaan dunia  yang tumbuh terlalu besar, diluar proporsinya, dan berhati-hati kepada ketundukan yang tanpa pikir panjang kepada kekuasaan manusia yang ada di sekeliling kita.
2.      Kalau kita perhatikan pada ayat 8-18, maka kita sekarang berangkat dari situasi dunia kepada tiga sekawan yang berhadapan dengan situasi dunia itu. Kita perhatikan tiga sekawan itu menolak untuk menyembah. Mereka tidak bersedia, bahkan mereka menolak menyembah kepada allah lain. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego digambarkan disini bukan menolak untuk menghormati otoritas manusiawi. Mereka tidak menolak untuk menghormati pejabat atau raja. Memang ada sebagian orang Kristen yang sangat ekstrim yang mengatakan kita tidak perlu takut pada manusia tetapi takut kepada Allah. Sikap ini bukanlah sikap yang alkitabiah dan bukanlah sikap yang digambarkan dalam bagian ini. Tetapi yang  mau digambarkan adalah suatu penolakan terhadap penyembahan berhala atau tuhan yang lain. Masalahnya adalah bukan menghormati tetapi menyembah. Ini bukan masalah abu-abu tetapi masalah hitam dan putih. Dan kalau kita memperhatikan ketika raja itu marah kepada mereka bertiga, mereka menyatakan keyakinan mereka (ayat 17).  Disini kita perhatikan ada iman dan kepastian bahwa Tuhan itu ada, bahwa Allah yang mereka sembah itu eksist. Keyakinan bahwa Tuhan mampu melepaskan mereka. Tetapi mereka juga punya komitmen pada ayat 18.  Mereka yakin  bahwa Tuhan akan melepaskan mereka. Tetapi ada juga hal yang mereka tidak yakini. Apa yang mereka tidak yakini? Yang mereka tidak yakin adalah apakah mereka akan dilepaskan dari kematian. Mereka percaya bahwa Tuhan akan melepaskan mereka tetapi kepercayaan mereka tidak memaksa Tuhan harus melepaskan mereka. Ini adalah sikap yang balance, benar, dan sehat dalam memahami providensia Allah.
Providensia Allah tidak berarti kalau kita berhadapan dengan ancaman maka kita yang percaya kepada Tuhan pasti akan diselamatkan. Saudara-saudara, saya tidak tahu apakah saudara merasa  kalau kita mengatakan bahwa kita percaya Tuhan yang akan menyelamatkan kita dan ternyata Tuhan tidak menyelamatkan, menjadi tidak beriman? Ini bukanlah keragu-raguan, tetapi sikap yang percaya kepada kuasa Allah tetapi menyadari antara pikiran Allah dan pikiran kita mungkin ada jurang yang tidak selalu bisa kita jembatani. Agar saudara tidak salah mengerti dengan apa yang saya katakan, saya percaya dan mengalami bagaimana providensia Allah kadang-kadang berlaku dengan cara yang luar biasa. Saudara, saya tidak percaya bahwa apapun yang kita butuhkan dan apapun yang kita rindukan akan Tuhan jawab dengan cara yang sama. Dan yang menarik saudara-saudara, kadang-kadang ketika semuanya tersedia, Tuhan pun bisa menghalangi keinginan-keinginan kita. Betul tidak? Providensia Allah bukan sesuatu yang sesuai dengan keadaan, bukan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan. Kenyataan bukan sesuatu yang identik dengan kehendak Allah dan kehendak Allah malah seringkali bertentangan dengan kenyataan hidup.
3.    Pada ayat 19-27 digambarkan bagaiman providensia yaitu Tuhan yang bersama dengan umatnya. Kalau kita perhatikan cerita ini baik-baik, waktu api dibuat, ada satu fakta yang kita tidak boleh abaikan dan ini diulang pada beberapa bagian, bahwa Tuhan tidak menyelamatkan Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dari perapian. Ini adalah kenyataan yang luar biasa.  Tuhan tidak menyelamatkan mereka dari api, tetapi didalam api. Saya kadang-kadang berpikir mengapa cerita ini tidak berubah cerita, misalnya waktu dihidupkan apinya, tiba-tiba padam sehingga mereka tidak jadi dilemparkan ke dalam api tersebut. Ini lebih hebat dan enak ceritanya.
Tetapi pada bagian berikutnya, Tuhan justru bersama-sama dengan mereka di dalam api. Ini merupakan pelajaran penting yang harus kita pahami dalam providensia Allah. Tuhan tidak mengangkat mereka dari perapian, Tuhan justru hadir bersama dengan mereka di tengah-tengah api yang membakar mereka.. Mari kita baca ayat yang ke 24-26. Yang menjadi pertanyaan, siapa orang ke empat di tengah-tengah api itu? Yang  rupanya seperti anak dewa itu? Banyak ilustrasi tentang hal ini yang mengatakan itu Tuhan Yesus dalam perjanjian lama, ada yang bilang malaikat Gabriel, Mikhael, atau malaikat yang lain. Terserah siapa orang ke-empat itu. Tetapi siapapun dia, pesannya jelas sebagai tanda kehadiran Allah di tengah-tengah pencobaan yang mereka alami. Hal ini memang pengalaman yang luar biasa. Saya sendiri tidak tahu sebenarnya apakah mereka bertiga melihat oraang ke-empat itu. Mungkin melihat, mungkin tidak melihat. Saudara-saudara, mungkin providensia Allah terjadi tanpa kita sadari, tanpa sesuai dengan yang kita pikirkan. Tetapi Allah mengirimkan pertolongan seperti yang Allah lakukan pada Sadrakh, Mesakh, dan Abednego.. Mungkin dengan cara-cara yang diluar pemikiran kita. Allah bersama dengan mereka  didalam api itu.
Kemudian pada ayat 27 digambarkan baju mereka tidak terbakar, rambut mereka tidak terbakar, jubah mereka tidak terbakar bahkan bau kebakaran pun tidak ada pada mereka. Kita perhatikan disini bagaimana keselamatan yang dari Allah itu bersifat total.
4.   Providensia : Tuhan yang menyelamatkan. Kita perhatikan pada ayat yang ke 28, Nebukadnezar bernyanyi dan memuji Tuhan. Tuhan menyelamatkan mereka yang mengutamakan Tuhan dan kalimat ini keluar dari mulut Nebukadnezar sendiri. Hal inilah yang akan terjadi kalau kita setia kepada providensia Allah. Bahwa Allah menyelamatkan kita dari tangan orang-orang yang ada disekeliling kita. Bahkan, dari orang yang mengancam nyawa kita akan keluar pujian tentang Allah yang kita sembah. Mari kita lihat kepala pengawal yang memuji Allah walaupun  dia tidak melihat Yesus dibebaskan. Iman yang betul-betul pasrah pada Tuhan akan menghasilkan  puji-pujian kepada Allah dari orang-orang yang tidak percaya kepadanNya. Mereka akan berkata “Siapakah Allah yang engkau sembah?”, “Siapakah Allah yang kamu tinggikan, karena demikian dahsyat Allah yang kamu tinggikan itu?” Sehingga pada ayat yang 29 Nebukadnezar memberikan perintah yaitu supaya iman mereka dinyatakan sah dan iman mereka dihormati.
Hidup dalam providensia Allah adalah panggilan kalau dimana kalau kita setia. Kesetiaan kita akan menarik orang kepada Allah yang memelihara kita. Teologia dalam cerita ini adalah the glory of God. Saya percaya dalam segala peristiwa, dalam bencana, inti dan hal yang tidak akan berubah bahwa dalam peristiwa itu adalah Allah akan dipermuliakan. Maka ketika saya mendoakan orang untuk kesembuhan, saya akan mendoakan Tuhan jikalau engkau menghendaki dia sembuh dipermuliakanlah namaMu, tetapi meskipun dia tidak sembuh dipermuliakanlah namaMu. Pusatnya adalah the Glory of the God.
Saudara-saudara sekalian dari perenungan kita dari awal sampai akhir tadi ada empat refleksi yang bisa kita tangkap.
·         Mari kita berhati-hati dengan kekuasaan dan otoritas yang menjadi terlalu besar. Alkitab dipenuhi cerita orang-orang yang memiliki latar belakang sederhana tetapi ketika menjadi besar akhirnya menjadi diktator dan membangkang kepada Tuhan.
Hati-hati untuk patuh tanpa pikir panjang pada otoritas manusia yang menjadi pemimpin  di tempat kita bekerja.
·     Firman Tuhan mengajarkan kita untuk menghormati otoritas manusia. Menghormati atasan kita, kepala desa, camat dall, tetapi tidak menyembah mereka yang punya kekuasaan. Tidak menjilat mereka yang punya kekuasaan dan takut akan Tuhan dalam segala hal.
·      Kita harus percaya kepada kuasa Allah ditengah pencobaan, ditengah pergumulan, ditengah situasi yang serba tidak mungkin, tapi jangan paksakan keinginan kita sebagai umat. Kita boleh assume the power of God not presume the power of God yang artinya kita harus percaya kepada kuasa Allah tetapi tidak  memaksa bahwa kuasa Allah pasti terjadi dalam situasi yang kita hadapi.
·        Kesetiaan kita kalau kita percaya pada providensia Allah ditengah tengah dunia bisa dipakai Allah untuk membawa orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan.
Soli Deo Gloria!




No comments: